Read More >>"> Aku Bukan Kafir! (Di ujung Penantian) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Aku Bukan Kafir!
MENU
About Us  

Saat kokokan ayam sudah tak terdengar, saat itu pula langit bertambah terang. Warna gelap mulai memudar berganti putih keemasan, kemudian warna itu bergerak lagi seakan terbelah oleh sinar yang semakin tajam. Hingga nampaklah warna biru di langit, warna yang sesungguhnya.

Pagi yang masih selalu sama, jalan Kampung yang membelas dua Desa di Jombang itu juga selalu ramai. Masuk lebih ke Utara, maka akan menemui satu jalan, yaitu ke daerah Ploso. Hilir mudik manusia menunggangi motor dan sepedah gowes mulai tampak. Saat itulah angkot hijau berhenti di ujung jalan saat satu penumpang turun. Saat penumpang laki-laki dengan pakaian lusuh menyodorkan uang 2000 rupiah sang Supir angkot merapatkan kening, kemudian berkata tegas “Wah kurang Pak e masak cuma 2000. Tambah maneh1 Pak.”

Sigap laki-laki itu merogoh saku baju, kemudian saku celana dan terakhir menggeledah tas yang dibawanya. Hanya berharap ada uang seribu atau dua ribu yang tertinggal atau nyelip. Namun tak kunjung ia menemukan, hingga membuat Sopir angkot kesal dan memaki laki-laki itu “Wis wis Pak, besok-besok lalek gak duwe duwit ora usah numpak angkot! Kere numpak angkot! Mlaku ae.”2

Setelah itu angkot hijau kembali melaju meninggalkan laki-laki itu yang masih memandang angkot itu. Hari itu adalah hari pertama baginya keluar dari penjara. Bersyukur dia mendapat uang 8 ribu dari penjaga Rutan sebelum keluar gerbang tadi siang. Mungkin penjaga Rutan itu merasa iba dengan dirinya, jadi ikhlas mengeluarkan 8 ribu rupiah dari saku bajunya. Karena lapar dari 8 ribu itu ia belikan nasi pecel 4 ribu, kemudian 2 ribu ia berikan pada pengemis yang menengadahkan tangan padanya dan sisanya 2 ribu untuk ongkos pulang.    

 Setelah itu Lek Yusup berjalan kaki sembari mengalungkan tas miliknya. Di atas sandal japit tua Lek Yusup menahan panas dari bumi dan langit. Walaupun matahari sudah mulai tergelincir, namun panasnya masih terasa. Membuat wajah Lek Yusup sedikit menyeringai karena menahan panas, hingga setengah perjalanan telah dilalui. Tak lama kemudian terdengar suara seseorang memanggil namanya “Lek, Lek Yusup.”

Dengan nafas tersengal Lek Yusup menoleh, kemudian keningnya sedikit merapat sementara kedua matanya yang mulai menua mencari arah suara yang memanggilnya. Hingga terlihatlah seorang berkulit coklat gelap turun dari sepedah kayuh, kemudian berlari menghampiri Lek Yusuf. Setelah itu dia langsung memeluk sembari menepuk punggung Lek Yusup, dan bertanya “Lek kapan mulih? Piye kabare? Kok gak omong-omong Lek Yusup iki lek jange mulih, ben tak susul Lek.”3

“Siji-siji lek takon.”4 Ucap Lek Yusup pada Suroso.

“Yo wis Lek, saiki tak terno mulih ae.”5 Sigap Suroso mengambil sepedah tuanya, setelah itu tergesa mengayuhnya ke hadapan Lek Yusup.

Setelah itu Lek Yusup duduk di belakang Suroso. Sepedah kayuh itupun melaju menerobos hembusan angin yang bertiup kencang di antara hamparan sawah yang dilalui. Lebih masuk ke Utara maka mulai terlihatlah beberapa rumah warga. Hingga semakin ke pelosok, maka terlihatlah rumah-rumah yang semakin rapat. Saat itulah beberapa warga yang berada di luar rumah menajamkan kedua mata melihat seorang lelaki tua di belakang Suroso. Menyusul suara sayup-sayup terdengar “Lek Yusup iku, iyo Lek Yusup.” 6

Tak lama kemudian sepedah kayuh itu belok ke sebuah pekarangan yang tak luas dari rumah tua. Kemudian berhenti di dekat pohon mangga manalagi yang berbuah lebat. Sigap Suroso turun mendahului Lek Yusup, barulah setelah itu Lek Yusup turun. Kemudian Suroso menyandarkan sepedah kayuh miliknya di pohon mangga. Sementara itu tiba-tiba kedua mata Lek Yusup memerah, kemudian sedikit berair saat memandang rumah tua miliknya.

