Read More >>"> The Eternal Love (PROLOG) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Eternal Love
MENU
About Us  

 

Seorang gadis cantik bergaun putih tersenyum memandangi wanita yang tengah berlutut menyamakan tinggi dengannya. Dia terlihat begitu polos. Wajahnya masih saja tersenyum walau wanita yang dipanggilnya ‘ibu’ itu kini memandangnya sedih. Hazel hanya mampu merasakan kehadiran wanita itu dan tak memperdulikan tempat dimana dia berpijak sekarang. Tak perduli dengan derasnya air hujan, gema petir yang memekakkan telinga, dan juga deru kendaraan ditengah gelapnya malam.

“Hazel, ibu punya sesuatu untukmu,” ujar wanita yang mengaku sebagai ibu dari gadis bernama Hazel.

Hazel tersenyum sambil memamerkan gummy smile miliknya. “Benarkah?”

Wanita itu mengangguk. “Pejamkan matamu!”

Disaat Hazel memejamkan matanya, tepat saat itu pula air mata sang ibu jatuh. Mencoba menyembunyikan isak tangis dengan cara menggigit bibir bawahnya. Tak membiarkan sang putri mendengar tangis kencangnya, walau sesekali dia hilang kendali dan mengeluarkan sesenggukan kecil. Dadanya terlalu sesak untuk tidak melampiaskan emosi berupa tangis. Pelupuk matanya terlalu penuh dan tak bisa membendung air mata lebih banyak lagi.

Wanita itu kembali mengusap sepasang pipi gembul Hazel dengan tangan gemetar. “Jangan buka matamu sebelum hitungan ke-20. Bisa lakukan itu untuk ibu?”

Hazel mengangguk mengerti.

Wanita berparas cantik itu memalingkan wajahnya kearah lain, tak kuasa melihat bibir Hazel yang masih tersenyum tanpa ada yang meminta. Kedua tangannya bergerak menggapai tangan Hazel, kemudian menaruh sebungkus cokelat ditangan kanan dan payung hitam ditangan kirinya. “Maafkan ibu,” gumamnya hampir tanpa suara.

Pada awalnya, gadis cantik itu terus saja tersenyum, tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya setelah mendapatkan hadiah untuk yang pertama kalinya dari sang ibu. Namun beberapa saat kemudian, kedua tangan yang kini sibuk menggenggam dua benda itu mulai gemetar. Hazel mendengar suara jejak kaki yang bergerak semakin menjauh, kemudian hilang ditelan malam. Sepasang telinganya tak lagi mendengar suara, isak tangis, atau bahkan deru nafas sang ibu seperti sebelumnya.

“Satu ….”

“Dua ….”

“Ti-tiga ….”

Bibir mungil itu terus bergerak, menghitung angka demi angka sesuai janjinya pada sang ibu.

Saat itu Hazel mulai menyadari keadaannya yang masih terus berdiri mematung, meski tahu bahwa sang ibu baru saja pergi meninggalkannya. Dia tetap memenuhi janjinya untuk tidak membuka mata sebelum hitungan ke-20. Namun, setelah tahu bahwa sang ibu baru saja meninggalkannya, seketika lututnya lemas dan jatuh bertumpu ditanah.

Gadis kecil itu melemparkan payungnya sambil menangis pilu. Melangkahkan kakinya menyeberangi jalan raya dengan tatapan jauh kedepan. Hazel sama sekali tak memperdulikan teriakan orang-orang yang memintanya untuk menjauh dari sana. Seperti tuli, kedua telinganya sama sekali tak mendengar bunyi klakson bersautan tanpa henti.

 “Apa yang sedang mereka lakukan?” gumam Hazel. Melihat seorang wanita dewasa memeluk anak perempuan diatas bebatuan diujung tebing.

Mereka berpelukan, tersenyum, dan saling memberikan pancaran cintanya satu sama lain. “Sayang, mari kita bertemu ayah.” Ujar wanita dewasa sambil mendekap erat putrinya.

