Read More >>"> TRIANGLE (DUA BELAS) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - TRIANGLE
MENU
About Us  

Sekolah semakin nggak nyaman buatku. Mata orang hampir seluruh sekolahan masih saja menatapku dengan tatapan menghina. Dan saat aku berjalan sendirian seperti ini, rasanya seperti sedang berjalan di antara kerumunan Singa lapar yang siap menerkamku.

Gara-gara perutku yang agak nggak bener?akibat makan sambal terasi bikinan Bik Yati semalam yang membuatku khilaf dan lupa kalau perutku nggak bisa kompromi dengan pedas?aku harus mendekam sepuluh menit di toilet. Dan karena Lyana yang katanya sudah lapar tingkat dewa, tega meninggalkanku untuk ke kantin terlebih dulu. Hasilnya, ya seperti ini. Aku sendirian.

Lyana amnesia kali ya, kalau saat ini ceritanya aku sedang dimusuhi sama orang satu sekolah? Yang mereka itu bawaannya ingin menerkam dan mencabik-cabikku. Dan ini yang paling aku hindari. Ralin dan pagar ayu-nya yang saat ini sedang bergerombol di depan kelas mereka.

Kenapa sih, kantin tuh harus berada di ujung koridor sebelas IPA? Kenapa nggak di unjung koridor kelas sebelas IPS saja? Jadinya kan aku nggak perlu lewat kandang Singa begini. Bukannya takut. Aku hanya malas saja kalau sampai berurusan dengan orang itu. Cukup sudah kesialan selama ini yang kudapat setiap kali berada di dekat orang itu.

“Heii semua. Miss Bitch mau lewat tuh. Beri jalan, beri jalan.” Pita, seorang pagar ayu Ralin berseru dengan lantang. Aku mencoba untuk nggak terpengaruh dengan sorakan semua orang yang ada di situ. Walau rasanya kepalaku sudah mendidih.

“Per malam pasang tarif berapa sih, Mbak? Temen gue ada yang mau nih.” Kali ini Ralin yang berkata. Dengan nada yang menyakitkan. Dan aku, nggak bisa diam begitu saja dihina cewek gila itu. Aku menghentikan langkahku dan berbalik berjalan ke arah Ralin dan pagar ayu-nya.

“Gue kasih tau ya, Ralin. Gue bukan cewek brengsek kayak elo.” Aku berkata dengan tajam.

“Eh? Jaga ya itu mulut.” Ralin balas memaki dan mendorong tubuhku.

Walau sadar kami sudah jadi bahan tontonan gratis di jam istirahat ini, tapi aku nggak bisa diam begitu saja. Maka aku berjalan mendekati Ralin dengan langkah cepat, kemudian mendorog tubuhnya dengan sekuat tenaga. Sampai tubuh Ralin menabrak tiga pagar ayu-nya.

Ralin bangkit dan mencoba untuk mendekatiku lagi. Aku sudah bersiap untuk mendorongnya, bahkan tanganku sudah menyentuh bahunya, sampai kurasakan sebuah tangan menarik lengan kiriku untuk menjauh dari Ralin.

“Aku nggak nyangka kamu bisa seanarkis ini.” Arda yang mengatakan itu. Aku melongo sesaat. Kemudian tertawa sinis.

“Oke. Taruhlah aku emang segitu anarkisnya di mata kamu. Tapi itulah caraku untuk mempertahankan diri dari binatang buas.” Aku menoleh untuk menatap Ralin saat mengucapkan dua kata terakhir. Kemudian tanpa berkata apa-apa lagi aku meninggalkan mereka.

----

 

Aku meletakkan daguku di atas meja. Memiringkan kepalaku sedikit ke arah Lyana yang duduk di sebelah kananku. Dia lagi sibuk menyalin PR Sosiologi dariku. Padahal PR Sosiologi itu semua jawaban ada di materi, lho. Tinggal baca ulang juga ketemu. Emang dasar pemalas.

Kadang aku heran dengan kebiasaan Lyana ini. Sekali pun nggak pernah mengerjakan PR di rumah. Selalu menyalin punyaku saat di sekolah. Kadang aku jengkel juga dengan kebiasaan buruknya itu. Kalau memang tidak bisa mengerjakan, dia kan bisa minta tolong padaku untuk mengajarinya. Atau Dika, mungkin. Bukan malah copy paste begitu. Lalu, apa gunanya dia pergi ke sekolah?

