Kinan berjalan sendirian dimalam hari untuk mengambil daging ditempat langganan Bibi An. karna ini pertama kalinya ia keluar setelah sampai disini, Bibi An memberikan arahan yang cukup spesifik agar Kinan bisa sampai disana. Ia tidak takut tersesat, ia justru sangat menikmati suasana baru yang langsung membuatnya merasa nyaman. Jika saja dulu Ibunya tidak meinggalkannya begitu saja dan mengajaknya pergi bersama ke Jakarta, mungkin sekarang ia sudah tumbuh menjadi gadis kota.
Ia sangat senang dengan dinginnya angin malam, menikmati setiap langkah yang membawanya ke tempat baru.
Tidak lama kemudian ia sampai dipenjual daging dan langsung membeli nya agar bisa dimasak besok pagi. Saat keluar dari area penjual daging, Kinan melihat toko handphone dan teringat dengan ponselnya yang rusak.
Sudah beberapa minggu terakhir ini layar ponselnya sering tidak berkerja dengan baik, ia bahkan sampai tidak bisa mengirim pesan ataupun mengangkat panggilan masuk. Itu lah kenapa ia meminjam ponsel Bibi An untuk menghubungi Julian.
Sampai di kedai ia buru-buru memasukan daging tersebut ke kulkas, malam ini kedai tutup lebih awal karna banyak bahan-bahan yang habis dan belum sempat membelinya.
Setelah menucuci tangan dan wajahnya, Kinan naik ke lantai atas untuk menemui Bibi An di kamarnya.
“Bi, Kinan udah pulang”.
“Sudah? sini istirahat dikamar Bibi dulu. Kinan pasti capek ya bantuin dikedai seharian?”. Bibi An meraih tangan Kinan.
Kinan tersenyum lalu sedikit memijit lengan Bibi An. “Engga kok Bi, Kinan suka suasana malam di Jakarta. Oh iya Bi, ada yang mau Kinan tanyain ke Bibi”.
“Kenapa? Kinan ada kesulitan?”.
“Bukan itu Bi, Kinan rencananya mau cari pekerjaan supaya Kinan ada tabungan untuk kuliah, kira-kira Kinan bisa kerja apa ya di Jakarta?”. Sebenarnya jika di Bandung ia masih bisa bekerja dipabrik pembuatan aksesoris, baju atau pun makanan. Tapi ia tidak tau dengan ijazah SMA ia bisa mendapatkan pekerjaan apa disini.
“Kinan bisa coba kerja ditoko atau cafe. Biasanya anak-anak muda yang penampilannya baik, bisa lebih mudah diterima. Apa lagi Kinan cantik, Bibi yakin kesempatan itu pasti ada. Gajinya juga sudah cukup”.
“Besok pagi Kinan akan coba cari Bi, jadi sore nya bisa bantuin di kedai. Sekarang Kinan mau siapain buat besok, Kinan ke kamar dulu ya Bi”.
Ia cukup percaya diri untuk segera bekerja, supaya mempunyai pemasukan dan tabungan. Setelah mendapatkan pekerjaan pun ia masih akan tetap membantu Bibi di kedai sepulang kerja.
Sekarang ia sedang mempersiapkan beberapa dokumen persyaratan umum yang ia ketahui dan menyiapkan baju untuk besok. Baju yang ia beli bersama Bibi Mun di Bandung sehari sebelum berangkat ke Jakarta masih baru dan belum pernah ia pakai, terlihat pas untuk melamar kerja karna tidak berlebihan.
Ia kembali menghitung uang pemberian Bibi Mun dan mengambil beberapa untuk pegangannya besok, sisanya ia simpan di lemari untuk kebutuhan lainnya.
--
Pagi ini Kinan pergi ke tempat-tempat ramai, dengan harapan ia bisa cepat mendapatkan pekerjaan. Beberapa tempat telah ia coba, namun belum ada lowongan. Sebenarnya ada yang menawarkan untuk menjaga meja di bazar namun ia cepat-cepat menolaknya karena harus menggunakan pakaian yang lumayan terbuka. Apapun yang terjadi ia tidak akan menerima tawaran tersebut dan akan mencari yang lain.
