Read More >>"> Love Warning (Penolakan Rasa) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Warning
MENU
About Us  

Aku terbangun dari tidur. Ah, hari Senin ternyata. Tugas Fisika belum sempat aku selesaikan. Hanya bisa pasrah dengan nilainya. Aku ke kamar mandi untuk mandi dan menggunakan seragam sekolah. Aku sarapan dan ditemani ibu, sedangkan ayah sudah pergi sejak subuh dengan om Bintang. Lalu aku pergi ke sekolah dengan om Andre. Sebelum masuk ke dalam mobil, aku menyapa bang Joshua yang sudah menungguku di halaman teras.

Selama perjalanan ke sekolah, aku melihat foto kami berdua. Benar yang dibilang bang Joshua, terlihat sangat manis aku di foto dan aku juga melihat dia sangat manis. Akupun senyum-senyum sendiri. Pengen ku upload ke media sosial, tapi setelah kupikir, pasti banyak yang mengira kami udah jadian padahal baru sekali makan bersama. Hmm, gak jadi deh aku upload.?

“Pagi-pagi gini adek terlihat bahagia. Apa yang membuat adek bahagia?” tanya om Andre sambil melihat spion tengah.

“Oh, gak apa-apa om. Aku hanya melihat foto-fotoku, foto bersama seseorang yang spesial. Hehe.” candaku.

“Dengan siapa itu dek?”

“Ah entar juga om bakalan tau. Tunggu kabar bahagia aja ya om.” jawabku sambil tersenyum.

“Oh, cowok ya? Mantap dek. Semoga adek bahagia ama dia ya. Zaman sekarang susah cari cowok yang baik, apalagi yang setia.”

“Jadi menurut om, bang Joshua bagaimana?”

“Oh, dengan anak depan rumah ya? Kalau om lihat anaknya baik, rajin, dan bawaannya cukup tenang.”

“Ia om. Tadi malam aku makan malam bersama dia. Aku kira kami bakalan kaku, ternyata dia suka menggombal.”

“Semoga cepat jadian ya dek.”

“Hehe. Amin om.”

“Bapak sudah tau adek makan malam bersama Joshua?”

“Sudah om. Malah dia yang menyuruh aku untuk membawa mobil karena ayah tidak mau aku naik sepeda motor.”

“Lho kenapa gitu dek?”

“Saat aku kecil, ayah membawaku dengan sepeda motor, dan kami mengalami kecelakaan. Tidak ada luka sebenarnya om, tapi ayah trauma saja.”

“Oh gitu? Kalau nanti malam ada rencana makan malam lagi dengan bang Joshua?”

“Belum tahu om. Tergantung bang Joshua mengajakku malam ini atau tidak.”

“Okelah dek. Kita sudah sampai sekolah. Nanti mau dijemput jam berapa ya?”

“Sepertinya jam 5 sore om. Ada kelas tambahan untuk Ujian Nasional. Terima kasih ya om. Hati-hati di jalan.”

“Ia dek, sama-sama.”

Aku keluar dari mobil dan mulai bergerak memasuki kelas untuk meletakkan tasku. Seperti biasa, hari ini kami mengadakan Upacara Bendera. Aku mengambil dasi dan topi dari tas. Tiba-tiba Rico menghampiriku dari belakang.

“Pagi Dinda.” sapa Rico mengageti aku.

“Pagi juga Rico.”

“Bolehkah jika aku mengajakmu ke lapangan bersama?”

“Oh ia boleh. Bentar ya Rico.”

Aku dan Rico berjalan berdua ke lapangan. Teman-teman sekelas mengejek kami. Akupun hanya senyum-senyum saja. Aku mulai melihat muka Rico yang sedikit memerah, mungkin dia malu dengan guyonan teman-teman.

“Mukamu kenapa memerah, Ko?” tanyaku menatapnya sambil berjalan.

“Hehe. Sebenarnya aku gugup. Apalagi diejek-ejek teman sekelas, aku makin gugup. Maaf ya Din atas kegugupanku.”

“Santai aja Ko. Lagipula tidak ada yang salah jika kita jalan ke lapangan bersama. Kita juga sudah sekelas dari sejak kelas 1.”

“Ia Din. Tapi ngomong-ngomong hari ini kamu terlihat manis, beda dengan hari-hari biasanya.” gombalnya.

“Ah masak sih Ko? Emang biasanya aku jelek ya?”

“Eh bukan gitu. Kamu biasanya cantik, tapi entah mengapa hari ini aku melihat kamu begitu berseri-seri. Apa ini tandanya aku makin suka ama kamu ya Din?”

“Heh! Apa sih Ko. Kalau kamu suka, kenapa tidak dari dulu mengejar aku?”

“Aku belum siap Din, belum siap untuk ditolak cintanya. Tapi kali ini aku siap kok dengan semua jawabanmu.”

“Apaan sih Ko? Nanya aja belum, udah minta jawaban aja. Kamu sehat kan Ko?”

