Enam bulan telah berlalu, namun tidak ada perubahan dengan keadaan Rafael saat ini. Dia masih mengalami kelumpuhan dan masih mengalami kerusakan pita suara. Dokter di Rumah Sakit Amerika masih masih berusaha untuk memulihkan keadaan Rafael.
Dikala itu penyakit jantung ibu Rafael kambuh hingga nyawa tidak dapat terselamatkan. Musibah datang secara beruntun menimpah Rafael. Semua sahabatnya hampir menyerah melihat kondisi Rafael. Bahkan ketiga sahabatnya rela mengambil cuti perkuliahan demi Rafael.
Keajaiban itu pun datang. Rafael tiba-tiba bisa berbicara meski sedikit terbata-bata. Nathan terkejut ketika Rafael memanggil nama-nama sahabatnya itu. Rafael mulai menginggat sedikit demi sedikit tentang dirinya. Mereka bertiga tidak dapat menahan air mata yang menetes begitu saja.
“Alhamdulilah!” Teriak Rahman sambil sujud syukur.
Mereka saling berpelukan. Mereka berjanji akan selalu menguatkan satu sama lain hingga impian mereka terwujud. Mereka terus memberikan motivasi untuk Rafael agar bisa kembali berjuang bersama demi sebuah impiannya. Namun, satu hal yang mereka sembunyikan dari Rafael yaitu kematian ibu Rafael tiga bulan yang lalu. Dia tidak ingin membuat sahabatnya itu mengalami drop dan sedih. Mereka bersepakat akan memberitahukan setelah keadaan Rafael benar-benar kembali seperti semula.
Matahari tak selamanya terbenam
Langit tak selamanya menghitam
Dan, persahabatan tidak selamanya berjalan mulus
Ujian akan saling menguatkan satu sama lain
Kita memiliki perbedaan satu sama lain
Tujuan kita sama
Kita ingin berjalan bersama
Kita ingin berlari bersama
Dan, kita ingin berjuang bersama
Hingga impian itu bisa terwujud bersama
Bersama kita bisa melawan dunia
Dunia yang penuh ketidak adilan
Dunia yang penuh drama kehidupan
Kita tidak peduli resiko apa yang akan kita hadapi
Namun, suatu saat kita bisa menikmati perjuangan kita
Karena kita satu nyawa dan satu darah, meski kita tidak ada ikatan sedarah
Cinta dan perjuangan kita demi memberikan seribu senyuman untuk kehidupan
-Nathan-
“Jika salah satu dari kita pergi dan menyerah, maka bangunan impian yang kita perjuangkan akan runtuh.” Ujar Vanno.
“Iya, kita akan berjuang bersama. Dan, aku yakin kamu bisa kembali megejar impian kita bersama lagi.” Tambah Rahman.
“Matahari akan selalu bersinar. Dan, aku yakin kita bisa seperti matahari yang bisa menyinari kehidupan. Kita akan menjadi utuh kembali. Kita akan saling menguatkan dan selalu ada untuk satu sama lain. Kita akan menghabiskan waktu bersama. Kita akan saling membantu. Bersama kita akan kuat dan bisa meraih impian kita.” Ujar Nathan. “Dan, kamu Rafael. Kamu pasti bisa untuk sembuh karena kamu salah satu nyawa dalam persahabatan ini. Kamu harus berjuang melawan semua ini. Karena Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang tidak bisa dilewati makhluknya. Kita selalu ada dan kita akan terus bersamamu.”
Rafael hanya bisa meneteskan air mata karena dia begitu terharu dan tersentuh dengan kepedulian sahabatnya itu. Dia tidak menyangka kalau persahabatan itu semakin menguat. Dia sangat termotivasi bahkan dia memiliki semangat juang untuk sembuh.
“A-Ku pas-ti a-kan berrr-juaang aaa-gar kiii-ta bi-saa meee-nge-jar im-pian kii-taa kemm-bali….”Rafael berbicara hingga terbantah-bantah.
Nathan tidak sanggup menahan air matanya. Dan, Vanno merasa begitu sakit melihat kondisi sahabatnya seperti itu. Rahman merasa juga tidak bisa menahan kepedihan yang dialami sahabatnya.
“Seandainya Tuhan bisa membagikan rasa sakit ini. Aku akan mau menangung rasa sakit itu.” Batin Nathan.
“Kamu hebat masih bisa tersenyum dalam keadaanmu seperti ini.” Batin Rahman.
“Teman kamu adalah salah satu warna pelangi dari persahabatan kita.” Batin Vanno.
***&&&***
Di ruang terapi, Rafael bertemu dengan seorang gadis yang juga mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya. Mereka saling berbagi cerita. Rafael merasakan persamaan nasib. Gadis itu bernama Alana. Dia sudah setahun mengalami kelumpuhan pada kakinya, padahal dahulunya dia atlit lari. Namun, impian itu terhempas begitu saja saat dia mengalami kecelakaan. Dia juga tidak pernah menyesal mengalami keadaan seperti itu, karena dia bisa menyelamatkan seorang anak kecil dalam kebakaran resort di Pulau Bali itu. Namun, takdir itu membuatnya mengalami kelumpuhan karena terkena runtuhan bangun.
“Kamu tahu seribu kebaikan itu lebih penting bagiku. Aku bahagia bisa menyelamatkan anak itu dari maut. Meskipun nyawa aku yang jadi taruhan, tapi aku bahagia bisa membuat anak itu bisa tersenyum dan kembali ke keluarganya. Ya, memang aku ini ditakdirkan oleh Tuhan tanpa sebuah keluarga. Aku hanya tinggal dan dibesarkan semenjak kecil dalam sebuah panti asuhan. Namun, aku masih bersyukur bisa menikmati karunia Tuhan. Aku masih bisa bernafas dan menikmati kehidupan.” Kata Alana seraya tersenyum mungil.
“Kamu gadis yang hebat Alana. Kamu masih bisa tersenyum begini. Kamu tidak pernah mengeluh bahkan kamu masih bisa mengucapkan syukur. Aku malu terkadang aku mengeluh dengan takdirku saat ini. Aku yang tidak bisa melakukan apapun bahkan aku hampir putus asa berjuang dalam hidupku ini yang menyedihkan.” Batin Rafael.
“Rafael, kamu jangan pernah keluhkan ujian dari Tuhan. Karena Tuhan menguji kita untuk memberikan kekuatan kita. Bahkan Tuhan sudah merencanakan takdir hebatnya demi kita. Kamu hanya harus merasakan kesabaran dan kamu harus melihat orang-orang yang lebih menderita dibandingkan kita. Kamu pasti akan bisa merasakan dan mengucapkan rasa syukur itu.”Kata Alana.
“Alaa-na, terrr-ri-maa kaaa-siih kaa-muuu te-lah memm-buaatku sa-daar. Dan, see-mogaa kaaa-muu ju-ga biss-sa seem-buhh. Dan, bi-sa kem-bali meraih im-pian ka-mu kem-bali.” Kata Rafael menatap Alana.
Kemudian seorang perawat menghampiri Rafael. Ia akan melakukan terapi untuk beberapa otot-otot yang telah lumpuh. Rafael tersenyum meninggalkan Alana.
“Alana, semoga kita sering bertemu dan aku bahagia bisa mengenal gadis yang tidak pernah mengeluh seperti kamu.” Batin Rafael.
***&&&***