Pernah aku menanyakan kenapa Lyana nggak pernah mengerjakan PR. Jawabannya adalah, “Gue nggak suka sama semua mata pelajaran. Kecuali Bahasa Indonesia.” Yeah, seperti itulah jawaban Lyana. Katanya lagi, kalau mata pelajaran Bahasa Indonesia itu nggak perlu mikir berat. Cuma perlu membaca dengan teliti saja. Makanya dia suka.

 “Hai cewek-cewek.”

Aku menoleh untuk menatap sumber suara. Dika kini sudah duduk di bangku Firly.

“Hai, sayang.” Sahut Lyana dengan centilnya. Aku mencibir.

“Lagi ngapain kamu?” Tanya Dika sambil melongokkan kepala ke buku PR-ku.

“Cewek lo tuh. Kasih tau kalo yang namanya PR itu dikerjain di rumah. Bukannya di kerjain di sekolah pas jam istirahat begini.” Sungutku sambil memukul pelan kepala Lyana dengan pensil.

“Yee… gue kan sibuk di rumah.” Lyana membela diri.

“Alaaa. Sibuknya elo ngapain, sih? Palingan juga nonton koleksi DVD Korea lo yang ORISINIL itu.” Sengaja aku memakai penekanan dalam mengucapkan kata orisinil. Karena Lyana juga selalu melakukan itu setiap kali menyebut koleksi DVD drama Korea-nya. Katanya biar semua orang tahu kalau dia anti yang bajak-bajakan. Lebay, kan?

Lyana hanya nyengir sambil tetap menyalin PR. Kemudian berkata, “Kamu mau ngapain kesini, Dik? Kangen aku yaaa?” Yieek. Muak bener dengar gombalan si Lyana itu.

“Mau lihat keadaan Tara tuh. Takutnya kalau sampai dia bunuh diri nekat terjun dari bangku karena saking depresinya.” Jawab Dika asal yang membuatku dan Lyana mau nggak mau jadi tertawa.

“Sialan lo! Gue nggak sedesperate itu, kali. Lagian, yang ada bukannya mati tapi malah lecet-lecet doang. Jadi nggak mulus lagi deh kulit gue.” Sahutku.

Hening sejenak. Nggak tahu kenapa, aku malah jadi nelangsa. Apalagi saat melihat tatapan iba dari Dika.

Please deh, Dik. Gue baik-baik aja. Jangan kasihani gue kayak gitu.” Datar aku mengatakan itu. Tapi hatiku rasanya sakit.

“Ada yang bisa gue bantu?” Kata Dika kemudian.

“Ada. Bantu gue temuin pelaku penyebaran foto itu.” Jawabku.

“Ada yang lo curigai?” Dika bertanya lagi.

“Ada.” Aku menegakkan punggung kemudian sedikit mencondongkan tubuh ke arah Dika.

Berharap tidak ada yang mendengar apa yang akan aku katakan. Karena walau pun jam istirahat, nggak tahu kenapa masih banyak juga yang mendekam di kelas. Mungkin karena sudah malas juga keluar di jam istirahat kedua ini. Panasnya luar biasa di luar mah.

“Pertama, Lega. Karena kemaren gue sempat adu mulut sama dia. Bahkan dia sampek kena bogem mentah Arda?”

Wait! Arda?” Lyana menghentikan aktifitas menyalin PR dan menatapku dengan wajah curiga.

“Iya, kemaren gue duduk di halte nungguin Pak Danang yang nggak dateng-dateng. Lega gangguin gue bahkan sampek memperlakukan gue dengan kasar. Dan Arda tiba-tiba muncul jadi pahlawan kesiangan gitu.” Jawabku.

“WOW.” Hanya itu komentar Lyana. Kemudian kembali fokus ke PRnya.

“Terus, siapa lagi yang lo curigai?” Dika bertanya. Aku kembali menatapnya.

“Kedua, Rafa. Lo taulah apa alasan gue mencurigai dia. Ketiga, Ralin. Nggak tahu kenapa bawaannya curiga terus sama itu orang. Nggak lupa kan, sama kelakuan dia yang rebut Rafa dari gue?” Aku melanjutkan. Dika hanya manggut-manggut mengerti. “Dan ke empat…. Arda.”

 “WHAT? Siapa lo bilang? Arda?” Kalimat terakhirku berhasil mengalihkan perhatian Lyana dari PR Sosiologi. Dan pensil yang tadi kugunakan untuk memukul kepalanya dengan pelan, sekarang benar-benar aku lempar ke arahnya.