“Ayo Lek, cepet masuk. Iki kan omahe Sampeyan.”7 Ucap Suroso sembari menoleh pada Lek Yusup.

Sejenak Lek Yusup mengusap kedua mata dan wajahnya, mencoba menguatkan rasa rindu yang sebentar lagi akan terjawab, melihat istrinya, dan ketiga anaknya, Arman, Marianti dan Ripah. Saat itulah Suroso kembali mendorong Lek Yusup untuk segera melangkah “Ayo Lek cepet.”

Setelah itu Lek Yusup melangkah, sedikit tergesa. Sementara Suroso mengikuti dari belakang sembari membawakan tas milik Lek Yusup. Di depan pintu rumahnya Lek Yusup mengetuk pintu sembari mengucap salam, namun ternyata tak ada yang membalas dan membuka pintu. Membuat kening Lek Yusup merapat sementara pikirannya penuh dengan pertanyaan. Kemana Ngatini sore itu? Dan Arman kenapa belum pulang juga padahal hari sudah sesore itu? Lalu kemana Marinati dan Ripah yang selalu bermain di pekarang rumah?

Saat itulah Mak Erah terkejut melihat Lek Yusup di depan rumahnya. Tergesa ia mengabari Ngatini yang sedang bekerja di rumah Bu Denok, sekedar mencuci piring, nyapu, ngepel dan setrika. Setelah itu Ngatini tergesa berjalan dengan kedua anak tirinya yang ikut ke rumah Bu Denok. Tangisannya langsung pecah saat melihat Lek Yusup membelakanginya, sembari meneliti rumah itu. Keras Ngatini berkata “Mas Yusup.”

Menyusul kemudian teriakan Marianti dan Ripah “Bapak mulih, Bapak Bapak...”

Mendengar suara yang sangat ia kenal Lek Yusup cepat menoleh, kemudian melihat Ngatini berjalan tergesa sementara Marianti dan Ripah berlari di depan Ngatini. Sore itulah Lek Yusup kembali bertemu dengan keluarganya. Begitu bahagia dirinya bisa melihat kembali wajah anak-anak dan istrinya.

Setelah memutar kunci pintu rumah itupun terbuka. Sejenak mereka bercengkrama di kursi tua. Suroso yang ikut masuk ke dalam rumah itu berkali-kali mengusap sudut matanya, seolah tak mampu menahan kesedihan dan rasa haru melihat Lek Yusup berkumpul kembali dengan keluarganya. Setelah membuatkan dua kopi hitam, Ngatini ikut duduk di kursi tua sembari memandang suaminya.

Saat itulah Lek Yusup yang tak melihat Arman bertanya pada Ngatini “Tin, Arman mana? Kenapa sudah sore begini belum pulang juga?”

“Ahmm Arman....eee...” Ucap Ngatini sembari berpikir apakah dirinya harus berbohong atau mengatakan yang sebenarnya sore itu juga.

“Arman saiki melok....”8 Sahut Suroso.

“Sebentar lagi Arman pulang, Arman melok kancane ya kan So?9 Ngatini memotong.

Dengan kening sedikit merapat Suroso menoleh pada Ngatini. Saat itulah Ngatini memberi isyarat pada Suroso untuk tak mengatakan tentang Arman sekarang. Namun Marianti yang kini sudah beranjak besar berkata “Mak, bukannya Mas Arman ke Karawang? Apa Mas sudah pulang, tapi gak bilang-bilang seperti Bapak?”

“Arman ke Karawang?” Lek Yusup mengulang heran dan sedikit terkejut.

Setelah itu Lek Yusup memandang Ngatini, dan bertanya sedikit keras “Tin, sama siapa Arman ke Karawang? Di sana dia ndak punya saudara. Apa ikut temannya? Siapa Tin?”

Namun tiba-tiba Ngatini terdiam sementara pandangannya sedikit tertunduk. Suroso yang melihat sikap Ngatini mencoba menebak, kenapa Ngatini berbohong pada Lek Yusup tentang Arman, bahwa selama Lek Yusup di penjara Arman diangkat anak oleh seseorang yang tinggal di Karawang. Dan yang di dengar orang-orang Kampung, Arman di angkat anak oleh orang Kristen.

Saat itulah Suroso memberi isyarat pada Ngatini untuk mengatakan yang sebenarnya pada Lek Yusup. Membuat Lek Yusup penasaran sekaligus curiga ada yang disembunyikan Ngatini tentang Arman. Saat itu juga Lek Yusup bertanya tegas pada Ngatini “Tin, saiki jujur sama Mas, Arman kemana? Ke Karawang ke tempat siapa? Sama siapa?”