 “Pejamkan matamu, jika apa yang kamu lihat bisa membuatmu takut dan menangis.” Seseorang berkata dibalik punggung Hazel. Suara anak laki-laki dengan logat bule yang sangat kental.

Byurrr ....

Hazel merdengar suara benda berat jatuh ke dasar laut. “Apakah mereka jatuh atau menjatuhkan diri?”

Hazel tak bisa melihat apa yang terjadi sebenarnya. Pandangannya tiba-tiba berubah gelap. Seseorang menutup kedua matanya dengan telapak tangan yang lebih besar. Tapi, itu bukan tangan orang dewasa. Tubuhnya bahkan tidak begitu besar. Telapak tangannya juga tidak terlalu lebar seperti orang dewasa pada umumnya. Bisa dipastikan sosok itu memiliki usia diatas Hazel. Atau bisa dikatakan tubuhnya sedikit lebih tinggi dari anak perempuan yang jatuh bersama ibunya barusan.

“Hiks.” Hazel menangis. Membasahi telapak tangan itu dengan air matanya.

Sosok itu mulai menjauhkan telapak tangannya dari wajah Hazel. Kemudian menyentuh kedua bahu sempit Hazel dan memutar tubuh mungil itu hingga berhadapan dengannya. Kedua mata Hazel hanya mampu melihat dadanya yang telah basah karena air hujan. Laki-laki itu menarik lengan Hazel, membawa tubuh itu kedalam pelukannya. Tangannya pun bergerak, melepas jacket tebal ditubuhnya, dan memindahkannya keatas kepala mereka berdua.

“Siapa namanu?” tanyanya dengan logat bicara yang terdengar berbeda dan sangat khas.

“Hazel,” jawabnya tanpa ragu.

Masih berusaha keras mengangkat dagu untuk melihat wajah dan kedua matanya lebih jelas lagi. Dan Hazel melihatnya. Menangkap pemandangan wajahnya yang penuh memar dan juga darah kental yang telah mengering ditulang pipi hingga juga ujung bibirnya. Hanya tiga  detik dia membiarkan mata Hazel untuk melihat wajahnya. Cokelat hazel adalah warna matanya. Sama seperti nama gadis kecil yang kini termangu melihat keindahan didepannya.

Belum puas memandangi visual sempurna didepannya, Hazel harus pasrah saat laki-laki itu kembali menutup matanya. Kali ini bukan dengan telapak tangannya, melainkan ujung jacketnya. “Apakah kamu malaikat? Biarkan aku melihatmu!” pinta Hazel penuh harap.

Hazel memintanya dengan sangat, namun laki-laki itu menggeleng, meminta sang gadis untuk kembali memejamkan mata. Dia juga melepas beanie putih dikepalanya, memakaikan benda itu diatas kepala sampai menutupi kedua mata Hazel. Setelah itu ia membawa Hazel berteduh, menuntun langkah kecil Hazel dengan penuh kesabaran.

Laki-laki itu berdiri tepat didepan gadis yang lebih pendek darinya. Dia juga melindungi tubuh Hazel dari cipratan air hujan yang semakin deras terasa. Karena membelakangi tetesan air dibelakangnya, alhasil belakang tubuhnya basah kuyup. Laki-laki itu membiarkan tubuhnya menggigil kedinginan, demi melindungi anak perempuan yang baru ditemuinya.

“Tetap disini, jangan kemana-mana sebelum aku kembali.” Pinta remaja laki-laki itu sambil mengguncang kedua bahu sempit Hazel.

Laki-laki itu tersenyum puas setelah mendapat respon berupa anggukan cepat dari Hazel. Kemudian dia berbalik dan berlari ketempat dimana orang-orang mengerumbungi tempat yang menjadi saksi bisu seorang ibu membawa pergi nyawa anak perempuannya. Tubuh tingginya berlari menerjang keramian. Kerutan senyum diwajahnya seketika berubah menjadi kerutan pilu. Dia menangis dengan air mata yang semakin membanjiri wajah tampannya.

