Loading...
Logo TinLit
Read Story - THE DAY'S RAPSODY
MENU
About Us  

Hanya Rey yang masih tinggal. Ia nampak merapikan beberapa lembar dokumen dan bukti yang sekarang telah timnya miliki. Sudah pukul tujuh malam, mungkin ia akan pulang sedikit larut malam ini.

Ia mulai beranjak dari kursinya sembari membawa berkas miliknya. Diletakkannya beberapa lembar dokumen itu di meja kantornya. Ia beralih ke luar ruangan. Menuju pantry umum dan membuat secangkir penuh kopi pahit.

Digesernya salah satu kursi dan ia duduk di atasnya. Hujan turun lagi malam ini. Tak seperti kemarin, hujan kali ini lebih lebat tapi tanpa petir yang menyertainya.

“Melamun?”

Tanya Deva tiba-tiba sambil menepuk bahu Rey. Ia menarik salah satu kursi dan mendudukinya.

“Ah, tidak.” Rey menoleh dan menjawab singkat.

“Belum pulang?” lanjutnya.

“Kau sendiri?” Deva balik bertanya. Rey hanya tersenyum menanggapinya. Diseruputnya kopinya yang tinggal separuh.

“Sudah mendapatkan banyak bukti?” tanya Deva kemudian.

“Belum, sejauh ini hanya spekulasi.”

“Aku juga begitu. Nampaknya, peledakan ini bukanlah murni aksi teror. Kebetulannya terlalu banyak sampai aku merasa tidak yakin lagi apakah ini memang kebetulan atau memang disengaja.” Deva menyandarkan bahunya ke kursi. Matanya jauh menerawang ke langit.

“Kau juga merasa seperti itu, kan?”

Deva memangguk pelan, “Rey, aku ingin mengatakan ini padamu. Ini adalah hal penting yang mungkin menjadi kunci dari kasus ini. Tapi, aku tidak bisa mnegatakannya di sini. Ikut aku.”

Rey meletakkan cangkirnya yang sepenuhnya sudah kosong dan mengkuti Deva yang telah berlalu lebih dulu.

Mereka menuju sebuah lorong yang sepi dan berakhir di ruang pribadi Deva yang memang terpisah dari ruang kerja tim, berbeda dengan miliknya. Ruangan Rey sendiri ada di dalam ruang kerja Tim.

“Masulkah!” perintahnya.

Rey menuruti permintaanya dan duduk di sebuah kursi. “Apa yang ingin kau bicarakan?”

“Kau ingat “barang” itu?” tanya Deva berusaha memastikan lawan bicaranya mengingat pokok penting dari pembicaraanya nanti.

“Ya, tentu saja.” Rey menjawabnya dengan sangat mantap.

Deva menyisir rambutnya dengan jari ke belakang, kebiasaanya bila ia merasa agak risau.

“Aku rasa kasus peledakan kemarin ada hubungannya dengan “barang itu”. Kau ingat? Rein adalah salah satu orang yang ditugaskan secara khusus oleh Pak Raymond untuk mengambil barang itu. Setelahnya kan, barang itu dipindahkan secara bergilir antar kapten tim agar keamanannya tetap terjaga.”

“Ah, semuanya jadi jelas sekarang. Itu semua bukan sebuah kebetulan. Rein dibunuh oleh seseorang yang sedang mengincar barang itu. Dan menutupinya dengan meledakkan seluruh gedug agar motif aslinya tidak dengan mudah ditemukan,” lanjut Rey. Rupanya benar dugaanya selama ini, ini bukan hanya sekedar kebetulan. Karena tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.

“Ada 10 tim, otomatis ada 10 kapten yang secara bergilir memindahkan barang itu. Masing-masing dari kita tidak mengetahui urutan-nya. Yang mengetahuinya adalah orang pertama dan terakhir. Itu pun mereka saling tidak tahu urutan rekannya yang lain. Jujur, aku sendiri juga tidak tahu aku menerima barang itu setelah urutan yang keberapa dan dari siapa untuk aku serahkan ke siapa. Kita semua hanya memberitahu dan diberitahu letaknya oleh rekan kia yang tidak kita ketahui siapa. Jujur, ini adalah adalah strategi yang bagus untuk menjaga rahasai. Karena jika salah satu dari kita tertangkap. Mereka tidak tahu siapa orang yang memegang barang itu terakhir kali.” Deva berhenti sejenak.

