Read More >>"> SiadianDela (sadness) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - SiadianDela
MENU
About Us  

Satu masalahpun terselesaikan, waktupun terlewati dengan begitu banyak kisah tentang perjuangan mereka semua menyelesaikan tugas akhir masing-masing, yang membuat waktu untuk berkumpul menjadi sedikit, demi mengejar target untuk lulus bersama. Dela dan Rendi melanjutkan hubungan mereka seperti biasa, hanya saja semenjak kejadian kemarin, mereka semakin dekat, dan tak ada batas lagi.

Kebahagiaan hanya bisa dicapai ketika kita menikmatinya bersama orang yang kita sayangi. Karena hampir tak ada orang yang bisa bahagia, jika dia tinggal sendiri, tak ada yang membutuhkannya, tak ada orang yang ingin dia tolong, dan mungkin tak ada yang menyadari keberadaanya. Sama halnya dengan Dela, keinginan bunuh diri yang secara tidak sadar menjalar dikepalanya ketika iya merasa sudah tidak dibutuhkan, tak ada yang menyadarai keberadaanya, dan semua itu di mulai ketika orang tuanya bercerai. Ketika Putu dan Haruna bercerai dalam sekejap keluarga mereka hancur, dimana Dela masih menduduki bangku SMP membuat itu seakan mimpi buruk yang menjadi sangat nyata, membuatnya menangis setiap malam. Syandana mengikuti Putu ke Bali, dan Saylendra mengikuti Haruna ke Jakarta. Saat itu mereka tinggal di Bandung, dan hal yang mengejutkan, tak ada yang mengingat akan keberadaan Dela, ketika rumah sudah kosong, tinggallah dia sendiri didalam rumah itu, selama semingu Dela tak tau ingin melakukan apa, dan pikiran itupun datang, ketika Dela melangkahkan kakinya keluar rumah dan berdiri dijalanan luas, dan kecelakaanpun terjadi. Dela terluka parah dan dirawat dirumah sakit, sementara Haruna dan Putu berdebat, saling menyalahkan, bahwa mengira diantara mereka ada yang membawa Dela.

 Setelah Dela sembuh, Dela menjadi pendiam, tak bicara sama sekali, tatapannyapun selalu kosong, dan selalu mecoba untuk mengakhiri hidupnya, sampai akhirnya psikolog mengatakan untuk menyembuhkan Dela adalah dengan membuatnya merasa dibutuhkan, dan wajib diperhatikan. Sejak saat itu Dela mulai belajar memasak dan menjadi kewajibannya untuk menyediakan masakan dirumahnya bersama Haruna dan Putu ketika Dela ke Bali. Dan saat itu juga semua orang memanjakannya, sehingga sebutan “adek” untuk Dela bertahan hingga sekarang dikalangan keluarganya dan membuat keluarganya tetap harmonis walau memiliki jalan masing-masing.

Akhirnya foto wisuda Dela dengan Keluarga Besar, Dela dan Rendi, dan Dela dengan Tara, Axel, dan Figo terpampang di dinding rumah Dela, foto yang sangat manis, semanis cerita yang dirajut dalam penggapaiannya. Rendi dan Tara melanjutkan koasnya, Figo mulai membuka bisnis restoran di Semarang, dan Dela tak ingin melakukan apa-apa, namun Haruna menyuruhnya untuk bekerja disalah satu perusahaannya di Semarang.

Dirumah Dela, Rendi seperti biasa pagi-pagi selalu terburu-buru untuk berangkat koas.

“Dela, nanti tolong beliin pena, dan kertas-kertas yah, apa ajah deh yang penting bisa buat nulis.” Ucapnya buru-buru sambil menyendokkan nasi ke mulutnya dan membaca lembaran kertas.

“iyaa, makannya pelan-pelan ajah.”

“lo jadi ke kantor?” tanya Rendi lagi yang sudah meminum susunya dan merapikan barang-barangnya untuk bergegas pergi.

“jadi kayanya.” Ucap Dela yang menerima ciuman di keningnya yang disertai nasi yang menempel, lalu Rendi berlalu dengan cepat. “dasar, dokter gila.”

