Hari yang dinanti pun tiba. Pengumunan hasil ujian nasional tingkat smp. Alhamdulliah aku dan sahabatku lulus dengan nilai yang lumayan baik. Untuk melupakan kenangan pahit masa smpku. Aku pindah sekolah ke kota kisaran. Berharap dapat menghirup udara kebahagiaan. Masa pendaftaran tingkat sma sederat sudah tiba. Para calon siswa berlomba lomba mendaftarkan diri ke sekolah favoroitnya. Aku diantar sama pamanku mendaftar disalah satu sekolah menengah kejuruan dikota kisaran. Tidak salah sekolah ya masih ditempat dan lokasi yang sama sampai hari ini. Tepat berada dijalan besar sei.renggas kota kisaran. Mudah untuk menmukan sekolah itu, tepat berada dipinggir jalan.
Tidak aku sangka, sahabatku juga mendaftar disekolah yang sama. Tapi aku tidak bertemu dengan dirinya sewaktu mendaftarkan diriku disekolah itu. Kisah sahabatku saat mendaftar disekolah itu. Iniceritanya.
“Hai.... Kenapa kamu pakai baju rumah ?” tanya salah seorang guru
“Kenapa Pak ?” tanya kembali
“Itu dibaca diluar. Ada panduan saat mendaftar disini” ucap seorang guru
Sahabatku keluar dan membaca panduan persyaratan saat mendaftar. Memang benar disitu telah tertulis tidak dikena tidak memakai seragam sekolah. Sahabatku memiliki seribu akal dan cara. Ia mencari abang sepupunya disekolah itu. Akhirnya sahabatku memakai seragam sekolah miliki saudaranya. Setiap calon siswa selalu membawa lengkap alat tulis dan tas, tapi untuk sahabatku itu urusan gampang. Mudahnya sahabatku meminjam pena untuk menulis. Tapi yang ku ketahui dari sahabatku, pena yang dipinjam adalah teman sekelas nantinya. Dia seorang perempuan cantik.
Menunggu seminggu hasil pengumumannya. Alhamdulliah aku dan sahabatku bisa masuk disekolah itu. Saat itu aku belum bertemu lagi dengan sahabatku. Aku pun belum mengetahui namanya dan siapa dia sebenarnya. Aku menulis cerita ini dari cerita sahabatku. Tiga hari sudah berlalu. Dihari senin tepat tanggal 17 juli 2010, aku resmi memakai putih abu abu. Masa orientasi siswa pun tiba. Saat dikumpulkan siswa dan siswi baru diaula sekolah, sahabatku memiliki teman baru tidak salah namanya Yuda dan Yogi, itu juga akan menjadi teman sekelasku masa putih abu abu.
“Nama kalian siapa ?”
“Aku Yuda”
“Aku Yogi”
Namu siapa ?” tanya Yuda
“Lihat di baju ku” ucap sahabatku
“Salam kenal” ucap sahabatku
“Yoi....” Yogi menjawab
“Ehh.. ada cewek tuh” ucap Yuda melihat ada cewek duduk disampingnya
“Hajar bro...” Yogi bersemangat
Sahabatku memandang wajah indah gadis cantik itu. Dia diam diam tersipu malu. Kemudian hanya merunduk saja. Tidak memalingkan wajahnya kesamping untuk melihat sahabatku, yogi dan yuda.
“Aku ingat” ucap sahabatku
“Ingat apa ?” tanya yuda
“Dia perempuan yang aku pinjam penanya saat mendaftar” jawab sahabatku dan memeriksa isi tas. Dan menemukan pena yang dipinjam. Sebagai laki laki yang bertanggung jawab, sahabatku memberi pena tersebut.
