Loading...
Logo TinLit
Read Story - MONSTER
MENU
About Us  

Hari selanjutnya, setelah secara paksa diseret mengantar Nana ke bandara, William teringat tentang perlakuannya pada Gress tadi malam. Bukan ia merasa buruk dan bersalah, tapi lebih pada perasaan takut jika Gress akan berpikiran macam-macam, marah, dan kemudian memutuskannya. William tidak bisa membayangkan itu. Ia belum puas memanfaatkan Gress, terlebih ia juga belum menemukan pengganti Gress. Maka, satu-satunya jalan adalah dengan memperbaikinya. Berlagak salah dan kemudian menjadi pribadi manis. Tentu saja, semua perempuan suka pria seperti itu.

                Agar aksinya lancar, William tak segera keluar dari mobilnya yang parkir di depan fakultas. Ia sengaja menunggu Gress datang. Sayangnya, lama ia menunggu, bukannya Gress yang datang, justru Beni dengan segerombolan wajah-wajah tak ia kenal yang justru didapati. Beni terlihat sedikit marah, sedangkan gerombolan di depannya terus mengerubunginya. William penasaran, jadi ia turunkan kaca mobil dan menguping diam-diam.

                “Aku tidak pernah suka kata kalah. Tapi aku jauh lebih benci dengan orang yang tak bisa mengontrol mulutnya sendiri” ujar salah satu dari serombolah itu yang sepertinya sang ketua.

                “Tapi faktanya aku lebih hebat darimu. Tim ku menang dan timmu kalah”

                “Kauuu”

                Gerombolan itu menyudutkan Beni dan sudah bersiap melayangkan tinju dengan mengepalkan tangan. William tidak bisa melihat itu, jadi ia memutuskan untuk keluar dan memanggil Beni. Semuanya tampak bingung, tapi Beni dengan cepat menerobos gerombolan itu dan merangkul William.

                “Hey, Will. Kau sudah datang? Ayo, kita tidak boleh terlambat” seru Beni cukup keras dengan menariknya kembali masuk ke dalam mobil sehingga gerombolan itu tak lagi bisa mendekat.

                Di dalam mobil, Beni langsung menghela nafas panjang. Ia bergumam panjang lebar mengumpati gerombolan itu. Ia bahkan hampir tersedak saat minum air putih yang selalu dibawa William. William sendiri hanya menatap Beni sebentar sebelum memalingkan wajah.

                “Seharusnya kau mengumpat di depan mereka, bukan di depanku” tegur William.

                “Ck, bagaimana mungkin aku mengumpati mereka langsung? Kau tidak lihat tubuh pasukannya. Aihhhh, hanya membayangkan mereka menghajarku saja sudah tak sanggup, ck”

                “Kau membuat masalah?”

                “Tidak. Mereka hanya tidak terima jika timnya kalah dipertandingan terakhir. Mereka itu hanya gerombolan yang tidak mau mengakui kalau aku ini hebat dan mereka berada dibawahku. Lagipula, bagaimana mungkin mereka mengalahkan sang pemain terbaik ini. Gila”

                Beni terus berceloteh panjang lebar dengan membanggakan dirinya. William hanya diam. Itu adalah sifat Beni yang paling tidak ia suka. Menjadi pengecut di belakang dengan hanya meremehkan lawannya dengan kata-kata yang tak pantas. Sama sekali bukan gayanya.

***

                Dua hari lagi adalah ulang tahun William. Sifat William yang sangat teliti terhadap hal-hal kecil membuat Beni selalu kesusahan memberi kejutan. Setiap tahun, ia selalu putus asa dan memilih merayakan tanpa adanya kejutan. Beni hanya akan mengiriminya pesan ucapan sesempatnya yang banyak tak dibaca oleh William. Mengesalkan memang. Tapi tahun ini Beni tidak ingin gagal setelah seharian penuh memikirkan dan menyusun strategi.

                Maka, hari itu juga Beni menemui Gress dan langsung menjelaskan rencananya  sesaat setelah Gress keluar dari kelas. Sebagai seorang pacar, tentu saja Gress adalah umpan yang paling mudah didapat oleh Beni untuk dijadikan sekongkolan. Rencana inti mereka adalah dengan memanfaatkan ketidak sukaan William akan kedekatan Beni pada Gress. Ya... meskipun Beni tidak begitu yakin apakah respon yang William tunjukkan akan sesuai bayangannya. Terutama ketika ia ingat setiap peringai William.

                “Kau harus menjadikanku prioritas utamamu Gress. William harus benar-benar cemburu” simpul Beni yang mendapat respon semangat dari Gress.

