Sore itu disebuah kelas yang berada di lantai 2 gedung sekolah SMA Krijas, terdapat 4 orang siswa dan 2 siswi yang sedang berdiskusi soal tugas kelompok yang akan mereka presentasikan dikelas. Mereka adalah kelompok yang terdiri siswa dan siswi yang memiliki keunikan masing-masing, atas perintah dari gurunya mereka terpaksa menjadi satu kelompok dalam sebuah tugas sekolah. Ginanjar Pratama adalah ketua kelas, dia masuk dalam kelompok itu sebagai pemimpin yang menengahi 5 orang lainnya. Rizal Afendi, anak yang berprestasi di bidang atletik terutama pencak silat. Ria Nurmala, seorang gadis yang condong dalam pelajaran kimia, biology dan fisika. Fani Kumala, seorang siswi yang pernah memenangkan lomba matematik tingkat nasional. Gibran Fajra, dia anggota tim inti dalam eskul basket yang pernah memenangkan turnamen basket tingkat daerah. Terakhir adalah Rendi Kusuma seorang penyendiri yang memiliki nilai akademis paling tinggi di SMA Krijas.
Ginanjar terus mengusulkan banyak ide dalam diskusi kelompok itu, begitu juga dengan ria, fani dan rizal. Sedangkan gibran dan rendi seperti tidak mau terlibat dalam perdebatan soal teori yang akan dipresentasikan oleh kelompok mereka. "Rendi! kamu juga kasih saran donk. masa kita doank berempat yang aktif?" ria protes karena kerjaan rendi sedari tadi hanya membaca buku saja. "tema mana pun gak masalah aku pasti akan mengerti kok. kalian putuskan saja dulu mau ambil tema apa." jawab rendi dengan santai tanpa berpaling dari buku yang ia baca. Sedangkan gibran yang disampingnya hampir ketiduran karena bosan mendengar ocehan teman sekelompoknya. "Oy, rendi jangan sok banget begitu lah! gua tau lu pinter tapi setidaknya bantu kita-kita ngusulin temanya." rizal agak kesal dengan jawaban rendi yang terkesan asal itu. "Apa kalau aku mengusulkan tema kalian bakal bisa ngimbangin tema dariku? aku yakin kalian hanya akan memilih tema yang paling mudah dan simple kan?" rendi kembali menjawab sambil mengganti halaman buku yang dia baca.
Rizal menganggap rendi sudah kelewatan sombong dengan perkataannya barusan langsung menarik kerah baju rendi, "eh elu jangan sombong mentang-mentang pinter! emang tema apa yang mau lu ajuin, hah!?" rizal sangat emosi saat itu. Ginanjar dan yang lainnya hanya diam melihat rizal menarik kerah baju rendi, itu karena mereka juga merasa sedikit tersinggung dengan perkataan rendi. "kalau gitu bagaimana dengan tema geologic time scale? bukankah itu cocok untuk pelajaran geografi kali ini!?" dengan tatapan sinis rendi mengajukan temanya. "hah!? geo apa barusan?" rizal tidak mengerti sama sekali apa yang di maksud oleh rendi barusan, rendi yang tidak senang langsung menepis tangan rizal dari kerah bajunya. "kalo gitu aja gak ngerti gak usah nyuru gua ngajuin tema..." celetuk rendi karena kesal sambil merapihkan baju seragamnya. Saat rizal kembali emosi dan ingin menghajar wajah rendi, tiba-tiba sebuah cahaya yang amat terang muncul dari lantai kelas mereka. "Apa ini!?" hanya itu yang terdengar dari rizal dan semua orang yang ada dikelas itu pun menghilang. Saat rendi membuka matanya dia melihat teman-temannya melayang dan tidak sadarkan diri, "hoh jadi kau cukup unik ya..." rendi langsung mencari sumber suara aneh yang baru saja dia dengar. Rendi pun melihat sesosok makhluk menyerupai manusia yang tubuhnya terbuat dari cahaya, rendi kembali tak sadarkan diri saat jari makhluk itu menyentuh tubuhnya yang tidak bisa bergerak.