“Sehat kok Din. Ada yang salah ya?” tanyanya heran.

“Yaudah deh, entar aja kita ngobrol-ngobrol lagi ya. Tidak enak di dengar teman-teman yang lain.”

“Oke deh Din.”

Lalu kami berdiri di Lapangan Upacara Bendera. Siswa cewek dan cowok dibedakan barisannya namun tetap sekelas. Teman-teman membuat aku berdekatan dengan Rico. Oh malunya aku. Bukan hanya teman sekelas yang tahu, tapi semua kelas dan bahkan guru-guru. Ah sudahlah. Aku mulai cuek dengan keadaan.

Upacara telah selesai. Barisan dibubarkan. Aku berjalan sendiri ke ruang kelas karena Risma dipanggil oleh Pak Andi sebagai wali kelaskami ke ruangannya. Dari belakang, Rico mendekatiku.

“Dinda, nanti setelah pulang les, dirimu ada kegiatan apa?”

“Rencananya langsung pulang rumah Ko. Ada apa emangnya?”

“Aku mau mengajakmu jalan-jalan dan makan malam. Apakah kamu bisa?”

“Hmm. Aku sudah janji dengan supir ayahku untuk dijemput jam 5. Gimana ya?” tanyaku sedikit bingung.

“Nanti aku yang mengantarmu. Kebetulan hari ini aku membawa mobil ke sekolah. Ayah dan ibuku pergi ke Jakarta ada acara keluarga. Apakah kamu bisa?”

“Kalau nanti aku kasih jawabannya bisa gak Ko?”

“Aku tunggu jawabanmu ya Din. Terima kasih ya.”

“Ia Ko.”

Aku bersama Rico berjalan ke ruang kelas. Aku memasukkan topi dan dasi ke dalam tas. Lalu aku mengeluarkan buku Matematika. Risma pun datang bersama Pak Andi membawa buku. Kami berdiri serentak dan memberikan ucapan “Selamat pagi Pak” kepada pak Andi. Risma senyum-senyum kepadaku.

“Cieee... Yang tadi diajak bicara ama Rico. Ngomongin apa aja kalian Din?”

Aku sebenarnya malu untuk mengatakannya. Pasti Risma meledekin aku. “Kali ini rahasia ya Ris.”

“Ayolah Din. Aku gak akan kasih tahu ke siapa-siapa. Aku janji deh.”

“Aku diajak jalan dan makan malam nanti Ris.”

“Wiihhhh, mantap dong. Trus trus, kamu terima gak tawarannya?”

“Aku bingung.”

“Lho bingung kenapa? Rico anaknya baik lho Din. Aku yakin dia tidak akan macam-macam. Kalau dia macam-macam sama kamu, aku akan memukulnya.”

“Eh bukan gitu Ris. Belum saatnya aku untuk memberi tahu apa yang terjadi kepadamu.”

“Ya saranku tidak ada salahnya untuk jalan. Perkenalan saja, masalah suka atau tidak, itu akan muncul dengan sendirinya kok Din. Percayalah denganku.”

“Ia ia Ris. Aku juga lagi berpikir untuk menerima atau menolak ajakannya. Aku sudah bilang ke Rico kalau nanti akan aku kabarin.”

“OK. Kasih tahu kelanjutannya ya.”

“OK Ris.”

Pak Andi menyuruhku untuk memanggil satu per satu nama murid yang hadir. Ketika aku memanggil nama Rico, teman sekelas meledekin aku. “Cie Rico nanti mau menyatakan perasaannya ke kamu Dinda,” ledek teman sebangkunya. Aku mulai malu. Pak Andi pun memanas-manasin suasana, “Apa? Mau kamu tembak dimana si Dinda, Rico?” Aduh, kenapa sampai begini ya? Aku benar-benar malu. Rico tidak berani menjawab pertanyaan pak Andi. Aku kembali memanggil nama setelah Rico. Setelah itu, aku kembali duduk.

“Wah, ada yang memerah nih pipinya?” ledek Risma.

“Hehe. Satu kelas mulai meledekin aku, aku kan malu juga Ris.”

“Ah biasanya itu Mar. Namanya juga kita masih ABG. Cowok suka sama cewek, pasti menyebar kemana-mana.”

“Ia nih Ris. Aku kan jadi malu. Belum lagi tadi di lapangan, aku benar-benar malu.”

“Tidak usah digubris. Anggap saja itu lelucon di pagi hari supaya sekolah kita tidak kaku-kaku amat.”

“Ah kamu kan tidak merasakannya Ris. Tapi sudahlah.”

Sesekali aku menghadap ke belakang, ke arah Rico. Eh dia malah melihat aku balik. Hmm. Aku bingung apa menerima ajakannya atau tidak. Sebenarnya Rico lumayan tampan. Tapi aku sudah menganggapnya teman karena sejak kelas 1, aku sering mengerjakan tugas bersama. Hmm. Perasaan yang cukup membingungkan.

