Read More >>"> Love Rain ([24]) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Rain
MENU
About Us  

 Eonni,”

Aku menghentikan kegiatanku menyusun CD-CD di rak dan mengangkat pandangan ke depan. Di seberangku ada Minju yang juga turut menyusun CD-CD di rak yang lainnya.

“Apa?” tanyaku.

“Ada orang aneh.” Ujarnya, keningnya yang tak tertutup rambut depan tampak berkedut-kedut.

Sebelah alisku terangkat. Seakan mengerti akan kebingunganku, Minju langsung mengalihkan pandangannya ke arah konter. Aku pun segera mengikuti arah pandang Minju, di konter ada Kai yang sedang berdiri di belakang mesin kasir, tak ada yang aneh dari pemuda itu saat ia sedang menghitung belanjaan seorang pengunjung. Begitu juga dengan si pengunjung, wanita yang barangkali berusia tiga puluhan itu tampak normal-normal saja.

“Bukan Kai Oppa, Eonni...” kata Minju. “Itu, yang berada di luar jendela.”

Jadi, pandanganku pun segera menangkap sosok pemuda berkemeja biru di balik jendela toko. Pemuda itu meloncat-loncat sembari melambai-lambaikan tangan ke arahku, sosok Kai yang ada di depan jendela membuat pemuda itu hampir-hampir tertutup.

Aku mencoba untuk tidak tertawa. Aku mengenal pemuda yang dikatai Minju ‘aneh’ itu. Ahn Tae Young. Aku hanya bisa melontarkan senyum ke arahnya. Ia pun berhenti meloncat dan melambai, lalu tersenyum. Tak lama, tangan kanannya mengangkat ponselnya, sementara tangannya yang bebas menunjuk benda tersebut. Ia baru saja menggunakan bahasa isyarat dan aku mengerti maksudnya: periksa ponselmu. Karena selama bekerja kami tidak boleh mengantongi ponsel, aku pun menunjukkan tanda silang dengan kedua tanganku sembari menggeleng. Ia memandangku dengan wajah memelas, hal itu malah membuatku tertawa. Pemuda itu tampak manis bila sedang memelas.

Seakan belum menyerah, ia kembali tersenyum. Kini, bibirnya membentuk sebuah kalimat: aku akan menunggumu. Sembari tertawa, aku mengangguk. Begitu, ia mundur beberapa langkah dari jendela, tangannya terangkat ke atas dan melambai, senyumnya masih melengkung di wajahnya. Aku masih tersenyum hingga ia tak terlihat lagi di luar jendela.

Eonni…”

Pandanganku pun segera beralih ke Minju. Senyum bahagiaku karena melihat pemuda itu masih tak sirna, sementara tampang Minju seakan menunjukkan kebingungannya akan kejadian tadi.

“Kau mengenalnya Eonni? Pemuda tadi?” tanyanya.

Karena senyumku kian mengembang, segera mungkin aku menurunkan pandangan, kembali dengan kegiatan sebelumnya. Minju pun kembali bersuara.

Eonni, jangan menyembunyikan sesuatu dariku.” Ujar Minju, terdengar sebal. “Aku tahu, itu pasti teman kencan Eonni. Bagaimana bisa Eonni kenal dengan pemuda itu? Pasti karena pemuda itu tampan, maka dari itu Eonni tak mau menceritakannya padaku.”

Aku tertawa mendengarnya. “Minju-ya, aku tak bermaksud begitu. Aku pikir kau tahu karena pemuda itu pernah mampir ke sini, dua kali malah.”

Minju memberengut dan aku malah semakin tertawa. Aku tahu, ia tak benar-benar sedang merajuk hanya karena itu. “Jadi, sekarang Eonni dan pemuda itu berkencan?”

Aku menyipitkan mata, berpura-pura sedang berpikir. “Maunya sih begitu.”

Minju pun mencondongkan wajahnya ke arahku, dengan wajah mengejek, ia berkata, “Kusumpahi Eonni berpacaran dengannya.”

Dan aku tak berhenti mengembangkan senyum. Kucondongkan wajahku ke arahnya juga, lalu berkata, “Terima kasih atas sumpahnya, Minju-ya.”

***

Sebelum keluar dari StarSing, aku sudah membaca pesan singkat dari Ahn Tae Young. Ia bilang, dia akan menungguku selesai bekerja di toko kopi tempat biasa aku dan Minju pergi beristirahat dari kerja. Jadi, dengan cepat aku melangkahkan kaki dari gang kecil. Baru saja aku sampai di mulut gang, hujan mulai merintik. Segera mungkin aku berlari di tepian trotoar, mengandalkan bantuan kanopi-kanopi milik toko sebagai pelindung dari rintikan hujan. Belum jauh aku berlari, seseorang meneriaki namaku.

