Malang, Agustus 2016
Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Ini bukan kali pertama jantungku bertindak seperti ini. Tapi andai kalian tahu aku benar-benar gugup dan sedikit khawatir. Entahlah kurasa aku selalu seperti ini setiap memasuki hal-hal yang baru. Dan hari ini adalah hari pertamaku memulai kehidupan yang baru di tempat yang baru. Hari pertamaku sebagai mahasiswa.
Namaku Ayustika Rahman, aku terlahir dari seorang ibu rumah tangga bernama Yunike Rahayu yang mencintai seorang pria hebat yang kusebut ayah. Ayahku adalah seorang pengusaha kecil yang gigih dan aku yakin usahanya akan menjadi besar nantinya. Nama ayahku adalah nama belakangku, Rahman. Cukup singkat seperti orangnya yang tidak terlalu banyak berbicara bahkan kepadaku, anaknya. Aku terlahir sendirian. Maksudku adalah aku anak satu-satunya yang memberatkan mereka membiarkanku kuliah di perantauan. Meskipun mereka tidak benar-benar khawatir akan diriku.
Pagi itu semuanya terlihat sibuk dan terburu-buru, begitupun aku yang telah siap memulai kelas pertamaku sebagai mahasiswa baru di sebuah perguruan tinggi negeri yang tidak terlalu besar. Kampusku memang belum bisa dibanggakan jika dibandingkan dengan kampus-kampus besar di kota-kota besar seperti Jakarta ataupun Surabaya tapi awal tekadku adalah untuk membesarkan nama kampusku olehku, bukan membesarkan namaku oleh kampusku. Meskipun begitu, kampusku terlihat lebih manusiawi dengan beragam perbedaan dan kesederhanaan. Namun itu hanya kelihatannya saja karena masa pengenalan kampus telah selesai, semua terlihat damai dan lega.
Jarum panjang telah berada diangka 12, sudah tepat pukul 07:00 tetapi dosen masih belum juga datang. Aku duduk pada barisan kedua dari barisan terdepan, kupilih kursi yang tepat berada disamping jendela. Kelas pertamaku berada di lantai 4 gedung teknik yang bukan merupakan jurusanku. Jurusanku adalah jurnalistik dan pemediaan. Dan sampai pukul 08:00 dosen masih tak kunjung datang.
“Ayo... Ayo.. kita pulang…”
“Eh jangan.. nanti kita di tegur dosen”
“Wah siapa mereka?”
“Teman-teman ada yang mau masuk kelas kita,,”
Kelasku sudah cukup gaduh dihari pertama kuliah, karena sebelumnya kami telah saling mengenal saat masa pengenalan kehidupan kampus atau bahasa kerennya ospek. Seperti yang kudengar tadi, segerombolan mahasiswa senior memasuki ruangan kelasku. Kelasku pun seketika hening. Aku yang sebelumnya menatap kearah luar jendela seketika berpaling kearah pintu. Tapi apa yang salah… ‘Hah? Siapa dia? Sepertinya aku baru kali ini melihatnya’, ucapku dalam diam.
“Tenang semuanya”, kata salah seorang dari sekelompok mahasiswa yang memasuki kelasku.
“Boleh minta waktunya sebentar?”, sahut salah satu dari yang lain bagian dari mereka.
Seluruh pandangan teman seangkatanku tertuju pada sekelompok mahasiswa yang menghampiri kelasku. Aku rasa mereka satu atau dua tingkatan diatasku. Tapi aku tidak peduli, pandanganku masih tertuju pada satu titik. Pria yang terlihat dingin di seberang barisan kursiku, tepat diujung jalan dia terlihat pendiam dan dingin. Aku ingin tahu siapa namanya.
“Ya, karena dari kami sudah memperkenalkan diri. Bagaimana kalau perwakilan dari kalian maju ke depan untuk memperkenalkan diri. Setuju?”, kata salah satu dari seniorku. Teman seangkatanku serempak mengiyakan. Mungkin agar cepat selesai dan kami dipulangkan.