“Waduh, siji-siji lek takon Lek.”10 Sahut Suroso agak pelan tanpa melihat Lek Yusup.

“Meneng So, ora usah melu ngomong!”11 Lek Yusup tegas.

Saat itulah Ngatini bingung harus memulai cerita dari mana pada suaminya, kalau semenjak Lek Yusup di penjara Arman diangkat anak sama orang Cina Kristen yang bernama Shahaja. Apa Lek Yusup akan menerima kenyataan kalau Arman sudah diangkat anak dan tinggal di Karawang? Sebenarnya Ngatini juga keberatan sewaktu ada orang Cina yang meminta Arman menjadi anak angkatnya, walaupun akan menyekolahkan Arman hingga kuliah dan bisa kerja mandiri, tetapi syaratnya Arman harus tinggal di Karawang bersama putra tunggalnya. Namun karena ucapan dan anjuran dari Kyai Ahmad untuk kebaikan Arman dan keluarganya, akhirnya Ngatini merelakan Arman pergi dan berharap Arman kembali saat Bapaknya keluar dari penjara.

“Tin!” Sentak Lek Yusup, hingga membuat Ngatini terkejut sembari menatap Lek Yusup yang sedang menatap tajam dirinya.

Pelan Ngatini menghela nafas, kemudian mulutnya mulai terbuka saat berkata terbata-bata “Arman.... di Karawang....”

Setelah itu Ngatini kembali berhenti, seolah berpikir perkataan apa selanjutnya. Tegas Lek Yusup melanjutkan “Sama siapa Tin?”

“Arman di sekolahkan di Karawang, sekarang sudah Aliyah.” Jawab Ngatini, kemudian menghela nafas dengan sedikit rembesan keringat di kening.

“Di sekolahkan? Sekarang sudah Aliyah, apa bener Tin?” Lek Yusup mengulang dengan senyum sumringah.

Namun Ngatini tak menjawab. Dia hanya mengangguk pelan, sebagai jawaban dari suaminya. Tak lama kemudian garis senyum di wajah Lek Yusup mulai tampak, bahkan semakin lama semakin rapat. Baginya ini adalah berita yang sangat membahagiakannya. Mendengar Arman bisa sekolah tinggi, berarti Arman tidak segoblok dirinya. Menyusul kemudian kedua mata Lek Yusup tampak berair, kemudian sembari tersenyum Lek Yusup kembali bertanya “Siapa yang menyekolahkan Arman Tin? Kita harus berterima kasih. Ehmm trus....kapan Arman pulang? Apa kita yang harus nyusul ke orang dermawan itu?”

Sejenak Ngatini melirik Suroso yang terdiam dengan sedikit tertunduk. Kemudian Ngatini menjawab “Namanya Pak Shahaja, saudara angkat dari almarhum Kyai Ahmad.”

“Kyai Ahmad yang punya pesantren Al Fattah? Jadi Kyai sudah meninggal?”

“Iya Kyai Ahmad sudah meninggal.”

“Innalillahi Wainnailaihi Rajiuunun.” Ucap Lek Yusup pelan.

“Trus Arman kapan pulang ke Jombang Tin? Aku wis kangen pingin ketemu Arman. Pasti Arman sudah tinggi dan pinter, ndak segoblok Bapaknya ini.” Di ujung perkataan Lek Yusup tersenyum.

“Aku ndak tahu Mas. Semoga saja setelah lulus Arman pulang ke Jombang.” Jawab Ngatini pelan sembari menundukkan pandangan.

“Loh, kok ndak tahu?”

“Sudahlah Lek, nanti juga Arman pulang kalau sudah sukses.” Sahut Suroso.

“Sudahlah gimana So?! Arman itu anakku! Wajar kalau aku khawatir dan tanya tentang Arman.” Lek Yusup tegas sembari sedikit melotot pada Suroso.

Sedikit terkejut dan gugup Suroso berkata “Maksudku, sing penting Arman jek netepi iman Islam. Yakin mbek Gusti Allah, Arman pasti muleh.”12

“Maksudmu nentepi13 iman Islam iku apa So?!” Tanya Lek Yusup tegas.

Bagi Ngatini yang terdiam dengan hati gelisah karena tak jujur pada suaminya saat itu, membuatnya berkali-kali berpikir untuk mengatakan semuanya. Namun di sisi lain hatinya begitu takut pada Lek Yusup. Ngatini khawatir lambat laun Lek Yusup akan mendengar tentang Arman. Dan yang lebih dikhawatirkan Lek Yusup mendengarnya dari orang-orang Kampung, bahwa Arman diangkat anak oleh orang Cina Kristen.

