Rendi hari itu langsung menuju ke perpustakaan tempat yang berada didekat area istana berdasarkan peta yang dipegangnya, "woah besar juga ya... ini sich lebih besar dari yang ada di jaman modern." ujar rendi dengan mata besinar-sinar melihat ukuran gedung perpustakaan yang sangat besar dan terlihat luas. Dengan penuh semangat rendi memasuki gedung perpustakaan melewati sebuah pintu besar, saat memasuki gedung itu rendi melihat banyak sekali buku yang tertata rapih di lemari-lemari kayu besar. Rendi melihat didekat pintu masuk ada beberapa orang yang menggunakan seragam rapih duduk dibelakang sebuah meja besar, "pendaftaran" itulah yang tertulis di tulisan besar yang berada di bawah meja itu. rendi langsung menghampiri meja yang berisikan 3 orang pegawai yang menjaganya, "permisi, aku ingin tanya ketentuan apa saja yang harus saya penuhi untuk bisa mengakses buku di perpustakaan ini dengan bebas?" tanya rendi pada pegawai wanita yang duduk ditengah. "untuk bisa mengakses tempat ini anda harus mendaftar dengan mengeluarkan biaya 1 koin perak dan untuk setiap kunjungan 50 koin perunggu, namun jika memiliki kartu petualang anda hanya akan dikenakan biaya pendaftaran saja sebesar 1 koin perak." jawab pegawai wanita itu dengan wajah datar. "ini..." rendi langsung menyerahkan uang 1 koin perak dan kartu petualangnya pada pegawai tersebut, "kalau begitu mohon tunggu sebentar ya." pegawai wanita itu langsung mencatat nama dan data pada kartu petualang rendi kedalam sebuah buku. "dengan ini anda bebas mengakses buku diperpustakaan ini sampai matahari terbenam, karena saat matahari terbenam perpustakaan akan ditutup." ujar pegawai itu menjelaskan pada rendi tentang jam tutup perpustakaan itu sambil mengembalikan kartu petualangnya.
Tanpa membuang waktu rendi langsung memasuki bagian dalam perpustakaan itu, "ok pertama-tama yang harus ku pelajari adalah sejarah kerajaan dan dunia ini, lalu mempelajari peta dunia ini dan terakhir mempelajari buku-buku tentang sihir didunia ini." rendi membuat urutan daftar rencana belajarnya di perpustakaan itu. pertama rendi mempelajari buku-buku sejarah kota arfuku, dari situ dia tau arfuku adalah kota yang cukup tua karena sudah ada sejak 1000 tahun yang lalu. Kota arfuku berkembang seiring dengan waktu dan akhirnya menjadi kota yang besar, arfuku menjadi ibukota kerajaan dilfa 300 tahun yang lalu setelah memenangkan peperangan dengan sesama ras manusia. Rendi terus mempelajari sejarah-sejarah dari buku yang ada di perpustakaan itu, dia hanya membutuh waktu 2 jam untuk membaca sebuah buku yang sangat tebal. "woi bro waktunya tutup.... eh .... buku-buku itu... apa sudah kau baca?" tanya seorang pria yang memberi tahu rendi kalau perpustakaan itu akan tutup, pria itu berambut pirang dengan wajah yang cukup tampan dengan matanya yang berwarna biru. "Eh, iya aku sudah selesai membacanya... sudah waktunya tutup ya... kalau begitu izinkan aku merapihkan buku-buku ini terlebih dahulu." ujar rendi lalu mengangkat buku-buku yang telah selesai ia baca itu. "hebat juga ya kau bisa membaca lebih dari 10 buku dari tadi siang." ujar pegawai perpustakaan itu sambil membantu rendi merapihkan buku-buku yang berserakan itu, "itu karena buku-buku ini tidak begitu tebal. aku terbiasa membaca 50 buku seperti ini seharian jika sedang libur." jawab rendi saat memasukan buku-buku itu kedalam lemari kayu tempat menyimpan buku itu. Setelah selesai merapihkan buku rendi dan pegawai itu keluar dari perpustakaan dan mengunci pintu depan