Delapun siap-siap untuk pergi kekantor dan sesampainya disana, sangat total membuat Dela bosan, Dela terdaftar sebagai karyawan biasa, sebagai admin yang mengurus surat keluar masuk.

“huft OOTD gue ratusan juta dan akhirnya gue disini.” Ucap Dela sambil mengetik-ngetik komputernya meng-input data surat masuk. Lalu seseorang datang dan memberinya tambahan setumpuk surat.

“ini dimasukin lagi.” Ucap Vina, salah seorang admin yang sudah senior sambil meletakkanya diatas meja Dela sampai jatuh-jatuh karena banyaknya.

“what? Come on. Emang dalam satu hari surat yang datang segini?” tanya Dela yang tercengang melihat banyaknya surat.

“itu surat kemarin dan minggu lalu, belum di input, kalo ga suka out.” Ucapnya sambil fokus di komputernya.

Dela hanya memandang Vina dengan wajah datarnya tanpa melakukan tugasnya, hanya menatap Vina yang mejanya berada di sampingnya. Sampai akhirnya Vina risih.

 “kamu ngapain lihat-lihat, kerjain tuh kerjaan mu.” Ucap Vina yang selalu sibuk dengan keyboarnya, tidak tau mengerjakan apa. Dela beranjak dan melihat Vina dari belakang dan melihatnya sedang membuka aplikasi chat, dan ternyata dari tadi sibuk chat.

“akukan masih baru, kok udah di manfaatin sih?” ucap Dela dengan wajah yang sudah berada disamping wajah Vina.

“kamu apa-apaan? Hahh... kamu masih baru sudah begini. Kalo ga niat kerja, ga usah datang.” Ucap Vina emosi yang sudah beranjak dar kursinya.

“oh my God, sepertinya aku barusan dipecat.” Ucap Dela dan melihat jam tangannya. “udah jam 12, aku harus pergi. Suratnya kamu yang kerjakan yah. Bye.” Ucap Dela sambil merapikan barang-barangnya dan melangkah keluar dari kantor tersebut dan hanya membuat Vina tercengang. Lalu Dela pergi ke mall, untuk membeli titipan Rendi, di book storenya.

gila, kok sakit terus yah dari tadi. Makan dulu deh, siapa tau gara-gara belum makan.” Ucap Dela sambil memegang pinggangnya di barisan antrian. Delapun makan sendiri dan ternyata pinggangnya masih tetap sakit.

Direstoran cepat saji, Dela memesan beberapa ayam favoritnya, dan teleponnyapun berdering.

“halo, kenapa beb?” ucap Dela.

“lo dimana? Pesenan gue udah dibeli?” tanya Rendi.

“lagi di KFC, udah kok. Why? Kamu cape yah?”

“iya Del, sumpah cape. Ini lagi istirahat buat makan siang.” Ucapnya lemas.

“hahahah gitu doang cape, mau aku bawain camilan kesana?”

“boleh, gue tunggu. Gue  dah dipanggil, byee nyet.” Ucap Rendi buru-buru dan mematikan hpnya. Dela pun mematikan hpnya dan tak lama kemudian berdering lagi

“iya ma”

“Adek gimana kerjanya?”

“what? Hahaha biasa ajah ma, Dela lagi makan. Nanti kekantor lagi.” Ucap Dela yang sebenanya dari tadi hanya mengacak-acak makanannya.

“okay, adek sehatkan?”

“sehat kok ma.”

“terahir chek up kapan?”

“humhh...”

“ya udah nanti ga usah ke kantor lagi, adek ke rumah sakit ajah. Biar mama hubungin Om Aris. Udah dulu ya sayang, bye” Ucap Haruna mematikan teleponnya.

 Delapun langsung beranjak meninggalkan restoran itu dan langsung membeli camilan untuk Rendi dan Aris lalu langsung pergi ke rumah sakit. Dela memarkirkan mobilnya dan mencoba menghubungi Rendi dan tidak diangkat, sehingga Dela memutuskan untuk mencari sendiri.