Kinan sebenarnya sudah lumayan lelah karna hari semakin panas, namun ia tetap berjalan. Saat berjalan untuk membeli minuman, Kinan melihat ada sebuah cafe yang lumayan besar dan tertulis sedang membutuhkan seorang kasir, tanpa banyak berfikir Kinan pun berjalan masuk sambil merapihkan rambut dan penampilannya. Ia berusaha tampil profesional dan ramah saat bertemu dengan pemiliknya.
“Apa sudah ada pengalaman kerja menjadi kasir atau yang lainnya?”.
“Untuk pekerjaan diluar saya belum pernah. Tapi saya sudah lama membantu mengelola kedai keluarga di Bandung, termasuk mengatur keuangan untuk pengeluaran dan pemasukan. Saya juga menguasai komputer dan bahasa inggris yang baik”.
Kinan adalah salah satu siswi pintar disekolahnya, untuk pelajaran bahasa inggris ia juga selalu tertarik mempelajari nya sehingga dengan mudah memahami dan menguasainya.
“Wah, di lihat dari nilai-nilainya memang sangat memuaskan dan jauh diatas rata-rata. Dari cara berbicara juga sangat baik, apa lagi sudah berpengalaman menjadi penjual. Apa kamu juga lagi menjalani pendidikan?”.
“Belum Pak, rencananya tahun depan. Jadi untuk tahun ini saya fokuskan untuk bekerja”.
“Sebenarnya saya butuh karyawan untuk menangani kasir di siang hari dan masih dibawah kontrol, karna saya juga turun tangan disini. Sedangkan partner saya ada job lain dan hanya bisa datang sore nya. Dan keliatan nya kamu sangat memenuhi syarat, jadi saya tertarik untuk menerima kamu tanpa masa uji. Untuk masalah gaji apa perlu dibicarakan lagi?”.
Mendengar hal itu Kinan benar-benar sangat senang dan bersyukur. “Baik Pak, saya akan bekerja dengan baik. Masalah gaji, saya sudah sangat berterima kasih karna sudah lebih dari yang saya harapkan”.
Pak Eric memberikan surat kontrak dan sebuah pulpen pada Kinan. “Silahkan dibaca dulu. Disini kamu hanya perlu bersikap ramah ke pelanggan dan baik ke semua karyawan. Anggap saja kita teman jadi ga perlu kaku ataupun gimana. Jam kerja kamu dari jam 8 pagi sampai jam 3 sore, dalam seminggu kamu bisa pilih hari libur satu kali”.
Setelah membaca kontraknya, Kinan langsung menandatangani nya. Ia sangat senang mendapatkan pekerjaan ini, Pak eric juga terlihat sangat ramah. Usianya terlihat masih 30 tahun dan sudah mempunyai cafe sebesar ini. Suasana cafe nya juga sangat modern dan menyenangkan. Seragamnya juga sangat sederhana, hanya menggunakan celana jeans dan kaos cafe berwarna coklat.
“Baik Pak. Terima Kasih sudah menerima dan memberikan saya kesempatan ini kepada saya”.
“Sama-sama. Tuliskan juga nomor telepon. Besok pagi kamu bisa dateng jam 8 kurang dan langsung temui saya untuk arahan dan bantu karyawan lain untuk persiapan menu dll”.
Disisi lain, Julian hari ini sedang tidak ada mata kuliah dan langsung pergi ke kedai untuk menemui Kinan. Rasanya ia benar-benar tidak bisa jika tidak bertemu dalam sehari.
Sampai didepan ia langsung masuk dan menyapa Bibi An.
“Siang Bi..”.
“Nak Julian, mau cari Kinan?”.
Julian tersenyum, ia sedikit malu karna Bibi An langsung tau tujuannya datang.
“Iya Bi, apa Kinan lagi sibuk?”.
“Kinan sudah keluar dari pagi, semalam dia ijin untuk cari kerja. Nak Julian mau nunggu disini atau gimana? biar Bibi buatin makan siang ya”.
“Cari kerja Bi? dimana? Saya khawatir karna Kinan belum tau daerah sini”.
Bibi An tersenyum melihat kekhawatiran yang sangat jelas di wajah Julian.
“Ga papa, Kinan pasti tau dia harus kemana”.