Seketika lamunanku buyar saat obyek pandangku bergerak dan meninggalkan tempat duduknya. Ternyata dia maju ke depan untuk memperkenalkan dirinya. Bahkan kakak tingkatku pun memilihnya untuk memperkenalkan diri. Jadi kalian bisa bayangkan sedikit kurangnya kharismanya. Atau mungkin hanya aku yang berpikir begitu.
“Kurasa butuh temen cewe nih buat perkenalan juga kedepan… eeemm,, eh kamu yang dekat jendela”, kata pria kurus pendek yang sedang menunjuk ke arahku. Mataku membulat dan sontak membuat jantungku berdebar.
“Em? Aku?”, kataku sambil menunjuk kearahku sendiri.
“Iya, kamu. Kemarilah. Apa kalian sudah saling mengenal?”, kata pria itu sedikit menggodaku dan teman priaku yang sudah lebih dulu berdiri didepan. Aku hanya tersenyum, jujur aku benar-benar merasa canggung. Kenapa harus seperti ini caraku mengetahui namanya.
“Dimulai dari yang cowo dulu deh. Yuk dek perkenalkan dirimu ke temen-temenmu”, kata perempuan gemuk yang berkaca mata.
“Namaku Ya………….. awan. Asal dari SMA 2. Aku tinggal di dekat sini. Terima kasih”
“Ow,,, hai. Ya ampun singkat padat ya kenalannya. Manis banget”, kata perempuan gemuk berkacamata itu dengan sedikit menggoda. Sialnya aku tidak dapat mendengarkan namanya dengan jelas karena suasana kelas yang sangat ramai dan memecah konsentrasi pendengaranku.
“Giliran yang cewe nih”, kata pria kurus pendek yang sedang berada disamping kananku. Teman kelasku bersorak membuat mukaku memerah. Aku malu. “Wah sepertinya kamu sudah cukup populer ya dek? Hehe”, kata pria itu dengan tertawa. Aku hanya tersenyum malu karena teman-teman pria dikelasku belum juga tenang untuk beberapa detik. Lagi-lagi jantungku berdetak lebih kencang, bahkan lebih kencang dari detak tadi pagi sebelum berangkat kuliah.
“Perkenalkan namaku Ayustika Rahman, bisa dipanggil Ayu ataupun Tika. Aku berasal dari Bandung. Terima kasih”
Jam telah menunjukkan pukul 09:00 tanpa diminta seluruh mahasiswa dikelasku meninggalkan ruangan bahkan sebelum kakak tingkat yang berkunjung ke kelasku meninggalkan kelas. Akupun turut bersama teman-temanku yang meninggalkan kelas. Aku tidak nyaman berada diantara mereka yang mulai seakan mengenaliku. Saat aku melewati pintu keluar dan akan memasuki lift tiba-tiba seseorang memanggilku.
“Ay”
“Iya?”
“Adi Kusuma”, pria itu mengulurkan tangannya untuk menjabat tanganku.
“Ayustika Rahman”, kataku menjabat tangannya.
Aku sedikit kurang nyaman dengan tatapannya tapi aku mencoba tersenyum. Dia pria pertama dikelasku yang memperkenalkan diri secara langsung padaku. Karena pria lain hanya berani menampakkan wajahnya setelah mengirim beberapa pesan melalui ponsel. Jujur aku tidak keberatan dengan sikap para pria dikelasku jika hanya mereka ingin mengenalku lebih dekat dan mulai berteman denganku. Namun mereka sedikit mengganggu dengan tawaran mengantar pulang ke kost atau ajakan makan siang berdua. Itu lebih kuanggap sebagai rayuan yang membosankan.