perpustakaan, "eh kamu orang luar kan? sudah punya penginapan untuk bermalam belum?" tanya pegawai yang baru saja mengunci pintu perpustakaan itu. "belum aku baru berniat mencarinya malam ini. memangnya kenapa?" tanya rendi saat menoleh kearah pria itu, "kalau begitu ikutlah denganku, orang tuaku memiliki sebuah penginapan yang tidak jauh dari sini. oh iya namaku inkal borosa, kau boleh memanggilku inkal." pegawai perpustakaan itu mengajak rendi untuk menyewa penginapan di tempat orang tuanya. "yah kalau harga bersabat dan tempatnya bersih sich aku tidak masalah." jawab rendi menerima ajakan inkal itu, "tenang saja, tempatnya ku jamin bersih dan biaya permalamnya hanya 2 koin perak lebih murah 1 koin perak dari kebanyakan penginapan didaerah ini. kalau kau mau ayo ikut denganku. oh iya siapa namamu?"tanya inkal karena rendi belum menyebutkan namanya. "namaku rendi, aku petualang baru di kota ini. kalau begitu mohon bantuannya selama saya menginap dipenginapan." rendi pun menyetujuinya dan mengikuti inkal ke penginapan yang dikelola orang tuanya.
Setelah berjalan selama 5 menit rendi sampai disebuah bar yang berada didekat tembok pembatas kota arfuku, "hoh lumayan juga." ujar rendi setelah melihat bar yang berada dilantai 1 tempat itu. Tempatnya memang sangat bersih dan juga rapih, namun pelanggangnya tidak terlalu banyak. Mungkin itu karena lokasi tempat itu tidak strategis, "oh kau membawa pelanggang inkal?" tanya seorang pria tua yang sedang membersihkan lantai bar itu. pria tua itu terlihat masih sangat gagah meski rambutnya sudah putih semua, matanya biru sama seperti mata yang dimiliki inkal. "iya namanya rendi, dia petualang yang baru datang di kota ini. aku bertemu dengannya di perpustakaan kota tadi." jawab inkal pada pria tua itu, "hei boz, kau sudah diberi tahu oleh inkal soal biaya penginapan disini bukan?" tanya pria tua itu pada rendi. "ah iya, biaya permalam 2 koin perak kan?" jawab rendi, "biaya itu belum termasuk dengan makan loh, untuk makanan kami ini sama seperti restoran hanya saja harganya lebih murah." pria tua itu menjelaskan pada rendi soal makan dan biaya penginapan yang terpisah. "iya saya mengerti, saya pesan satu kamar untuk 1 bulan dan seporsi daging bakar manis itu." rendi menunjuk pada papan menu makanan yang ada di dekat tempat yang terlihat seperti kasir bar lantai 1 itu. "hoh kau tertarik dengan menu baru itu ya. siap... harap tunggu di meja mana pun yang kau suka. mah, satu daging bakar manis untuk seorang anak muda." pria tua itu langsung menghampiri pintu yang menuju kearah dapur dan berteriak pada seseorang. "ok...!" terdengar suara menjawab perkataan pria tua itu dari arah dapur, rendi hanya perlu menunggu selama 15 menit sampai dagingnya sampai diatas meja makan. "semuanya jadi 1 koin perak." ujar pak tua yang membawakan makanan itu pada rendi, "dan ini bonus rum terbaik di tempat ini." lanjut pria tua itu memberikan segelas besar rum dingin. Rendi yang sudah sangat kelaparan akibat membaca buku seharian langsung menyantap makanan itu dengan sangat lahap, "jadi ini rum yang selama ini belum pernah ku minum... glup..." rendi merasa tegang karena itu pertama kalinya dia meminum sebuah rum. Rasa rum yang keras tapi juga menyegarkan dicampur dengan sedikit rasa manis dan asam, membuat rendi tersenyum lebar saat meminumnya, "jadi begini rasanya, nikmat juga meski aku tidak boleh terlalu banyak meminumnya karena tidak baik untuk kesehatan." pikir rendi setelah menyelesaikan makan malamnya itu.
