Tujuh
27 FEBRUARI 2016, 17.30
Angin kini mulai menerpa sekujur tubuhku yang kini hanya terbalut sebuah gaun putih tipis. Kupeluk tubuhku guna memperhangat. Kupandangi burung burung kini beranjak menuju sarang mereka masing masing. Swastamita telah menetas. Matahari kini mulai menenggelamkan diri.
“Nih!” ucap laki laki sambil memberikanku segelas jus. Aku menerima jus itu. Laki laki itu pun duduk di pasir putih di sebelahku.
“Udah lama aku gak ke pantai loh! Makasih udah ngajak aku kesini, kak!” ucapku sambil menatapnya dan memamerkan senyum khas yang khusus kuberikan untuknya.
“It’s okay!” ucapnya pendek. Kedua sudutnya pun terangkat.
“Kita foto yuk!” ajak laki laki itu yang kerap ku panggil Kak Dofa. Aku pun tersenyum girang. Kak Doda pun mengeluarkan handphone yang ada di saku celananya. Merek dan model handphonenya pun merupakan keluaran terbaru. Aku pun tak yakin kedua orang tuaku mampu membeli handphone itu.
“ Satu… Dua… Tiga!” ucap Kak Dofa sambil mengambil beberapa foto kami. Kulihat hasil dari foto tadi. Perasaan kecewaku pun kini membuncah. Seandainya takdir mempertemukan aku dan Kok Dofa lebih cepat. Tetesan hujan pun kini mulai dating menuju bumi. Aku dan Kak Dofa pun dengan berlari menuju mobil Kak Dofa.
“Nih pakai!” ucap Kak Dofa sambil memberikan jaket miliknya kepadaku. Aku pun menerimanya. Lalu, sebuah panggilan masuk ke dalam handphone Kak Dofa. Tetera nama Sheila.
“Halo…”
“…….”
“Masih diluar. Kenapa?”
“……”
“Ya udah kalau gak bisa,”
“…..”
“Iya, ini masih bareng dengan Rebecca,”
“…..”
“Ntar aku ajak dia aja kalau gitu. Kamu lanjutin kerjaan kamu gih,”
“…..”
“Oke,” ucap Kenzo lalu mematikan panggilan itu.
“Kenapa Kak Sheila nelpon, kak?” tanyaku penasaran.
“Hmm.. Kakak kamu bilang dia gak bisa nemenin dating ke acara keluarga aku. Katanya rapat OSIS sampai malam. Jadi dia gak bisa nemenin aku. Terus, Sheila bilang supaya kamu nemenin kakak,” jelas Kak Dofa.
“Acara apa emangnya kak?” tanyaku bingung.
“Acara perusahan papa kakak kalau gak salah,” ucap Kak Dofa.
“Jam berapa kak?”
“Jam tujuh,” ucap Kak Dofa. Kulihat jam tanganku yang kini telah menunjukan pukul 18.00. Lalu sebuah pesan masuk ke dalam handphone Kak Dofa.
“Kenapa kak?” tanyaku.
“Gak apa apa… “ ucap Kak Dofa. Sekilas kulihat pesan itu berasal dari Om Hendra, papa Kak Dofa. Kak Dofa pun melajukan mobilnya membelah hujan deras.
“Namaku Rebecca, untunglah ingatanku pun kembali menuju memoriku saat itu,”
Bagus banget
Comment on chapter Prolog