“Yang aku tahu tugas orang terakhir itu adalah memindahkan barang itu ke suatu tempat agar nanti agent dari markas pusat dapat mengambilnya sesuai titik koordinat lokasi yang telah diberikan,” lanjutnya.

“Iya, aku tahu itu. Permasalahannya sekarang, jika orang itu benar mengincar barang itu. Ia pasti akan menculik salah satu dari kita untuk mencari tahu lokasi barang itu berada sekarang,” imbuh Rey.

“Sekalipun begitu, dia tidak akan mendapat jawaban apapun. Hanya Pak Raymond dan orang terakhir itu yang mengetahui lokasi barang itu sekarang.” Deva nampak berpikir keras.

“Dev?”

“Ya, Rey. Kenapa?”

“Aku ...” belum sempat Rey melanjutkan perkataanya. Handphonenya berbunyi terlebih dahulu.

“Siapa yang menelponmu?” tanya Deva.

Rey merogoh kantong celananya dan mengeluarkan handphonenya, “Rian.”

“Halo, ada apa?” tanyanya begitu mengangkat telpon.

Raut wajah Rey nampak serius. Tak lama kemudian ia menutup sambungan teleponnya.

“Ada apa?” tanya Deva yang tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

“Rian menelponku bahwa ia sudah selesai menyelidiki rekaman cctvnya,” kata Rey sembari memasukkan kembali handphonenya ke kantong.

“Oh, begitu. Aku ikut.”

“Ayo!”

Mereka berdua pun bergegas keluar ruangan dan menuju ruangan kerja tim A1.

“Bagaimana?” tanya Rey begitu ia sampai.

“Ah, kapten.” Rian bersemangat ingin mejelaskan penemuannya. Tapi, terhenti taatkala melihat melihat Deva mengikuti kapten timnya di belakang.

“Emm, itu.” Ia memberikan isyarat pada kaptennya.

Rey menoleh ke belakang dan sedikit tersenyum, “ah, tak apa. Aku yang mengajaknya kemari.”

“Emm, jadi ini hasil cctv dekat kedai makan itu kapten.” Rian mulai mengoperasikan komputernya. Semuanya fokus melihatnya termasuk Tera, Joy, Mirae dan Boy yang sudah berada di dalam ruangan terlebih dahulu.

Cctv itu terpasang tiang dekat kedai. Jadi, semuanya dapat terlihat dengan jelas dari angle itu. Dalam rekaman itu nampak pukul 12:10 ada seorang pria memakai hoodie hitam memasuki kedai. Ia berada dalam kedai sekitar 20 menit, lalu keluar pukul 12:30. Ia menuju ke arah selatan, mendekati tempat cctv itu berada.

“Tunggu. Zoom bagian itu! Tepat saat ia menoleh!” perintah Rey.

“Baik, kapten.”

Begitu ia memperbesar gambar, nampak wajah seorang pria. Sayangnya, gambarnya blur.

“Perjelas lagi!” perintah Deva.

“Maaf, tapi ini sudah maksimal. Kamera cctv yang menangkap gambar ini memiliki resolusi rendah jadi gambarnya agak kurang jelas,” terang Rian.

“Rey, apa kau yakin dia adalah pelakunya?” tanya Deva yang merasa sangsi.

“Aku yakin.”

“Beberapa orang memang memberikan saksi bawa mereka melihat ada seorang pria misterius memakai hoodie hitam berkeliling di daerah itu selama beberapa hari. Dan deskripsi itu sama dengan pria yang ada di rekaman cctv ini,” imbuh Tera.

Deva menggaguk paham.

“Rey, jika ini berhubungan dengan barang itu. Mungkin lebih baik kita bekerja sama,” tawarnya kemudian.

“Ya, kita lihat saja nanti.”