“Ini penanya”
“Ini ada dua, kamu kan minjamnya Cuma satu” ucap perempuan itu
‘Iya gak apa apa, yang satu aku kembalikan kepada pemilikinya dan yang satu ya lagi salam kenal dari aku” sahabatku tersenyum
Perempuan cantik itu tersenyum
Akhirnya masa orientasi siswa baru berakhir. Dihari kamis mulai diadakan acara LDDK (Latihan Dasar Displin Kors) sebuah latihan untuk membentuk kedispilnan dan mental bagi siswa baru. Bagi alumni satu angkatan denganku, pasti mereka tahu benar LDDK tahun 2010. Masuk parit disebelah sekolah dan akhirnya mandi sungai bersama sama dibelakang sekolah. Di hari akhir LDDK diadakan long march, suatu latihan jalan bersama sambil bernyanyi. Waktu itu, aku ingat sekali keadaannya hujan turun deras namun tidak menyurutkan stamina dan mental siswa dan siswi baru disekolahku. Latihan dipimpin oleh pasukan brimob dari kota Tanjung Balai, hanya ingatan itu saja aku yang ingat sewaktu LDDK dulu. Tidak, aku masih ingat sewaktu teman kelasku disuruh masuk kekolam ikan. Akibat dirinya tidak tahan panas, makanya dia disuruh menyelam dikolam ikan sih. Sudahlah, tidak baik menceritakan orang lain, apalagi itu teman sekelas sendiri. Tapi emang nasib sial teman juga kali. Sewaktu haus, diberi premen satu dan seterus harus menelan sebentar dan kemudian diberi keteman yang lain. Mungkin kalian bisa mengatakan ini dibilang menjijikan bukan, tapi inilah arti jiwa kors yang sebenarnya, memang kami bukan taruna, tapi nyali kamu masih dibilang sudah hampir mirip taruna. Mental, kebersamaan dan kedisplinan terus dilakukan. Wajar smk pasti beda dengan sma, karna smk pasti bisa Indonesia pasti bisa, itu yang aku ingat semboyan smk.
Kita kembali ke cerita. Tiba sampai di temanku itu. Sebut saja namanya acong, bukan berarti dia keturunan cina, hanya saja untuk menutupi masa masa saat itu terjadi. Maafkan aku teman, dimana kau berada sekarang, aku bukan bermaksud untuk menyudutkan dirimu. Aku hanya mengenang ikatan kita dimasa putih abu abu.
Lebih baik kita tinggalkan saja cerita temanku itu. Setelah LDDK telah usai. Pembagian ruangan kelas dilakukan. Dua puluh empat laki laki dan dua belas anak perempuan bersatu didalam arena yang aku sebut TKJ 2 ’13. Termasuk aku dan sahabatku juga berada didalam satu kelas, tidak lupa yuda, yogi dan siapa aku lupa namanya, aku ingat namanya acong. Juga satu kelas denganku.
Dihari itu aku benar benar masih janggung dan gugup punya teman baru. Aku masih tidak punya kenalan teman, orang yang aku kenal dulu, disaat itu aku lihat dia hanya diam saat melintas dihadapanku. Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi ? Mungkin saja dia sudah lupa siapa aku. Selama tiga tahun masa putih abu abu menjadi puncak kejayaan masa remajaku.
Bel istirahat berbunyi. Aku melangkah sendirian ke kantin. Penuh sesak untuk bisa membeli makanan ataupun minuman. Keadaannya hari itu sangat padat merayap. Kantin disekolahku ada lima, namun aku melangkah ke kantin paling belakang, yang akhirnya menjadi markas tempat istirahat teman temanku selama tiga tahun. Duduk seseorang disampingku. Ku seperti mengenalnya. Dia adalah teman pertamaku dimasa putih abu abu. Sebut saja sikocil, karena tubuhnya kecil sekali sih. Maaf ya teman. Hanya just kidding. Lebih enaknya aku memanggil namanya Putra (Nama samaran).
