1
Pagi itu, aku bertemu degan Rian. Dengan spontan, Rian menagih jawaban yang aku janjikan kemarin tentang tawarannya itu. Aku bilang kalau aku bersiap jadi vokalis band-nya. Ia hanya meyakinkanku dan memberikan jadwal latihan untuk pertama kalinya, dan ternyata jadwalnya adalah besok. Okelah. Ia juga memberikan sebuah judul lagu agar aku mencari dan mempelajarinya.
2
Sekitar pukul empat sore, kami pun diarahkan untuk latihan. Pasti tau ‘kan rasanya jika melakukan suatu hal yang pertamakalinya?. Itulah yang aku rasakan. Gugup, kaku, malu, apalagi ada Ray, bahkan seruangan dengannya.
Nah, lagu pertama yang aku pelajari untuk mereka adalah lagu dari salah satu band mancanegara yang terkenal, Paramore dengan judul lagu That’s What You Get. Ohiya, aku belum memperkenalkan personil-personilnya.
Rian itu adalah gitaris khususnya melodi dalam band ini. Selanjutnya ada Ilo sebagai drumer yang handal, ada Fian sebagai bassis, dan Ray sendiri sebagai gitaris khusus rhythm.
Itulah mereka, yang akan menjadi teman dalam band ini. Kami berharap band ini akan menyumbangkan banyak piala untuk sekolah kami.
3
Waktu latihan selesai. Hari sudah petang. Aku meminta izin untuk pulang lebih cepat dari mereka, karena mereka masih tinggal untuk membahas sesuatu.
Aku beranjak ke kelas untuk mengambil tas. Sementara, ada Ray yang mengikutiku dari belakang. Iya, mengantarku hingga pintu gerbang, aku tidak berani mengeluarkan kata-kata hingga ia sendiri yang berucap, “Hati-hati, Rara”. Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
Ini kali pertama aku latihan bersama Ray, seruangan dengannya, kadang juga tak sengaja bertatapan langsung dengannya. Dari semua itu, seperti ada rasa asing yang mencoba hinggap di pikiranku, tapi aku berusaha untuk menghiraukan. Aku anggap ini hal yang biasa.
4
Malam pun tiba, kamar adalah tempat terbaik untuk mencurahkan seluruh kondisi dan suasana yang dilalui sejak meninggalkan rumah dan kembali kerumah. Kebisingan serangga diluar rumah terpecah ketika dering ponselku berbunyi. Ternyata itu dari Ray.
“Asslamualaikum, Rara”
“Waalaikumsalam, Ray”
“Capek yah?”
“Ngga kok”
“Ohiya, suaramu memang keren yah”
“Ahh biasa aja”
“Aku serius Ra. Suaramu itu punya karakteristik tersendiri. Aku suka mendengarnya.”
“Biasa aja tuh”
“Yaudah, bisa ngga kamu nyanyi untukku malam ini?”
“Nyanyi?”
“iya. Aku juga baru kali ini meminta bantuan dari kamu. Abisnya sepi sih, jadinya pengen dinyanyiin”
Aku berpikir ngga salah juga ‘kan jika hanya untuk bernyanyi. Disamping itu, bantuan Ray sudah tidak dapat aku hitung lagi. Jika cuma nyanyi, itu hanya sekian persen dari bantuannya.
“Oke, Ray, aku nyanyi untuk kamu malam ini”
Bila cinta menggugah rasa
Begitu indah mengukir hatiku
Menyentuh jiwaku hapuskan semua gelisah
Duhai cintaku
Duhai pujaanku
Datang padaku dekat disampingku
Kuingin hidupku selalu dalam peluknya
Terang saja aku menantinya
Terang saja aku mendambanya
Terang saja aku merindunya, karena dia
Karena dia… begitu indah
“Oke Ray, tugas kali ini selesai”
“Mau lagi Rara”
“Lain kali lagi yah, udah ngantuk soalnya”
“Yaudah, selamat tidur Rara, selamat malam cantik. Lain kali nyanyiin lagi yah. Suara Rara ademm hehe”
“Hehe iya iya. Selamat malam Ray”
5
Hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan demibulan, tak terasa telah 4 bulan aku menjalani sekolah di tingkatan yang baru. Dan tak terasa juga sudah dua minggu aku latihan dengan grup band angkatan kami. Nah, seperti latihan-latihan sebelumnya, kami berlima dilatih oleh pendamping sanggar seni. Dari jam empat sore hingga kurang 30 menit jam 6. Setelah itu, kami beranjak pulang. Aku tidak tahu kalau ternyata Ray mengikutiku dari belakang. Seperti ada hal yang inginia sampaikan. Dia memanggilku dan meminta sedikit waktu untuk berbincang dengannya. Aku hanya mengangguk.
