1
Perjalanan pulang hingga sampai dirumah, rasanya begitu lelah. Tempat tidur berada didepan mata akupun langsung membuang badan melepas kelelahan. Seketika terpintas dibenak tentang Ray. Air mineral yang dibawakannya untukku tadi pagi. Sudahlah, itu hanya hal biasa. Aku ingin beristrahat dulu hingga aku tak tahu kalau tadinya aku ketiduran, dan tidak mendengar bahwa ternyata Ibu memanggilku untuk makan bersamanya, mungkin karena kelelahan.
2
Diruang makan, ibu menegurku.
“Kok pulangnya langsung tidur, ngga makan dulu?”
“Kelelahan, Bu”
“Memangnya disekolah ngapain?”
“Tadi Rara terlambat, Bu. Gara-gara rok yang ingin Rara pakai tercecer dalam lemari ayah, jadi carinya lama, dikirain ada di lemari Rara. Sampai di sekolah sudah terlambat, niat solat dhuha tapi gurunya sudah dikelas, guru killer lagi, terlambat sedikit langsung dapat hukuman berdiri sambil hormat di tengah lapangan upacara, panasnya juga bikin ngga tahan, Bu. Lelahnya asli banet, Bu.”
“Mungkin Bi Iyah, tidak melihat kalau ternyata rok kamu itu ikut pada pakaian ayah. Jadi, kamu di hukum berapa lama?”
“Sangat lama, Bu. 15 menit.”
“Baru 15 menit sudah lelah, manjanya Rara”
“Siapa coba yang tidak lelah berdiri dibawah terik matahari dengan panas yang menyengat”
“Udah, udah, makan dulu, biar bisa bertenaga lagi”
“Abis ini, ada yang ingin Rara ceritakan dengan Ibu”
“Iya sayang, makan dulu atuh”
Aku dan Ibu makan bersama didapur, karena ayah belum pulang, jadi kami makan lebih dulu. Sambil makan, aku juga berpikir bagaimana aku memulai pembicaraanku nanti dengan Ibu tentang kejadian tadi pagi dengan Ray. Tapi, hal itu bisa diatur.
Masih di ruang makan, ibu menagih yang aku bilang tadi, bahwa ada hal yang ingin saya ceritakan dengannya.
“Begini, Bu. Tadi pas aku terlambat dan dihukum, ada seorang lelaki yang membawakanku sebotol air mineral. Namanya Ray, sebelumnya aku udah bercakap dengannya lewat social media, tapi baru tadi pagi aku tahu orang yang bernama Ray itu. Sebelumnya, aku juga menabraknya tanpa sengaja karena sudah tergesa-gesa. Menurut Ibu, maksud dia membawakan air mineral itu apa? Semestinya ‘kan dia marah, karena aku udah menabraknya..”
“Berarti dia itu perhatian.”
“Kok perhatian, itu ‘kan cuma hal biasa”
“Itu menurut Rara, beda dengan Ray”
“udah deh, Bu. Jawaban ibu sama dengan teman-teman yang membully Rara. Rara kekamar dulu yah, Bu”
“Iyaiya”
3
Tambah bingung tapi bawa santai aja. Aku mengecek handphone dan terlihat ada panggilan yang terlewatkan, aku membukanya dan ternyata nomor baru lagi. Aku tidak mengenali nomor itu, dan tidakmungkin Ray, karena aku udah memberi nama kontaknya. Ku coba mengirimi pesan, “ maaf, siapa?”. Tak lama, ia membalas pesanku tadi. “Andi”, “Andi, maksudnya Kak Andi?”, “Iya, Andi kelas XII. IPA 3”.
Kak Andi? Yang tadi siang melihatiku dari jauh. Kenapa coba? Dimana dia menemukan dan mengambil nomor handphoneku? Aku mencoba untuk bertanya lagi siapa tau ada hal penting yang ingin ia sampaikan.
“Ada apa yah kak? Maaf tadi aku di ruang makan jadinya handphone ngga kedengaran.”
‘Nggapapa kok dek, aku hanya mengecek nomor handphone kamu, nyambung apa ngga.”
“Hanya itu kak?”