Jam sekolah telah selesai. Saatnya siswa untuk makan siang menunggu les tambahan dari sekolah. Ada yang makan di luar, dan ada yang membawa makanan dari rumahnya. Aku dan Risma membawa makanan dari rumah. Dan seperti biasa, kami berbagi lauk.

“Oh ya Ris, tadi ada apa kamu dipanggil Pak Andi?”

“Aku diminta Pak Andi untuk menyiapkan materi yang masih belum dimengerti teman-teman untuk persiapan UN kita.”

“Wah, bagus dong itu Ris,” jawabku sambil menepuk bahunya. “Kalau aku bingung mengerjakan Matematika, ada ibu cantik yang bakalan mengajarin aku.”

“Ah kamu bisa aja Din. Tenanglah, aku akan bantu kok supaya nilai Matematika kita bagus semua satu kelas ini.”

“Sip sip.”

“Bagaimana dengan ajakan Rico?”

“Oh ia aku hampir lupa. Aku mau mengabarin om Andre supaya dia tidak menjemput aku hari ini.”

“Berarti kamu menerima ajakannya Rico?”

“Ia Ris. Gak ada salahnya mencoba dulu. Mana tahu jodoh. Hehe. Eh, tapi kamu jangan kasih tahu siapa-siapa ya.”

“OK siap buk.” jawabnya sambil memberikan jempol tangan ke arahku.

Aku langsung menelepon om Andre untuk memberitahu bahwa aku tidak perlu dijemput dan aku pulang dengan teman. Aku juga mengabari ibuku.

Tak lama, Rico datang menghampiriku. “Hai Dinda. Bagaimana dengan ajakanku?”

“Oh iya nanti aku bisa Ko. Nanti tolong antarkan aku ke rumah ya.”

“Kalau untuk mengantar, gampanglah Din. Nanti pulang dari les kita pulang bareng ya. Sampai nanti.”

Jam sudah menunjukkan jam 2 siang. Pak Tris masuk ke dalam kelas. Para siswa pun tergesah-gesah masuk ke dalam kelas. Pelajaran dimulai. Pak Tris menanyakan tugas yang diberikan Senin lalu. Dia lupa meminta tugasnya pas jam pelajaran Fisika. Pak Tris meminta supaya tugasnya dikumpul untuk diperiksa. Kamipun mengumpulkan tugas itu. Bukan hanya aku yang belum menyelesaikan tugas itu, beberapa temanku juga belum selesai mengerjakannya.

Akhirnya les tambahan telah selesai. Pak Tris pamit untuk pulang. Rico langsung menghampiriku di saat aku sedang memasuki buku pelajaran.

“Hai Dinda. Ayuk kita pulang bareng?”

“Oh ia Ko. Risma, aku pergi duluan ya.” aku berpamitan kepada Risma.

“OK Dinda gak apa-apa. Good luck ya!”

Aku berjalan ke parkiran mobil dan masuk ke dalam mobilnya Rico. Teman-teman meledek aku dan Rico selama berjalan bersama. Ah, malunya aku.

“Maaf ya Din. Karena aku, kamu jadi diledekin teman-teman.”

“Gak apa-apa Ko. Namanya juga teman, semua yang lagi PDKT, pasti diledekin.”

“Oh ya, kita mau makan dimana nih?”

“Terserah Ko. Apa saja boleh kok.”

Lalu Rico menghidupkan mesin mobilnya dan pergi ke luar sekolah. Dia membawaku ke sebuah mall dan memarkirkan mobilnya.

“Kamu udah lapar, Din?”

“Sebenarnya belum. Emangnya mau kemana Ko.”

“Kita cari-cari buku yuk? Aku mau membeli buku untuk persiapan UN. Maukah kamu menemani aku?” tanyanya sambil membukakan pintu mobil.

“Ia Ko. Tapi jangan lama-lama ya. Nanti orang tuaku mencari aku. Baterai handphone-ku juga sudah mau habis.”

“OK aku janji sejam paling lama. Yuk?”

Aku membuka pintu mobil Rico dan kami masuk ke dalam mall. Kami masuk ke dalam toko buku yang paling banyak peminatnya. Rico mencari-cari buku kumpulan soal dan jawaban untuk pelajaran Matematika dan Fisika. Sambil menunggu, aku juga membaca-baca Novel. Setelah selesai membayar, Rico menghampiriku.

“Dinda, aku sudah selesai nih. Kamu masih mau melanjutkan bacaannya?” tanyanya sambil senyu,.

“Oh ia maaf. Aku sudah selesai membaca. Hanya baca sekedar aja sambil menunggu kamu Ko. Kita makan dimana nih?” tanyaku yang sudah kelaparan.

“Makan dimana ya? Hmm. Ayuk kita cari sekalian mutar-mutar mall ini.” ajaknya sambil menggenggam tanganku.

“Maaf Ko. Aku gak terbiasa dipegang.” Aku mulai melepaskan tanganku.

“Aku minta maaf Din.”

