1
Hari-hariku selalu di warnai dengan kehadiran Ray. Pernah suatu hari, Ray mengajakku jalan-jalan mengelilingi Kota Jakarta. Aku meminta izin ke ibu dan ibu pun mengizinkan. Ray, menjemputku di rumah dan meminta izin ke ibu untuk mengajakku jalan.
Baru kali ini, aku berboncengan dengan Ray. Rasanya begitu nyaman bisa lebih dekat dengannya. Pepohonan, jalan, lorong-lorong, taman bunga, sudah menjadi saksi untuk hari ini. Hari dimana aku merasakan kebahagiaan dapat mengelilingi kota bersama dengan Ray.
Hari mulai sore, Ray berbalik bertanya,
“Rara lapar?”
“Ngga juga sih, tapi kalau Ray-nya lapar singgah aja dulu”
“Mh baik. Kita singgah dulu yah, soalnya cacing perut Ray mengadakan demo besar-besaran nih”
“Hahaha ada-ada saja kamu Ray”
Kami singgah disebuah warung dipinggir jalan. Itulah Ray, yang tidak suka makan di restoran-restoran mahal, ia lebih suka warung kaki lima. Kepribadian Ray memang beda dari lelaki yang lain. Itu ciri yang Ray punya. Aku suka dengan kepribadian Ray yang seperti itu, rendah hati.
Setelah merasa udah pas, kami melanjukan jalan-jalan kami. Hingga hari sudah beranjak petang, Ray membawaku pulang kembali ke rumah. Sesampainya dirumah, Ray pamit dan aku kembali masuk ke rumah. Ibu sedang duduk di ruang tamu, dan langsung menegurku karena masuk rumah dengan wajah senyum-senyum sendiri,
“Kencangnya asyik yah”
“Iya dong, Bu. Ray baik banget dan ia itu punya kepribadian yang beda dari lelaki yang lain”
“Oh yah. Emang Ray itu bagaimana?”
“Ray ngga suka makan di restoran-restoran yang mahal, Bu. Ia lebih suka makan di warung kaki lima, katanya lebih higienis dan halal”
“Wah, Ray itu memang beda yah”
“Iya, Bu. Rara masuk kamar dulu yah”
Aku beranjak pergi dari ruang tamu. Sementara disana ibu masih bergelut dengan majalah. Aku langsung membuang badan ke tempat tidur. Hari ini serasa hanya milik aku dan Ray. Terima kasih untuk hari ini Ray.
2
Tak terasa aku menjalani hubungan ini hingga kurang lebih lima bulan. Hingga ada hal yang membuatku sangat kecewa dengannya. Dia menyembunyikan hal yang paling aku tidak sukai. Entah apa maksudnya, apa ia tidak ingin kalau aku mengetahuinya. Pada akhirnya akupun tau dari Dinda, pacar Ilo. Ternyata Ray itu sebenarnya perokok sama dengan Ilo, begitupun dengan Rian. Hanya Fian cowok yang bukan perokok dalam band kami.
Hari itu juga, aku sangat marah dan kecewa dengan Ray. aku tak ingin melihat wajahnya. Ray sepertinya tahu kalau sikapku kepadanya berubah 180 derajat. Biarkan saja. Aku tidak peduli. Aku mengira Ray itu adalah orang yang jauh dari jiwa-jiwa perokok. Dan kenapa baru sekarang aku tahu semua ini, bukan pada awal ketika aku mulai mengenalinya. Kenapa Ray?
3
Sepertinya Ray udah tahu dibalik sikapku yang berubah ini. Sepulang sekolah, ia menungguku depan pintu gerbang. Ia memanggilku dan langkahku terhenti.
“Rara, kamu kenapa?”
“Ngga, Ngga apa-apa.”
‘Jujur Ra.. kamu itu beda banget dari sebelum-sebelumnya. Kamu kenapa?”
“Maaf Ray jangan cegah aku. Aku pengen pulang”
“Aku akan menghubungimu nanti malam”
Aku hanya mengangguk kemudian meninggalkannya secepat mungkin. Aku muak melihat muka sok ngga taunya itu.
4
Sesampai dirumah, Bi Iyah mengatakan, katanya dering ponselku sejak dari tadi berdering. Aku mengecek, dan dugaanku benar, ternyata itu dari Ray. juga tertera 10 pesan masuk yang isinya semua sama, menyebut namaku, “Raraaaa”.
Aku menghiraukannya, aku tidak peduli lagi apapun yang dilakukan oleh Ray. Sejak tadi ia mencoba terus menghubungiku namun aku tetap pada pendirianku, tidak ingin meladeninya. Apapun yang terjadi dengan Ray, aku tidak peduli. Aku lebih memilih untuk istrahat dan tidur.
Berapa saat setelah itu, ibu membangunkanku. Jujur, aku masih ingin tidur, tapi yang membangunkan adalah ibu, jadinya harus bangun, siapa tau ada hal yang penting. Ibu membangunkanku karena ada seseorang yang mencariku, dan ternyata orang itu adalah Ray, aku katakan pada ibu untuk menyuruh Ray pulang saja, karena aku masih pengen istrahat. Ibu langsung heran dengan sikapku, tidak biasanya aku seperti ini ketika ada Ray bertamu ke rumah. Tapi aku mohon ke ibu untuk memberitahu Ray kalau aku sedang tidur. Ibu tidak banyak tanya, ia kembali ke ruang tamu dan memberitahukan ke Ray apa yang aku katakan tadi ke ibu. Dan terdengar suara motor Ray keluar dari gerbang rumah. Maaf Ray.
