Karena sudah terlanjur mendengarkannya, aku jadi penasaran ke mana perginya istri dari pria tua itu. Kakeknya Ahn Tae Young pun kembali membuka suara.
“Selama menikmati masa tua, aku dan dia acap kali mendengarkan musik itu melalui phonograph sembari mengenang masa lalu kami dengan menatap pekarangan di depanku ini. Sayang sekali dia tak lagi bersamaku sekarang, Tuhan telah membawanya ke surga dan aku tak bisa berbuat apa-apa selain mengikhlaskan kepergiannya seraya mengenangnya bersama piringan hitam darinya yang terus kuputar setiap sore.
“Sayang sekali waktu itu Ahn Tae Young membuatnya menjadi terbelah dua, piringan hitam itu.”
Pria tua itu menoleh ke arah Ahn Tae Young dengan senyum cerah yang terpampang di wajahnya, berlawanan dengan ucapannya tadi. Meski pria tua itu tak bermaksud menudingnya, Ahn Tae Young tetap meminta maaf kepada kakeknya sembari menunduk, tampak sekali bahwa ia amat merasa bersalah.
“Tapi aku senang.” Aku kakeknya. “Meskipun sampul piringan hitam ini berbeda dari pemberian istriku, isinya tetap sama. Aku bisa mengenangnya dengan melihat piringan hitam yang kau beri, Tae Young-ah.”
Ahn Tae Young pun tersenyum, perasaan bersalah telah lenyap dari dirinya.
“Kalau begitu, bukankah sebaiknya Kakek duduk bersama kami, lalu menyantap ayam goreng ini.” Ajak pemuda itu.
Ahn Tae Young berdiri dari duduknya, menghampiri kakeknya, kemudian menuntun pria tua itu duduk di seberangku. Ia pun kembali duduk di sampingku.
Aku yang memperhatikan perilaku yang diberikan Ahn Tae Young kepada kakeknya, sekali lagi membuatku tersenyum. Senang sekali melihat pemuda itu menunjukkan kasih sayangnya terhadap orang lain.
“Oh, Yuna-ssi, maafkan aku jika tiba-tiba membicarakan hal seperti ini…” Kata kakeknya kepadaku.
Aku menggeleng. “Ah, tidak apa-apa. Aku senang bisa mendengar kisah percintaan Kakek.” Sahutku dengan tulus.
Seraya mengambil sepotong paha ayam di dalam kotak, pria tua itu kembali berucap. “Terkadang, suatu hal yang kecil bisa membuat kita mengingat seseorang yang berarti bagi kita. Misalnya, aku yang melihat piringan hitam itu.” Katanya. “Kalau Yuna-ssi, hal kecil apa yang membuatmu dapat mengingat seseorang yang berarti bagimu?”
Ditanya seperti itu, aku pun bertanya-tanya pada diri sendiri di dalam hati; hal kecil apa yang membuatku dapat mengingat seseorang yang berarti bagiku? Lalu, siapa seseorang yang berarti bagiku itu?
Dari luar jendela, setitik demi setitik hujan berjatuhan, membasahi hamparan rumput hijau di pekarangan. Mulanya aku agak ragu, namun, kuingat-ingat datangnya hujan telah membuatku terus mengingatkanku pada seseorang…
Aku pun tersenyum kecil.
“Saat melihat rintikan hujan.”
Ikut tersenyum, pria tua itu mengangguk-angguk.
Lalu, tanpa disangka Ahn Tae Young turut membuka suaranya.
“Aku pun demikian.”[]
i love rain too
Comment on chapter [2]