Keesokan paginya,
Saat ini gue sudah berada di depan rumah Raka. Gue masih memakai seragam lengkap. Pulang sekolah gue memutuskan untuk memberi keputusan. Sedetik sebelum gue mengetuk pintu rumah Raka. Pintu rumah sudah ada yang membuka dari dalam. Seseorang yang tidak gue kenal keluar dari sana. Cewek, cantik, tinggi, dan putih. Itulah definisi tepatnya. Dia kaget melihat gue yang cengo di depan pintu. Memang gue cengo melihat dia, karena gue juga kaget. Seingat gue Raka tidak mempunyai kakak cewek. Setelah cengo, gue beralih ekspresi menjadi ramah. Artinya gue tersenyum sekarang tapi cenderung ke ekspresi bertanya sih. Siapa sebenarnya yang ada di depan gue ini, gue harap dia memperkenalkan dirinya dengan melihat ekspresi gue.
“oh, lo temen Raka ya?”
“hah?! Oh, iya.”
“gue Lisa pacar Raka.” Dia yang bernama Lisa itu mengangkat tangannya pertanda dia memperkenalkan diri. “Raka ada di dalem kok, masuk aja.”
“oh makasih,” gue menundukan kepala gue.
“hei jangan gitu, emang sih gue dua tahun di atas kalian tapi lo ga usah sopan gitu juga sama gue. Gue duluan,” Lisa melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan gue yang tidak bisa berkata apapun.
Gue melihat kepergian Lisa dan memperhatikan dandanannya dari atas sampai bawah.
“whoaaaaaa dia mewah! Kalo mobil mungkin dia sekelas ferari.”
Gue masih menatap punggung Lisa yang perlahan menghilang di balik jalan. Dan saat itulah gue tidak menyadari bahwa sudah ada seseorang di samping gue.
“gue di kasih 100ribu buat beli makanan dan nyuruh gue buat beli kripik kentang di supermarket, apa menurut lo itu ga berlebihan?” tiba-tiba Rafa mengoceh di samping gue. “tapi baguslah, seenggaknya gue bisa beli es krim sepuasnya.”
“sejak kapan lo disitu? Oh iya, berapa lama lo pergi?”
“kasih gue lebih dari 100ribu kalo lo mau tau sesuatu.”
“ah bener-bener perhitungan,”
“kalian ngapain disini?” tiba-tiba Raka keluar tanpa sehelai bajupun yang menempel di badan bagian atasnya.
Otot sixpacknya terlihat nyata di hadapan gue. Gue hanya bisa melotot kaget.
“masuk!” Raka langsung ngeloyor masuk ke rumahnya diikuti sang adik.
Gue duduk di kursi yang ada di halaman belakang rumah Raka bersama Rafa. Sementara Raka sedang memakai baju. Rafa sedang memakan makanan yang dia beli dari super market.
Rafa: adik kandung Raka. Dia kelas 1 SMP. Dia ganteng, samalah sama kakaknya.
“jadi semua itu lo beli dari uang cewek tadi?” gue menunjuk ke sekantong makanan yang di bawa oleh Rafa.
“Lisa maksud lo?”
“iya, sejak kapan dia kesini?”
“gue lupa, pokoknya kalo gue ada di rumah dan dia kesini, dia pasti ngasih gue duit dan nyuruh gue keluar rumah buat main atau beli makanan. Gimana menurut lo?”
“menurut gue apanya?”
“bukannya lo ceweknya kakak gue? Apa jangan-jangan?”
Dan saat itulah Raka keluar dari kamarnya. Dia langsung duduk di samping gue dan mengambil makanan punya Rafa.
“jadi ngapain kesini?”
“kenapa nanya gitu?”
“kalian lagi marahan ya, terus kakak selingkuh gituh?” Rafa terlihat sedikit sewot.
“apaan sih lo anak kecil, jangan berisik!” Raka melempar bantal ke arah Rafa.
“gue bakal terima semuanya,” Raka menatap gue meminta penjelasan lebih. “iya, jadi gue ga marah. Gue udah dewasa sekarang.” Gue senyum semanis-manisnya ke arah Raka.
“berdiri!”