Setelah itu, ibu kembali masuk ke kamar. Sepertinya ibu ingin mengetahui kenapa sikapku berubah seperti itu. Dan, betul ibu menanyakannya.
“Rara, kok gitu?”
“Ngga, Bu. Ngga apa-apa kok, Cuma malas liat Ray aja”
“Pasti ‘kan ada sebabnya. Ray kenapa?”
Aku sejenak merenung, jika aku bilang ke ibu kalau Ray itu perokok, pasti ibu ngga akan izinin aku dekat dengan Ray meski hanya berteman. Ibu ‘kan ngga suka dengan lelaki yang perokok, apalagi jika masih SMA. Menurut ibu, lelaki perokok yang masih berstatus pelajar itu ngga baik. Belum berpenghasilan, tapi sudah merokok, ‘kan uang yang digunakannya itu masih uang orang tua. Dan bagaimana jika ibu tau kalau sebenarnya Ray adalah orang yang seperti itu. Aku harus cari alasan lain mengapa aku bisa jengkel dengan Ray. Aku tidak ingin ibu mengetahui hal ini, biarkan aku saja yang mengetahuinya.
“Anu, Bu. Ituuu. Ehh”
“Apa anu itu?”
“Tadi di sekolah, ada kakak kelas cewek yang mendekati Ray, cari perhatian sama Ray”
“Ray menghiraukan atau ngga?”
“Ray tetap menghiraukannya, tapi ‘kan ngga enak aja”
“Hahaa artinya kamu itu cemburu Ra, bagus kalau Ray menghiraukannya, itu berarti Ray masih mengingatmu Ra.”
“Gitu yah,Bu?”
“Ya iya cantik. Udah ahh, jangan bersikap seperti itu lagi, Ray jauh-jauh datang kesini tapi kamu menghiraukannya, ngga enak ‘kan?”
“Maaf, Bu.”
“Okay. Rara lanjut istrahat saja.”
Ibu meninggalkanku dalam kamar, untung aja ibu percaya. Kalau tidak ‘kan bisa berabe jadinya. Maaf Bu. Maaf Ray, aku belum ingin melihatmu dalam kondisi seperti ini.
5
Ray tidak memandang waktu. Sesampai disekolah, ia langsung menuju kelas X. IPA 1 dan langsung mencariku, tatapan kami bertemu, Aku takut Ray melakukan sesuatu. Hari itu, ada acara di sekolah, jadi proses pembelajaran terganggu lagi. Iamenuju ke tempatku duduk. Teman yang lain langsung menghindar. Mereka memberi Ray jalan untuk sampai di dekatku. Hingga ia membuka pembicaraan.
“Rara, jujur, kamu kenapa?”
“Menurutmu?”
“Kalau aku salah tolong bilang Ra”
“Kamu memang salah, salah karena tidak memberitahuku dari awal kalau teryata kamu itu perokok. Kamu tega menyembunyikan hal itu Ray, padahal kamu tau aku paling tidak suka dengan asaprokok, apalagi perokoknya”
Ray seketika diam. Seakan-akan ia sudah tahu mengapa sikapku akhir-akhir ini berubah. Ia seperti tak dapat berkata-kata lagi. Aku hanya melanjutkan perkataanku,”
“Aku kecewa Ray, sangat kecewa. Kenapa baru sekarang aku mengetahuinya, kenapa kamu menyembunyikannya, apa salahnya jika kamu jujur dari awal”
“Aku punya alasan Rara. Kasih aku waktu untuk menjelaskannya”
“Okay”
“Dari awal aku tidak memberitahukanmu akan hal ini, aku takut Rara, kalau kamu mengetahuinya, aku tidak akan bisa mendekatimu. Tidak dapat menjalin hubungan denganmu. Aku mohon, Ra. Jangan marah. Aku udah berusaha menghindari hal itu, aku akan terus mencoba, Ra. Tapi, aku ingin bantuanmu untuk membantuku mengubah sikapku yang satu ini”
“Aku masih kecewa, Ray”
“Aku akan melakukan semua keinginanmu, Rara. Tapi, aku mohon, jangan marah lagi”
“Aku cuma ingin satu Ray”
“Apa Rara? Apa pun itu aku akan lakukan, asalkan seperti yang aku katakan tadi”
“Aku ingin kamu tinggalkan sikap perokokmu itu. Aku ingin mulai saat ini, kamu ngga boleh mengisap rokok lagi. Jika hal itu terjadi, kamu akan tau resikonya”
“Baik, Rara. Aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak merokok lagi. Pegang kata-kataku Rara.”
“Janji?”
“Insya Allah Rara. Ohiya aku kembali ke kelas yah”
“Iya”
Aku harap Ray tidak melanggar janjinya itu. Aku pun akan berusaha membantunya agar dia tidak tergiur lagi dengan hal-hal yang berbaur rokok.