“Lo gila, ya? Mau anak-anak denger?” Aku berbisik sambil menatap seisi kelas. Farhan dan Marcel yang berada paling dekat dengan kami bertiga terlihat menoleh sesaat ke arah kami. Tapi kemudian kembali sibuk ngobrol.

“Nggak mungkin deh, Arda ngelakuin itu. Buktinya di cerita lo tadi dia selametin lo dari Lega, kan? Kalo Rafa gue percaya aja. Mungkin dia patah hati sama lo. Ralin, bisa jadi juga. Tapi kalo Arda, APA ALASANNYA, RA?”

See? Lyana masih saja membela Arda. Padahal Arda itu masuk ke deretan tersangka, lho.

“Ya mungkin aja dia masih sakit hati gara-gara tragedi toilet itu. Atau, sebenarnya Arda sama Ralin itu udah saling kenal. Dan mereka kerja sama buat ngerjain gue. Dan yang bikin gue makin yakin kalau dia terlibat adalah, kemaren gue dikeroyok sama Ralin and the pagar ayunya. Dan pas gue mau bales dorong tubuh Ralin, tiba-tiba Arda muncul. Gue dibilang anarkis, Yan, sama dia. DIBILANG ANARKIS.” Aku membela diri.

“Ah, masa sih? Nggak percaya gue.” Lyana masih aja keukeuh membela Arda. Aku memelototkan mata dengan kesal.

“Terserah lo deh.” Jawabku akhirnya.

Dika menatapku dan Lyana bergantian kemudian berkata, “Ya udah, karena gue sekelas sama Arda dan Lega, jadi gue selidikin mereka.”

“Gue selidikin Rafa.” Aku menyahut.

“Berarti, gue selidikin si ‘balon gas’, gitu?” Lyana menunjuk dirinya dengan bolpoin. Aku dan Dika melongo.

“Balon gas?” Aku mengulang perkataan Lyana.

“Menurut lo, siapa sih yang itunya gede kayak balon gas kalo bukan orang yang lo sebut si stranger Ralin itu?” Lyana berkata sambil menggerakkan kedua tangannya membentuk bulatan besar.

Aku dan Dika saling pandang kemudian tertawa setelah mengerti apa yang dimaksud Lyana dengan balon gas. Lyana yang tadinya kesal pun jadi ikut tertawa bersama kami.

----

 

Mulai pagi ini misi di mulai. Aku mulai menyelidiki Rafa. Lyana mulai menyelidiki Ralin. Dan Dika mulai menyelidiki Arda dan Lega. Bahkan sesiangan ini, diam-diam aku membuntuti Rafa. Mulai dari dia berangkat dari rumah, pas istirahat pertama di perpus, ke kantin, lapangan futsal.

Bahkan aku rela lewat depan kelas Rafa hanya demi memastikan apakah ada gerak-gerik yang mencurigakan atau tidak. Walau ujung-ujungnya malah dapat tatapan menghina dari penghuni sebelas IPA. Tapi hasilnya tetap nihil. Yang ada sekarang aku jadi kelaparan karena melewatkan istirahat pertama demi menguntit Rafa.

Aku memandang mangkok Soto dihadapanku yang sudah kosong. Kemudian beralih ke Lyana yang lagi menyalin PR Ekonomi dariku (LAGI). Aku mencoba berpikir. Apa yang sekiranya harus aku lakukan untuk menemukan pelaku penyebaran foto itu.

Aku menggebrak meja dengan keras saat tiba-tiba muncul ide di kepalaku. Yang membuat Lyana berteriak karena kaget.

“Astagfirulloh. TARAA?” Lyana berteriak padaku. Aku sampai menutup telinga demi melindungi pendengaranku.

“Maaf. Refleks gue.” Kataku sambil nyengir. “Gue cabut dulu.” Lanjutku kemudian berdiri.

“Ehh.. ehh.. mau kemana lo?” Lyana bertanya kalang-kabut karena kutinggal sendirian.

“Ada urusan penting.” Kataku sambil ngeloyor pergi.

“Ra. Gue kok ditinggal sendiri, sih. HEIII?”

Aku tidak mempedulikan teriakan histeris Lyana. Dasar drama. Cuma ditinggal di kantin yang ramai saja hebohnya sudah seperti ditinggal ditengah rimba.