Putra ini adalah temanku yang teguh dalam pendirian. Sampai salahpun tetap tidak mau disalahkan. Tubuhnya kecil sih, tapi aku yakin nyali dan tekatnya begitu besar. Dia kost didekat sekolah. Berasal dari labuhan ruku.
Dia memberikan minumannya kepadaku. Aku menolaknya bukan berarti aku sombong, itu karena aku masih memiliki minuman yang aku beli tadi. Dia tidak marah saat aku menolak pemberianya. Kami berdua menikmati pertandingan bola. Didepan kantin ada lapangan bola yang gak begitu lebar, tapi sudah cukup untuk meluapkan kemampuan bermain sepak bola.
Bel berbunyi tanda pelajaran disekolah dimulai kembali. Ku melangkah menuju kelas. Hari itu aku mulai membaca dalam hati siapa teman temanku yang baru. Wajah pengejar impian berkumpul. Dari sudut wajah mereka bagaikan bunga bunga yang lagi mekar nan indah. Apakah kalian pernah melihat bunga sakura saat musim semi ? Itulah lukisan yang terlintas dimataku saat melihat mereka. Ah... aku lupa sudah, mengingat siapa guru yang masuk kelas waktu itu, apakah aku harus kembali memutar waktu ke masa sekolah dulu ? Jangan, Biar masa lalu tetaplah masa lalu.
Sebut saja Bu Juna. Dia guru yang manis nan cantik. Secantik bunga anggrek disatukan dengan mawar merah. Bola mata seindah bumi dilihat dari luar angkasa, jemarinya seperti selembut awan. Nada suaranya seperti malaikat. Bu juna duduk dibangkunya. Satu per satu nama pengejar impian disebutkan namanya. Akhirnya tujuan tersudut dimataku, ahh.... aku kena sudahlah. Ku pikir aku yang akan dipanggil namanya, tapi tidak untuk hari itu, nama tidak dipanggil saat diabsen oleh Bu juna.
“Maaf Bu...” sambil masih duduk
“Iya.. Ada apa ?” tanya Bu juna mulai beranjak dari bangkunya
“Kenapa namanya saya tidak dipanggil Bu ?” ku bertanya seolah olah dunia enggan bersekutu dengan pikiranku
“Nama kamu tersimpan dihati Ibu. Memang kamu mau paksa Ibu untuk keluarkan nama kamu didalam hati ini” Ibu juna sambil menyentuh dada dengan tangan kanannya.
“Wah... apaan tuh...” sahut si andik.
Andik ini adalah teman sekelasku juga. Dia ketua kelas dan aktif diorganisasi sekolah. Penuh canda dan riang, itulah lukisan dirinya. Setahuku dulu masa sekolah, dia menepi untuk tinggal disalah satu kost disamping sekolah, sebut saja nama kostnya Ganesa. Bersama temanku Yogi, mereka berdua tinggal diksot yang sama.
“Apakah dunia ??” ucap Yogi dengan logat celat khasnya.
Ehhh... Kalian apa apaan ni ya..” Ibu Juna tersipu malu sedikit tersenyum manja. Hingga tidak sadarkan diri. Maksudku tidak sadar kalau disamping kanannya berdiri ada papan tulis terbentang seperti lautan samudra Hindia.
“Aduh.....” Ibu Juna merasakan kesakitan dikeningnya
“Sakit ya Bu....?” tanya Maul
Maul ini sedikit agak gemuk sih. Orang sih periang ndak mudah tersinggung. Lumayan sih dalam urusan pelajaran disekolah. Anak satu satu yang dikeluarganya. Tunggal bukan berarti sendiri, sendiri bukan berarti menyendiri, menyendiri bukan berarti tunggal.
“Cini caya obati Bu.....” ucap Nasrul
Nah ini juga sama seperti maul, sedikit agak gemukan. Ingatku dulu masa sekolah, nasrul punya nama khas kami bukan kalian. Jimbron itu dia. Aku tidak mngetahui apa tujuannya ada nama itu dan berawal dari mana nama itu. Ahh... sudahlah lupakan saja. Masih banyak yang mau aku ceritakan.
