Arham langsung berlarian menyambutku sesaat setelah aku sampai. Aku menggendongnya, menyerahkan kantong plastik berisi buku yang kubeli tadi. Sia muncul dari dalam.
" Kak Aresh temenin Arham mewarnai ya?"
Aku mengangguk, lalu berjalan masuk ke dalam rumah. " Tante Linda belum pulang?" Tanyaku saat kami sudah berada di ruang keluarga.
" Belum, mungkin nanti malem. " Jawab Sia singkat.
" Risty?"
"Pergi sama temen - temennya. Kamu udah makan?" Sia lanjut bertanya. Aku menggeleng, belum.
" Bantuin aku masak ya Resh? Arham mau makan apa?" Sia membuka kulkas, mengeluarkan beberapa bahan. Aku menurunkan Arham, dan membantu Sia membawa bahan - bahannya ke dapur.
" Arham mau nasi goreng sama telur." Seru Arham, ia memilih mewarnai di meja makan.
" Oke." Sia menyahut balik. " Masak yang diminta Arham aja ya? Atau kamu mau yang lain?" Tanya Sia. Kedua tangannya sibuk mengiris bawang.
Aku mengangguk, " Sama kayak Arham aja. Aku bantuin apa?"
Sia menyerahkan bawang yang sudah ia potong, " Kamu tumis bahan - bahannya aja, minyaknya jangan banyak - banyak."
" Iya tahu, namanya numis itu minyaknya nggak banyak." Aku nyengir.
" Iya tahu, kamu anaknya yang punya restoran." Sia meledek balik. Aku tertawa.
Setelah makan siang dan menemani Arham mewarnai, aku dan Sia memutuskan untuk berjalan keliling komplek. Arham aku titipkan pada Risty yang tadi baru saja pulang.
" Resh,"
Aku menoleh, " Apa?"
" Aku sering mikir, kamu pasti sibuk latihan bola, apalagi kalau ada turnamen. Sedangkan Ayah kamu udah tua, nggak bisa sekuat dulu buat ngurus restoran. Kalau dia pengen berhenti ngurus, kamu mau gantiin dia?" Sia balik menatapku. Kami terus berjalan menyusuri komplek.
Aku berpikir sejenak, " Mau, tapi aku butuh orang yang bisa gantiin waktu aku nggak bisa ngurus restoran."
Suasana kembali hening, kami sibuk dengan pikiran masing - masing. Akhirnya kami memilih berhenti di taman dan mencari tempat duduk yang teduh.
" Itu artinya kamu bakal sering pergi." Sia bergumam. Aku yang mendengarnya hanya bisa terdiam.
" Ya', selama aku masih main sepakbola, aku bakal sering pergi. Kamu kan tahu itu." Jelasku.
" Iya sih, tapi selalu berat rasanya waktu kamu mau pergi. Aku selalu kesepian. Kamu ada jadwal pergi dalam waktu dekat?"
Aku kembali terdiam, aku masih belum tahu pasti kapan seleksi pelatihan itu dimulai. Sebaiknya Sia tidak perlu tahu dulu, akan kuberitahu saat semuanya sudah pasti.
" Mungkin ada. Tapi belum ada pemberitahuan pasti." Aku menjawab singkat.
" Ibu ada di rumah? Aku pengen ketemu, sekalian jenguk ayahmu." Sia kembali membuka percakapan setelah hening sejenak. Aku melihat sekitar, kami memang berada di dekat rumahku.
Aku berdiri, " Ayo."