“Tara...” teriak Dela sambil berlari ke arah Tara yang sedang berjalan di lorong rumah sakit bersama teman-temannya.

“ini camilan.” Ucap Dela yang ngosngosan sambil memberikan totebag ke Tara. Tara mengambil totebagnya dan melanjutkan perjalanannya bersama teman-temannya, dan membuat teman-temannya bingung.

“ahahaha, masih ngambek ajah.” Ucap Dela sambil tertawa dan berjalan ke arah resepsionis rumah sakit tersebut.

“mbak, ruangan dokter Aris dimana yah?”

“sudah ada janji?”

“sepertinya sudah.”

“ruangan Dokter Aris ada di lantai 3, ikutin saja panel jalannya.” Ucapnya dengan ramah.

“makasih mbak.” Balas Dela sambil berjalan ke lift dan menunggu pintu itu terbuka.

Diruangan para anak koas berkumpul Tara mengeluakan isi totebag dari Dela ada makanan dan beberapa buku dan alat tulis.

“lo semua pada tau ga, ada kejadian thug life barusan.” Ucap Monica dengan suara lumayan keras, sehingga didengar anak koas yang sedang belajar diruangan itu.

“thug life? Maksudnya.” Tanya Nike.

“tadi di lorong, ada cewe lari-lari dari loby manggil-manggil Tara dan ngasih itu.” Ucap Monica menunjuk totebag Tara,  “dan Tara hanya nerima dan pergi.” Sambil memperagakan cara Tara dan ekspresi Tara. Tara haya melihat Monica dan mencuekinya dan membuka camilan untuk dimakan.

“wah gela sih, pesona Tara. Diada Tara.” Ucap Monica sambil tepuk tangan dan diikuti beberapa siswa lain.

Rendi hanya melirik Tara dan melajutkan membaca bukunya.

Diruangan Aris, Dela baru saja turun dari timbangan badan.

“gimana Om?” tanya Dela sambil berkaca-kaca di wastafel ruangan Aris.

“gimana apanya? Ya Om mana tau, Adek besok datang lagi kalo mau tau.” Ucap Aris sambil menulis-nulis.

“yahh kirain Om tau. Dela kurusan banget yah Om?” Tanya Dela lagi sambil memegang pipinya.

“iyaa, Adek ga makan yah? Tika tolong antar ini ke Lab yah.” Ucap Aris memberi sampel darah ke Tika seorang perawat yang menjadi asistennya.

“siap dok.” Ucapnya sambil meninggalkan ruangan Aris.

“Om kapan mau nikah? Ntar dilangkahin ka Saylendra loh.” Ucap Dela sambil duduk dikursi Aris dan berputar-putar.

“tahun depan, dek.” Ucap Aris yang selalu sibuk dengan menulis, dan melihat komputernya sambil berdiri karena kursiya diduduki Dela.

“bohong, dari Dela 20 tahun juga bilangnya tahun depan, sekarang Dela udah 23 tahun, masa tahun depan lagi. Emang ga ada yang mau sama Om Aris? Om Aris 38 tahun, seorang profesor, ahli bedah, spesialis penyakit, ahh ga tau deh, tapi jomblo.” Ucap Dela yang hanya dibalas dengan senyuman dan membuat Dela jengkel.

“Tara koas disini loh Om.” Ucap Dela lagi.

“iya Om tau, mereka disini tanggung jawab Om, makanya Om tau.”

“WHAT? Humhh,...” Dela tersenyum misterius. “diantara mereka semua ada yang ganteng ga? Dela ga mau kaya Om, jomblo koma.”

“yang ganteng? Banyak. Tara kan ganteng, kok ga sama dia ajah.” Ucap Aris.

“aihh, Tarakan temen Dela Om. Yang pinter ada ga?”

“pinter? Ada sih cowo pinter. Namanya Rendi, kayanya dia bakal kaya Om dehh, jomblo koma karena sanking antusiasnya belajar.” Ucap Aris yang kini sudah duduk di kursi tamu.