Rendi melihat kasurnya sudah tertata rapih dan kondisi kamarnya juga bersih, "hmmm.... lumayan lumayan." rendi langsung melepas sepatunya dan rebahan di kasur itu. "Empuk juga... ku kira tempat tidur di zaman seperti ini akan keras seperti tempat tidur anggota militer." rendi merasakan kasur yang dia tiduri cukup empuk, kasur itu diisi dengan bulu angsa jadi meski tidak seempuk kasur zaman modern. Setelah mendapat tidur yang nyenyak dengan kasur yang empuk, kamar yang bersih dan tempat untuk makan selama berada di kota arfuku itu. "Ok sarapan sudah selesai, tujuan berikutnya adalah perpustakaan!" setelah menyelesaikan sarapan paginya rendi. Dengan penuh semangat rendi langsung pergi menuju perpustakaan kota, "yo rendi. pagi-pagi sudah datang." sapa inkal yang sedang merapihkan buku di lemari dekat recepsionis. "iya neh habis kemarin aku baru baca sedikit." inkal hanya bisa memejamkan matanya sambil menghela nafas mendengar rendi berkata seperti itu, padahal kemarin dalam setengah hari dia sudah membaca 14 buku. Setelah selesai mengisi daftar kunjungan rendi langsung melanjutkan kegiatan belajarnya yang kemarin sempat tertunda. Rendi terus membaca buku di perpustakaan itu satu persatu, "hua.... baca sejarah memang mengasyikan ya..." rendi meregangkan tubuhnya yang kaku karena membaca dengan posisi yang sama selama 4 jam.
Seperti tak mengenal lelah rendi kembali melanjutkan kegiatan membacanya, gemerlap pengetahuan yang ada di sekelilingnya itu membuat rendi lupa segalanya. "hoi rendi waktunya makan siang loh.... mau makan bareng tidak...?" suara inkal terdengar cukur keras dari tempat rendi yang sedang fokus membaca. "Tidak perlu... aku sudah bawa roti untuk cemilan..." jawab rendi sambil terus fokus pada bacaannya. Rendi memang sudah terbiasa melakukan akfitasnya sambil membaca buku, jadi baginya memakan sebuah roti sambil membaca bukanlah hal sulit. "di situ rupanya kau..!" ujar inkal saat menemukan lokasi rendi di pojok perpustakaan itu. inkal benar-benar kaget melihat jumlah buku yang tergeletak di sana, padahal baru 4 jam lebih rendi berada di perpustakaan. "kau benar-benar mengerikan ya buku ini bahkan lebih banyak dari yang kemarin.,, kau bahkan bisa membaca sebari memakan roti itu?" inkal bertolak pinggang sambil menggelengkan kepalanya, dia tidak habis pikir ternyata ada manusia yang seperti rendi ini. "kalau begitu aku pergi makan siang dulu... nanti kalau sudah mau selesai baca bukunya rapihkan lagi ya ketempat semula..." inkal yang hendak pergi makan siang kembali mengingatkan rendi, "ya..." jawab rendi singkat sambil membalik halaman pada buku yang ia baca. Semakin lama membaca rendi mulai merasa semakin kurang efektif cara membacanya, apalagi setelah membaca sejarah tentang sihir di kota arfuku ini. Setelah selesai membaca buku yang ia pegang rendi langsung merapihkan buku-buku yang berserakan itu, setelah selesai dengan tergesa-gesa dia menuju bagian buku-buku tentang sihir yang berada di lantai 2 perpustakaan itu.
