Loading...
Logo TinLit
Read Story - In your eyes
MENU
About Us  

Keesokan harinya, semua berjalan seperti biasa. Ayah sudah bisa bekerja lagi. Kesehatannya sudah sangat baik. Aku akhirnya bisa menjemput Sia lagi setelah lebih dari seminggu ia harus pulang sendiri naik angkutan umum.

Tidak seperti biasanya, hari ini hujan turun. Aku memutuskan menunggu di lorong sekolahnya sambil membawa payung. Lima belas menit menunggu, Sia keluar dari kelasnya. Tersenyum lebar melihatku yang telah menunggunya. Aku memang tidak memberitahunya jika akan menjemput hari ini. 

" Dari tadi?" Sia bertanya, wajahnya cerah.

Aku menggeleng, " Baru lima belas menit, langsung ke mobil ?" Ajakku.

Sia mengangguk. Aku segera membuka payung saat kami berada di teras sekolah. Sia memegang lenganku, berjalan bersisian. 

" Resh, makan dulu ya? Kamu udah makan?" Sia menghentikan langkah, bertanya. 

" Belum, tadi sengaja nggak makan."

" Aku juga, makan di deket sini aja. Jalan kaki biar cepet." Sia menatap sekitar mencari tempat untuk kami makan. Ia kembali mendongak, " Di depan sana ada restoran, mau?" Ucap Sia menawarkan. 

Aku mengangguk, " Jalan kaki?" Tanyaku.

" Iya, biar nggak repot. " 

Setelah berjalan selama lima menit, aku dan Sia sampai di restoran yang Sia maksud. Kami memilih tempat di ujung. 

Aku mengecek ponsel, ada pesan dari ibu. Ia memintaku untuk membeli beberapa bahan dapur. Kemudian ada satu lagi pesan dari pelatih. Aku membukanya, ia mengirimkan jadwal seleksi pelatihan dan daftar nama yang mengikutinya. Namaku ada di dalam daftar. Ia kembali mengirimi pesan, 

" Nama di daftar itu bisa berubah sewaktu -waktu. Saya masih memberikan kesempatan jika ingin mengundurkan diri." 

Aku membaca kembali jadwalnya, seleksi pertama akan dilakukan dua minggu lagi. Dan penentuannya baru tiga bulan lagi. Aku mengalihkan pandangan kepada Sia, Ia sedang menatap hujan sambil sesekali tersenyum tipis. Bagaimana jika aku mengatakannya sekarang. Apakah senyum itu akan tetap ada. 

Lamunanku terhenti saat pelayan datang mengantar pesanan. Aku dan Sia mengucapkan terima kasih lalu mulai makan. 

" Kenapa cuma makan steak? Emang kenyang?" Sia berkomentar, di sela suapannya. 

" Aku takutnya ibu udah masak di rumah, nggak tega kalau harus nolak masakan ibu. " Aku memotong steak, lantas memasukkannya ke dalam mulut. 

Sia mengangguk - angguk, kembali menyantap makanannya. Setelah itu hanya hening, hingga makanan kami habis. Hujan juga sudah mulai berhenti. 

" Kita langsung pulang? Hujannya juga udah berhenti." 

" Mau nemenin aku? Ibu minta di beliin bahan dapur tadi." 

" Mau. Ayo sekarang, berangkat." Sia buru - buru berdiri. Menarik tanganku. 

Kami sampai di pusat perbelanjaan lima belas menit kemudian. Kami segera menuju ke tempat bahan makanan. Karena aku tidak terlalu tahu tentang bumbu - bumbu dapur, aku membiarkan Sia yang memilih. Aku hanya berjalan mengikuti sambil mendorong troli. 

" Banyak banget belinya Ya'?" Tanyaku karena troli sekarang sudah terisi separuh. 

" Biar bisa milih, nanti kalau ada yang nggak dibutuhin ibumu bisa aku bawa pulang buat masak di rumah. Bahan di rumah juga mau habis. Nggak papa kan? Nanti aku ganti uangnya." Jelasnya. 

" Nggak usah, biar aku yang bayar nanti. Nggak usah diganti." 

Sia balas mengangguk. " Udah semua, kamu perlu apa lagi?" 

Aku menggeleng, " Udah cukup, ke kasir aja langsung." 

Setelah membayar, aku dan Sia mampir sebentar di salah satu kedai es krim. Aku membawa dua gelas es krim ke meja kami. 

" Tempatnya sepi, mungkin. Karena habis hujan ya?" 

Aku menelusuri sekitar, memang sepi. " Cuma kita yang makan es krim habis hujan." 

Sia mengangguk, terus menyendok es krim miliknya. Rencana pelatihan itu kembali melintas di pikiranku. Setiap kali bersama dengan Sia, pikiran tentang rencana pelatihan itu terus muncul. 