Dan lagi-lagi mataku menemuinya lagi. Dia berada tepat didepanku, berdiri didalam lift yang sama meski tidak hanya berdua. Tiba-tiba aku merasa tuli, nafasku berantakan, jantungku tidak dapat diatur dengan jelas ritmenya. Pandanganku kabur dan hanya terfokus pada pria itu, lebih tepatnya aku hanya memandangi punggungnya. Tingginya kurang lebih 20 cm lebih tinggi dariku, dia tidak terlalu tampan, tubuhnya tidak kurus namun juga tidak gemuk. Tetapi jika dikatakan ideal dia tidak sesempurna itu, hehe. Jika ditatap wajahnya, matanya tidak besar dan tidak kecil, pandanganya tidak begitu tajam, bibirnya tidak begitu sexy, alisnya tebal, wajahnya bulat dan hidungnya mancung karena lubang hidungnya cukup besar. Kalian bayangkan saja seperti apa rupanya.
Dia keluar dari lift dengan terburu-buru. Berbeda dengan yang lain, dia seolah tidak tertarik padaku. Sama sekali tidak. Tapi justru aku yang sepertinya tertarik padanya. Ah harusnya Tuhan tidak mengijinkan aku seperti ini kepada pria yang bahkan tidak menatapku sama sekali.
Matahari siang begitu bersemangat membakar kulitku. Aku berjalan kaki menuju kost dengan langkah perlahan sambil menghitung ubin yang kupijak. Mungkin bagi kebanyakan orang hal itu kekanakan, tapi aku suka. Asal aku senang itu akan kulakukan. Begitulah diriku. Karena sedikit canggung berjalan sendiri kuraih boneka kecil disaku ranselku. Si coklat berbuluku yang setia. Teddy namanya. Pasti kalian sudah dapat menebak seperti apa rupanya kan? Iya dia boneka beruangku yang lucu. Saat aku menggandengnya dia terlempar ke jalanan. Hal tersebut seketika membuatku khawatir dan bergegas mengambilnya. Namun…
‘Brak’
“Aaaaaa”
Pria itu terjatuh bersama sepeda motornya karena menghindari bertabrakan denganku yang berusaha mengambil Teddy. Teriakanku mengundang banyak perhatian orang-orang yang berada disekitar kejadian itu. Dia beranjak pergi dan aku hanya melihatnya yang berusaha berdiri sendiri. Dinyalakannya sepeda motornya yang sedikit tergores aspal dan pergi tanpa menyapa ataupun menanyakan keadaanku. ‘Pria ini benar-benar menyeramkan’ pikirku saat itu. Tapi jika dipikirkan sekarang, akulah yang bersalah. Haruskah aku meminta maaf sekarang? Haha kurasa tidak perlu, karena lukanya pasti sudah sembuh.
“Mbak, mbak gakpapa?”
“Apa mbak ditabrak pengendara tadi?”
“Mbak?”
“Mbak?”
Aku bahkan tidak menyadari sejak kapan sudah banyak orang yang mengelilingiku dan menanyakan keadaanku. Aku hanya melihatnya yang meninggalkanku. ‘Apa ini yang dinamakan takdir?’ Haha lucu bukan pemikiranku?
“Ayu? Lu gakpapa kan?”
Lamunanku terpecahkan saat kurasa bahuku ditepuk oleh pemilik suara yang kukenal. Ranti Dwi Firmansyah. Temanku saat pengenalan kampus. Kalian pasti sudah bisa menebak dari mana asalnya kan? Jakarta. Dia gadis paling keren yang kutemui disini. Penampilannya selalu terlihat serasi meskipun terkadang sedikit berantakan. Wajah oval dengan rambut panjang yang dikuncir ekor kuda. Dia sangat popular dikelasku atau bahkan kampusku.
“Ah, Ran?” aku menatapnya dengan kosong.
“Mbak temannya? Dari tadi mbak ini diam saja? Kami sedikit khawatir karena mbaknya terlihat kebingungan”, kudengar suara bapak-bapak itu sedikit cemas.