Berbeda dengan buku-buku yang ada di lantai 1, buku-buku pengetahuan sihir memiliki keunikan tersendiri dalam sampul dan media penulisannya. aroma bukunya juga lebih terasa saat berada diantara lemari-lemari yang menyimpan buku-buku tersebut. "Sampulnya sedikit unik ya." gumam rendi saat melihat corak sampul buku yang terkesan tua dan mistis dengan huruf-huruf yang tidak bisa ia baca. Saat membuka buku tersebut rendi melihat tulisan yang masih dapat dia baca, "buku panduan sihir pemula." itulah judul yang tertulis halaman awal buku tersebut. Panduan pada buku itu cukup lengkap mulai dari pengertian tiap komponen sihir dasar dan juga penjelasan tentang lingkaran sihir, "oh jadi begitu." selama 15 menit rendi selesai membaca buku itu. Setelah memahami dasar sihir dan cara penggunaannya rendi lanjut mencari buku sihir yang membuatnya bisa mempraktekan sihir secara langsung. Rendi tidak langsung membaca buku sihir tingkat tinggi untuk pertarungan melainkan hanya membaca buku sihir dasar untuk kegiatan sehari-hari. Setelah 5 buku ia baca akhirnya dia menemukan apa yang dia cari, "sihir untuk menggandakan penglihatan? jika ini dipadukan dengan sihir untuk mempermudah membaca buku maka..." rendi memikirkan sesuatu yang dapat mempercepat dia dalam membaca buku-buku yang ada di perpustakaan itu.
Inkal yang terus berjaga di recepsionis perpustakaan itu melihat matahari sudah hampir terbenam, "mungkin aku harus mengingatkan rendi kalau perpustakaan sudah mau tutup lagi..." pikir inkal dan dia langsung mencari rendi ditempat ia membaca tadi siang. Namun inkal tidak menemukan rendi bahkan setelah mencari keseluruh area di lantai 1, "sudah pulang kah? tidak anak itu bukan tipe yang akan puas sebelum membaca seluruh buku di perpustakaan ini." pikir inkal. Inkal akhirnya memutuskan untuk mencari ke lantai 2 perpustakaan tempat dimana seluruh buku tentang sihir disimpan. "A....apa-apaan iniiiii!?" inkal benar-benar kaget setengah mati melihat banyak buku yang terbuka dan melayang di udara, ditambah lagi di setiap buku terdapat sebuah mata sihir yang sedang fokus melihat kearah buku tersebut. "Inikan.... sihir untuk mempermudah membaca buku.... ditambah lagi mata sihir itu... siapa yang bisa menggunakan mata sihir sebanyak ini?" inkal yang masih terlihat kaget itu bebicara dalam hati. Belum berhenti rasa kagetnya inkal itu, halaman terakhir dari masing-masing buku pun terlihat selesai dibaca dan buku-buku itu pun menutup secara bersamaan. "Buuukkk....!" mata sihir itu pun menghilang satu persatu setelah buku-buku yang dibacanya kembali kedalam lemari penyimpanan buku. inkal yang masih terdiam di tempatnya berdiri melihat seseorang mendatanginya dari ujung lorong lemari buku itu. "Tap...tap...tap.." suara langkah kaki itu terdengar jelas oleh inkal yang masih terkejut, "oh inkal... aku baru saja mau pulang..." wajah rendi terlihat lesu dan matanya terlihat kelelahan. "Ka...kau yang menggunakan sihir tadi?" tanya inkal terbata-bata, "apa...? oh sihir penglihatan tadi ya...? iya... itu aku.... a...." jawab rendi lemas dan langsung ambruk di hadapan inkal. "eh?" rasa kaget inkal menghilang setelah melihat rendi pingsan dihadapannya, hari itu inkal pun merangkul rendi dan membantunya pulang ke penginapan.