“Ups.... kena head shoot” ucap acong sedikit tertawa kecil
“Kena sniper tapi masih bocah, makanya kena samping....” kata Hady
Hady ini adalah teman sekelasku. Si bend juga temanku sekelas, untuk si bend nanti nunggu gilaran antiran ya. Hady dia tinggi, putih dan tampan. Menurut sudut pandanganku, tapi untuk kalian gimana ?
“Ini cuy...” Si bend melemparkan tisu dimejaku. Ku terkejut melihat ada tisu dimeja. Ku lirik seperti harimau sedang memantau daerah kawasannya. Mataku bagaikan peluru sniper yang siap suatu saat membumi hangusankan. Tanganku bagaikan halilintar menyambar. Ku lihat, ehh.... ada si bend yang melemparkan tisu kemejaku. Masih ku ingat waktu itu, si bend menyuruhku untuk memberikan tisu kepada Bu juna. Bu Juna ini adalah guru baru disekolah. Masih muda sih. Terbentang usia dirinya dengan aku dan teman temanku hanya tiga meter, ehh... salah tiga tahun maksudnya.
Ku melangkah bagaikan pangeran mencari permaisuri. Tubuhku gagah bagaiankan gatot kaca. Mataku bagaikan langit membentang luas. Ku menepi disamping Bu Juna. Aku membisu seribu kata, sejuta cara, semiliar pikiran. Saat senyuman surga ku pandang tepat menembus jantungku. Saat itu aku ingin tidur selamanya bersamanya. Karna tidak akan ada lagi yang menggangu aku dan dia, maksudku Bu Junalah.
Bu Juna merosot terduduk dilantai, bagaikan melihat malaikat penyabut nyawa. Jangan cabut nyawaku cabut saja hatiku karna hatiku untuk kamu, itu kata Bu Juna yang masih tersisa dipikiranku saat itu. Ku terduduk mempaku keras tubuh ini agar tidak bergerak kemana mana. Tisu ku berikan kepada Bu Juna. Bagaikan sebuah tangan yang akan mengucap janji akad. Menerima dengan seribu senyuman khasnya.
“Ini untuk wajah Ibu. Bukan untuk hati Ibu”
“Kenapa ?” tanya Ibu Juna masih meleleh pandangannya melihat diriku
“Karena hati Ibu sudah disatukan hari ini” jawabku sedikit memberi kepastian
“Disatukan kepada siapakah wahai kakanda ?” tanya Ibu Juna memperlihatkan bibir indah dan mata yang menawan menuturku saat itu
“Sama pangeran yang ada dihadapan Ibu sekarang ?”
“Kamu ?” tanya Ibu Juna
Aku tersenyum dan membersihkan noda tinta merah yang ada dikening Bu Juna akibat benturan dengan sudut papan tulis. Seingatku waktu itu, sudut papan tulis dilapisi besi putih.
“Ada anjing.....” teriak sahabatku dari luar kelas
Tersentak tak karuan, melompat keatas meja. Bu Juna ketakutan. Wajah pucat. Giginya mulai saling bersenggolan. Bibir mulai komat kamik mbah dukun baca mantra. Kemudian satpam sekolah masuk dan membawa anjing liar entah datang darimana masuk kedalam kelas. Suasan kelas menjadi tidak kendali, seperti gelombang tsunami akan menghamtam sekolah.
Sahabatku tertawa dibalik dinding kelas
Ahh... Itu hanya hanyalan sahabatku saja. Dia selalu berpikir yang kreatif sih. Ternyata Bu Juna hanya melewati namaku diabsen. Yah, ku memang menyadari Bu Juna itu suka kepadaku, tapi kalau sekarang masih suka gak ya kayak dulu.
Waktu istirahat.