Saat rendi kembali membuka matanya dia sudah berada disebuah ruangan yang amat besar yang amat gelap dengan cahaya redup berwarna biru, dia melihat ke 5 temannya sudah bangun terlebih dahulu dan mereka juga terlihat kebingungan ditambah tempat itu terlihat seperti sebuat altar persembahan kuno yang ada dibuku yang pernah rendi baca. Belum sempat gandi menyapa teman-temannya ada beberapa orang yang menggunakan armor putih masuk ke ruangan itu, "pemanggilannya berhasil! yeahhh!!!!" mereka bersorak kegirangan. rendi langsung menghampiri ke 5 temannya saat salah satu dari prajurit yang menggunakan armor putih itu menghampiri merema sambil membungkukkan badannya. "Maaf sebelumnya, nama saya grandil saya adalah salah satu kapten dari pasukan kesatria suci kerajaan manusia." grandil memperkenalkan dirinya dengan elegan dan ramah. "Ini dimana? sebenarnya apa yang terjadi pada kami?" ginanjar seolah mewakilkan 5 orang temannya bertanya pada orang yang menyebut dirinya kapten kesatria suci. "Untuk penjelasan soal itu, bukan saya yang akan menjelaskannya. saya akan mengantar tuan-tuan dan nona-nona menemui yang mulia raja. dialah yang akan memberi tahu semuanya kepada kalian." ujar grandil sambil terus membungkukkan badannya. Rendi pikir menemui raja mereka bukan lah hal yang buruk, selain bisa mendapat informasi mereka juga bisa menanyakan kenapa mereka dibawa ke tempat ini.
Rendi berbisik pada ginanjar untuk mau bertemu dengan raja mereka agar bisa mendapat informasi lebih, ginanjar berpikir sejenak lalu memutuskan untuk mengikuti usulan rendi saat itu. Usulan rendi saat itu memang yang paling masuk akal, dari pada panik tidak karuan lebih baik maju kedepan ambil keputusan. "Baik kami akan ikut denganmu menemui sang raja." ujar ginanjar setelah memikirkan matang-matang usulan rendi. Para kesatria itu pun mengantarkan ke 6 siswa SMA itu keluar dari ruangan altar pemanggilan gelap yang hanya diterangi oleh kristal yang mengeluarkan cahaya biru tersebut. saat keluar dari tempat altar gelap yang tertutup dari segala hal yang berasa dari luar itu rendi dan kawan-kawannya melihat ruangan megah, bentuk bangunannya seperti altar pada zaman yunani. Mereka melihat banyak sekali patung berbentuk manusia bersayap dengan wujud dan pose yang berbeda-beda, rendi yang penasaran dengan patung-patung tersebut langsung bertanya pada kapten kesatria suci yang mengantar mereka. "Ah patung-patung itu dibuat berdasarkan sejarah panjang para pahlawan umat manusia jaman lampau. Mungkin patung ini sudah berusia ratusan tahun tapi para penjaga kuil ini selalu merawat mereka." kapten kesatria suci itu menjelaskan dengan senyumannya yang menyilaukan mata. Grandil memang terlihat tampan ditambah lagi postur tubuhnya yang gagah dan juga rambut pirang yang dipadukan dengan mata birunya membuat dia semakin berkarisma.