Hingga dalam pikiran dan hati Ngatini menyepakati bahwa tak ada pilihan lagi bagi dirinya, mau tidak mau dirinya harus mengatakan yang sebenarnya pada suaminya. Lagi pula Lek Yusup berhak tahu semuanya Saat itu juga Ngatini menguatkan diri menatap suaminya, kemudian berkata “Atas anjuran Kyai Ahmad, Arman menerima menjadi anak angkat Shahaja, orang Cina yang tinggal di Karawang dan beragama Kristen.”

Saat itulah tiba-tiba Lek Yusup terdiam dengan kening merapat tipis, kemudian bertambah tebal saat Lek Yusup bertanya agak tinggi “Jadi Arman tinggal sama orang Cina? Dan Kristen?”  

Sebagai jawaban Ngatini hanya mengangguk tanpa memandang suaminya. Kemudian Suroso menyahut “Wis Lek. Percaya saja sama Kyai Ahmad, ndak mungkin milih orang yang gak bener.”

“Kenapa gak bilang dari awal Tin? Harusnya Kowe tanya aku dulu. Apa kakimu berat nyusul aku ke penjara?” Tanya Lek Yusup dengan suara tinggi.

Namun Ngatini tak menjawab dan masih tertunduk di hadapan suaminya yang sangat marah. Keras Lek Yusup melanjutkan “Kita itu gak boleh percaya sama orang Cina apalagi Kristen. Iman kita itu beda Tin sama mereka. Gimana Arman di sana?! Gimana kalau dia jadi kafir!”

Sore itu Lek Yusup benar-benar marah saat mengetahui Arman diangkat anak oleh orang Cina yang beragama Kristen. Lek Yusup sangat khawatir tak bisa berjumpa dengan anak lanang-nya itu, juga khawatir Arman jadi kafir lantaran ikut terbawa agama orang tua angkatnya. Saat itu juga Suroso langsung berkata “Tapi gak mungkin Arman kafir. Kata Pak Kholil Arman saiki sekolah nang Aliyah. Aliyah kan sekolah Islam Lek.”

Saat itu juga Lek Yusup terdiam, namun tak mengurangi amarah dalam hatinya dan tak mengurangi kerelaan dalam hatinya. Menyusul dalam pikiran Lek Yusup tertulis nama “Pak Kholil”. Kemudian ingatannya mencari tahu tentang Pak Kholil yang namanya seperti tidak asing bagi dirinya. Hingga tak lama kemudian Lek Yusup pun tersadar saat ada ingatan yang menggambarkan tentang Pak Kholil yang berkunjung ke rumahnya setelah Arman digebukin sama beberapa Santri di pesantren Al Fattah.

Dengan sorot mata yag tajam Lek Yusup berkata tegas “Besok kita ke pesantren Al Fattah! Aku kudu ketemu Pak Kholil.”

 

                                                                                   ***

Panggung yang megah di dalam sekolah itu sudah menggelegar sedari pagi. Aneka sholawat dari siswa/siswi kelas 10, 11 dan 12 telah meramaikan. Menyusul selanjutnya penampilan band dan nasyid dari kelas 10, 11 dan 12. Hari itu juga Arman akan menunaikan janjinya, membaca Alquran di hadapan para guru dan siswa/siswi sekolah itu serta Kakak-Kakak yang telah menyelesaikan masa PKL-nya. Dag dig dug terdengar dari dada kiri Arman, bahkan semakin lama terasa semakin keras. Seolah tak percaya yang akan dihadapinya berkali-kali Arman menepuk kedua pipinya, berharap ini hanya mimpi atau hanya ilusi.

Setelah itu hembusan nafas yang sedikit berat perlahan terdengar. Tak lama kemudian namanya disebut oleh pembawa acara untuk membacakan surah An-Naba’ di atas panggung. Saat itulah keringat dingin mulai merembes dari keningnya sebelum melangkah naik ke atas panggung. Menyusul kembali terdengar suara dari balik microfon di atas panggung “Arman dari kelas 12 IPS 4 dipersilahkan naik ke atas panggung.”

Beruntunglah saat itu Teguh cepat menyadarkan Arman untuk lekas naik ke atas panggung. Di atas panggung Arman duduk di kursi di depan meja yang sudah disiapkan Panitia. Saat itu tangannya sigap bergerak di tas Quran miliknya, mencari surah An-Naba’. Setelah menemukan hatinya kembali mengucap basmalah, berdoa pada Gusti Allah semoga ridho dengan yang akan dilakukannya. Saat Arman mulai membuka kedua bibirnya, membaca basmallah tiba tiba microfon di hadapan Arman bersuara sangat keras hingga terdengar ngilu oleh semua orang termasuk Arman. Sigap panitia seksi tata suara bergegas naik ke atas panggung kemudian mengecek microfon. Kemudian panitia bernama Beni dari kelas 11 IPS 1 itu memberi tanda pada temannya yang juga sigap mengecilkan Volume Sound System.