“Yasudah, kalo gitu Julian pamit dulu. Nanti kalau Kinan sudah pulang tolong sampaikan untuk segera hubungin saya ya, Bi”.
Julian keluar dari kedai dan langsung masuk ke mobilnya. Ia benar-benar sangat khawatir, bagaimana jika seseorang mengganggu nya.
Ia melajukan mobilnya sambil mencari Kinan, pekerjaan seperti apa yang akan Kinan dapatkan tanpa mengenal satu orang pun disini. Setelah ini ia akan mencarikan Kinan pekerjaan yang tidak akan membuatnya lelah dan gaji yang besar, ia cukup memiliki kenalan yang banyak sehingga memungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan tersebut.
Dan benar saja, didaerah yang ramai orang ini ia melihat Kinan sedang berjalan dan nampak kepanasan. Julian pun menepikan mobilnya.
“Kinan…”. Julian sedikit berteriak.
Kinan menoleh dan menghampiri Julian yang duduk dikursi kemudi.
“Kamu dari mana?”.
Tanpa menjawab pertanyaan Kinan, Julian keluar dari mobil dan langsung menggandeng tangan Kinan untuk masuk ke mobilnya, ia juga menutupi kepala Kinan menggunakan telapak tangannya.
Kinan merasa bingung dan hanya bisa diam melihat Julian tidak menjawab pertanyaaanya.
“Kamu dari mana? kenapa ga jawab?”. Kinan menatap Julian dengan serius.
Sementara Julian sibuk mencari tisu dan botol minum dibelakang. Kemudian kembali duduk dengan benar dan memberikan minum pada Kinan sambil mengusap keringatnya.
“Tadi aku abis dari kedai, dan Bibi An bilang kamu lagi cari kerja. Kenapa ga bilang? aku bisa cariin kamu kerja dan secepatnya aku kabarin”. Julian berbicara sambil sibuk mengelap keringat diwajah Kinan, lalu mendinginkan suhu Ac mobilnya.
Sementara itu Kinan menghabiskan minumnya dan matanya terus menatap Julian. Perhatian dan kekhawatiran itu benar-benar membuat Kinan semakin mengagumi kebaikan Julian.
“Makasih ya udah khawatir in aku. Tapi aku baru aja diterima kerja. Kamu ga perlu khawatir lagi”.
“Udah? dimana?”.
“Di cafe sebrang air mancur. Aku dapet posisi bagus dan ga terlalu cape”.
Julian menatap Kinan dengan serius, “Bener?”.
“Iya”.
“Yaudah”. Julian kemudian melajukan mobilnya dan mencari tempat untuk makan siang. Ia tau suatu tempat yang memiliki dessert istimewa.
Mereka turun dan mulai memasuki tempat tersebut.
“Julian, kenapa ke sini? Kita cari tempat lain aja”.
“Kenapa? kamu ga suka? kalo gitu kita bisa pindah”.
“Bukan itu, tapi kamu selalu ajak aku ke tempat mahal. Rasanya ini bukan tempat aku”.
Julian benar-benar melihat bagaimana Kinan merasa tidak enak dengan dirinya. Namun ia hanya ingin membuat hati Kinan senang. Ia mau Kinan ada disampingnya, merasakan apa yang ia rasakan.
“Jangan pernah biacara kaya gitu lagi. Aku cuma mau makan ini bareng kamu"
Kinan merasa tidak enak selalu membuat Julian membayar double untuk makan, karna mengajaknya. Namun ia juga tidak mempunyai uang sebanyak itu untuk membayarnya.
Setelah menghabiskan makan siang, mereka kembali ke mobil dan akan langsung pulang kerumah.
Selama perjalanan mereka benar-benar mengobrol banyak, tidak terasa pertemuan mereka yang baru beberapa hari sudah terasa sedeka
“Julian. Tolong turunin aku didepan aja ya, ada yang harus aku lakuin dulu. Kamu bisa langsung pulang”. Kinan menunjuk halte depan. Karna sudah diluar, Kinan akan sekalian mampir ke toko handphone untuk memperbaiki ponselnya. Supaya bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan cafe.
“Kamu mau ngapain? kalo kamu minta aku buat pulang duluan, aku ga mau”.