Saat rendi sadar dan membuka kedua matanya secara perlahan dia sudah berada di penginapan, "apa yang terjadi?" rendi yang masih merasa pusing bingung apa yang membuatnya kelelahan sampai pingsan seperti itu. Kejadian yang dia alami itu tidak tertulis dibuku mana pun yang ia baca di perpustakaan, "oh iya makan malam." gumam rendi saat mengingat ia belum makan malam itu. Rendi pikir setelah makan tubuhnya akan kembali segar seperti biasa, "ah sudah bangun rupanya." sapa inkal yang sedang mengantarkan makanan dan minuman pada pelanggan di bar itu. "Apa yang sebenarnya terjadi padaku?" rendi bertanya pada inkal, "duduklah dulu... kau harus makan setelah menggunakan mana sebanyak itu." ujar inkal sambil menarik lengan rendi dan memaksanya duduk. "menggunakan mana?" rendi langsung menyadari sesuatu saat mengingat perkataan inkal barusan, "benar juga menggunakan mata sihir sebanyak itu dalam waktu yang bersamaan juga dalam waktu yang cukup lama pastinya menguras mana yang sangat banyak. bodohnya aku tidak menyadari hal kecil semacam itu...." rendi bergumam sendiri setelah menyadari kesalahannya itu. "Kak aku pulang!" rendi yang sedang termenung karena kesalahannya itu tiba-tiba mendengar suara wanita dari arah pintu masuk bar penginapannya itu. "Oh sudah pulang ya...? bagaimana ekspedisinya?" tanya inkal pada gadis cantik berambut pendek berwarna pirang dengan mata biru yang sama dengan inkal, tubuhnya terlihat kecil dan ramping berbalut baju besi layaknya seorang kesatria. " Inkal siapa gadis itu?" tanya rendi dengan suara lemas, "oh ini adikku namanya rika borosa. rika ini salah satu tamu baru penginapan ini namanya rendi." jawab inkal sambil memperkenalkan rika dengan rendi. "Salam kenal nama saya rika borosa. anda bisa panggil saya rika, saya adalah prajurit ekspedisi kerajaan dilfa jadi saya jarang berada di rumah." rika memperkenalkan dirinya dengan sopan. "Salam kenal saya rendi petualang pemula." rendi memperkenalkan dirinya dengan singkat pada rika, "petualang ya, pasti berat harus menjalankan misi yang membahayakan nyawa hanya untuk bayaran yang murah." sahut rika mencoba melanjutkan perkenalan itu.
Rika termasuk orang yang ramah dan mudah bergaul, rendi dapat melihatnya dari cara dia mengajak ngobrol orang baru seperti dirinya secara tidak langsung. "yah memang bayarannya kecil, tapi aku belum menjalankan misi sekali pun. soalnya aku sibuk membaca buku di perpustakaan." jawab rendi merespon perkataan rika. Mendapatkan respon seperti itu rika terlihat senang dan melanjutkan pembicaraannya dengan rendi, dari situ rendi tau rika sering berpergian ke berbagai tempat untuk ekspedisi kerajaan. "Ini makanannya. kau harus makan untuk memulihkan manamu." ujar inkal memotong obrolan rendi dengan rika sambil memberikan makanan hangat pada rendi. "Jadi kamu bisa menggunakan mana?" tanya rika dengan semangat, "y...yah bisa dibilang begitu." rendi menjawabnya dengan sedikit terbata. Rika yang seorang prajurit biasa memang ahli dalam bertarung, tapi rika tidak bisa menggunakan mana karena dia tidak memiliki bakat sihir. "Enaknya jadi orang berbakat...." rika sedikit mengeluh mendengar bahwa rendi bisa menggunakan sihir. "berbakat dari mana? tes bakat sihirku sangatlah rendah saat ujian petualang." jawab rendi membantah perkataan rika yang menyebut dirinya berbakat. "Oh begitu...." suara rika langsung melemah mendengar bantahan rendi itu, rika tau ada beberapa orang yang dapat menggunakan sihir tapi tidak memiliki bakat dalam sihir. Artinya orang tersebut bisa menggunakan sihir, tapi tidak bisa digunakan untuk bertarung karena kapasitas sihirnya yang kecil.