                Dan hari itu juga rencana mereka dimulai. Beni yang awalnya mengkhawatirkan Gress yang selalu mengangguk di hadapan William, nyatanya harus membuang kekhawatirannya karena Gress ternyata pelakon yang baik. Dengan mata abu-abunya yang tak memiliki jiwa, Gress bertindak polos dengan terus mengungkit tentang Beni di depan William. Bagusnya, Gress tidak benar-benar menghindari William, ia hanya mencoba selalu memunculkan nama Beni disetiap kesempatan. Dan sukses, William menunjukkan reaksi ketidak sukaannya.

                Hari selanjutnya, pagi-pagi sekali Beni menelpon Gress dan memberitahukan bahwa hari ini ia memiliki pertandingan di lapangan fakultas. Beni meminta Gress untuk menolak semua ajakan William dan memilih menonton pertandingannya. Dan sama seperti hari sebelumnya, Gress sukses besar. Setelah kelas, William yang mengajaknya makan bersama segera ia tolak dengan alasan ingin menonton pertandingan basket. Meskipun tidak benar-benar menunjukkannya, tapi Gress sadar William sudah terpancing. Setiap kali Gress ikut bersorak meneriakkan nama Beni, saat itu juga William berdecak beberapa kali. Bahkan sepanjang pertandingan pun, William hanya menanggapi celotehan Gress tentang Beni dengan jawaban singkat.

                “Ahhh, seandainya aku bisa melihat aksi Kak Beni langsung, pasti akan sangat menyenangkan” seru Gress setelah pertandingan usai.

                Merasa belum puas, Gress pun meminta William untuk mengantarnya ke ruang ganti tim basket. Di sana, setelah Beni keluar, Gress tanpa sungkan memberikan air minum yang sudah ia siapkan dari rumah untuk melancarkan aksinya pada Beni. Keduanya saling memuji, melempar lelucon dan hanyut dalam obrolan. Meninggalkan William yang duduk diam dengan menyandarkan punggungnya di kursi dengan mata tertutup. Sesekali Beni melirik William, tahun ini ia pasti akan sukses besar.

                Tapi ternyata, William lebih emosional dari yang dibayangkan oleh Gress. Sepanjang hari William tak banyak bicara. Bahkan ia tak memaksa Gress untuk menuruti ajakan William. Hal itu membuat Gress sedikit merasa bersalah. Ia terlalu hanyut dalam rencananya dan masuk ke dalam perannya, hingga ia lupa bahwa William juga pasti sangat-sangat kesal. Oleh karena itu, di penghujung hari, Gress mengangguk ketika William mengajaknya makan di salah satu restoran. Gress tak lagi mengungkit nama Beni, ia kembali menjadi kekasih William.

                “Sepertinya hubunganmu dengan Beni semakin dekat” ujar William tiba-tiba.

                Gress tersedak, kemudian dengan tandas meminum jus jeruk yang disodorkan William. Lama Gress berpikir tentang jawaban seperti apa yang seharusnya ia berikan.

                “Ah... itu... Tidak terlalu dekat seperti yang Kakak pikirkan”

                “Memang bagaimana yang aku pikirkan?”

                Selesai. Gress tidak lagi bisa menjawab. William yang menyerangnya tiba-tiba tanpa sedikitpun ada persiapan membuat Gress tak mampu menjalakan otaknya disituasi genting. Ia hanya berdoa agar ada sesuatu yang lewat yang bisa mereka jadikan topik pembicaraan.

                “Sudah aku bilang aku tidak suka kau dekat dengan Beni”

                “Maaf”

                Meskipun merasa gagal, tapi Gress merasa senang karena memang seperti inilah reaksi yang ia dapatkan dari William. Otaknya berkelana jauh, membayangkan bagaimana pesta kejutan besok akan membuat William terdiam. Terlebih bagi Gress, itu adalah pengalaman pertama memberikan kejutan pada pacar. Seperti di film-film, pasti akan sangat menyenangkan.

                “Dan lagi, sudah kubilang jangan memanggilku Kakak. Aku ini pacarmu, panggil aku William”

                Gress mengangguk. Ketika William menghardik, suara anak itu akan berubah tegas dan dalam setiap katanya mengandung penegasan bahwa ia tidak menerima protes dan penolakan. Mungkin, jika Gress bisa melihat mata William, ia akan berkali-kali jatuh cinta dengan manik William yang hitam pekat dan panjang. Sangat karismatik.

                “Maafkan aku, Will”

                “Kedepannya jangan diulangi lagi” setuju William dengan merain tangan Gress dan mengelus punggung tangannya lembut.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • AlifAliss

    Nice. Cuma mungkin ada beberapa kata yang aslinya bukan typo, tapi salah eja. Misalnya : mencegat bukan menyegat dan perangai bukan peringai. Ganbatte!!