“Mommy ... Abriana,” lirihnya dengan air mata mulai mengalir deras. Berlutut diujung tebing sambil memeluk kaki pria tua dengan sepasang bibir bergetar menahan tangis.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • Khadijah

    Wah, bagus nih. Serasa baca novel thiller Amerika. Kalo difilmkan ini keren, baru setengah jalan padahal, gak sabar kelanjutan ceritanya.

  • Dewi_One

    Nice... Wahh daebakkk

  • Dewi_One

    Gak sabar nunggu kelanjutannya. hihi

  • Nick_Judi87

    Plot twist nih, keren. Semangat nulisnya. Ditunggu kelanjutan ceritanya. Good Luck.

  • dede_pratiwi

    nice prolog, cant wait next episode

Similar Tags
Just Another Hunch
410      271     3     
Romance
When a man had a car accident, it\'s not only his life shattered, but also the life of the ones surrounding him.
Delapan Belas Derajat
9363      1798     18     
Romance
Dua remaja yang memiliki kepintaran di atas rata-rata. Salah satu dari mereka memiliki kelainan hitungan detak jantung. Dia memiliki iris mata berwarna biru dan suhu yang sama dengan ruangan kelas mereka. Tidak ada yang sadar dengan kejanggalan itu. Namun, ada yang menguak masalah itu. Kedekatan mereka membuat saling bergantung dan mulai jatuh cinta. Sayangnya, takdir berkata lain. Siap dit...
Angel in Hell
470      351     0     
Short Story
Dia memutar-mutar pena di genggaman tangan kanannya. Hampir enam puluh detik berlalu dan kolom satu itu masih saja kosong. Kegiatan apa yang paling Anda senang lakukan? Keningnya berkerut, menandakan otaknya sedang berpikir keras. Sesaat kemudian, ia tersenyum lebar seperti sudah mendapatkan jawaban. Dengan cepat, ia menggoreskan tinta ke atas kertas; tepat di kolom kosong itu. Mengha...
ALACE ; life is too bad for us
986      593     5     
Short Story
Aku tak tahu mengapa semua ini bisa terjadi dan bagaimana bisa terjadi. Namun itu semua memang sudah terjadi
Titisan Iblis
211      172     0     
Romance
Jika suatu saat aku mati, aku hanya ingin bersamamu, Ali .... Jangan pernah pergi meninggalkanku..... "Layla "
TRIANGLE
274      169     1     
Romance
Semua berawal dari rasa dendam yang menyebabkan cella ingin menjadi pacarnya. Rasa muak dengan semua kata-katanya. Rasa penasaran dengan seseorang yang bernama Jordan Alexandria. "Apakah sesuatu yang berawal karena paksaan akan berakhir dengan sebuah kekecewaan? Bisakah sella membuatnya menjadi sebuah kebahagiaan?" - Marcella Lintang Aureliantika T R I A N G L E a s t o r ...
Foto dalam Dompet
475      323     3     
Short Story
Karena terkadang, keteledoran adalah awal dari keberuntungan. N.B : Kesamaan nama dan tempat hanya kebetulan semata
Dira dan Aga
477      322     3     
Short Story
cerita ini mengisahkan tentang perjalanan cinta Dira
Sosok Ayah
849      464     3     
Short Story
Luisa sayang Ayah. Tapi kenapa Ayah seakan-akan tidak mengindahkan keberadaanku? Ayah, cobalah bicara dan menatap Luisa. (Cerpen)
Glad to Meet You
233      177     0     
Fantasy
Rosser Glad Deman adalah seorang anak Yatim Piatu. Gadis berumur 18 tahun ini akan diambil alih oleh seorang Wanita bernama Stephanie Neil. Rosser akan memulai kehidupan barunya di London, Inggris. Rosser sebenarnya berharap untuk tidak diasuh oleh siapapun. Namun, dia juga punya harapan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Rosser merasakan hal-hal aneh saat dia tinggal bersama Stephanie...