Setelah itu Beni bergegas mengecek microfon lain di atas panggung, namun anehnya ternyata microfon itu tak bersuara. Tergesa Beni turun panggung sembari membawa dua microfon, dan mencari microfon cadangan. Sementara itu para penonton yang di dominasi anak-anak sekolah mulai dari kelas 10 hingga kelas 12 terdengar bersorak, sebagian kecewa dengan Panitia dan sebagian kecewa karena tak bisa mendengar Arman membaca Alquran. Saat itu juga guru-guru dan Kakak-Kakak Mahasiswa yang telah menjalani PKL di sekolah itu duduk di paling depan, termasuk Kepala sekolah menanti dengan bisik-bisik dari kedua bibir mereka.

Tak lama kemudian Beni terlihat kembali naik panggung sembari membawa microfon cadangan. Kemudian sejenak mengetes suara microfon sebelum memberikannya pada Arman. Setelah yakin microfon sudah menghasilkan suara jernih pada Sound System, Beni segera memasang microfon di tempatnya dengan merk Samson. Setelah itu Beni kembali turun panggung dan Arman sejenak mengetes microfon dengan ketukan tangan kanannya. Setelah yakin microfon di hadapannya menghasilkan suara jernih, maka Arman mulai mengucap basmalah.

Namun lagi-lagi mendadak suaranya hilang, tak terdengar. Membuat semua yang hadir merasa heran, termasuk Panitia. Setelah dicek ternyata saat itu juga tiba-tiba mati lampu. Membuat siswa/siswi yang hadir serentak bersorak “Huuuuu.....”

Tergesa Panitia menyalakan genset yang sudah disiapkan, namun ternyata tangki bahan bakar pada genset itu kosong, belum diisi solar. Kebingungan mendadak dialami oleh Panitia penyelenggara acara perpisahan sekolah. Saat itu juga hati Arman mulai resah karena ternyata ada masalah tak terduga saat dirinya akan membaca Aquran. Menyusul kemudian teriakan salah satu siswa kelas 12 “Berarti benar Arman itu gak bisa baca Quran. Ini petunjuk dari Allah”

“Bener. Allah juga ngasih tahu kalau Arman bukan orang Islam.” Sahut Didin.

“Kafir.”  Suara Gufron keras. Menyusul serentak suara siswa/siswi “Huuuu....”

“Arman kafir. Allah sudah menunjukkan, Allah huakbar.” Sahut Didin keras. Menyusul siswa/siswi yang lian mengiyakan keras.

Hingga membuat guru-guru, Kepala sekolah dan Kakak-Kakak Mahasiswa saling menoleh, kemudian memandang siswa/siswi sekolah itu dengan wajah memerah sembari meneriakkan “Turun....turun....”

“Arman pembohong.....Arman kafir.... ” Sahut beberapa siswa/siswi keras. Menyusul sebagian siswa/siswi bersorak dan meneriakkan “Arman kafir, tidak bisa baca Quran dan cukongnya itu Cina.”

Mendengar makian yang dilontarkan sebagian besar siswa/siswi membuat guru-guru sedikit panik dan kesal. Sigap saat itu juga Kepala sekolah meminta Pak Rido guru olahraga mengambil speaker corong milik sekolah. Sementara itu sebagian siswa laki-laki terlihat mendekati panggung, kemudian melempari Arman dengan air kemasan yang sudah terbuka. Hingga membuat Arman sedikit basah sembari berusaha menghindar.

Tak lama kemudian Pak Rido kembali sembari berkata keras di balik speaker corong yang menggunakan batery “Semua kembali, semua kembali ke belakang! Yang di depan cepat kembali!”

Saat itu juga siswa-siswa yang di depan panggung kembali ke kursi di belakang, di antara celotehan-celotehan dari bibir siswa/siswi lainnya. Sementara Pak Rido tegas memandang siswa/siswi yang duduk di deretan kursi di bawah tenda yang luas “Semuanya diam. Ini bukan siswa/siswi Aliyah, yang kalian lakukan ini seperti orang tidak berpendidikan.”

Setelah itu Pak Rido menyerahkan speaker corong pada Kepala sekolah. Sejenak Kepala sekolah memandang siswa/siswi dengan wajah memerah dan menegang di samping meja. Kemudian bertanya tegas “Sudah? sudah selesai?”

Seketika itu lenyaplah sayup-sayup suara yang tersisa. Hingga tak terdengar lagi percakapan di antara siswa/siswi. Kemudian Kepala sekolah naik ke atas panggung dan berdiri di dekat Arman yang tertunduk sembari membawa Alquran. Seraya memandang siswa/siswi di deretan kursi Kepala sekolah bertanya tegas “Siapa yang bilang kafir, maju sini!”