    Comment on chapter BAB 1
Similar Tags
Good Art of Playing Feeling
393      290     1     
Short Story
Perkenalan York, seorang ahli farmasi Universitas Johns Hopskins, dengan Darren, seorang calon pewaris perusahaan internasional berbasis di Hongkong, membuka sebuah kisah cinta baru. Tanpa sepengetahuan Darren, York mempunyai sebuah ikrar setia yang diucapkan di depan mendiang ayahnya ketika masih hidup, yang akan menyeret Darren ke dalam nasib buruk. Bagaimana seharusnya mereka menjalin cinta...
1 Kisah 4 Cinta 2 Dunia
24992      3298     3     
Romance
Fina adalah seorang wanita yang masih berstatus Mahasiswi di sebuah perguruan tinggi. Ia adalah wanita yang selalu ceria. Beberapa tahun yang lalu ia mempunyai seorang kekasih yang bernama Raihan namun mereka harus berpisah bukan karena adanya orang ketiga namun karena maut yang memisahkan. Sementara itu sorang pria yang bernama Firman juga harus merasakan hal yang sama, ia kehilangan seoarang is...
SURAT CINTA KASIH
569      412     6     
Short Story
Kisah ini menceritakan bahwa hak kita adalah mencintai, bukan memiliki
Pasha
1237      552     3     
Romance
Akankah ada asa yang tersisa? Apakah semuanya akan membaik?
KETIKA SEMUA DIAM
1428      836     8     
Short Story
Muhammad Safizam, panggil saja Izam. Dilahirkan di kota kecil, Trenggalek Jawa Timur, pada bulan November 2000. Sulung dari dua bersaudara, memiliki hobby beladiri \"Persaudaraan Setia Hati Terate\". Saat ini menjadi seorang pelajar di SMK Bintang Nusantara School Sepatan Tangerang, prog. Keahlian Teknik Komputer & Jaringan kelas 11. Hub. Fb_q Muhammad Safizam
Sahara
21899      3233     6     
Romance
Bagi Yura, mimpi adalah angan yang cuman buang-buang waktu. Untuk apa punya mimpi kalau yang menang cuman orang-orang yang berbakat? Bagi Hara, mimpi adalah sesuatu yang membuatnya semangat tiap hari. Nggak peduli sebanyak apapun dia kalah, yang penting dia harus terus berlatih dan semangat. Dia percaya, bahwa usaha gak pernah menghianati hasil. Buktinya, meski tubuh dia pendek, dia dapat menja...
Jikan no Masuku: Hogosha
3794      1343     2     
Mystery
Jikan no Masuku: Hogosha (The Mask of Time: The Guardian) Pada awalnya Yuua hanya berniat kalau dirinya datang ke sebuah sekolah asrama untuk menyembuhkan diri atas penawaran sepupunya, Shin. Dia tidak tahu alasan lain si sepupu walau dirinya sedikit curiga di awal. Meski begitu ia ingin menunjukkan pada Shin, bahwa dirinya bisa lebih berani untuk bersosialisasi dan bertemu banyak orang kede...
My world is full wounds
475      336     1     
Short Story
Cerita yang mengisahkan seorang gadis cantik yang harus ikhlas menerima kenyataan bahwa kakinya didiagnosa lumpuh total yang membuatnya harus duduk di kursi roda selamanya. Ia juga ditinggalkan oleh Ayahnya untuk selamanya. Hidup serba berkecukupan namun tidak membuatnya bahagia sama sekali karena justru satu satunya orang yang ia miliki sibuk dengan dunia bisnisnya. Seorang gadis cantik yang hid...
Gebetan Krisan
489      346     3     
Short Story
Jelas Krisan jadi termangu-mangu. Bagaimana bisa dia harus bersaing dengan sahabatnya sendiri? Bagaimana mungkin keduanya bisa menyukai cowok yang sama? Kebetulan macam apa ini? Argh—tanpa sadar, Krisan menusuk-nusuk bola baksonya dengan kalut.
Help Me
5820      1763     6     
Inspirational
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Jika manusia berfikir bahwa dunia adalah kehidupan yang mampu memberi kebahagiaan terbesar hingga mereka bangun pagi di fikirannya hanya memikirkan dunia yang bersifat fana. Padahal nyatanya kehidupan yang sesungguhnya yang menentukan kebahagiaan serta kepedihan yakni di akhirat. Semua di adili seadil adilnya oleh sang maha pencipta. Allah swt. Pe...