“kenapa?”
Dan saat gue berdirilah Raka tiba-tiba memeluk gue. Dia mengelus rambut gue dan mencium kening gue. Kejadian ini membuat Rafa menutup matanya sehingga gue dan Raka hanya bisa tertawa.
Gue memutuskan untuk menerima keadaan gue sebagai cewek Raka yang entah keberapa. Karena nasehat abang gue yang menurut gue ada benarnya. Gue akan menjalani semua ini mengalir apa adanya. Kisah cinta masa SMA yang masih bisa disebut cinta monyet, jangan diseriusin ^_^.
Dua bulan kemudian....
Gue dan Raka masih menjalani hubungan backstreet kita. Lumayan menarik karena kita sering gagal buat jalan, karena takut ketahuan. Tapi hari ini gue sangat berharap acara jalan-jalan gue sama doi tidak gagal kembali. Rencananya hari ini Raka akan ngajak gue ke danau ABG, danau tempat anak-anak muda nongkrong. Gue sudah berdandan semaksimal mungkin. Memakai dress pendek berwarna blue baby. Sepatu kets berwarna putih, tas bertali panjang berwarna shocking pink cocok dengan topi yang gue pakai sekarang. Dan gue masih menunggu Raka menjemput gue di persimpangan jalan deket rumah gue. Hampir setengah jam gue menunggu dia, tapi tidak ada satupun jari tangan Raka yang gue lihat.
“apa jangan-jangan dia lupa kalo hari ini ada janji sama gue? Apa ini efek dari dia kebanyakan pacar? Aaaaaaaahhhhhhh!!!!!” gue berbicara sendiri seperti orang gila di pinggir jalan. Hal yang paling di benci semua orang adalah menunggu, dan gue menjalani proses ini untuk yang kesekian kalinya. Terasa sangat menjengkelkan dan menyebalkan.
Setelah hampir satu jam gue menunggu, akhirnya Raka datang dengan membawa motor CBRnya. Dia membuka helmnya dan melihat ke arah gue. Dia memperhatikan gue dari atas sampai bawah. Sementara gue menatap matanya dengan tatapan tajam. Setelah selesai memperhatikan gue, dia senyum ke arah gue dan memberi isyarat pada gue untuk naik ke mtornya.
“lo ga ada niat buat minta maaf sama gue?”
“kenapa harus?”
“aaaahhhh, bener-bener! Gue disini nungguin lo hampir satu jam. Dan lo ga merasa bersalah sama sekali?”
Raka tidak memberikan komentar apapun dan langsung turun dari motornya. Gue masih menatap tajam matanya.
“lo ga liat? Gue disini meleleh kepanasan,”
“ok, tadi gue ada urusan. Vina sakit perut jadi gue nganterin dia ke dokter, terus jagain dia sampe dia tidur.” Penjelasan yang singkat tentang Vina pacar barunya.
“oh ya?”
“iya,”
Sebenarnya gue sangat marah, tapi karena gue tidak ingin menggagalkan kencan gue kali ini sama dia yang sudah gue tunggu-tunggu sejak dua minggu yang lalu. Gue pun membiarkan alasan Raka dan tidak memperpanjang masalah. Pada intinya gue yang selalu mengalah. Ingat satu pepatah mengatakan : “orang yang mencintai lebih, akan terluka lebih”. Yah, gue pikir itu memang benar. Gue yang terlalu mencintai Raka.
“ok. Lupain! Jadi kita pergi ke danau sekarang?” gue tersenyum ceria ke arah Raka.
“ngga,” Raka mengenakan kembali helmnya dan menaiki motornya.
“apa?”
“ayo naik!”
“kita mau kemana?”
“ke rumah gue,”
“ngapain? Ya ampun Raka, gue udah dandan cantik banget gini masa kita ke rumah. Ga mecing banget gituh.”
“ya udah gue tinggal,” Raka menghidupkan mesin motornya.
“eh, eh iyaaaaaa. Gue ikut!”
Tak ada rotan akarpun jadi. Itulah yang terjadi sekarang. Daripada gue batal pergi jalan-jalan sama Raka lebih baik gue ikuti semua kemauan Raka.
.........................................