Wajah Rico begitu ceria. Sedangkan aku hanya biasa aja. Bagaimana jika bang Joshua tahu aku jalan dan makan bersama Rico? Pasti dia akan kecewa dan mengira aku suka mempermainnkan laki-laki. Itu yang selalu di pikiranku sejak keluar mobil. Tapi sudahlah, semoga saja bang Joshua tidak disini.

“Din, kita makan disini aja yuk? Ada ice cream juga. Setelah makan kita bisa makan ice cream.”

“Boleh Ko. Sudah lama aku tidak makan ice cream.”

Kami masuk ke tempat makan dan meminta pelayan mencari tempat duduk kami. Aku duduk berhadapan dengan Rico. Rico langsung memesan makanan nasi goreng spesial dengan teh manis dingin, sedangkan aku nasi goreng seafood dan teh manis dingin. Kami mengobrol tentang tugas Fisika dan ternyata Rico hanya menyelesaikan satu soal. Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, pesanan kami datang. Kami menyelesaikan obrolan kami dan langsung makan malam.

“Enak juga makanannya ya Ko? Aku belum pernah makan nasi goreng disini.”

“Ia Din, begitu enak. Aku sering makan disini bersama teman-teman. Dan nasi goreng spesial adalah langgananku.”

“Wah pantas saja kamu membawaku kesini. Tidak salah pilih kamu Ko.”

Nasi goreng sudah habis disantap. Aku begitu kenyang, sangat kenyang. Aku membuka handphone dan baterainya tinggal 10%. Tidak ada pesan dari bang Joshua. Di satu sisi aku ingin sekali untuk WA dia, tapi aku juga tidak ingin disaat ada Rico. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak chat dia.

“Dinda, mau pesan ice cream gak?”

“Sepertinya tidak Ko. Aku sudah sangat kenyang. Kamu pesan aja kalau mau.”

“Yah, ya sudahlah. Tidak enak aja jika aku makan sendiri.” Rico meminta pelayan untuk membersihkan meja makan kami.

“Lho lho, gak apa-apa Ko. Santai saja.”

“Gak apa-apa kok Din. Ada yang ingin kukatakan padamu. Masih bisakah kita untuk mengobrol sebentar?”

“Apa yang mau kamu katakan Ko?” perasaanku sudah mulai tidak tenang. Aku takut Rico menyatakan perasaannya seperti yang dikatakan temannya. Sungguh, aku belum siap jika dia mengatakan itu.

“Sudah lama aku mengenalmu. Hampir tiga tahun aku sekelas denganmu. Kita juga sering mengerjakan tugas bersama. Sebenarnya sudah lama aku ingin mengungkapkannya, tapi aku masih belum berani. Hmm.”

Benar apa yang ada di pikiranku. Rico ingin menembak aku. Aku belum siap Ko. Mengapa kamu sangat lama mengatakannya? Aku sudah sempat suka dengan bang Joshua. Ko, tolong jangan katakan itu. aku tidak ingin kamu terluka.

“Sebenarnya, aku suka denganmu. Maukah kamu menjadi pacarku?” tanya Rico sambil memegang kedua tanganku di atas meja.

Aghhhh, Ko. Kenapa kamu katakan sekarang. Aku tidak tahu mau jawab apa. Aku sungguh-sungguh terdiam. Dan mulai tertunduk lesu.

“Dinda, ada apa? Bagaimana?”

“Ko, aku ingin mengatakan sesuatu. Se... Sebenarnya kamu telat jika sekarang mengatakannya kepadaku. Aku bingung Ko. Aku belum bisa memberikan jawabannya sekarang.” aku mulai sedikit menghembuskan nafas.

“Jika aku boleh tahu, kenapa kamu tidak bisa memberikan jawabannya sekarang?” Rico bertanya sambil menatapku tajam.

Aku mencoba untuk tenang. “Ada cinta yang sudah sempat aku mulai. Dan aku tidak mau menyakitimu Ko. Aku tahu kamu teman yang begitu baik. Ibuku juga sudah tahu tentangmu. Tapi tolong, berikan aku waktu.”

Rico melepaskan genggaman tangannya. Dengan tenang dia berkata, “Aku siap menunggu jawabanmu Din. Semoga kamu cepat menjawabnya. Dan aku berharap semoga jawabannya menyenangkan aku dan kamu.”

“Ia Ko. Aku sungguh-sungguh minta maaf. Jangan marah ya.”

“Santai saja Din. Aku tidak marah kok.”

By the way, bisakah kamu mengantarku pulang?”

“Oh iya. Aku hampir lupa sekarang sudah jam 9 malam.”

Rico meminta bill pembayaran dan membayar makanan aku dan dia. Lalu kami pergi dari tempat makan ke parkiran mobil dan Rico mengantarku ke rumah.

“Oh ya Ko, aku lupa bilang, aku sudah pindah rumah. Agak jauh. Tidak apa-apa kan Ko?”

“Astaga, aku kira masih rumah yang lama. Tunjukkan saja jalannya ya Mar.”