" Kamu mau ngomong apa?" Ucapan Sia membuatku spontan menoleh. " Aku tahu dari kemaren kamu pengen ngomong sesuatu. Aku tunggu, tapi kamu nggak bilang - bilang. Sekarang aku udah nggak sabar, kamu mau ngomong apa?" 

Aku sekarang sepenuhnya terdiam. Sikapku yang sering melamun saat bersamanya pasti membuatnya bingung. 

 " Resh?" 

Aku kembali tersadar. Menatap wajah Sia yang serius. " Aku ada rencana buat pergi Ya'."

 

 

 

 

 

 

 

 

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Nadine
5876      1575     4     
Romance
Saat suara tak mampu lagi didengar. Saat kata yang terucap tak lagi bermakna. Dan saat semuanya sudah tak lagi sama. Akankah kisah kita tetap berjalan seperti yang selalu diharapkan? Tentang Fauzan yang pernah kehilangan. Tentang Nadin yang pernah terluka. Tentang Abi yang berusaha menggapai. dan Tentang Kara yang berada di antara mereka. Masih adakah namaku di dalam hatimu? atau Mas...
G E V A N C I A
1175      644     0     
Romance
G E V A N C I A - You're the Trouble-maker , i'll get it done - Gevancia Rosiebell - Hidupnya kacau setelah ibunya pergi dari rumah dan ayahnya membencinya. Sejak itu berusaha untuk mengandalkan dirinya sendiri. Sangat tertutup dan memberi garis keras siapapun yang berniat masuk ke wilayah pribadinya. Sampai seorang cowok badboy selengean dengan pesona segudang tapi tukang paksa m...
Warna Rasa
12966      2275     0     
Romance
Novel remaja
Kamu VS Kamu
1956      1039     3     
Romance
Asmara Bening Aruna menyukai cowok bernama Rio Pradipta, si peringkat pertama paralel di angkatannya yang tampangnya juga sesempurna peringkatnya. Sahabatnya, Vivian Safira yang memiliki peringkat tepat di bawah Rio menyukai Aditya Mahardika, cowok tengil yang satu klub bulu tangkis dengan Asmara. Asmara sepakat dengan Vivian untuk mendekatkannya dengan Aditya, sementara ia meminta Vivian untu...
Jika Aku Bertahan
12985      2727     58     
Romance
Tidak wajar, itu adalah kata-kata yang cocok untuk menggambarkan pertemuan pertama Aya dengan Farel. Ketika depresi mengambil alih kesadarannya, Farel menyelamatkan Aya sebelum gadis itu lompat ke kali. Tapi besoknya secara ajaib lelaki itu pindah ke sekolahnya. Sialnya salah mengenalinya sebagai Lily, sahabat Aya sendiri. Lily mengambil kesempatan itu, dia berpura-pura menjadi Aya yang perna...
I Fallen for Jena Henzie
8617      1901     0     
Romance
Saat pitcher melempar bola, perempuan itu berhasil memukul bola hingga jauh keluar lapangan. Para penonton SMA Campbell langsung berdiri dengan semangat dan bersorak bangga padanya. Marvel melihat perempuan itu tersenyum lebar saat mengetahui bolanya melambung jauh, lalu ia berlari sekencang mungkin melewati base pertama hingga kembali ke home. Marvel melihat keramaian anak-anak tim base...
Abay Dirgantara
6927      1574     1     
Romance
Sebenarnya ini sama sekali bukan kehidupan yang Abay inginkan. Tapi, sepertinya memang semesta sudah menggariskan seperti ini. Mau bagaimana lagi? Bukankah laki-laki sejati harus mau menjalani kehidupan yang sudah ditentukan? Bukannya malah lari kan? Kalau Abay benar, berarti Abay laki-laki sejati.
injured
1513      790     1     
Fan Fiction
mungkin banyak sebagian orang memilih melupakan masa lalu. meninggalkannya tergeletak bersama dengan kenangan lainya. namun, bagaimana jika kenangan tak mau beranjak pergi? selalu membayang-bayangi, memberi pengaruh untuk kedepannya. mungkin inilah yang terjadi pada gadis belia bernama keira.
Cinta dan Benci
4985      1526     2     
Romance
Benci dan cinta itu beda tipis. Bencilah sekedarnya dan cintailah seperlunya. Karena kita tidak akan pernah tau kapan benci itu jadi cinta atau sebaliknya kapan cinta itu jadi benci. "Bagaimana ini bisa terjadi padaku, apakah ini hanya mimpi? Apakah aku harus kabur? Atau aku pura-pura sakit? Semuanya terasa tidak masuk akal"
Mr. Kutub Utara
353      272     2     
Romance
Hanya sebuah kisah yang terdengar cukup klasik dan umum dirasakan oleh semua orang. Sebut saja dia Fenna, gadis buruk rupa yang berharap sebuah cinta datang dari pangeran berwajah tampan namun sangat dingin seperti es yang membeku di Kutub utara.