“Nggalah. Ada yang ingin saya tanyakan denganmu”
“Ohiya, Tanya apa kak?”
Aku menunggu balasan inboxnya tapi sepertinya tidak di read oleh Kak Andi, mungkin ketiduran. Lepas solat ashar, aku bergegas untuk mandi, setelah itu lanjut tidur lagi. Pas maghrib ibu tidak membangunkanku mungkin karena melihatku sangat lelah akhirnya aku tertidur hingga adzan subuh berkumandang.
Aku mengambil air wudhu, setelah itu melaksanakan solat subuh. Perasaanku tidak seperti biasanya, seperti ada yang lain. Aku coba memberitahukan ibu. Ibu memegang jidatku dan ia bilang bahwa aku demam. Pantas, moodku seakan-akan berubah tidak seperti sebelum-sebelumnya.
4
Hari ini, aku tidak kesekolah, tetap berada dalam kamar. Menikmati hiruk pikuk angin yang berhembus melewati sela-sela daun. Hingga dering ponselku berbunyi melepas lamunanku. Aku melihat telpon masuk dari Ray,
“Kamu sakit yah?”
“Iya, tau dari mana lagi?”
“dari Rian. Sakit apa?”
“Biasa, demam. Mungkin karena kelelahan.”
“Pengen dipijit?”
“Ngaco ahh. Ngga usah”
“Tunggu yah”
“Tunggu apa?”
Ray tidak membalas pesan lagi. “Mana mungkin Ray datang. Tapi maksud dia pengen ditungguin apa coba?”. Aku hanya menghiraukan. Aku kembali menyaksikan aksi kejar-kajaran angin dengan daun lewat jendela. Selang beberapa menit, ibu mengagetkanku di balik pintu. Ibu bilang kalau ada seseorang yang ingin menemuiku. “Apa itu Ray?”, kalau Ray, sangat lancang dia.
5
Aku berjalan menuju ruang tamu, dari kejauhan aku melihat seorang ibu-ibu yang umurnya kira-kira lebih tua dari ibu dan sedikit lebih muda dari nenek. Aku menghampirinya dan ibu kembali ke dapur. Aku tak mengenalinya, tapi kelihatan kalau dia itu layaknya tukang pijit. Aku mengira kalau emak ini salah alamat karena sejak tadi pagi orang dirumah tidak memanggil ataupun menghubungi seorang tukang pijit.
“Assalamualaikum, Nak, apa benar situ yang namanya Rara?”
“Waalaikumsalam. Iya, Mak. Aku yang bernama Rara. Ohiya, Emak cari siapa? Bisa Rara bantu?”
“Emak cari Rara. Katanya Rara sakit, jadi Emak disuruh kesini mijit Den Rara.”
“Emak disuruhnya sama siapa?”
“Sama Den Ray”
“Jadi Emak ini adalah tukang pijit suruhan Ray?”
“Iya, Den”
Oh, jadi maksud Ray pengen ditunggu itu, untuk mengirim tukang pijtit, Ada-ada saja Ray itu. Sejak tadi aku mengira kalau tukang pijit ini salah alamat. Akhirnya, akupun mengikuti maksud Ray, yaitu dipijit oleh tukang pijit kirimannya haha. Sementara dipijit, teman-teman datang menjengukku. Ada Cika, Reni, Lita dan Neli. Ia membawa beberapa makanan. Aku mempersilakan masuk meski sementara sedang dipit oleh Emak. Mereka menanyakan keadaanku dan aku hanya menjawab udah baikan dan mendingan karena ada tukang pijit kiriman Ray. Mereka tertawa dan ingin tau bagaimana cara Ray mengirim seorang tukang pijit sementara ia sedang berada di sekolah.