“Ia Ko.”

Aku memberikan arah menuju rumahku. Ternyata rumah Rico tidak jauh dari rumahku yang sekarang. Untunglah pikirku. Akhirnya kami sampai di rumahku. Ada bang Joshua yang sedang berbicara bersama temannya. Ah, pikiranku makin tidak tenang. Tapi aku mencoba untuk tenang supaya tidak ketahuan oleh Rico.

“Terima kasih sudah mengantar dan mentraktir aku makan ya Ko.” ucapku mencoba tenang.

“Seharusnya aku yang berterima kasih kepadamu karena sudah menemani hariku. Sampai jumpa besok ya Dinda.”

Aku keluar dari mobil. Aku pura-pura tidak melihat bang Joshua dan berharap dia tidak melihat Rico. Lalu Rico pergi. Aku langsung masuk ke dalam rumah, meletakkan tas, mengganti seragam sekolah dengan pakaian rumah, dan mandi. Setelah mandi, aku masuk ke dalam kamar dan mengeringkan rambutku. Aku ingin melihat bang Joshua dari jendela kamarku, tapi aku takut ketahuan. Aku melihat sebuah chat dari bang Joshua di handphone-ku.

“Hai dek. Lama juga pulang sekolahnya?” tanya bang Joshua.

Aku kaget. Ternyata tadi dia melihat aku. Tapi aku mencoba untuk membalasnya. “Hai bang Joshua. Ia nih bang, tadi ada kegiatan makan malam bersama teman.” Aku terpaksa berbohong karena aku belum tahu kemana hati ini akan berlabuh.

Bang Joshua langsung membalas chatku. “Jangan kelamaan tidurnya ya dek. Selamat tidur.”

Aduh. Kenapa hanya ini saja chatnya? Aku ingin untuk melanjutkannya. Tapi aku bingung mau chat apa. Akupun mencoba untuk sedikit bertanya, “Aku belum mengantuk bang. Abang sibuk kah?”

“Tidak dek. Aku sudah di dalam rumah. Bagaimana dengan sekolahmu?”

“Kukira abang masih di luar bersama teman. Sekolahku ya begitu bang. Tugas Fisika yang diberikan guru hanya bisa dikerjakan dua dari tiga soal. Berharap hasilnya tidak megecewakan. Bagaimana dengan kuliah abang?”

 “Tadi aku sibuk mengurus berkas untuk Kerja Praktek. Semoga besok Pak Dekan langsung menandatangani berkasku supaya aku bisa mengantarkan berkasku secepatnya.”

“Abang mau Kerja Praktek dimana?”

“Rencana di salah satu perusahaan minyak. Semoga di terima oleh perusahaannya.”

“Wiihh, mantap dong bang. Kapan rencananya abang Kerja Praktek?”

“Rencana bulan 7 nanti setelah Kuliah Kerja Lapangan.”

“Beda ya bang Kerja Praktek dengan Kuliah Kerja Lapangan?” tanyaku heran.

“Beda dek. Kerja Praktek kita seperti magang selama sebulan atau dua bulan, tergantung perusahaannya. Kalau Kuliah Kerja Lapangan, mungkin hanya sehari dua hari, dan pesertanya adalah mahasiswa satu angkatan dalam satu jurusan.”

“Wah, aku masih belum paham. Jangan dijelaskan lagi bang, entar aku makin pusing. Hehe. Besok abang ketemu Pak Dekan lagi, kah?”

“Ia dek. Semoga saja sudah ditanda tangan. By the way, kalau kesusahan belajar Fisika, aku bisa mengajarimu.”

“Eh seriusan ini bang?”

“Ia aku serius. Di rumahmu kita belajarnya juga bisa.”

“Oke bang. Kalau aku masih bingung, aku akan hubungi abang. Oya bang, aku sudah mulai mengantuk. Aku duluan tidur ya. Selamat malam. Mimpi indah.”

“Selamat malam juga dek. Sampai jumpa.”

Aku sangat senang dengan percakapan ini. Oh Tuhan, mungkinkah dia yang aku cinta? Tapi aku masih terkendala dengan keyakinan. Ataukah Rico yang akan menemani hidupku kelak? Semoga saja Tuhan memberikan jalan untukku. Lalu aku mematikan handphone-ku dan tidur.

Subuh menjelang pagi telah tiba. Aku terbangun dari tidur nyenyakku. Rasanya berat untuk bangun dari tempat tidur. Aku mandi dan memakai seragam sekolah. Ibu telah menungguku di meja makan dan mengajakku untuk sarapan.

“Ibu, ayah kapan pulang?” tanyaku sambil mengunyah sarapan.

“Mungkin nanti malam, atau besok sore dek. Ada kerjaan yang belum bisa ditinggalkan.”

“Lama juga ternyata. Oya bu, kalau aku meminta bang Joshua untuk mengajari Fisika di rumah ini, boleh tidak bu?” tanyaku sambil berharap jawaban ia dari ibu.