 Namun tak ada yang beranjak dari kursi mereka, seperti pertama kali mereka meneriakkan kafir. Setelah itu Kepala sekolah melanjutkan “Hati-hati dengan yang kalian ucapkan dan kalian tuduhkan. Karena itu semua akan dibalas Allah di hari pembalasan. Menuduh Arman sebagai kafir hanya karena kalian menduga Arman tidak bisa membaca Alquran dan berteman dengan seorang Cina adalah perbuatan yang sangat dibenci Allah. Kalian ini anak terpelajar, bisa baca Quran, Arab sama artinya! Tetapi akhlak kalian ini tidak menunjukkan seperti kaum terpelajar! Malu saya melihat siswa/siswi sekolah ini seperti ini, seperti kalian!”

Sejenak Kepala sekolah berhenti tanpa mengurangi ketegasannya memandang siswi/siswi sekolah itu yang kini tertunduk. Setelah itu Kepala sekolah kembali berkata “Saya yakin guru-guru di sini mengajari yang baik-baik, mencontohkan yang baik-baik, karena kalau tidak seperti itu mereka tidak layak jadi guru, apalagi orang Islam. Mulai saat ini saya tidak ingin mendengar kalian memaki kafir atau munafik pada teman kalian yang kalian anggap tidak bisa baca Quran. Kalau tidak bisa baca Quran itu diajari diajak belajar biar bisa baca Quran, bukan diolok-olok, dituduh kafir. Kalau punya teman kalian punya teman Cina orang Kristen juga jangan diolok-olok, disebut kafir atau lainnya, tetapi hormati perbedaaan. Allah saja berkali-kali mengingatkan kita dalam Alquran, bahwa Allahlah yang menciptakan perbedaan, bukan untuk dijadikan olok-olok tapi untuk menjadi pelajaran bahwa Allah Maha Kuasa Menciptakan. Ingat, Allah tidak melihat alasan kalian saat melakukan kejahatan atau melanggar larangan-Nya. Kalau itu jahat dan melanggar larangan-Nya, maka sebaik apapun alasan kalian maka Allah tetap akan membalas yang kalian lakukan, dan dosa tetap berlaku pada kalian. Jadi hati-hatilah.”

Setelah itu Kepala sekolah meminta Arman membaca Alquran menggunakan speaker corong. Arman kembali duduk di kursi yang disediakan sementara Alquran dan speaker corong diletakkan di meja. Sebelum kedua bibirnya bergerak, Arman mengucap basmallah dalam hati. Kemudian dilanjutkan dengan basmallah dari kedua bibirnya, hingga terdengarlah suara Arman melalui speaker corong. Setelah itu kedua bibir Arman membaca surah An-Naba’. Begitu tenangnya walaupun hanya menggunakan speaker corong, hingga membuat semua siswa/siswi, para guru dan lima Kakak-Kakak Mahasiswa terdiam. Begitu indahnya suara Arman saat membaca setiap ayat dalam surah An-Naba, hingga menciptakan damai dan rasa rindu pada Sang Pencipta yang menuliskan ayat-ayat Alquran itu. Dan terjawablah tuduhan yang selama ini dilempar oleh teman-teman Arman bahwa Arman bukan kafir dan bisa membaca Alquran.

Saat matahari bertambah tinggi di langit, acara perpisahan di sekolah itu diakhiri dengan ucapan maaf dari teman-teman Arman. Dan seperti kata Kepala sekolah, mereka menyadari mungkin hanya bisikan dari nafsu yang menjadikan mereka tak percaya dan begitu benci terhadap Arman dan Koko yang Cina.

Setelah siswa/siswi kelas 12 menyalami para guru dan Kepala sekolah sebagai tanda perpisahan dan permohonan maaf, tanpa berlama-lami lagi seluruh siswa/siswi meninggalkan sekolah itu. Mengambil hikmah dari yang mereka alami tadi adalah pelajaran yang tak terduga dan mahal bagi mereka. Bagaimana mereka dengan kalap bisa membenci hingga menuduh dengan menggunakan sebutan kafir pada teman mereka sendiri sesama muslim. Padahal sebutan yang mereka ucapkan itu adalah sebutan yang paling dibenci Allah selain sebutan munafik. Mereka memilih beriman yang artinya taat pada Allah, tetapi mereka sendiri memilih mengabaikan peringatan Allah yang merusak iman mereka sebagai muslim.  

