Tiga
Ku seleksi semua siaran televisi yang hendak kutonton. Berguna atau tidakkah itu prioritasku yang pertamaku dalam menonton siaran televisi saat ini. Sialnya, sedari tadi aku tak menemukan siaran televisiyang masuk dalam kriteria berguna bagiku. Darimana berguna? Bayangkan saja kini semua siaran televisi telah di dominasi oleh siaran siaran tak berguna seperti acara gosip yang hanya menggosipkan para artis artis yang berada di puncak ketenarannya. Bahkan, masalah pribadi pun banyak di muncul munculkan ke dalam siaran televisi. Untuk apa sebenarnya mereka melakukan itu? Apakah hanya untuk mencari rating? Sialan jika memang benar begitu, maka siaran pertelevisian Indonesia sekarang perlu di perbaiki segera. Jangan sampai anak anak yang masih belia menonton acara seperti itu karena pasti akan mempengaruhi pola pikirnya.
Kulihat Kenzo yang tengah terkekeh kala melihatku berbicara sendiri. Kedua sudut matanya terangkat dan kini bak tak memilikinya lagi akibat dari keminimalisis matanya. Nafasku bergemuruh. Entahlah, aku tak paham maksud responria dari tubuhku.
"Kenapa?" tanya Kenzo kepadaku sambil membenarkan tata letak kacamata yang kini dipakainya.
"Hmm...gak ada apa apa sih," ucapku. Entahlah, kini aku bak tak memiliki daya untuk menatap matanya. Dalam hati aku penasaran, apakah warna asli mata Kenzo kala ia melepas kacamata yang tengah dipakainya.
"Bosen?" tanyanya kepadaku. Aku hanya diam karena bingung untuk merespon. Kenzo yang menyadari akan kebingunganku pun mengambil paper bag yang diberikan oleh laki laki bertubuh gempal tadi kepadaku.
"Nih, buat kamu," ucapnya sambil menyodorkan paper bag.Aku pun langsung menerima dan membuka paper bag itu Tampaklah sbuah kotak besar dengan gambar sebuah handphone sebagai covernya. Aku pun menyerngit heran. Kulihat Kenzo untuk bertanya tetapi Kenzo membalasnya dengan anggukan bermaksud untuk menyuruhku untuk membuka kelanjutannya. Aku pun langsung membuka kotak itu dan tampaklah sebuah benda pipih dengan model yang tak pernah kulihat sebelumnya yang berwarna biru. Akupun langsung menatapnya dan meminta penjelasan dari maksud perbuatannya ini.
" Buat kamu," ucapnya. Entahlah, aku merasa sedikit tak enak kepadanya. Namun, sebuah pertanyaan mulai menghantui aku kembali. Apa hubunganku dengan Kenzo sebenarnya?
"Namaku Rebecca, seharusnya aku sadar bahwa itu adalah kesekian hadiah yang diberikan Kenzo kepadaku tanpa aku ucapkan terimakasih,"
Bagus banget
Comment on chapter Prolog