“Ya bisa saja dek. Ibu tidak melarang.”

Hatiku senang mendengarkan jawaban ibu. “Bagaimana dengan ayah, bu?”

“Ayahmu juga tidak masalah. Selagi kamu membawa Joshua untuk tujuan belajar, mengapa kami harus melarang? Itu juga untuk kamu, dek.”

“Hehe. Ibu sangat baik. Terima kasih ya bu. Oya bu, aku pamit pergi sekolah ya. Sampai jumpa bu.” Aku menyalim tangan ibuku, bergegas keluar rumah, dan masuk ke dalam mobil. Namun aku tidak melihat bang Joshua. Mungkin saja dia belum bangun.

Sesampainya di sekolah, aku melihat Rico masih mengendarai mobilnya. Dia berlari menghampiriku.

“Pagi Dinda.” sapanya sambil sedikit kelelahan.

“Pagi juga Rico.”

“Mau ke kelas, kan? Kita barengan ya?”

“Ia Ko.” Kami berjalan bersama menuju ruangan kelas.

By the way, rumah kita kan sudah dekatan. Gimana kalau nanti pulang sekolah aku antar kamu pulang?”

“Gak perlu repot-repot Ko. Lagipula sudah ada supirku.”

“Anggap saja ini usahaku mendekati kamu. Bagaimana?”

“Hmm.” aku mulai berpikir. Lalu aku mulai menjawabnya, “Boleh deh Ko kalau kamu tidak keberatan.”

“Sip deh.” jawabnya dengan penuh kesenangan.

Sesampainya di kelas, aku duduk dan meletakkan tas.

“Pagi Dinda,” sapa Risma yang baru masuk ke kelas.

“Hei. Pagi juga Risma,” jawabku kaget

“Sudah makin dekat saja kamu dengan Rico ya? Sudah bagaimana nih kelanjutannya?” tanya risma dengan penuh penasaran.

“Hmmmmm. Dia sudah menyatakan perasaannya tadi malam ke aku, tapi aku belum menjawabnya. Aku masih bingung.”

“Lah! Kamu kenapa masih bingung Din?” tanyanya makin penasaran.

“Nanti aku kasih tau ya Ris. Aku masih belum bisa banyak bercerita.”

“Oke deh. Semoga saja kamu cepat membalas cintanya Rico,” harap Risma.

Ruangan kelas seketika riuh.

“Cie cie, ada yang bakalan jadian nih!” ledek salah satu teman kelasku dari belakang dengan penuh semangat.

“Wah mantap nih. Berarti bentar lagi Rico dan Dinda bakalan jadian nih? Cieeeeee,,” jawab temanku yang lain.

Mukaku mulai memerah. Aku sungguh malu. Untunglah pak Tris masuk ke dalam kelas sehingga suasana ruangan kelas tenang seketika.

“Pagi anak-anak!” sapa pak Tris memasuki ruang kelas.

“Pagi pak guru!” jawab aku dan teman-teman sambil duduk di bangku masing-masing.

“Sepertinya teman-teman sudah tahu mengenai makan malammu bersama Rico tadi malam,” bisik Risma kepadaku.

“Sepertinya begitu Ris,” jawabku lesu.

Aku mengeluarkan buku dari tasku dan pelajaran akan dimulai. Pak Tris mengajari kami begitu detail hingga kami semua dapat memahaminya. Namun, sampai sekarang aku masih belum mengerti dengan pelajaran Fisika ini, begitu sulit untuk memahaminya. Apakah aku meminta bang Joshua untuk mengajariku? Hmm. Semoga saja dia tidak sibuk nanti malam.

Jam sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB. Jam belajar sekolah untuk hari ini telah selesai.  Kami akan melaksanakan les tambahan jam 2 siang nanti. Seperti biasa, aku dan Risma membawa bekal dari rumah dan makan bersama. Di saat kami sedang makan, Rico menghampiriku.

“Dinda, bagaimana kalau nanti malam kita makan malam bersama lagi?” tanyanya penuh semangat.

Sejenak aku mulai berpikir. “Hmm. Sepertinya hari ini aku tidak bisa. Aku sudah janji dengan ibuku untuk makan malam di rumah. Aku minta maaf ya Ko.”

“Baiklah kalau emang sudah begitu. Tapi pulang les nanti kita pulang bareng kan Din?”

“Ia Ko,” jawabku singkat.

Aku dan Risma melanjutkan makan siang kami yang sempat terhenti karena kedatangan Rico.

“Semakin kesini, Rico semakin agresif mendekatimu. Mengapa kamu masih bingung dengan cintanya, Din?”

“Aku tidak bingung dengan cintanya. Hanya saja, aku masih bingung dengan perasaan yang aku miliki saat ini. Aku terlanjur menyukai lelaki yang baru kukenal dan dia adalah tetanggaku.”

“Trus?”

Aku sedikit menghembuskan nafas. “Kamu jangan kaget Ris. Dia beda agama denganku.”

“Ha?” Risma begitu kaget.