“hahahah kalo Om mah, ya udah Om ajah, jangan ajak-ajak orang lain.”  Ucap Dela tertawa terbahak-bahak dan membuat Aris kesal.

“dasar anak Tuyul.” Ucapnya.

“berarti Om Tuyul dong, hahahha.” Delapun beranjak dan memberikan totebag berisi camilian ke Aris. “banyak makan Om, dan cari jodoh, biar ada yang ingatin kalo Om punya upil.” Ucap Dela sambil berlari dan meninggalkan ruangan Aris. Aris langsung beranjak ke arah wastafel untuk berkaca dan hanya tersenyum melihat tingkah laku keponakannya itu.

Diluar Dela mencoba kembali menghubungi Rendi dan akhirnya Rendi menyuruh Dela menunggu di depan lift lantai 3.

“Dela...” panggil Rendi melangkah mendekati Dela.

“ehh, kamu tadi dari mana, aku nyariin kamu loh...” ucap Dela “ini pesanan kamu.” Dela memberi totebagnya.

“tadi lagi diruang belajar, maaf yah.” Ucap Rendi sambil menepuk-nepuk kepala Dela. “gila pacar gue dewasa banget.” Ucap Rendi sambil tertawa yang meilihat outfit dari Dela.

“why? Bad?”

“enggak kok, bagus. Gimana kantornya tadi?” ucap Rendi sambil mengajak Dela berjalan-jalan dilorong.

“dipecat, wkwkwk makanya bisa kesini.” Ucap Dela.

“ya kali lo baru kerja udah dipecat, Del gue ga sanggup biayain hidup kita kalo lo ga kerja.” Ucap Rendi sambil memijit kepalanya.

“Rendi kampret.” Ucap Dela sambil menahan tawanya melihat drama Rendi.

Rendi dan Dela sudah berakhir di taman rumah sakit dan bersenda gurau sedikit, Rendi harus kembali koas sehingga akhirnya Rendi mengantar Dela ke mobilnya dan memandang mobilnya hilang dari pandangannya.

Keesokan harinya Dela kembali kerumah sakit sesuai janjinya dengan Aris, Dela datang saat jam makan siang dan membawa makan siang untuk Rendi dan Tara.

“Rendi, kamu tolong kasih ke Tara yah, keburu dia makan siang dikantin.” Ucap Dela dengan ekpresi memohon.

“No... lo ngapain juga buat ama Tara.” Ucap Rendi mengingat kejadian diruang belajar kemarin.

“Rendi please.”

“iya, iyah...” ucap Rendi kesal dan mengambil tas bekal dari tangan Dela dan pergi meninggalkan Dela.

“dasar kacang, ngomong makasih kek.” Ucap Dela yang juga pergi menemui Aris.

Diruangan belajar Rendi menghampiri Tara dan langsung meletakkan kantong bekal itu didepan Tara lalu berjalan kemejanya. Tarapun tak berkata apa-apa, Tara hanya menatapnya datar. Diruangan Aris,

“gimana Om?” ucap Dela yang masih dipintu dan melangkah untuk duduk.

“Dela? Humh... Adek udah makan?”

“duh Dela akhir-akhir ini ga nafsu makan Om. Om laper?” tanya Dela.

“enggak kok. Adek balik ke Jakarta kapan?” ucap Aris sambil melihat-lihat dokumen.

“Jakarta? Dela ga ada plan mau balik ke Jakarta Om. Why?”

“kayanya Adek harus ke Jakarta.” Ucap Aris yang kini memfokuskan matanya ke Dela yang membuat Dela menjadi takut.

“kenapa Om? Penyakit Dela kambuh yah?” tanya Dela pelan dan dibalas dengan anggukan dari Aris.

“Om udah ngomong sama Mama kamu, Haruna bilang, Adek kalo bisa secepatnya pulang ke Jakarta.” Ucap Aris.

“berati Dela harus ngerasain kaya 5 tahun lagi yah om? Udah 5 tahun lalu, tapi sakitnya masih terasa kalau diingat.” Ucap Dela pelan yang mencoba manahan air matanya.