Saat mereka keluar dari kuil tersebut cahaya sinar matahari terasa amat menyilaukan bagi mereka yang baru keluar dari tempat gelap, namun pemandangan hebat dibalik silaunya sinar matahari pun terlihat. Sebuah kota besar dengan istana megah yang menghiasi kota tersebut, mereka benar-benar merasa berada di dunia fantasi yang sesungguhnya saat itu. Pemandangan yang biasanya hanya bisa dilihat dari layar monitor saat bermain game, sekarang bisa mereka lihat secara langsung dengan mata kepala mereka sendiri. "Hebat....!" ria terus memandangi kota dari depan halaman kuil bersama yang lainnya, "ini adalah kota Arfuku yang merupakan ibu kota Kerajaan Dilfa. satu-satu kerajaan manusia yang tersisa saat ini." mendengar ucapan sang kapten kesatria suci itu membuat rendi dan kawan-kawannya kaget. Kalau dia bilang ini adalah satu-satunya kerajaan manusia yang tersisa artinya dulu ada kerjaan manusia lainnya yang kemungkinan hancur karena perang. Belum sempat gandi bertanya sebuah kereta kuda berkhias keemasan datang dari ke tempat mereka, "kendaraan kita sudah sampai ayo semuanya naik." ujar sang kapten kesatria suci dengan senyumannya yang menyilaukan.
Setidaknya rendi bisa menyimpulkan beberapa hal tentang perkataan grandil tadi, tapi tanpa informasi lebih lanjut sulit baginya mengambil kesimpulan yang pasti. Ditambah lagi didunia yang tidak mereka kenal, informasi yang minim dan juga banyak keanehan yang terjadi belum bisa dijelaskan menggunakan logika. Perjalanan menggunakan kereta kuda itu menuju istana memakan waktu 20 menit, selama perjalanan rendi, ginanjar, ria, fani, rizal dan gibran melihat keramaian kota tersebut. "damai sekali ya..." celetuk ginanjar melihat keramaian kota dan para penduduk kota yang terlihat sangat hidup. Berbeda dengan pemandangan sehari-hari yang dia lihat dalam kehidupan zaman modern yang selama ini dia jalani, "disini memang terlihat damai, tapi sebenarnya kami sedang terlibat dalam sebuah peperangan kecil dengan negeri elf akibat perebutan wilayah pertanian." dengan senyuman yang terlihat hampa grandil menjelaskan keadaan sebenarnya dari kerajaan manusia ini. Sekarang rendi sudah hampir bisa menebak tujuan dipanggilnya mereka berenam ke dunia fantasi ini, jika dugaannya benar maka tujuan mereka tidak lain sama seperti novel-novel ringan tema dunia fantasi yang pernah rendi baca.
Kereta kuda yang mereka naiki akhirnya sampai di depan istana yang sangat megah itu, jika dilihat dari dekat istana tersebut jauh lebih besar dari perkiraan rendi dan kawan-kawannya. "Ayo masuk yang mulia sudah menunggu." ujar grandil menyuruh kami mengikutinya masuk ke istana tersebut, bahkan bagian dalam istana itu juga sangat luas saat mereka masuk kedalamnya. Tak lama setelah berjalan melewati lorong-lorong besar istana tersebut mereka melihat sebuah pintu yang amat besar terbuat yang pinggirannya dilapisi warna keemasan. Para penjaga pintu itu bertubuh besar, mereka masing-masing membuka 1 bagian pintu tersebut secara perlahan dan bersamaan. Rendi dan kawan-kawannya melewati pintu besar itu dan melihat ruangan yang amat besar juga sangat terlihat mewah dengan karpet merah besar yang membentang di lantainya, diujung ruangan itu ada sebuah bangku besar yang jelas sekali bahwa itu adalah singgasana untuk raja dan seorang pemuda berambut pirang juga bermahkota yang duduk disana pasti sang raja.
Ketika sampai didepan sang raja grandil langsung berlutut dan merundukan kepala, otomatis rendi dan keenam temannya mengikuti yang grandil lakukan saat itu. "Angkat kepala kalian..." suara yang begitu elegan dari seorang raja yang memimpin kerajaan ini pun terdengar ditelinga rendi. "Jadi mereka adalah pahlawan ras manusia yang di panggil oleh adikku yang mengorbankan nyawanya ya?" sang raja terlihat ingin menegaskan kebenaran soal rendi dan kawan-kawannya, "benar yang mulia mereka adalah orang-orang yang dipanggil oleh tuan putri di altar pemanggilan." grandil menjawab dengan serius pertanyaan dari sang raja itu. "Kalau begitu pertama-tama aku ingin melihat status mereka. cepat bawakan cincin pembaca takdir kesini." rendi yang sedari tadi mulai mengerti apa yang terjadi kembali di buat bingung tentang benda misterius yang disebut cincin pembaca takdir oleh sang raja.