“Oh iya, saya temannya. Terima kasih bapak-bapak, mas, mbak. Biar saya saja yang mengantarnya pulang”
Ranti mengantarku pulang untuk kedua kalinya. Pertama kali dia mengantarku pulang karena aku pingsan saat upacara penutupan pengenalan kampus. Dia memang sangat baik. Aku ingin menjadi temannya. Kurasa diapun mau menjadi temanku.
“Ya udah lu istirahat aja ya, gua langsung cabut”
“Emm, Ran.”
“Iya? Kenapa?”
‘Ran pasti tahu nama pria yang didepan kelas bersamaku tadi’ pikirku. Karena dia lebih lama bergabung di grup obrolan kelas dari pada aku. Tapi ku urungkan niatanku untuk bertanya kepada Ranti mengenai pria tersebut, karena hubungan kami masih sangat canggung. Terlalu awal jika aku harus menceritakan rasa penasaranku terhadap pria kepada Ran.
“Ah , tidak. Hati-hati ya”
“Haha, masuklah. Wajahmu terlihat merah. Disini emang dingin banget”, katanya lalu berlalu.
Sejak saat itu aku memutuskan untuk tidak memikirkan apapun lagi mengenai pria dingin di kelasku itu. Cuaca disini sudah cukup dingin tidak perlu aku sampai menurunkan suhuku karena pria itu yang lebih dingin. Tapi semakin aku meyakinkan diri untuk tidak mencari tahu, jari-jariku mulai jail dengan mencarinya di grup obrolan kelas namun hasilnya kosong. Yang aku ketahui darinya hanyalah wajahnya, di grup obrolan tidak ada satupun yang memajang wajah menyerupainya.
Ponselku berbunyi. Awalnya kukira hanya pesan grup obrolan yang biasa meramaikan ponselku. Ternyata aku salah, nomor baru tersemat disana dengan display animasi beruang. So cute.
“Apa kau menemukan barangku yang terjatuh?”
Isi pesannya sedikit membingungkan. Aku tidak mengerti maksud dari pesan tersebut. Seketika kulihat profile akun tersebut, kudapati bahwa ternyata dia merupakan anggota di grup obrolan kelasku. Mataku membulat pipiku memanas. Apa mungkin itu dia? Ah kenapa aku jadi tidak terkendali, hanya karena sebuah pesan singkat. Tanpa menunggu lama aku membalas pesan darinya.
“Maaf, ini siapa?”
Dengan antusias aku menunggu ponselku berbunyi. Beberapa detik kemudian ponselku berbunyi dan segera aku menatap layar kaca ponselku. Aku kecewa. Hanya pesan obrolan di grup kelas yang membahas kepengurusan kelas. Aku tidak peduli dan tidak ingin menjadi bagian dari itu. Sampai hari berganti malam, pesanku masih belum mendapatkan jawaban darinya. Dia yang belum tentu pria dingin itu. Ah, menyebalkan.
Akhirnya aku memutuskan untuk tidur lebih awal karena esok hari aku akan mulai dengan jadwal praktikum yang telah ditentukan oleh pihak kampus. Aku penasaran siapa saja yang akan berada di kelas praktikumku besok. Karena saat praktikum temanku akan berbeda dengan saat kelas teori. Begitulah aturan kampusku. Setidaknya aku tidak akan bosan bersama manusia yang sama setiap harinya. Selamat tidur Ayah, Ibu. Aku mencintaimu.
Seperti embun dipagi hari kau datang untuk menyejukkan hatiku
Seolah matahari disiang hari kau menghangatkan perasaanku
Layaknya bulan dimalam hari kau menerangi sisi gelapku
Saat pertemuan pertamaku denganmu, kau telah berhasil
Berhasil mengalihkan impianku
Menyingkirkan logikaku
Jantungku memilihmu
Bolehkan aku mengetahui namamu?
Kamu
Siapa?
nice story!! :)
Comment on chapter Kamu Siapa?