Aku melirik arloji di pergelangan tangan kiriku. Lima menit sebelum bel masuk kelas. Aku mempercepat langkah. Tujuanku adalah pos satpam. Dan syukur Alhamdulillah, orang yang kucari ada disana. Pak Badrun.

“Siang, Pak Badrun?” Aku menyapa satpam paruh baya yang berwajah ramah itu, yang sedang menonton TV di posnya.

“Eh, iya Mbak. Siang. Ada yang bisa dibantu?” Jawab Pak Badrun sambil menegakkan tubuhnya yang tadi bersandar di kursi.

“Gini, Pak. Saya mau tanya. Eem?” Aku melirik kanan-kiri untuk memastikan kalau tidak ada orang lain selain aku dan Pak Badrun.

“?Rabu pagi kemarin, Pak. Bapak inget nggak, siapa yang datang pertama kali ke sekolah?”

Bukannya menjawab, Pak Badrun malah tertawa. Aku jadi bingung sendiri.

“Mbak ini pertanyaannya ada-ada saja. Ya mana saya ingat coba. Hari Rabu itu sudah tiga hari yang lalu, Mbak. Orang yang datang pertama kali pagi tadi saja saya juga sudah ndak ingat, lho. Apalagi kemarin lusa. Makin ndak ingat.” Jawab Pak Badrun dengan logat Jawanya yang medok keterlaluan itu. Aku nyengir sambil garuk-garuk kepala. Merasa bodoh dengan pertanyaanku sendiri.

“Tapi, mungkin ada gerak-gerik yang mencurigakan gitu?” Aku masih belum menyerah.

“Mencurigakan gimana to, Mbak?” Pak Badrun malah bertanya balik. Aku jadi keki sendiri.

“Gini lho, Pak. Ini soal…. foto yang heboh tiga hari lalu itu, lho.” Kataku kemudian. Pak Badrun mengernyitkan dahi kemudian menatapku lekat-lekat. Raut wajahnya berubah kaget. Dan kerutan diwajahnya seketika hilang.

“Iya. Foto saya.” Jawabku karena tahu maksud perubahan ekspresi Pak Badrun. “Saya itu difitnah, Pak. Itu foto rekayasa. Saya cuma mau tau pelakunya siapa. Kalau nggak ketemu sampai Selasa depan, saya akan dikeluarkan dari sekolah, Pak. Bapak nggak kasihan sama saya? Tolong diingat-ingat lagi ya, Pak.” Aku memasang wajah sememelas mungkin.

“Aduh, Mbak. Kalau soal foto itu, saya datang saja juga sudah ada.”

Aku menghembuskan napas kecewa. Diam sejenak untuk berpikir. “Nah, yang jaga malam siapa?”

“Si Maman, Mbak. Tapi katanya dia juga ndak tau. Rabu itu saya sama Maman sudah dipanggil Pak Kepsek buat dimintai keterangan. Kata si Maman, pas dia ronda malam keliling sekolah dan lewat mading sekolah, belum ada foto itu. Eh, ketauannya ya pas pagi anak-anak pada datang itu. Saya saja tahu pertama kali juga dari anak-anak, Mbak.”

Aku lemas mendengar penjelasan Pak Badrun. Padahal yang kuharapkan tadi, sedikit saja aku mendapat pencerahan dari keterangan Pak Badrun. Ini bukannya cerah malah tambah buthek.

“Gitu ya, Pak?”

“Iya, Mbak.”

“Ya sudah kalo gitu. Saya permisi, Pak.” Kataku, kemudian berjalan meninggalkan pos satpam.

----

 

Tags: twm18 twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • annis0222

    Thank you, kakak.... Cerita kakak lebih keren. Jadi minder... ????

    Comment on chapter SATU
  • dede_pratiwi

    nice story :)