Setelah selesai makan dan mengakhiri obrolannya rendi langsung menuju kamarnya karena ia masih merasa pusing, penggunaan mana yang berlebihan pastinya tidak bagus untuk tubuh. Rendi pun mengaktifkan cincinnya yang berada di jari tengahnya untuk melihat statusnya saat itu, "hah....!?" rendi kaget melihat angka yang ada dalam statusnya itu. [ Nama : Rendi Kusuma, Kelas : Pelajar, Gelar : Pengawas, Top Newbie Adventure, Profesi : Petualang Craftman, lv 3, HP : 220 MP : 1867, STR : 24 AGI : 47 INT : 578] itulah yang terpampang pada kolom bagian status rendi. "apa-apaan status INT ini?" rendi benar-benar kaget tidak hanya levelnya yang bertambah, tapi juga intelegennya yang meningkat pesat. Rendi langsung teringat tentang prinsip pembelajaran yang ada, "jadi begitu.... itu ya kuncinya...." rendi menyadari kunci untuk meningkatkan kemampuannya dalam ketiga aspek dalam statusnya. "Ok mari kita lihat hasilnya besok. sepertinya ini akan jadi eksperimen yang menarik." rendi benar-benar senang menemukan hal baru dalam hidupnya sekali lagi. Pagi hari itu rendi bangun lebih cepat dari biasanya, "yosh baiklah ayo mulai!" rendi pun berlari dari penginapan. dia melakukan jogging pagi hari seperti saat ada di dunia nyata, prajurit yang berjaga melihat rendi yang sedang berlari di area dekat dinding pembatas kota arfuku itu. Pemandangan klasik terlihat oleh rendi dimana sebuah dinding besar yang mengelilingi kota arfuku sebagai pembatas sekaligus benteng pertahanan. udara paginya benar-benar menyejukan tidak seperti pada zaman modern yang sudah tercemar berbagai polusi dari kendaraan dan pabrik.
Setelah selesai jogging rendi kembali ke aktifitas membacanya di perpustakaan, kali ini dia hanya menggunakan 3 mata sihir dan membaca 3 buku sekaligus. "mungkin tidak seefektif kemarin, tapi ini lebih baik dari pada jatuh pingsan." gumam rendi setelah selesai membaca ketiga buku tersebut. setelah 5 hari melakukan kegiatan yang sama secara berulang kali rendi pun kembali melihat statusnya,[ Nama : Rendi Kusuma, Kelas : Pelajar, Gelar : Pengawas, Top Newbie Adventure, Profesi : Petualang Craftman, lv 7, HP : 520 MP : 3867, STR : 74 AGI : 97 INT : 1978] statusnya INTnya tetap naik dengan drastis sedangkan STR dan AGI hanya naik sedikit. "Jadi begitu semakin sering aku membaca INTku akan cepat naik, sedangkan untuk AGI dan STR aku harus melatih fisikku sesering mungkin." gumam rendi menemukan kunci untuk meningkatkan statusnya yang terbilang kecil itu. "Aku harus menemukan cara untuk meningkatkan str dan agi ku.... oh iya...!" rendi teringat dengan cerita rika soal pelatihan prajurit sukarelawan, pelatihan yang di adakan 2 kali dalam 1 tahun.
Di hari ke-8 rendi memutuskan untuk ikut dalam pelatihan prajurit sukarelawan, dia mendapatkan info tentang pelatihan tersebut dari rika beberapa hari yang lalu. "apa kalian siap mengikuti pelatihan bagai neraka ini kadet!!!?" suara yang keras itu berasal dari instruktur yang memimpin pelatihan untuk prajurit sukarelawan ini, "siap pak!!" para prajurit sukarelawan menjawab dengan serentak. Rendi dapat mengikuti pelatihan itu dengan menyembunyikan indentitas aslinya karena petualang dilarang ikut dalam pelatihan. cuaca panas lapangan yang gersang dan sedikit berlumpur menjadi area latihan para prajurit sukarelawan ini. "pelatihan ini akan kalian jalani selama 1 bulan penuh sebelum kalian di kirim ke desa masing-masing untuk menjadi prajurit penjaga disana! jadi.... lakukan dengan sebaik mungkin!!" lanjut instruktur itu pada para prajurit sukarelawan yang ada dihadapannya, "siap pak!!" jawab para prajurit sukarelawan itu dengan serentak dan nada yang tinggi. Pelatihan prajurit sukarelawan itu memang sangat berat para prajurit diwajibkan memakai armor dari besi yang berat selama pelatihan, mulai dari meningkatkan ketahanan fisik dengan berlari lapangan itu sebanyak 10 putaran sampai dengan melatih otot dengan mengayunkan pedang yang besar. "huh...huh... benar-benar latihan yang gila...!" rendi kembali berlari melewati rintangan yang ada di lapangan itu. Seharian penuh rendi mengalami siksaan fisik pada tubuhnya, "semoga pelatihan ini membuahkan hasil yang bagus..." rendi terbaring di tempat tidur dengan tubuh yang kelelahan. Pelatihan prajurit sukarelawan dilakukan 3 kali dalam seminggu, 4 hari liburan digunakan rendi untuk membaca buku di perpustakaan. Begitulah rutinitas yang rendi lakukan selama di kerajaan dilfa, rendi berniat berlatih dan menyelesaikan pembelajarannya di perpustakaan dalam waktu satu bulan.