“justru itu Om nyaranin Adek pergi ke Jakarta sekarang, disana adek bisa berobat sebelum sakit.” Ucap Aris.

“Dela ga mau sakit Om.” Ucap Dela yang sudah mengepal tangannya keras dan air matanya menetes. Dela langsung beranjak dari kursinya dan pergi keluar rangan Aris.

Dela pergi dari rumah sakit dan pergi ke cafe Figo dan sesampainya di cafe, Dela langusung memeluk Figo dan menangis sejadi-jadinya. Figo hanya diam menerima pelukan Dela di tengah Cafenya dan membiarkannya menangis. Setelah Dela mulai mereda dan melepas pelukannya, Figo mengajaknya duduk

“lo kenapa? Rendi apain lo lagi.” Ucap Figo.

“aku gak papa kok, Cuma mau nangis ajah. Hahhaa...” ucap Dela sambil melihat jam tangannya. “aku pulang dulu yah.” Delapun beranjak dari kursinya dan meninggalkan Figo. Figopun hanya diam melihat kepergian Dela.

Sesampainya Dela dirumah, Dela menerima semua telepon dari keluarganya, Haruna, Putu, dan kedua saudaranya. Semuanya membahas Dela bagaimana namun semua saling melempar tugas untuk menemani Dela karena kesibukan masing-masing yang membuat Dela memutuskan stay di Semarang, biar Aris yang mengurusnya. Dengan begitu tidak ada yang terbebani.

Seperti halnya orang lain yang takut untuk mengetahui penyakitnya, begitu juga hal dialami Dela, ketika Dela tidak tau penyakitnya kambuh, sakit apapun yang dialami, pasti selalu memikirkannya dengan positif dengan dugaan sakit biasa, masuk angin atau yang lain. Namun ketika penyakitnya sudah diketahui, maka sakit biasapun akan terasa sangat berat dan terbawa pikiran.

Satu bulan terlewati, dengan rutinitas Dela kerumah sakit untuk berobat, dan mengantar makan siang atau camilan ke Rendi dan Tara.

“lo kok jadi rajin ngunjungin gue?” tanya Rendi sambil memasukkan potongan daging kemulutnya

“makan dulu Rendi, nanti keselek.” Ucap Dela sambil memperhatikan Rendi makan.

“iyaa, santai kok.”

Sore harinya sebelum anak koas pulang, diadakan evaluasi diruang belajar yang dipipimpin oleh Aris.

“okay sebelum kalian pulang, saya ingin memberi tugas untuk analisa dan pendapat kalian, cara untuk mengobati kasus ini.” Ucap Aris sambil memberi lembaran kertas untuk dibagikan.

“kasus ini mungkin terlalu berat untuk kalian, tapi untuk mencoba why not, saya akan memberi A+ untuk 10 orang anak, dikumpul 3 hari dari sekarang. Ada pertanyaan?”

“dikerjain dimana Prof?” tanya Iwan.

“dikertas ditulis tangan dengan tulisan tangan kalian yang terbaik, kalau tak bisa dibaca, saya tidak akan berusaha. Okay, selamat tinggal.” Ucap Aris sambil meninggalkan ruangan dan membuat anak-anak koas sedikit gaduh dan bingung. Akhirnya mereka memutuskan pulang, kecuali Rendi yang sedari tadi masih membaca dan belum melihat kertas tugas tersebut. Karena ruangan sudah sunyi, akhirnya Rendi membuka kertas fotocopian tadi yang merupakan catatan kesehatan seseorang dan membacanya Rendi bingung melihat catatan kesehatan itu, tertera nama Sia Deandela Kanaya. Rendi langsung bergegas dan pergi ke ruangan Aris.

“iya silahkan masuk.” Ucap Aris yang mendengar pintu ruangannya diketuk. Rendi membuka pintu dan memberi salam ke Aris dan duduk di kursi didepan meja Aris dan masih memegang kertas tugas tadi.

“ada apa Rendi? Kamu ingin bertanya tentang tugasnya tadi, karena tadi kamu tidak memperhatikan saya bicara?” ucap Aris tanpa melihat Rendi dan masih sibuk menulis.