Saat hendak pulang Arman melihat Zaitun dan keempat temannya menghampiri. Saat itu Zaitun begitu bahagia mendengar Arman bisa membaca Alquran dengan murotal yang sangat indah. Zaitun seakan tak percaya mengingat Arman yang dulu, hingga menjadi Arman yang sekarang pandai membaca Alquran.

Koko yang bersama Arman menyapa terlebih dahulu Kakak-Kakak Mahasiswa dengan bahasa isyarat. Senyum yang terlontar dari kelima Mahasiswa seakan menjadi jawaban yang membahagiakan Koko. Saat itulah Arman yang juga bertatap muka dengan Zaitun lagi-lagi tak membuat Arman berani bertanya walaupun ada yang sangat ingin diketahui oleh hatinya. Setelah tangan Koko sedikit menyenggol Arman, barulah Arman tersadar dan mengerti maksud Koko. Saat itu juga dengan senyum malu-malu akhirnya Arman bertanya pada Zaitun “Mbak Zaitun masih ingat aku?”

“Ya masihlah Man.” Jawab Zaitun sembari tersenyum.

“Ooo jadi sudah saling kenal nih?” Tanya Eko keras.

“Arman itu Adiiku Ek, kita kenal waktu di pesantren Al Fattah Jombang.”

“Ooo pantes...orang pesantren toh?” Sahut Adi sembari tersenyum.

“Tapi mirip ya.” Kata Siti.

“Namanya juga Adik Kakak. Iya kan Man.” Kata Zaitun, lalu tersenyum sembari menoleh pada Arman.

Inggih Mbak, lerres.”14 Ucap Arman dengan senyum sumringah. Begitu bahagianya Arman saat itu saat mengetahui Zaitun menganggap dirinya sebagai Adiknya, suatu hubungan yang dekat daripada sebatas teman atau sahabat.

Setelah itu Arman kembali bertanya pada Zaitun “Habis lulus kuliah Mbak Zaitun mau kemana? Apa mau sekolah lagi atau mau mondok lagi?”

“Ya kebalik ini pertanyaannya, harusnya itu jadi pertanyaan Zaitun buat kamu Man. Setelah lulus sekolah mau kemana? Mau sekolah lagi atau mau mondok. Asalkan jangan kawin dulu.” Sahut Eko, kemudian tertawa lebar. Menyusul kemudian ketiga temannya menyambut dengan tawa yang tak kalah keras.

“Tenang Man kalau Adik itu pasti dikasih tahu, gak kayak kita ini, gak pernah dikasih tahu rencana Zaitun setelah lulus.” Sahut Siti, kemudian di ujung perkataan melirik Zaitun.

“Iya, nanti kalau nikah juga pasti kamu Adiknya Man yang dikasih tahu, sebelum kita-kita ini.” Sahut Salwa sembari tersenyum.

“Bukannya gak mau bilang sama kalian, tapi keputusanku itu belum matang, jadi biar nanti dulu aja.” Kata Zaitun. Kemudian sejenak menghela nafas. dan kembali berkata “Aku mau ambil beasiswa S2 di Sydney.”

“Waaah jadi sudah dapat beasiswa Zaitun?” Tanya Siti dan Salam serentak, kemudian kedua temannya mengangguk tegas.

Insya Allah.” Ucap Zaitun.

“Wah hebat Mbak Zaitun kuliah S2, ambil di luar negeri lagi.” Sahut Arman dengan senyum sumringah.

“Makanya Man, belajar yang rajin dan jangan bosan. Kita itu gak pernah tahu yang akan terjadi nanti, jadi jangan males-malesan. Seperti kamu dulu, kamu gak pernah tahu kan sekarang kamu bisa baca Alquran? Pakai murotal lagi, keren itu Man.” Ucap Zaitun.

 

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

1. Maneh = lagi

2. sudah sudah Pak, besok-besok kalau tidak punya uang jangan naik angkot! Miskin naik angkot! Jalan kaki saja!

3. Lek Pulang kapan? Bagaimana kabarnya? Kok tidak bilang-bilang Lek Yusup ini kalau mau pulang, biar kujemput.

4. Satu-satu kalau tanya Lek.

5. Ya sudah Lek, sekarang kuantar pulang saja.

6. Lek Yusup itu, Lek Yusup.

7. Ini rumah anda.

8. Arman sekarang ikut....

9.Arman ikut temannya, iya kan So?