Rey menengok jam dinding yang masih menempel dengan setia, “ini sudah pulul sembilan malam. Lebih baik kita pulang seakarang agar besok kita lebih fresh.”

Semua orang mengagguk.

“Rey, aku duluan ya.” Deva pamit meninggalakn ruangan. Rey hanya mengagguk, lalu membantu timnya untuk berbenah dan menyimpan data.

***

Hujan sudah agak reda di luar. Menyisakan beberapa genangan air di lubang jalan. Deva sedang menyetir mobilnya keluar dari parkiran. Hari ini ia merasa lelah sekali. Masih banyak kasus yang harus ia pecahkan.

Ia memijat pelipisnya. Kemungkinan besar dua kelompok akan bergabung. Ini pilihan yang lebih baik dibanding saling bersaing dan bergerak secara acak.

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • ikasitirahayu1

    @atinnuratikah hai kak, terimakasih sudah mampir. ditunggu kelanjutannya ya,

    Comment on chapter Bagian Ketujuh
  • nuratikah

    serasa baca novel detektif, gak sabar kelanjutannya gimana.

Similar Tags
Echoes of Marie
84      81     3     
Mystery
Gadis misterius itu muncul di hadapan Eren pada hari hujan. Memberi kenangan, meninggalkan jejak yang mendalam dan dampak berkelanjutan. Namun, di balik pertemuan mereka, ternyata menyimpan kisah pilu yang ganjil dan mencekam.
Premium
Whispers in the Dark
3458      602     7     
Fantasy
A whisper calls your name from an empty room. A knock at your door—when you weren’t expecting company. This collection of bite-sized nightmares drags you into the the unsettling, and the unseen.
An Angel of Death
376      245     1     
Short Story
Apa kau pernah merasa terjebak dalam mimpi? Aku pernah. Dan jika kau membaca ini, itu artinya kau ikut terjebak bersamaku.
Our Son
552      302     2     
Short Story
Oliver atau sekarang sedang berusaha menjadi Olivia, harus dipertemukan dengan temanmasa kecilnya, Samantha. "Tolong aku, Oliver. Tolong aku temukan Vernon." "Kenapa?" "Karena dia anak kita." Anak dari donor spermanya kala itu. Pic Source: https://unsplash.com/@kj2018 Edited with Photoshop CS2
Golden Cage
507      293     6     
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
Flashdisk
488      324     2     
Short Story
Ada yang aneh dengan flashdiskku. Semuanya terjadi begitu saja. Aneh. Lalat itu tiba-tiba muncul dan bergerak liar pada layar laptopku, semuanya terasa cepat. Hingga kuku pada semua jariku lepas dengan sendirinya, seperti terpotong namun dengan bentuk yang tak beraturan. Ah, wajahku! Astaga apalagi ini?
A KID WITH NO BODY
406      295     1     
Short Story
A kid trying to solve a mystery that killed his parents
Rahasia Kita
1980      1212     13     
Short Story
Aku tidak tahu sudah berapa hari aku terjebak di dalam lemari yang gelap dan sempit ini tanpa makanan dan minuman. Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kulakukan di sini selain menahan rasa lapar dan bau mayat yang membusuk.
My Best Man
156      135     1     
Romance
Impian serta masa depan Malaka harus hancur hanya dalam satu malam saja. Dia harus menerima takdirnya. Mengandung seorang bayi—dari salah satu pelaku yang sudah melecehkan dirinya. Tidak mau dinikahkan dengan salah satu pelaku, karena yakin hidupnya akan semakin malang, Malaka kabur hingga ke Jakarta dalam kondisi perut yang telah membesar. Dia ditemukan oleh dua orang teman baik dari m...
Rêver
7318      1989     1     
Fan Fiction
You're invited to: Maison de rve Maison de rve Rumah mimpi. Semua orang punya impian, tetapi tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Di sini, adalah tempat yang berisi orang-orang yang punya banyak mimpi. Yang tidak hanya berangan tanpa bergerak. Di sini, kamu boleh menangis, kamu boleh terjatuh, tapi kamu tidak boleh diam. Karena diam berarti kalah. Kalah karena sudah melepas mi...