Aku diajak beberapa teman ke kantin. Tapi ku enggan melangkah. Aku masih ingat yang mengajak ku kantin. Ada Yuda dan Putra sih. Yang lainnya sudah keluar kelas saat ku mengingat namanya. Ku duduk beralas bangku kayu. Hanya ada aku dan Bu Juna waktu itu. Bu Juna menyapaku dengan senyuman manisnya. Aku bilang sama kalian semua, Bu Juna itu adalah Guru yang paling terindah sepanjang ku mengenangnya. Tapi sayangnya dia sekarang entah kemana, kutanya kantor pos tidak mendengar, ku tanya dikantor polisi malah membisu, ku tanya langit hanya memberi awan, ku tanya hujan malah aku jadi kedinginan, ku tanya bayanganku hanya menghitam saja, ku tanya vespa milik ayah malah jadi orang bodoh. Ah.... Dimana Bu Juna sekarang, aku rindu aku kangen, rindu suaranya memanggil namaku saat absen didalam kelas, kangen saat dia memandangku. Guruku adalah Guruku.
Ku kembali ke cerita. Bu Juna melangkah perlahan agar suara langkahnya tidak sampai berdetak dijantungku. Namun darahku menyadarkan hangatnya akan kehadiran Bu Juna. Ku melihat. Alamak.... Bu Juna duduk disampingku. Kalian tahu gak, Bu Juna membersihkan sisa sisa hujan keringat yang mulai kering didahiku. Menyentuh tangan Bu Juna,
“Jangan Bu....”
Bu Juna tersenyum
“Jangan Bu....”
Bu Juna Tersenyum
“Jangan Bu....”
Bu Juna tersenyum
“Jangan pijak kaki saya”
Bu Juna melihat kebawah. Bu juna tertawa kecil. Sambil menutup mulutnya. Bibir merah melekat jelas dimataku. Aduh hai..... Ini momen yang paling ditunggu sewaktu masa putih abu abu. Dimana pemilik dunia hanya aku dan Bu Juna. So sweet. Alamak... aku pengen balik lagi ke sekolah. Oh Tuhan... Aku adalah puing puing masa lalu yang tumbuh menjadi benih masa sekarang. Menjadi daun untuk masa yang akan datang.
Ku tak tahan lagi. Ku hentikan jemariku menari. Ku hirup udara segara dari jendela kamarku. Aku tidak sanggup untuk menulis cerita itu lagi. Ku tak berdaya. Cintakubersayap dan cintaku punya rasa. Inginku hapus sebagian cerita ini. Aku mulai membiasakan diri terjebak dalam kenangan masa laluku. Ku tidak mampu lagi menahan gejolak gemuruh hati yang ingin terus melanjutkan cerita ini. Hari ini hari minggu, tepat 15 April 2018. Seharian aku sudah berada didalam rumah. Aku ingat sudah delapan tahun sudah berlalu kenangan itu. Tepat 15 April 2011. Aku bersama Bu Juna duduk bersama didalam kelas. Saling membisu membiarkan hati berbicara, membiarkan jemari bermain bersama, Ku melihat jemariku dan jemari Bu Juna menari bersama. Ku kembali duduk dimeja belajarku. Mengingat dan memulai lagi kisah cerita itu. Ku kembali lagi.
Bu Juna memeluk tubuhku dengan erat seakan ada gempa bumi yang dasyhat akan menguncangkan seisi sekolah. Kepalanya menyandar dibahuku. Idih.... aku mengingat lagi hari hari itu. Ku hentikan sejenak jemariku mengetik kisah itu. Aku mulai merasakan dilema besar. Ku terbaring ditempat tidur. Ku bentang semua isi pikiranku, hingga berserakkan. Mulai ku kumpulkan lagi menjadi keutuhan cerita ini.