    Comment on chapter SATU
Similar Tags
Panggil Namaku!
7779      2055     4     
Action
"Aku tahu sebenarnya dari lubuk hatimu yang paling dalam kau ingin sekali memanggil namaku!" "T-Tapi...jika aku memanggil namamu, kau akan mati..." balas Tia suaranya bergetar hebat. "Kalau begitu aku akan menyumpahimu. Jika kau tidak memanggil namaku dalam waktu 3 detik, aku akan mati!" "Apa?!" "Hoo~ Jadi, 3 detik ya?" gumam Aoba sena...
Secret Elegi
3952      1130     1     
Fan Fiction
Mereka tidak pernah menginginkan ikatan itu, namun kesepakatan diantar dua keluarga membuat keduanya mau tidak mau harus menjalaninya. Aiden berpikir mungkin perjodohan ini merupakan kesempatan kedua baginya untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu. Menggunakan identitasnya sebagai tunangan untuk memperbaiki kembali hubungan mereka yang sempat hancur. Tapi Eun Ji bukanlah gadis 5 tahun yang l...
Who You?
745      478     2     
Fan Fiction
Pasangan paling fenomenal di SMA Garuda mendadak dikabarkan putus. Padahal hubungan mereka sudah berjalan hampir 3 tahun dan minggu depan adalah anniversary mereka yang ke-3. Mereka adalah Migo si cassanova dan Alisa si preman sekolah. Ditambah lagi adanya anak kelas sebelah yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk mendekati Migo. Juya. Sampai akhirnya Migo sadar kalau memutuskan Al...
Rinai Hati
501      267     1     
Romance
Patah hati bukanlah sebuah penyakit terburuk, akan tetapi patah hati adalah sebuah pil ajaib yang berfungsi untuk mendewasakan diri untuk menjadi lebih baik lagi, membuktikan kepada dunia bahwa kamu akan menjadi pribadi yang lebih hebat, tentunya jika kamu berhasil menelan pil pahit ini dengan perasaan ikhlas dan hati yang lapang. Melepaskan semua kesedihan dan beban.
CINLOV (KARENA CINTA PASTI LOVE)
14986      1825     4     
Romance
Mala dan Malto dua anak remaja yang selalu memperdebatkan segala hal, Hingga akhirnya Valdi kekasih Mala mengetahui sesuatu di balik semua cerita Mala tentang Malto. Gadis itu mengerti bahwa yang ia cintai sebenarnya adalah Malto. Namun kahadiran Syifa teman masa kecil malto memperkeruh semuanya. Kapur biru dan langit sore yang indah akan membuat kisah cinta Mala dan Malto semakin berwarna. Namu...
Forgetting You
3673      1283     4     
Romance
Karena kamu hidup bersama kenangan, aku menyerah. Karena kenangan akan selalu tinggal dan di kenang. Kepergian Dio membuat luka yang dalam untuk Arya dan Geran. Tidak ada hal lain yang di tinggalkan Dio selain gadis yang di taksirnya. Rasa bersalah Arya dan Geran terhadap Dio di lampiaskan dengan cara menjaga Audrey, gadis yang di sukai Dio.
She Is Falling in Love
479      288     1     
Romance
Irene membenci lelaki yang mengelus kepalanya, memanggil nama depannya, ataupun menatapnya tapat di mata. Namun Irene lebih membenci lelaki yang mencium kelopak matanya ketika ia menangis. Namun, ketika Senan yang melakukannya, Irene tak tahu harus melarang Senan atau menyuruhnya melakukan hal itu lagi. Karena sialnya, Irene justru senang Senan melakukan hal itu padanya.
Tanda Tanya
390      276     3     
Humor
Keanehan pada diri Kak Azka menimbulkan tanda tanya pada benak Dira. Namun tanda tanya pada wajah Dira lah yang menimbulkan keanehan pada sikap Kak Azka. Sebuah kisah tentang kebingungan antara kakak beradik berwajah mirip.
Survival Instinct
260      215     0     
Romance
Berbekal mobil sewaan dan sebuah peta, Wendy nekat melakukan road trip menyusuri dataran Amerika. Sekonyong-konyong ia mendapatkan ide untuk menawarkan tumpangan gratis bagi siapapun yang ingin ikut bersamanya. Dan tanpa Wendy sangka ide dadakannya bersambut. Adalah Lisa, Jeremy dan Orion yang tertarik ketika menemui penawaran Wendy dibuat pada salah satu forum di Tripadvisor. Dimulailah perja...
Run Away
7031      1590     4     
Romance
Berawal dari Tara yang tidak sengaja melukai tetangga baru yang tinggal di seberang rumahnya, tepat beberapa jam setelah kedatangannya ke Indonesia. Seorang anak remaja laki-laki seusia dengannya. Wajah blesteran campuran Indonesia-Inggris yang membuatnya kaget dan kesal secara bersamaan. Tara dengan sifatnya yang terkesan cuek, berusaha menepis jauh-jauh Dave, si tetangga, yang menurutnya pen...