-----
Katakanlah aku bodoh
Sebab cinta ini merayap tak membiarkan aku lepas
Sementara tangan ini enggan menangkup
Menelusup hingga di titik terdalam aku merasakan luka
----
Tak ada yang bisa menggambarkan perasaan Azalea saat ini. Setelah diam-diam pergi dari rumah, ia pun ke tempat Fiersa. Dan disinilah mereka berdua. Di tempat peristirahatan sebelum kembali berjuang menuju ke puncak tertinggi di Mahameru.
“Gila sumpah... ini keren banget,” teriak Fiersa sambil bermain di tepi danau Ranu Kumbolo.
Azalea menggeleng tak mengerti. Fiersa terlalu berlebihan. Bahkan ini bukan pertama kalinya mereka mendaki di Mahameru. Namun reaksi Fiersa seakan pemuda itu baru saja menapakkan kakinya di tempat paling indah yang pernah ia rasakan di dunia ini.
“Le, fotoin gue dong. Pengen gue share ke Lily,” teriak Fiersa yang masih betah di pinggir danau.
Azalea berjalan lesu. Bahkan di tempat ini pun, Fiersa masih memikirkan Lily. Segitu dalamnya kah cinta Fiersa ke Lily hingga tak melihat cinta yang ada di dekatnya itu?
Setelah melakukan beberapa pose, Fiersa pun kembali ke tenda bersama Azalea.
“Thanks, lo emang sahabat terbaik yang pernah ada buat gue.”
Sahabat ya? Azalea tersenyum tipis, meski terpaksa. Fiersa dengan santainya merangkul Azalea dan mendudukkan gadis itu di pangkuannya. Seperti inikah sikap seorang sahabat? Entahlah.
“Gue harap lo nggak akan pernah ninggalin gue ya, Le. Gue sayang banget sama lo.”
Azalea menikmati setiap sentuhan lembut Fiersa di puncak kepalanya. Sungguh nyaman.
“Iya.”
Fiersa mengeratkan pelukannya pada Azalea. Debaran itu sangat terasa. Azalea berharap untuk saat ini Fiersa menjadi tuli. Sungguh ia akan malu jika Fiersa mendengarkan debar jantungnya yang begitu cepat.
“Entah kenapa, gue ngerasa lo bakal ninggalin gue. Apa itu cuma perasaan gue aja ya?”
“Hmmm... mungkin perasaan lo aja itu.”
Mungkin firasat itu benar adanya. Mungkin... suatu hari nanti gue bakalan ninggalin lo, Sa. Yaitu saat gue udah nggak tahan dengan perasaan ini, sedangkan lo masih kekeh mempertahankan cinta itu buat dia. Bukankah gue nggak boleh egois?
Keduanya menyelami hari menuju senja. Malam ini mereka akan menginap disini. Di bawah puncak sang Mahameru.
Malam pun datang. Udara dingin terasa menusuk hingga ke tulang-tulang. Saat ini Fiersa sedang berkumpul dengan teman-teman lainnya juga. Begitupun dengan Azalea. Hingga malam semakin larut, mereka kembali ke tenda masing-masing.
Fiersa masuk setelah Azalea memasuki tenda. Ya, keduanya satu tenda. Tapi mereka tak melakukan apapun kecuali tidur. Hal seperti sudah terbiasa terjadi diantara keduanya saat pergi bersamaan.
Azalea berbaring memunggungi Fiersa, begitupun sebaliknya.
“Sa.”
“Hmmm.”
“Kalau misalnya ada seseorang yang cinta sama lo gimana?”
“Perasaan lo pernah kasih gue pertanyaan yang sama deh. Dan jawabannya sama. Gue nggak bakal ngelarang, tapi sorry aja. Gue nggak bakal bisa ngebalas cinta itu. Karena cinta gue sudah punya orang lain, Lily.”
Azalea menahan napas. Sakit itu teramat nyata dirasakannya.
“Tapi gimana kalau orang itu adalah gue?”
Fiersa langsung saja membeku. Jujur saja ia tak ingin mendengar kalimat ini setelah mereka beranjak remaja. Dan detik ini juga, ia harus mendengarkannya. Langsung.
“Lo ngomong apaan sih?”
Fiersa bingung harus bagaimana. Kini posisi keduanya sedang berhadapan. Fiersa menatap Azalea. Gadis itu serius. Sungguh di luar pikirannya.
“Lo serius? Plis jangan, Le. Gue nggak mau ngerusak persahabatan kita.”
Terlihat jelas wajah pucat Fiersa. Pemuda itu sudah kelimpungan harus menjawab apa. Detik berikutnya, ia melihat kedutan di sudut bibir Azalea.
“Le?”
Tiba-tiba Azalea bangkit membuat Fiersa terperanjat.
“Happy Birthday My Fiersa, My bestie, My love...” pekik Azalea sambil bernyanyi lagu ulang tahun.
Fiersa dibuat cengo. Detik berikutnya ia pun tertawa. Bagaimana bisa ia tertipu oleh Azalea? Padahal ia sudah mempersiapkan diri untuk terhindar dari jebakan Azalea yang kerap gadis itu layangkan saat hari ulang tahunnya. Dan sekarang, ia kembali termakan jebakan gadis itu.
“Gila... pinter banget sih lo buat jantung gue hampir copot,” ucapnya kesal namun senang disaat bersamaan.
Ia pun memeluk Azalea. Gadis itu menerima dan membalasnya.
“Gue beneran takut saat lo bilang kayak gitu. Gue nggak mau kehilangan lo, plis jangan bilang kayak gitu lagi ke gue ya, Le.” Azalea mengangguk.
Sebenarnya, Fiersa melihat cinta itu dimata Azalea. Namun ia menepis pikiran itu. Ia tak ingin perasaan itu menghancurkan persahabatannya. Ia tak ingin kehilangan Azalea yang sangat ia sayangi. Sebisa mungkin, Fiersa akan membuat Azalea tak pernah merasakan perasaan itu. Meskipun tanpa dia sadari dia sudah terlambat. Bom perasaan itu sudah menguasai hati Azalea. Tinggal menunggu bom itu meledak, dan semuanya tak akan lagi sama.
@@@
Untuk kesekian kalinya para manusia terpukau dengan pemandangan di hadapannya kini. Bahkan Fiersa sedari tadi tak pernah berhenti memotret dirinya. Mengabadikan setiap detik yang berlalu di ketinggian 3676 mdpl. Hanya saja, saat ini Azalea tak benar-benar menikmati setiap detik yang berlalu.
Ada saja yang mengganjal di hatinya. Tentang ucapan Fersa semalam. Laki-laki itu dengan jelas menolak perasaan yang Azalea miliki. Apakah Azalea tak boleh mencintai? Mencintai sahabat sendiri yang telah mencintai orang lain?
“Hei, lo kenapa sih?” lamunan Azalea terhenti saat Fiersa sudah ada di sampingnya. Memerhatikan raut wajah Azalea yang tak terlihat bahagia.
“Emang gue kenapa?” tanya balik Azalea yang membuat Fiersa mendengus.
Mereka pun menikmati setiap detik yang berlalu. Fiersa dengan puluhan foto yang berhasil diabadikannya, sementara Azalea dengan lamunan panjang tentang perasaan terlarangnya.
Isi ceritanya bagus kak indah , kak indah semangat terus untuk berkarya ya , jgn pernah takut untuk mencoba hal baru dan jgn pernah berhenti dan menyerah untuk menjadi lebih baik lagi . Good job kak indah ๐๐ป ku tunggu karya selanjut nya๐
Comment on chapter PROLOG