“maaf Prof, sebelumnya saya ingin bertanya, apakah ini catatan kesehatan asli atau rekayasa.” Ucap Rendi dengan keyakinan catatan itu adalah rekayasa.

“hah? Maksud pertanyaan kamu apa Rendi? Sejak kapan seorang dokter bisa membuat rekayasa catatan kesehatan.” Ucap Aris lagi yang membuat pandangannya fokus ke Rendi. Rendi membaca catatannya lagi dan langsung permisi pamit kepada Aris. Rendi melangkahkan kakinya kearah parkiran dengan pikiran yang sangat penuh dan mata yang tidak fokus. Rendi pergi dari parkiran menuju rumah Dela.

Dirumah Dela sudah ada Figo, Axel, dan Tara dengan suasana yang sangat tegang. Mereka berkumpul di meja makan.

“Tara kamu tau dari mana?” tanya Dela santai sambil mengengam gelas jusnya.

“itu penting yah Del, lo udah sebulan nutupinnya Del.” Ucap Tara kesal.

“Rendi tau?” tanya Axel.

“Please... jangan kasih tau Rendi.” Ucap Dela dengan tiba-tiba mengubah suaranya.

“kenapa?” tanya Figo.

“please, just please, Tara please jangan kasih tau Rendi.” Ucap Dela memohon kepada Tara, dan terdengar suara mobil Rendi sudah berada di garasi dan membuat Dela gelagapan. Rendi datang dengan ekspresi poker facenya dan masih memegang kertas tadi.

“Rendi, Dela sakit.” Ucap Figo.

“Figo.” Ucap Dela pelan dengan menatap tak percaya kepada Figo. “Rendi, iya tadi aku sakit perut, tapi udah gak papa kok.” Ucap Dela didepan Rendi, dan tatapan Rendi tidak berubah. Rendi menarik tangan Dela berjalan menuju tangga, kekamar Dela. Rendi melepaskan tangan Dela kasar.

“Rendi kamu kenapa?” ucap Dela sambil memegang pergelangan tangannya yang terasa sakit. Sangat terlihat Rendi sedang menahan emosinya dan ketidakpercayannya. Rendi membelakangi Dela,

“Rendi. Seriusan aku tadi cuma sakit perut.” Ucap Dela lagi sambil memegang bahu Rendi dan Rendi langsung menghindar dan membuat Dela tertegun.

“lo mau bohong sampe kapan?” ucap Rendi pelan.

“bohong?”

“DELA.” Teriak Rendi melampiaskan emosinya.

“kamu mau tau apa Rendi?” tanya Dela yang sudah menahan air matanya. Rendi berbalik badan dan Rendi menunjukkan kertas catatatan itu ke Dela, air mata Delapun terjatuh tanpa isakan. Dela masih berusaha sekuat tenaga.

“ini apa? Lo bisa jelasin? Gue ga bisa baca catatannya.” Ucap Rendi dihadapan Dela. Dela menutup mulutnya rapat dan menggigit bagian dalam bibirnya sangat keras, mungkin sudah berdarah hanya untuk menutupi kegugupanya. Dela hanya diam dan membuat Rendi sangat kesal, Rendi merasa telah dibohongi dan tak dianggap. “lo lihat gue ga sih Del? Atau gue Cuma peliharaan lo ajah? Kenapa segalanya tentang lo itu gue ga tau? Kenapa semua orang tau dan gue ga tau? Kenapa hah?” ucap Rendi yang secara tidak sadar sudah meremas kedua lengan Dela. “Dela jawab gue.”

Teriakan Rendi sepertinya sudah tak berarti lagi bagi Dela, Dela hanya diam melihat Rendi yang melampiaskan emosinya keseluruh barang yang ada dikamar Dela membuat Axel, Figo dan Tara menyusul mereka.

