Rabu, 15 Mei 2019
“Hazel, ada paket untukmu!” teriak Adipati dengan suara baritone yang khas.
Hazel tersentak. Tubuhnya perlahan bangkit dan duduk sebentar untuk mengambil nafas; mengisi rongga dadanya dengan pasokan oksigen. Berkali-kali menguap dan memaksakan diri untuk berjalan keluar dengan langkah gontai. Sepertinya dia kelelahan. Terlihat jelas saat bibir kecil itu terbuka beberapa kali untuk mengambil nafas dan menyeka keringatnya dengan kasar.
Akhir-akhir ini ia sering bangun dengan rasa takut. Setiap malam selalu mendapatkan potongan mimpi yang cukup membingungkan, seperti: seorang wanita yang dipanggilnya ibu––yang meninggalkannya di tengah gelapnya malam, menyaksikan dua orang bunuh diri, dan pertemuannya dengan laki-laki bermata cokelat hazel.
“Apakah mereka benar-benar bunuh diri? Lalu kenapa laki-laki itu menutup mata orang lain? Kenapa tidak menutup matanya saja?”
Ada begitu banyak pertanyaan dibenak Hazel, setelah sekian lama didatangi mimpi sama yang terus berulang. Dalam mimpinya, dia melihat seorang gadis kecil dengan gaun yang sangat cantik, menangis dalam pelukan anak laki-laki tampan dibawah rinai hujan. Entah siapa gerangan, karena dalam mimpinya, semua wajah itu tidak terlihat begitu jelas. Tapi satu hal yang pasti, gadis itu menyebut dirinya bernama Hazel.
“Apakah itu aku?” batinnya.
Hazel mengangkat dan membalikkan telapak tangan kanannya. Mengusap goresan bekas luka ditelapak tangan kanannya lembut. “Sebenarnya darimana aku mendapatkan bekas luka ini? Kenapa aku tak bisa mengingatnya?”
“Hazel!” teriak Adipati untuk yan kesekian kalinya.
“Ada apa?” tanya Hazel. Berjalan menuruni anak tangga dengan rambut berantakan seperti singa.
“Seharusnya kamu beli buku khusus jurnalis, bukan novel fiksi romantis seperti itu.” Omel Adipati, ayah asuh Hazel. “Oh, ya. Jika kontrak kerjamu dengan Golden Time habis, kamu bisa mengirimkan lamaran pekerjaan ke INDOnews.”
“Ya, tahun depan,” jawab Hazel sambil menaiki anak tangga menuju kamarnya. Memandangi paket tanpa nama dan alamat pengirim itu benar ditunjukan untuknya. “The Eternal Love?” keningnya seketika berkerut.
“Tampannya.” Puji Hazel dengan senyum yang merekah. Memandangi satu-satunya ilustrasi dihalaman awal novel. Ilustrasi yang sengaja dibuat khusus oleh penulis untuk karakter utama novel, Zaidan Abriana. “Kau terlalu sempurna untuk menjadi manusia, tapi aku berharap kau tak sekedar tokoh fiksi.”
Lembar demi lembar cerita sukses membuat bibir Hazel mengembang bahagia. Zaidan Abriana selalu digambarkan dengan segala kesempurnaan hidupnya. Dia juga mendapatkan beberapa julukan unik seperti: Face Genius karena pahatan wajah sempurna, Sexy Brain karena kecerdasan diatas rata-rata dengan IQ 150, dan julukan Prince Frozen karena kepribadian dingin bak kutub es.
“Hazel Star?” Satu alisnya terangkat, masih merasa bingung dengan cara sang penulis menggambarkan karakter wanita yang terkesan lebih rahasia. Apalagi nama karakter utama wanitanya ini sangat mirip dengan namanya, Hazel Star. “Aku?”
“Rooftop?”
A.L. Nama pena sang penulis novel ini memberikan suguhan ilustrasi visual tampan tokoh utama pria disetiap awal bab. Termasuk dengan bab pertama yang diberi nama ‘Hazel Star’. Dan disana penulis menaruh ilustrasi dimana tokoh utama yaitu Zaidan Abriana, tengah memandangi wanita yang dicintainya diatas rooftop gedung INDOnews. Pemandangan yang benar-benar menyegarkan mata. Benar-benar cantik dan sempurna. Entah kenapa keindahan itu justru membuat Hazel diserang rasa kantuk hebat.
“Hoam ….”
Perempuan itu berkali-kali membuka matanya yang hampir tertutup rapat. Masih mempertahankan matanya agar tetap terjaga. Mencoba dan terus mencoba menyelesaikan bacaannya pada bab awal. Namun sepertinya semua usahanya terbuang sia-sia. Karen kini tangan kanan Hazel sibuk menutup mulut yang terus saja menguap tanpa henti, sedangkan tangan kirinya masih memegang erat novel yang baru saja dibacanya pada bab pertama.
Brukkk ….
Hazel tertidur dengan wajah terjatuh tepat diatas buku yang terbuka dibagian bab pertama, cerita dengan keindahan ilustrasi atap gedung INDOnews.
~~~@~~~
Meeting Room, INDOnews
“Zel!” panggil seseorang sambil menepuk bahu kanan Hazel.
Hazel tersentak dan refleks mengangkat kepalanya. “I-iya?”
“Ada titipan untukmu.” Katanya seraya meninggalkan sebuah kertas origami yang dilipat menyerupai burung merpati.