Aku jadi ingat hari itu lagi. Ku pejamkan mataku. Dia sahabatku berjalan mengendap ngendap dibalik dinding kelas. Sebuah kotak kecil ia pegang ditangan. Melihat ke kanan dan kiri, untuk memastikan aksinya bisa berjalan lancar. Seperti ninja melemparkan siruken kearah musuhnya. Melesat begitu cepat diantara angin bertiup. Take off dibahu kanan Bu Juna. Ku kaget dan berdiri seketika. Berlari seakan hantu ada dihadapanku. Bu Juna seakan akan membisu dalam kegelapan. Bu Juna melihat dibahu kanannya. Melompat seperti hulk, superhero berbadan besar dan berwarna hijau. Menjerik bagaikan vokalis Guns N roses bernanyi lagu sweet child o mine, pastilah kalian tahu lagu legendaris itu. Tikus tersenyum melihat Bu Juna. Berlari keluar kelas.
Tapi Apa Yang Akan Terjadi Selanjutnya ?
Telah Lulus Sensor
Dihari ini lagi asyik mengumpulkan puing puing masa laluku. Terdengar bel rumah. Ku buka pintu kamar. Tidak ada seseorang didalam rumah. Aku lupa, ayah dan ibu ada urusan sama rekan bisnisnya dan adikku ikut juga. Ku berjalan dan membuka pintu rumah. Sahabatku datang kerumahku. Betapa bahagianya aku hari ini. Sahabatku memberikan semua undangan.
“Kau mau nikah. Sama siapa teman ?”
“Bukan aku, tapi dia” jawab sahabatku
“Dia siapa ?” tanyaku
“Dia yang didalam undangan ini” jawab sahabatku
“Ku buka dulu ya”
“Aku pergi dulu ya” ucap sahabatku keluar pagar rumah
“Kenapa cepat kali ?” ku tanya masih berdiri diteras rumah
“Lain waktu aku pasti kesini lagi” jawab sahabatku masuk kedalam mobil
Ku buka undangan sambil duduk diteras rumah. Suasana sore hari itu tiba tiba menjadi banyak halilintar menyambar dimana mana. Itulah perasaan hatiku saat ku baca undangan pernikahan yang diberikan oleh sahabatku. Sebuah pernikahan Bu Juna. Langsung ku melempar undangan itu, ku tutup pintu rumah dan berjalan masuk kedalam kamar. Ku kunci rapat rapat kamar agar rahasia ini tidak terdengar oleh dunia. Sore hari yang cerah menjadi gelap dan menurunkan rinai yang mengantarkan kesejukkan hati. Aku menangis tidaklah, itu hanya masa laluku. Aku kesal saja saat melihat bukan namaku yang ada diundangan itu. Seharusnya juga aku yang duduk diatas pelaminan, bukan wak suep. Maaf... wak suep tukang kebunku dulu saat aku masih tinggal dikota tanjung balai, tapi sekarang sudah pensiun dan ikut mma yang ada diacara tv nasional. HAHAHA..... Ada ada aja yang wak suep.... Just kidding brother. Mari kita lanjutkan lagi cerita ini.
Ku berlari menjauhi kelas. Bu Juna tidak sadar bahwa ia salah jalan. Dinding kelas menjadi tepat kepalanya bersandar. Aduh... pasti sakitnya Bu. Terjatuh pingsan dilantai kelas. Diluar kelas, sahabatku tertawa melihat aksinya berjalan sesuai apa yang diinginkan. Ku berhenti dan sejauh ku memandang tidak kelihatan Bu Juna keluar dariruangan kelas. Hati mulai bertanya tanya. Ahh... kupikir aku lanjutkan aja jalan ke kantin. Biarkan saja Bu Juna didalam kelas sendirian. Lagian aku sudah capek, lelah, lunglai, letih untuk menulis membahas Bu Juna. Dia saja sudah mau menikah, ngapain pulak aku urus dia. Maaf sedikit es mosi. Jujur aku masih ingin membiarkan jari jari ini menari diatas keyboard laptopku. Tapi sudahlah.