“kalo lo masih ga bisa ngomong, ya udah gue bakal tanya dokter Aris, La. Hahaha... kenapa sih lo buat gue terlihat selemah ini?” ucap Rendi yang beranjak ke pintu karena sepertinya Axel, Tara, dan Figo sudah berusaha ingin mendobraknya. Rendi keluar dengan santai dan langsung pergi. Sementara Dela masih mematung dan bruak. Dela jatuh pingsan dan langsung ditolong Tara.

Diperjalanan Rendi menuju rumah sakit, Rendi mengingat semua hal yang dilaluinya bersama Dela, membuatnya sesekali tersenyum pahit. Sesampainya dirumah sakit Rendi langsung berlari keruangan Aris dan langsung masuk

“Rendi? Kamu ngapain?” tanya Aris yang sedang membereskan barang-barangnya untuk pulang.

“Prof, saya ingin tanya isi catatan ini.” Ucap Rendi tanpa basi-basi sambil meletakkan kertas itu diatas meja Aris.

“itukan masih dikumpul 3 hari lagi, kamu bisa tanya ke dokter lain, nanti temen-temen kamu mengira saya curang.” Ucap Aris kembali melakuka aktivitasnya.

“ini penting Prof.” Ucap Rendi yang terlihat sangat putus asa.

“kenapa itu penting buat kamu Rendi, nilai kamu kan sudah bagus..” Tanya Aris.

“ini catatan kesehatan pacar saya Prof.” Ucap Rendi yang membuat Aris memfokuskan pandanganya ke Rendi.

“pacar kamu?” tanya Aris

“iya Prof, jadi tolong Prof, jelasin isi catatan ini, karena dia ga bakal mau ngejeasinnya sama saya.” Ucap Rendi memohon.

“sebelumnya saya tak tau kalau Sia punya pacar, hahaha dan kamu Rendi? Sepertinya Sia akan terbantu, kalau kamu memang pacarnya.” Ucap Aris yang disusul dengan penjelasan isi catatan kesehatan Dela yang membuat Rendi tercengang dan tidak percaya. Disatu sisi Rendi merasa marah, namun disisi yang lain, takut dan kesedihan menjalarinya. Rendi menghidupkan mobilnya dan kembali ke apartemennya. Rendi memilih untuk tidur dan berharap hari ini hanya mimpi. Dela sudah berada di rumah sakit, Figo menemaninya bersama Axel, dan Tara istirahat. Semua menemani Dela karena takut Dela akan macam-macam. Keesokan harinya, Dela bangun dan melihat Figo tidur disampingnya dan Axel disofa bersama Tara. Dela mengambil hpnya dan menghubungi Rendi.

“Pagi, kamu udah bangun.” Ucap Dela.

“pagi, lo dimana? Gue lagi dirumah.” Ucap Rendi. Delapun diam dan panggilanpun langsung beralih menjadi vidio. “Dela.” Panggil Rendi lagi.

“aku lagi dikamar mandi, vidio call nya nanti ajah yah.” Ucap Dela.

“ya udah.” Ucap Rendi langsung mematikan hpnya.

Delapun turun dari kasurnya dan mencabut jarum infus dari tangannya, Dela melangkah perlahan ke arah pintu dan  ketika Dela membuka pintu, Rendi sudah ada didepan pintu itu.

“Rendi.” Ucap Dela yang gelagapan tak menyangka Rendi ada disana.

“sejak kapan sih lo kerjaannya bohong?” ucap Rendi meninggalkan Dela.