10.  Waduh, satu-satu kalau tanya Lek.

11. Diam So! Tidak perlu ikut bicara.

12. Maksudku yang penting Arman masih beragama Islam, Yakin sama Gusti Allah,  Arman pasti pulang.

13. Netepi = Teguh.

14. Lerres = Benar.

 

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
When I Was Young
8239      1654     11     
Fantasy
Dua karakter yang terpisah tidak seharusnya bertemu dan bersatu. Ini seperti membuka kotak pandora. Semakin banyak yang kau tahu, rasa sakit akan menghujanimu. ***** April baru saja melupakan cinta pertamanya ketika seorang sahabat membimbingnya pada Dana, teman barunya. Entah mengapa, setelah itu ia merasa pernah sangat mengenal Dana. ...
CATCH MY HEART
2451      907     2     
Humor
Warning! Cerita ini bisa menyebabkan kalian mesem-mesem bahkan ngakak so hard. Genre romance komedi yang bakal bikin kalian susah move on. Nikmati kekonyolan dan over percaya dirinya Cemcem. Jadilah bagian dari anggota cemcemisme! :v Cemcemisme semakin berjaya di ranah nusantara. Efek samping nyengir-nyengir dan susah move on dari cemcem, tanggung sendiri :v ---------------------------------...
Run Away
6668      1494     4     
Romance
Berawal dari Tara yang tidak sengaja melukai tetangga baru yang tinggal di seberang rumahnya, tepat beberapa jam setelah kedatangannya ke Indonesia. Seorang anak remaja laki-laki seusia dengannya. Wajah blesteran campuran Indonesia-Inggris yang membuatnya kaget dan kesal secara bersamaan. Tara dengan sifatnya yang terkesan cuek, berusaha menepis jauh-jauh Dave, si tetangga, yang menurutnya pen...
Flowers
359      247     1     
Inspirational
Zahra, remaja yang sering menggunakan waktu liburnya dengan bermalas-malasan di rumah, menggunakan satu minggu dari libur semesternya untuk mengunjungi tempat yang ingin dikunjungi mendiang Kakaknya. Bukan hanya demi melaksanakan keinginan terakhir Kakaknya, perjalanan ini juga menjadi jawaban atas semua pertanyaannya.
Coldest Husband
1305      675     1     
Romance
Saga mencintai Binar, Binar mencintai Aidan, dan Aidan mencintai eskrim. Selamat datang di kisah cinta antara Aidan dan Eskrim. Eh ralat, maksudnya, selamat datang di kisah cinta segitiga antata Saga, Binar, dan Aidan. Kisah cinta "trouble maker dan ice boy" dimulai saat Binar menjadi seorang rapunsel. Iya, rapunsel. Beberapa kejadian kecil hingga besar membuat magnet dalam hati...
injured
1218      657     1     
Fan Fiction
mungkin banyak sebagian orang memilih melupakan masa lalu. meninggalkannya tergeletak bersama dengan kenangan lainya. namun, bagaimana jika kenangan tak mau beranjak pergi? selalu membayang-bayangi, memberi pengaruh untuk kedepannya. mungkin inilah yang terjadi pada gadis belia bernama keira.
CAFE POJOK
3199      1077     1     
Mystery
Novel ini mengisahkan tentang seorang pembunuh yang tidak pernah ada yang mengira bahwa dialah sang pembunuh. Ketika di tanya oleh pihak berwajib, yang melatarbelakangi adalah ambisi mengejar dunia, sampai menghalalkan segala cara. Semua hanya untuk memenuhi nafsu belaka. Bagaimana kisahnya? Baca ya novelnya.
Hati Yang Terpatahkan
1846      839     2     
Romance
Aku pikir, aku akan hidup selamanya di masa lalu. Sampai dia datang mengubah duniaku yang abu-abu menjadi berwarna. Bersamanya, aku terlahir kembali. Namun, saat aku merasa benar-benar mencintainya, semakin lama kutemukan dia yang berbeda. Lagi-lagi, aku dihadapkan kembali antara dua pilihan : kembali terpuruk atau memilih tegar?
Move on
63      42     0     
Romance
Satu kelas dengan mantan. Bahkan tetanggan. Aku tak pernah membayangkan hal itu dan realistisnya aku mengalami semuanya sekarang. Apalagi Kenan mantan pertamaku. Yang kata orang susah dilupakan. Sering bertemu membuat benteng pertahananku goyang. Bahkan kurasa hatiku kembali mengukir namanya. Tapi aku tetap harus tahu diri karena aku hanya mantannya dan pacar Kenan sekarang adalah sahabatku. ...
Glad to Meet You
249      190     0     
Fantasy
Rosser Glad Deman adalah seorang anak Yatim Piatu. Gadis berumur 18 tahun ini akan diambil alih oleh seorang Wanita bernama Stephanie Neil. Rosser akan memulai kehidupan barunya di London, Inggris. Rosser sebenarnya berharap untuk tidak diasuh oleh siapapun. Namun, dia juga punya harapan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Rosser merasakan hal-hal aneh saat dia tinggal bersama Stephanie...