Kinan tersenyum, dan mengubah posisi duduknya sedikit ke arah Julian yang sedang menyetir.
“Kenapa ga mau?”.
“Aku janji sama Bibi, akan nganterin kamu sampe persis didepan kedai. Kamu mau kemana, aku temenin”.
“Yaudah berenti dulu. Ikut aja kalo gitu”.
Setelah memarkirkan mobilnya didepan toko, mereka turun dan berjalan masuk. Julian masih tidak tau untuk apa Kinan kesini.
“Permisi Pak, saya mau service hp ini. Layar nya bermasalah”. Kinan menyerahkan handphone nya untuk diperiksa. Sementara Julian duduk disampingnya.
“Bisa sih dibenerin tapi butuh waktu kurang lebih 2 minggu, biayanya sekitar 150 ribu. Gimana?”.
Kinan sedikit keberatan dengan harganya, tapi itu jauh lebih baik dari pada harus membeli yang baru dengan harga jutaan.
“Tunggu Pak, yang itu gausah diapa-apain. Tolong kasih handphone yang rilis baru-baru ini”. Sahut Julian secara tiba-tiba. Baginya ini sangat membuang-buang waktu jika membutuhkan waktu sampai 2 minggu, bagaimana bisa ia menunggu 2 minggu supaya bisa menghubungi Kinan. Julian juga yakin itu tidak akan bertahan lama dan akan rusak lagi. Apa lagi ponsel Kinan termasuk keluaran lama.
Kinan menoleh dan menatap Julian. Sudah cukup banyak kebaikan yang Julian lakukan untuknya. Kali ini ia benar-benar tidak bisa menerima nya. Ia cukul tau berapa harga ponsel keluaran baru.
“Julian, jangan bilang kamu mau beliin aku ya?”.
“Aku udah punya”. Singkat Julian.
Kinan menghela nafasnya, rasanya ia menyesal mengijinkan Julian mengikutinya.
“Ga bisa Julian, udah cukup kamu bantuin aku kemarin-kemarin. Nanti aku harus gimana balesnya? uang kamu harus digunain sesuai kebutuhan dan jangan kaya gini”. Kinan menatap Julian dengan sangat tulus dan berharap Julian akan mendengarkan perkataanya.
‘Ngehubungin kamu juga jadi kebutuhan aku’. Batin Julian.
Si penjual datang dan membawakan 2 kotak handphone untuk menjelaskannya dan dilihat terlebih dahulu.
“Aku ga bisa terima kali ini”.
“Harus. Atau aku akan tersinggung”.
Melihat perubahan ekspresi dan nada bicara Julian, Kinan menjadi serba salah. Jika ia tidak menerimanya, Julian pasti akan merasa tersinggung dan merasa tidak dihargai kebaikannya. Tapi jika ia menerimanya, ia tidak akan bisa membalasnya, bagaimana jika orang tuanya tau ia menggunakan uangnya untuk kebutuhan orang lain.
“Saya ambil yang ini Pak, langsung dipasang kartu aja. Sekalian nota nya juga”.
Kinan diam melihat Julian ingin membeli ponsel itu, rasanya ia sudah tidak tau harus berkata apa.
“Totalnya dua juta tujuh ratus lima puluh ribu”.
Julian lalu menyerahkan kartu kreditnya.
Sementara Kinan terkejut dengan harganya, ia pun memegangi lengan Julian untuk segera membatalkannya, namun Julian nampak tidak akan mengabulkannya. Harganya sangat berlebihan dan bahkan ia tidak akan berani menggunakannya diluar rumah.
“Kamu harus pegang handphone itu terus jangan sampe ga bawa, terutama pas kerja. Kabarin aku kalau ada apa-apa" Julian memberikan nasihat itu bukan karna mengkhawatirkan ponsel yang ia belikan akan hilang. Justru ia sangat khawatir jika tidak bisa menghubungi Kinan sehari saja.
Ia bersikap seperti Kinan adalah kekasihnya, padahal ia tau Kinan tidak akan sedikit pun berfikir begitu. Julian menjaganya lebih dari seseorang yang pernah ia jaga sebelumnya. Namun ia tetap menyadari posisinya hanya sebagai teman, meski begitu semuanya akan ia lakukan demi Kinan.