“Gila kamu Din. Bagaimana dengan orang tuamu nanti? Apakah mereka akan menyetujui hubunganmu dengan dia?” tanya Risma dengan nada tegas.

“Itulah yang membuat aku bingung Ris. Rico anaknya baik, dan aku sudah mengenalnya dari dua tahun lalu. Tapi aku sudah terlanjur menyukai tetanggaku.”

“Sudah berapa kalian kenalan?”

“Sejak aku pindah.”

“Berarti baru sebulan. Itu masih sangat baru. Kamu masih bisa untuk mengubah perasaanmu ke dia. Daripada kamu menyesal Din.”

“Walaupun baru sebulan, aku sudah begitu nyaman bersama dia.”

“Semua itu tergantung padamu saja Din. Aku hanya meningatkan kamu. Sangat sakit jika kita sudah pacaran beberapa tahun tapi akhirnya tidak disetujui orang tua kita karena perbedaan agama.”

“Terima kasih sudah mengingatkanku Ris. Tapi sepertinya aku tidak bisa mengubah hati ini.”

“Lalu, bagaimana dengan Rico? Mengapa kamu tidak menolaknya dari awal?”

“Aku tidak mau langsung menyakiti hatinya. Aku menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan semua perasaan yang ada di hati ini, Ris.”

“Jangan terlalu lama Din. Jangan mempermainkan hati dia.”

“Ia Ris. Rencanaku juga begitu.”

Bu Lidia memasuki ruang kelas. Kami memulai les tambahan Bahasa Inggris. Aku begitu semangat untuk mendengarkan ajaran beliau.

Jam sudah menunjukkan jam 5 sore. Bu Lidia pamitan dan kami segera keluar ruangan kelas. Kemudian Rico mengajakku untuk jalan bareng ke parkiran mobilnya. Akupun pamitan kepada Risma.

Sesampainya kami di mobil, Rico membukakan pintu mobil untukku. Aku senyum membalas caranya memperlakukan aku bak bidadari. Dan Rico masuk ke dalam mobil.

“Baiklah Nona manis. Aku akan mengantarmu pulang, jangan lupa seat belt ya,” Rico begitu semangat untuk memulai percakapan.

“Baik Pak. Siap,” balasku sambil mengenakan seat belt.

Selama perjalanan, Rico memasang lagu romantis. Kali ini, aku mendengarkan lagu Waktu yang Salah yang dinyanyikan oleh Fiersa Besari. Aku langsung mengencangkan suara radionya. Aku mendengarkannya sambil merekamnya untuk aku posting di Instagram.

“Kamu suka lagunya, Din?” tanya Rico menghadapkan matanya kepadaku.

“Ia, Ko. Liriknya tentang cinta seorang perempuan yang telah menyakiti seorang pria yang begitu dalam mencintainya. Dan akhirnya si perempuan ini begitu menyesal. Aku tidak tahu bagaimana ending dalam lagunya, apakah mereka balikan ataukah mereka harus berpisah untuk selamanya?”

“Semoga aku tidak diperlakukan seperti di liriknya ya Din?”

Sejenak aku diam. Aku sungguh-sungguh terdiam.

“Hei Din. Kenapa bengong?”

“Eh maaf.. Mungkin karena aku sedikit mengantuk,” aku pura-pura menguap.

“Aku begitu nyaman berduaan bersamamu, Din. Sudah sangat lama aku menginginkan ini terjadi. Mungkin sudah sangat telat.”

“Tidak ada kata telat untuk sebuah cinta. Hanya saja, apakah kita siap untuk terluka untuk penantian yang cukup lama?”

“Apakah berarti kamu menolak aku untuk penantian panjangku?”

“Aku tidak menolak kamu, dan juga tidak menerima kamu. Aku tidak ingin menyakiti orang yang sudah menungguku begitu lama, tapi aku juga tidak ingin membohongi perasaan ini.”

“Apakah sudah ada yang mengisi hatimu sebelum aku?” tanya Rico dengan nada lemas.

“Aku tidak bisa menjawabnya sekarang, Ko. Hanya saja, aku juga sudah nyaman dengan caramu memperlakukanku. Apakah kamu akan marah jika untuk saat ini kita hanya berteman saja?” aku mulai mengeluarkan air mata.

Rico menghembuskan nafasnya dengan perasaan yang tidak tenang. “Apakah tidak ada kesempatanku lagi?”

Aku semakin sedih. Aku terlalu begok. Aku menyia-nyiakan orang yang sudah ada sejak dua tahun lalu, yang selalu menemaniku, demi seorang pria yang belum tentu dia akan mengejarku. Oh hati, kenapa kamu begitu begok?

Rico menepikan mobilnya di jalan. “Hei. Tidak perlu sedih. Jika hatimu belum ada untukku, aku akan menunggumu, hingga waktu yang tepat,” ungkap Rico sambil mengelus rambutku.

“Terima kasih untuk semua kebaikan kamu, Ko. Aku tidak mau pertemanan ini hilang.”