“Rara, bisa bicara sebentar”
“Oiya bisa. Ada apa?”
“Kamu jawab jujur yah?”
“Emangnya ada apa?”
“Kamu punya pacar ngga?”
“Ha? Kok pertanyaanya gitu?”
“Kalau dijawab ngga salah ‘kan. Jawab aja”
“Soal pacar ngga ada”
“Masa sih orang semanis ini ngga ada yang punya?”
“Masa sih aku bohong”
“Serius Rara?”
“Serius Ray. Cuma mau tanya itu? Oke. Aku pergi.”
“Ets, jangan dulu”
“Apalagi Ray?”
“Sebenarnya itu cuma pengantar pertanyaanku saja Rara.”
“Maksudnya?”
“Ada hal yang lebih penting yang ingin aku utarakan”
“Bilang secepatnya Ray, ini udah jam berapa, nanti dicari ibu lagi”
Ray seketika diam. Entah apa yang ingin ia utarakan. Tapi, ia mencoba mengeluarkan ucapan secara perlahan.
“Ra..raa, kamu mau jadi pacarku?”
“Haaaaaa”
“Jawab Rara”
Aku tidak tahu harus berkata apalagi. Di pikiranku campur aduk. Mau jawab apa coba. Dan baru kali ini juga seorang lelaki yang mengutarakan perasaannya secara langsung. Tepat depan ruang konseling sekolah. Aku melihat pandangan matanya, tersirat keseriusan Ray dengan ucapannya itu. Dan sepertinya aku idak mampu jawab apa-apa. Aku bingung, aku terperangkap dalam situasi dimana aku tak mengetahui jalan keluarnya. Pada akhirnya, aku belum bisa menjawab apapun. Aku meminta waktu beberapa hari untuk menjawab semua ini. Aku membutuhkan waktu untuk memikirkan baik buruknya.
“Ray, mungkin kali ini aku belum bisa jawab, kasih aku waktu beberapa hari yah, maaf”
“Hingga hari apa Rara?”
“Hingga hari rabu”
“Hari rabu yang akan datang tanggalnya cantik Rara”
“Trus, apa hubungannya?”
“Ngga ada kok. Yaudah, aku tunggu jawabanmu hari rabu”
“Iya Ray, aku pulang dulu yah”
“Hati-hati Rara”
Aku hanya membalasnya dengan senyum. Setelah itu beranjak pulang. Diperjalanan pulang. Aku memikirkan perkataan Ray tadi. Aku bingung harus jawab apa. Rasanya seakan-akan pengen lenyap aja di dunia waktu itu. Sebenarnya, aku ngga mau hal ini terjadi. Aku ngga ingin kalau hubungan pertemananku dengan Ray pudar hanya karena rasa suka dan suka. Aku harus bagaimana. Menerima Ray, tapi resikonya pasti banyak. Tapi kalau nolak, bisa jadi sikap Ray akan berubah. Ya Tuhan-_-. Aku harus memikirkan hal ini baik-baik.
6
Sampai dirumah aku langsung masuk ke kamar, mengeluarkan ponsel dan ternyata dari tadi ponsel itu berdering, tapi aku tak mendengarnya. Yang menelpon tadi itu adalah Kak Andi, dan sebuah pesan juga masuk darinya. Namun, aku tak merespon. Hingga dia kembali menghubungiku. Aku pun menerima panggilannya.
“Halo Rara”
“Halo Kak,ada apa yah?”
“Ngga kok, ngga ada apa-apa.”
“Trus?”
“Kakak boleh nanya ngga?”
“Boleh kok, tanya apa Kak?”
“Kakak boleh jadi pacarnya Rara?”