Sementara itu ginanjar dkk yang berada di istana megah milik raja dilfa juga sedang berlatih, "Duaarr....~wushhh~..." ke lima teman rendi itu terpukul mundur secara bersamaan. Serangan yang memukul mundur ke lima orang bergelar pahlawan itu dilancarkan seorang pria berbadan besar yang menggunakan zirah berwarna merah dengan pedang besar yang juga berwarna merah dengan khiasan emas di gagangnya. "Kuatnya..." gumam ginanjar yang terlihat amat kewalahan, "hanya segitukah kemampuan kalian orang yang menyandang gelar pahlawan!!?" teriak pria itu karena merasa kecewa melihat kemampuan ginanjar dan teman-temannya. "Wahai air dengarlah permintaanku..." ria kembali melafal mantranya dan membentuk linkaran sihir air, "lambat...!" pria besar itu langsung menerjang ke arah ria dan mengayunkan pedangnya. "tangg.,....cring....!!" pedang besar pria itu ditahan oleh perisai ginanjar, "tak akan ku biarkan....!" dengan seluruh kekuatannya ginanjar mendorong mundur pria besar itu. "Wahai angin berkahilah panahku!" fani melepaskan panah anginnya dari sisi kanan pria besar itu, "woooshhh...crinngg .,...duarr....!" pria itu terhempas akibat ledakan angin dari panah fani yang ditahannya. "lumayan...! begitulah seharusnya semangat dari orang-orang pemilik gelar pahlawan! eh...!?" saat pria itu senang melihat semangat pantang menyerah dari para pahlawan baru itu dia lengah, "ini....!" tubuhnya tidak bisa digerakkan. Rizal berhasil mengurung pria itu di dalam bayangannya sendiri, "sekarang...!! gibran...!! ria....!!" rizal menyuruh teman-temannya yang sedang menyiapkan sserangan sihir skala besar untuk melepaskan serangannya. "Wahai air.... wahai roh air.... berikan aku kekuatan dan habisilah musuh-musuhku...!" ria dan gibran melafalkan mantra pelepasan sihirnya secara bersamaan, sebuah pusaran air yang amat besar pun muncul dari lingkaran sihir di tambah tombak air yang mucul di tengah pusaran air besar itu. "Hebat...." ujar pria itu bersemangat melihat sihir skala besar itu, "burshhhh.,...bluppp.....burshhhh...duar....sershhhhhhhhh...." seluruh area lapangan latihan itu dipenuhi oleh air. "uhuk-uhuk... hebat sihir mereka berdua luar biasa..." ujar ginanjar yang terkena sedikit hempasan air efek dari sihir ria dan gibran itu, sementara pria itu tumbang di pinggir lapangan sambil tersenyum lebar.
Sementara teman-temannya habis melakukan latih tanding yang hebat rendi siang itu sedang melatih fisiknya di bagian pelatihan prajurit sukarelawan dengan penuh keringat dan lumpur. Tanpa mereka sadari ada sebuah takdir besar yang menunggu para pahlawan manusia dan sang pengawas dari ras manusia itu. Diam-diam dewa dunia itu merencanakan sesuatu yang besar untuk mereka yang masuk kedunianya.
-bersambung