“Demi pertemanan kita?” Rico memberikan jari kelingking kanannya ke aku.

“Hehe. Demi pertemanan kita juga,” aku memberikan jari kelingku juga.

 

Tags: Twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • SusanSwansh

    Nice your story. Anyway chapternya panjang banget. Hehe

    Comment on chapter Berawal dari sebuah kenalan
Similar Tags
DEVANO
519      322     1     
Romance
Deva tidak pernah menyangka jika pertemuannya dengan Mega bisa begitu berpengaruh untuk hidupnya. Dan untuk pertama kalinya setelah hari itu, Dio-mantan sahabatnya, ikut campur dalam urusannya. Padahal, biasanya cowok itu akan bersikap masa bodo. Tidak peduli pada semua yang Deva lakukan. Ternyata, pertemuan itu bukan hanya milik Deva. Tapi juga Dio di hari yang sama. Bedanya Deva lebih berun...
RAHASIA TONI
36463      4454     62     
Romance
Kinanti jatuh cinta pada lelaki penuh pesona bernama Toni. Bukan hanya pesona, dia juga memiliki rahasia. Tentang hidupnya dan juga sosok yang selalu setia menemaninya. Ketika rahasia itu terbongkar, Kinanti justru harus merasakan perihnya mencintai hampir sepanjang hidupnya.
Hug Me Once
7652      1733     7     
Inspirational
Jika kalian mencari cerita berteman kisah cinta ala negeri dongeng, maaf, aku tidak bisa memberikannya. Tapi, jika kalian mencari cerita bertema keluarga, kalian bisa membaca cerita ini. Ini adalah kisah dimana kakak beradik yang tadinya saling menyayangi dapat berubah menjadi saling membenci hanya karena kesalahpahaman
Sekotor itukah Aku
336      251     4     
Romance
Dia Zahra Affianisha, Mereka memanggil nya dengan panggilan Zahra. Tak seperti namanya yang memiliki arti yang indah dan sebuah pengharapan, Zahra justru menjadi sebaliknya. Ia adalah gadis yang cantik, dengan tubuh sempurna dan kulit tubuh yang lembut menjadi perpaduan yang selalu membuat iri orang. Bahkan dengan keadaan fisik yang sempurna dan di tambah terlahir dari keluarga yang kaya sert...
Langit Jingga
3280      935     2     
Romance
Mana yang lebih baik kau lakukan terhadap mantanmu? Melupakannya tapi tak bisa. Atau mengharapkannya kembali tapi seperti tak mungkin? Bagaimana kalau ada orang lain yang bahkan tak sengaja mengacaukan hubungan permantanan kalian?
Please stay in my tomorrows.
343      244     2     
Short Story
Apabila saya membeberkan semua tentang saya sebagai cerita pengantar tidur, apakah kamu masih ada di sini keesokan paginya?
Taarufku Berujung sakinah
5688      1567     1     
Romance
keikhlasan Aida untuk menerima perjodohan dengan laki-laki pilihan kedua orang tuanya membuat hidupnya berubah, kebahagiaan yang ia rasakan terus dan terus bertambah. hingga semua berubah ketika ia kembai dipertemukan dengan sahabat lamanya. bagaimanakah kisah perjuangan cinta Aida menuju sakinah dimata Allah, akankah ia kembali dengan sahabatnya atau bertahan degan laki-laki yang kini menjadi im...
NADI
5279      1399     2     
Mystery
Aqila, wanita berumur yang terjebak ke dalam lingkar pertemanan bersama Edwin, Adam, Wawan, Bimo, Haras, Zero, Rasti dan Rima. mereka ber-sembilan mengalami takdir yang memilukan hingga memilih mengakhiri kehidupan tetapi takut dengan kematian. Demi menyembunyikan diri dari kebenaran, Aqila bersembunyi dibalik rumah sakit jiwa. tibalah waktunya setiap rahasia harus diungkapkan, apa yang sebenarn...
Pillars of Heaven
2595      825     2     
Fantasy
There were five Pillars, built upon five sealed demons. The demons enticed the guardians of the Pillars by granting them Otherworldly gifts. One was bestowed ethereal beauty. One incomparable wit. One matchless strength. One infinite wealth. And one the sight to the future. Those gifts were the door that unleashed Evil into the World. And now, Fate is upon the guardians' descendants, whose gifts ...
Aku Bukan Kafir!
8827      2147     6     
Inspirational
Pemuda itu bernama Arman, suku jawa asli yang lahir dari seorang buruh sawah di daerah pelosok Desa Peloso, salah satu Desa di Jombang. Ngatini adalah adik dari almarhumah Ibu kandung Arman yang naik ranjang, menikah dengan Pak Yusup yang biasa dipanggil Lek Yusup, Bapak kandung Arman, yang biasa dipanggil Lek Yusup oleh orang-orang sawah. Sejak kecil Arman selalu ikut Lek Yusuf ke sawah. Hingga ...