Sia menatapku dalam. Aku tahu ini akan terjadi. Bagaimanapun ini resiko yang harus aku terima. Sia tidak akan pernah suka ketika aku akan pergi jauh.
" Kamu bahagia Resh?"
Aku menatapnya, tidak mengerti maksud dari pertanyaannya.
" Apa kamu bahagia kalau kamu pergi?" Sia mengulangi pertanyaannya. Mencoba untuk tersenyum.
" Nggak juga Ya'. Pisah dari kamu sama ibu itu berat. Aku pasti kepikiran sama ibu nanti." Aku terkekeh. Mencoba untuk mencairkan suasana.
Tapi Sia hanya menunduk, tidak merespon. Aku menghela napas. Aku tidak pernah menyukai situasi ini. Aku seperti menyesal telah memberitahunya. Sia tidak berlebihan, aku tahu ia khawatir.
" Kalau kamu bahagia dapet tawaran itu, aku juga bahagia. " Sia kembali menghadapku, tersenyum tipis. " Kali ini, tujuannya kemana?" Sia bertanya, kini suara serta ekspresinya kembali seperti sedia kala. Cepat sekali ia merubah wajah sedihnya. Seakan - akan aku tidak pernah mengatakan akan pergi pelatihan.
" Spanyol." Ucapku cepat.
Sia menoleh, matanya terbelalak, " Spanyol? Sejauh itu? Kapan berangkat? Pasti lama dong, aku kira cuma di Bandung atau Malang, gitu. Ini di Spanyol. Trus disana berapa lama?.."
" Sshh, Ya' udah, diliatin orang." Aku buru buru menghentikannya sebelum semakin berbuntut panjang omelannya. Beberapa pelayan sudah ada yang menatap kami. " Aku juga belum tahu kapan aku berangkat. Berapa lamanya aku juga belum tahu. Masih harus ikut seleksi dulu." Ucapku sambil menjawab pertanyaannya.
" Kalau udah dapet informasinya, cepet kasih tahu." Ia menatap tajam ke arahku. Aku tertawa, mengangguk.
* * *
Aku langsung pulang setelah mengantar Sia sampai rumah. Ibu tidak ada di luar untuk menyiram tanaman seperti biasa, karena halamannya sudah basah. Aku membuka pintu. Hanya terlihat ibu yang sedang menjahit. Aku menghampiri, lantas duduk di sampingnya. " Ayah mana bu?"
Ibu menoleh, " Oh kamu Resh, ibu kira siapa. Ayah lagi ke restoran."
Aku mengangguk - angguk, " Aresh ke kamar dulu bu, sekalian mandi." Lantas bangkit.
" Iya, kamu sudah makan nak?" Ibu mendongak, bertanya.
Aku menggeleng, " Belum bu. Ibu udah masak?"
Ibu mengangguk, " Sudah, ibu masak udang. Nanti kita makan bareng ya."
" Iya." Ucapku sambil balas tersenyum.