“Rendi aku, huft...” ucapan Dela yang terputus membuat Dela kembali lagi ke kamar dan membangunkan Tara untuk koas, Figo dan Axel beraktivitas, seperti biasa Dela sangat tidak mau menjadi beban. Dalam seketika kamar Delapun menjadi sepi, setelah Dela sarapan dan menerima beberapa suntikan obat, Dela menghabiskan waktunya bermain hp, tidur dan bermain hp. Rendi sama sekali tidak mengunjunginya, Dela mengerti, dan sepertinya Dela sudah siap untuk menjauh dari Rendi.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Black World
1440      666     3     
Horror
Tahukah kalian? Atau ... ingatkah kalian ... bahwa kalian tak pernah sendirian? *** "Jangan deketin anak itu ..., anaknya aneh." -guru sekolah "Idih, jangan temenan sama dia. Bocah gabut!" -temen sekolah "Cilor, Neng?" -tukang jual cilor depan sekolah "Sendirian aja, Neng?" -badboy kuliahan yang ...
Te Amo
399      267     4     
Short Story
Kita pernah saling merasakan titik jenuh, namun percayalah bahwa aku memperjuangkanmu agar harapan kita menjadi nyata. Satu untuk selamanya, cukup kamu untuk saya. Kita hadapi bersama-sama karena aku mencintaimu. Te Amo.
Perfect Love INTROVERT
9445      1733     2     
Fan Fiction
Strange and Beautiful
4216      1144     4     
Romance
Orang bilang bahwa masa-masa berat penikahan ada di usia 0-5 tahun, tapi Anin menolak mentah-mentah pernyataan itu. “Bukannya pengantin baru identik dengan hal-hal yang berbau manis?” pikirnya. Tapi Anin harus puas menelan perkataannya sendiri. Di usia pernikahannya dengan Hamas yang baru berumur sebulan, Anin sudah dibuat menyesal bukan main karena telah menerima pinangan Hamas. Di...
Ingatan
7340      1790     2     
Romance
Kisah ini dimulai dari seorang gadis perempuan yang menemui takdirnya. Ia kecelakaan sebelum sempat bertemu seseorang. Hidupnya terombang-ambing diantara dua waktu. Jiwanya mencari sedang raganya terbujur kaku. Hingga suatu hari elektrokardiogram itu berbunyi sangat nyaring bentuknya sudah menjadi garis yang lurus. Beralih dari cerita tersebut, di masa depan seorang laki-laki berseragam SMA menj...
Holiday In Thailand
57      53     0     
Inspirational
Akhirnya kita telah sampai juga di negara tujuan setelah melakukan perjalanan panjang dari Indonesia.Begitu landing di Bandara lalu kami menuju ke tempat ruang imigrasi untuk melakukan pengecekan dokumen kami pada petugas. Petugas Imigrasi Thailand pun bertanya,”Sawatdi khrap,Khoo duu nangsue Daan thaang nooi khrap?” “Khun chwy thwn khatham di him?” tanya penerjemah ke petugas Imigras...
When the Winter Comes
52779      7110     124     
Mystery
Pertemuan Eun-Hye dengan Hyun-Shik mengingatkannya kembali pada trauma masa lalu yang menghancurkan hidupnya. Pemuda itu seakan mengisi kekosongan hatinya karena kepergian Ji-Hyun. Perlahan semua ini membawanya pada takdir yang menguak misteri kematian kedua kakaknya.
Strawberry Doughnuts
602      403     1     
Romance
[Update tiap tengah malam] [Pending] Nadya gak seksi, tinggi juga kurang. Tapi kalo liat matanya bikin deg-degan. Aku menyukainya tapi ternyata dia udah ada yang punya. Gak lama, aku gak sengaja ketemu cewek lain di sosmed. Ternyata dia teman satu kelas Nadya, namanya Ntik. Kita sering bertukar pesan.Walaupun begitu kita sulit sekali untuk bertemu. Awalnya aku gak terlalu merhatiin dia...
Simbiosis Mutualisme
258      162     2     
Romance
Jika boleh diibaratkan, Billie bukanlah kobaran api yang tengah menyala-nyala, melainkan sebuah ruang hampa yang tersembunyi di sekitar perapian. Billie adalah si pemberi racun tanpa penawar, perusak makna dan pembangkang rasa.
Princess Harzel
14882      2180     12     
Romance
Revandira Papinka, lelaki sarkastis campuran Indonesia-Inggris memutuskan untuk pergi dari rumah karena terlampau membenci Ibunya, yang baginya adalah biang masalah. Di kehidupan barunya, ia menemukan Princess Harzel, gadis manis dan periang, yang telah membuat hatinya berdebar untuk pertama kali. Teror demi teror murahan yang menimpa gadis itu membuat intensitas kedekatan mereka semakin bertamba...