Aku menceritakan bahwa tadi pagi Ray menghubungiku dan ia tahu kalau aku sakit itu dari Rian. Setelah itu, ia menanyakan aku ingin dipijt atau ngga. Aku hanya menganggap ia itu bercanda. Tapi ia langsung bilang “tunggu”, aku tidak mengerti maksudnya, aku mencoba menanyakan lagi tapi ia sepertinya menghiraukan. Selang beberapa menit, datang Emak ini yang katanya pengen pijit Rara, awalnya aku mengira emak ini salah alamat, tapi ternyata tidak, emak ini adalah suruhan dari Ray yang dikirim untuk memijitku. Teman-teman tertawa mendengar penjelasanku. Setelah dipijit oleh emak rasanya emang berbeda dengan sebelumnya, lebih membaik lagi. Kemudian, emak meminta izin untuk pulang karena ia merasa bahwa tugas dari Ray udah selesai. Akupun mengiyakan dan mengucapkan terima kasih. Emak menyambung lagi katanya terima kasihnya ke den Ray, aku hanya mengangguk dan kembali menjawab “Iya, Mak. Nanti terima kasihnya untuk Ray juga”. Tak lama setelah emak pergi, teman-teman juga meminta izin untuk beranjak pulang.
5
Aku kembali ke kamar dan segera mengambil ponsel, Aku langsung mencari kontak Ray dan segera menghubunginya. Namun, beberapa kali aku mencoba menghubunginya, Ray tidak merespon panggilan telponnya. Mungkin ada hal yang ia kerjakan. Dari itu, aku bermaksud untuk istrahat saja hingga adzan ashar berkumandang. Aku melihat pada layar ponsel disitu tertera “10 Panggilan Tak Terjawab, 2 Pesan Baru”, semuanya dari Ray.
“Rara..”
“Tadi aku sedang ada urusan, jadi tidak sempat cek ponsel”
Aku membalas pesan masuknya,
“Iya, ngga papa Ray,makasih yah”
“Kok makasih?”
“Iya. Makasih untuk kiriman tukang pijitnya”
“Hahaha”
“Kok ketawa?”
“Emang lucu”
“Lucu dari mana?”
“Dari kamu yang bilang kiriman tukang pijit, emang Emak yang tadi mijit kamu, tukang pijit online? Haha”
“Haha, ‘kan kamu yang kirim, jadinya tukang pijit online”
“haha udah baikan belum?”
“Udah. Berkat tukang pijit onlinenya Ray”
“Hahaa”
Baru beberapa hari aku mengenal Ray, rasa asing itu sepertinya seakan-akan hilang. Perlahan-lahan Ray menunjukkan sikap humorisnya itu. Dengan cara yang aku tidak menduganya sama sekali. Ray punya banyak akal dan kejutan untuk orang-orang di sekitarnya. Aku senang bisa kenal dan akrab dengannya.
Tak lama setelah berbincang dengan Ray lewat inbox, ponselku berdering dan ternyata itu telpon dari Kak Andi, ia menanyakan kondisiku karena ia tidak melihatku seharian di sekolah.Aku hanya bilang kalau aku hanya demam biasa. Ia ingin membawakan obat, tapi aku menolak karena pada dasarnya aku memang malas untuk mengonsumsi obat, apalagi jika hanya demam biasa seperti ini. Ia pun menutup telpon dan ucapan terakhirnya hanya ucapan do’a semoga aku cepat sembuh. Dan aku balas dengan ucapan aamiin dan terima kasih.
6
Setelah solat maghrib, waktunya untuk makan malam bersama ayah dan ibu. Bi Iyah menyiapkan makanan di ruang makan dan setelah itu kami makan bersama. Lepas makan, ibu menanyakan maksud kedatangan emak-emak yang tadi.
“Emak yang tadi siapa?”
“Tukang pijit kiriman Ray,Bu.”
“Tukang pijit kiriman?”
“Iya, Bu. Ray yang menyuruh Emak ke rumah dan memijitku, aku tidak sama sekali berpikiran seperti itu sebelumnya, aku mengira kalau Ray itu hanya bercanda, apalagi ia sedang berada di sekolah. Tapi, nyatanya serius”
“Haha Ray itu orangnya lucu juga yah, sempatnya memanggil tukang pijit untuk kamu, perhatian”
“Ihh, Ibuu”
Jika dipikir, perlakuan Ray terhadapku memang bukan hal yang biasa. Tapi, aku tetap menyikapi bahwa ini hal yang biasa. Aku tidak ingin hal lain terjadi diantara aku dengan Ray, aku ingin hubungan keakrabanku dengannya tetap seperti ini, aku sudah senang bisa mengenalinya.