“Huh?” Hazel mengerutkan keningnya. Menggerakan bahunya dan melihat keadaan sekitar yang terasa begitu asing dimatanya.
Entah ini bagian dari mimpinya atau bukan, sekarang Hazel menyadari bahwa dia baru saja terbangun setelah tertidur disebuah ruangan bernuansa putih. Didepannya terdapat sebuah meja panjang dengan dua baris kursi mengelilinginya. Sedangkan didepan sana sebuah proyektor masih menyala, menampilkan sebuah video beberapa tragedi mengerikan dimasyarakat, mulai dari kecelakaan, bencana alam, sampai dengan kasus narkoba.
“Tempat apa ini ?” tanyanya entah pada siaoa. Kedua tangannya terlihat berusaha keras menyentuh pinggiran meja untuk menopang tubuhnya yang lemas.
“Apa ini?”
Matanya langsung berbinar saat mendapati kertas origami berbentuk burung merpati. Hazel juga menemukan satu surat yang menggantung dengan tali yang terikat dikaki burung. Terlihat seperti surat cinta, karena ditulis dan dikemas begitu manis. Dan ini merupakan kali pertama Hazel mendapatkan surat dengan tulisan tangan yang sangat cantik.
Dear,
My Princess
“Jika burung ini sudah sampai pada wanitaku, tolong katakan padanya bahwa sang kekasih sedang merindu. Saking rindunya, sampai tidak mampu mengendarai kereta kuda untuk menjemput Putri. Tolong temui pangeran di rooftop. Beri dia kecupan manis agar bisa bangkit kembali.”
Love,
Your Prince
Setelah selesai membaca secarik surat itu—Hazel langsung memutar tubuhnya dan berlari keluar ruangan. Tubuhnya sempat mematung sejenak, memandangi keadaan sekeliling yang terlihat begitu asing. Dari desain dan dekorasi gedung, sepertinya tempat ini pantas disebut dengan kantor perusahaan. Semua orang digedung ini terlihat benar-benar sibuk. Sepertinya ini memang kantor yang memperkerjakan orang-orang dengan semangat hidup tinggi. Bahkan, dari kejauhan telinga Hazel bisa mendengar suara-suara gaduh seperti; ketikan keyboard computer, bunyi printer, dan juga mesin fotokopi.
Beberapa orang sempat menyapa Hazel. Dan yang dilakukan Hazel hanyalah menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal. Ekspresi bingungnya semakin menjadi setelah mendapati wajah-wajah asing memandanginya dengan kening berkerut. Entah apa yang sedang difikirkan mereka, sepertinya keberadaan Hazel disini memang sebuah kesalahan. Dia tak seharusnya ada ditempat seperti ini, dia pasti sudah gila.
“Oh, rooftop!”
Mata dan mulutnya membulat kompak setelah mengingat isi dari surat misterius yang didapatinya beberapa saat yang lalu. Tanpa ragu, Hazel lebih memilih berlari kearah tangga darurat, seolah-olah hal seperti ini memang sering ia lakukan. Bahkan saat ini ia terlihat mengenakan pedometer yang menggantung dipinggang rampingnya. Alat elektronik inilah yang biasa digunakan untuk menghitung langkah orang yang berjalan atau berlari. Tidak hanya pedometer yang membuat penampilan Hazel berbeda dari hari-hari biasanya, bahkan setelan kantor yang dikenakannya saat ini terbilang lebih rapi dan berkelas.
Sesampainya dirooftop Hazel kembali mematung. Atap gedung yang seharusnya terlihat biasa-biasa saja, kini berubah menjadi luar biasa. Mulutnya terbuka lebar saat melihat beberapa lampu kecil mirip lampion dan tumblr light yang menggantung diatas kepalanya. Tidak begitu terang ataupun gelap, cukup nyaman untuk konsumsi mata normal seperti dirinya.
Selain lampu taman kecil yang bersinar warna-warni, disana juga terdapat banyak kertas origami yang menggantung dengan berbagai bentuk dan warna. Dan yang paling menjadi pusat perhatiannya adalah keberadaan satu meja bulat diampit dua kursi berwarna putih, dimana terdapat cake dengan dekorasi yang sangat cantik dengan beberapa lilin diatasnya.
Bibirnya tersenyum saat membaca lembar demi lembar surat yang menggantung bersama kertas origami yang disulap menjadi berbagai bentuk lucu. Isinya tak jauh dari seputar kesan dan pesan seseorang untuk Hazel. Selain itu, ada juga beberapa surat berisi potongan kata-kata manis bak puisi romantis. Dan yang terakhir, tepat depannya, ada satu kertas origami warna putih berbentuk bintang, ukurannya jauh lebih besar dari kertas origami lainnya. Bibirnya seketika terbungkam, tangan yang kini tengah menggenggam kertas putih itu terlihat bergetar, bahkan jantungnya ikut berdebar saat membaca tulisan tangan diatas surat itu.
“Hanya ada satu bintang dari seratus origami yang aku buat. Dan aku memberinya nama HAZEL STAR. Jika kamu bertanya; kenapa hanya ada satu bintang dari seratus origami, jawabannya karena hanya ada satu Hazel dari sekian banyaknya Hazel yang pantas menghias galaksi dihatiku. The one and only Hazel Star.”
–– Zaidan Abriana ––
Wah, bagus nih. Serasa baca novel thiller Amerika. Kalo difilmkan ini keren, baru setengah jalan padahal, gak sabar kelanjutan ceritanya.