Enam buah cincin tak berwarna dan juga transparan pun dibawakan oleh pelayan yang berada disamping raja, "kalian berlima silahkan satu per satu maju ke depan dan pakailah cincinnya di jari tengah kalian." ujar sang raja pada rendi dan kawan-kawannya. Ginanjar yang pertama ambil bagian maju ke arah cincin itu, saat ginanjar mengambil cincin itu dan mengenakannya di jari tengahnya. cincin itu langsung mengeluarkan sinar berwarna merah terang dan menampilkan sebuah layar berisikan data ginanjar. Layar yang muncul itu memiliki 2 data yang tulisannya lebih besar dari data lainnya, data itu yaitu gelar, profesi dan nama lengkapnya. Ginanjar memiliki gelar pahlawan dan profesi kesatria sihir api, sang raja terlihat amat senang melihat data ginanjar tersebut. "hebat, jadi kesatria sihir api ya. selanjutnya." ucap sang raja sambil mengusap dagunya. Berikutnya adalah ria yang maju kedepan dan memakai cincin itu, cahaya biru muda pun terpancar dari cincin itu. Ria mendapatkan gelar pahlawan sama seperti ginanjar dan profesi penyihir air, fani pun menyusul maju dan mendapat gelar pahlawan dan profesi pemanah angin. Rizal mendapat gelar yang sama dan profesi sebagai assasin kegelapan, gibran juga mendapat gelar yang sama seperti yang lainnya dan profesi sebagai pengguna roh.
Saat teman-temannya mendapat gelar pahlawan dan profesi yang sangat mencolok, tibalah giliran rendi untuk maju dan memakai cincin itu di jari tengahnya. cincin itu sama sekali tidak merespond, cincinnya pun tidak memunculkan data sama sekali. berbeda dengan teman-temannya yang lain, setelah beberapa saat cincin itu memunculkan datanya dimana gelar gandi adalah pengawas dan profesinya pelajar, tapi warna cincin itu tetap transparan dan lagi profesinya sebagai pelajar sama seperti yang ada didunia nyata. "aku tidak pernah melihat kerjadian seperti ini, harusnya semua yang dipanggil ke dunia ini melalui ritual pemanggilan hanya para pahlawan saja." ujar sang raja sambil mengkerutkan keningnya. "Tetua apa ini pernah terjadi sebelumnya?" tanya sang raja pada orang tua yang mengenakan jubah di sampingnya, "saya juga belum pernah tau ada sejarah yang mengatakan tentang hal ini." rendi pikir kemungkinan besar orang tua itu adalah penasihat raja. "Kalau begini aku tidak bisa melibatkanmu dalam pertarungan berbahaya yang nantinya akan di lalui oleh para pahlawan. Baiklah, kau kuberi 2 pilihan. Pertama tinggal disini sebagai asisten para pahlawan dan yang kedua kau carilah kehidupan damai dikerjaan ini sebagai warga, tentunya aku akan memberikanmu uang untuk bertahan hidup disini." sang raja mencoba memberikan solusi yang bijak untuk rendi. "aku pilih yang kedua. aku tidak ingin merepotkan orang lain karena lemahnya diriku." rendi pikir akan sangat merepotkan jika dia terus bersama teman-temannya. melihat keputusan rendi yang terlihat kecewa hanya ginanjar dan ria saja, karena mereka berdua sangat mengenal rendi dengan baik. setelah mendapatkan kantung uang dari pelayan raja rendi langsung meninggalkan tempat itu, 'aku memang tidak cocok menjadi tokoh utama dalam cerita.' pikir rendi saat menegok ke arah istana yang baru saja dia tinggalkan.
bersambung.