Haaaa. Mampuss. Langsung sergap. Satu belum selesai, satunya datang lagi. Kompak banget sih. Apa coba yang mesti aku katakan dengan Kak Andi. Ngga mungkin kalau aku bilang Ray lebih dulu mengungkapkan perasaaannya. Ngga mungkin juga kalau aku langsung bilang ngga, aku tetap harus menjaga perasaan Kak Andi. Tapi bagaimana aku menjawab pertanyaan Kak Andi ini.
“Mesti Rara yah kak? Banyak kok diluar sana lebih baik, cantik dan anggun dari Rara.”
“Kakak pengen Rara”
“Yaudah deh Kak, kasih Rara waktu yah. Rara ngga bisa jawab langsung.”
“Bisanya kapan?”
“3 hari yang akan datang, Kak”
“Oke deh, Kakak tunggu yah Rara”.
“Iya kak. Rara tidur dulu yah”
“Iya cantik selamat tidur”
Masalah bukannya selesai, justru tambah lagi. Bagaimana aku merespon kedua orang ini. Aku ngga tau siapa yang mesti aku tempati mencurahkan semua yang numpuk di kepalaku saat ini. Apa ibu? Ibu bisa ngga yah ngasih solusi?. Aku coba besok aja sepulang sekolah, malam ini adalah malam yang benar-benar aku ngga tau mimpi apa aku sebelumnya sampai-sampai harus berpikir pilih salah satu diantara mereka atau bahkan tidak keduanya.
7
Biasanya lepas istrahat pikiran serasa membaik, tapi ini ngga. Aku berusaha untuk menghindarkannya dari pikiranku. Dan berharap nanti sore akan ada solusi yang aku terima dari ibu.
Dalam perjalanan ke sekolah. Aku bertemu Kak Andi yang secara tiba-tiba berhenti disampingku. Waktu itu aku jalan kaki ke sekolah di samping jaraknya yang lumayan dekat. Biasanya diantar oleh ayah tapi kali ini aku selesai lebih dulu dari ayah.Kak Andi menyuruhku untuk naik ke motornya dan menuju sekolah bersamaan dengannya, karena waktu itu aku sendiri berjalan menelusuri trotoar. Awalnya aku menolak, dengan alasan jarak sekolah udah dekat. Tapi, ia tetap menyarankanku untuk ke sekolah bersamanya. Akupun naik dengan rasa yang sedikit takut. Takut nantinya Ray akan melihatku berboncengan dengan Kak Andi. Semoga tidak.
Tapi, kenyataan tak sesuai harapan. Sebelum sampai, Ray melihatku tepat motornya berpapasan dengan motor yang digunakan Kak Andi. Raut wajah Ray seakan-akan langsung berubah sambil melirik Kak Andi. Sepertinya ia jengkel. Bagaimana aku bisa menjelaskan ke Ray mengapa bisa barengan Kak Andi ke sekolah. Kira-kira Ray mau mendengar penjelasanku ngga yah?-_-
8
Sesampai dikelas, aku segera bergegas melaksanakan solat dhuha seperti biasanya. Kemudian kembali untuk mengikuti proses pembelajaran. Jam istrahat tiba. Aku memberanikan diri untuk mengunjungi Ray di kelasnya. Ingin menjelaskan hal yang ia lihat pagi tadi.
Ray keluar dan menampakkan wajah manisnya sambil tersenyum. Seakan-akan tak ada masalah. Aku tetap memulai pembicaraan.
“Ma ma maaf Ray, tadi pagi itu….”
“Ngga usah dibahas, ngga apa-apa kok”
“Serius Ray? Kamu ngga marah ‘kan?. Tadi pagi aku jalan kaki ke sekolah, karena ayah belum selesai. Jadinya aku berangkat duluan. Ditengah jalan, Kak Andi mendapatiku jalan sendirian, jadi dia menyuruhku untuk ikut saja dengannya. Awalnya aku nolak tapi Kak Andi tetap menyuruhku, jadi ke paksa deh. Maaf Ray”
“Kok maaf, kamu ngga salah apa-apa Ra.. aku ngerti kok”
“Kamu serius Ray? Makasih yah Ray, aku kembali ke kelas dulu, hanya itu yang ingin aku sampaikan”
“Iya Rara”
Untung aja Ray itu pengertian. Aku tidak ingin diantar lagi oleh Kak Andi. Dan kejadian ini tidak akan terulang lagi.