“Han Yuna!”

Aku berhenti berlari dan segera menoleh ke asal suara. Di seberang jalan, kudapati Ahn Tae Young bersama payung berwarna merah yang mengembang di atas kepalanya. Sewaktu jalanan sepi, buru-buru ia menyeberang, lalu menghampiriku.

“Tae Young-ah!” kagetku. Sekarang ia sudah berdiri di sampingku. “Mengapa tiba-tiba kau menyusulku? Apa toko kopinya tutup awal?”

Ia menggeleng. “Aku pikir kau akan kehujanan, jadi aku menjemputmu untuk pergi ke sana.”

Aku menyipitkan mata, tak habis pikir dengan apa yang ia katakan. Tapi, hal itu malah membuat pipiku memanas. Sampai sebegitunya ia peduli padaku.

Karena tak ingin berlama-lama di trotoar, kami pun segera melangkah menuju toko kopi tersebut dengan payung merah yang melindungi kami dari rintikan hujan. Seperti malam-malam sebelumnya, ia kembali merangkul bahuku sehingga membuat tubuh kami tak berjarak, dan lagi-lagi pipiku terasa seperti dipanggang untuk keseribu kalinya.

Sesampainya di sana, toko itu tak memiliki pengunjung lagi selain aku dan Ahn Tae Young, entah mungkin karena toko ini akan segera tutup. Kami pun duduk di tempat duduk untuk dua orang yang berada di dekat jendela, karena itu kami bisa melihat rintikan hujan yang berjatuhan di luar sana. Tak lupa juga dengan jendela yang berembun akibat tempias hujan. Di atas meja kami, sudah ada secangkir caffe latte dan secangkir cappuccino, yang mana sudah dipesan Ahn Tae Young sedari tadi. Kedua tanganku menyentuh cangkir cappuccino yang kata Ahn Tae Young itu adalah milikku, terasa masih hangat.

“Kau memesannya sebelum kau menjemputku, Ahn Tae Young?” tanyaku sembari mengangkat cangkir cappuccino.

Ia mengangguk. “Malah, aku memesannya tepat di jam kau pulang kerja.” Sahutnya. “Aku sengaja memesannya lebih awal agar nanti setelah kau datang, kau tak perlu menunggu lagi pesananmu dibuat oleh pelayan.”

Aku tersenyum. “Kau memang pemuda yang pengertian.” Dan aku pun menyeruput minuman tersebut.

“Ya, itu memang aku.” Akunya, sembari mengangkat sedikit bahu, ia baru saja sedang menyombongkan diri. Kuletakkan kembali cangkir tersebut di atas meja, lalu tertawa.

Ahn Tae Young menyeruput caffe latte-nya, pandangannya ia lontarkan ke luar jendela, memperhatikan tirai-tirai hujan. Entah sejak kapan, lagu Summer Night You and I milik Standing Egg telah menguasai udara di dalam toko ini. Hal itu membuat Ahn Tae Young menoleh ke arahku.

“Kau tahu, bila mendengar lagu ini, aku selalu teringat kau.” Ia membuka suara.

“Mengapa demikian?”

Ia meletakkan cangkir caffe latte-nya di atas meja. “Kau ingat dengan pertemuan ketiga kita? Itu di toko ini.”

Aku mengangguk. Aku masih ingat itu, dan tak akan mungkin kulupakan.

“Waktu itu, kau masuk ke dalam toko bersama temanmu bertepatan dengan lagu ini diputar. Di sepanjang lagu itu mengalun, aku terus memperhatikanmu sebelum akhirnya aku memberanikan diri untuk menghampirimu. Lalu, menceritakan tentang CD milik Chick Corea yang ditolak kakekku.”

Aku tersenyum. “Mengapa kau bisa selama itu memperhatikanku? Aku pikir, waktu itu, kau langsung menghampiriku setelah tahu aku ada di toko ini.”

Ia mengusap tengkuknya… kebiasaan yang sudah lama sekali tak kulihat darinya. “Karena, aku gugup. Maksudku, yah, barangkali kau lupa padaku, atau kau sudah tak mau bicara lagi denganku karena merasa terganggu.”

“Bagaimana bisa aku lupa padamu, Ahn Tae Young. Sebelum hari itu, kau pernah memuji rambutku.” Kataku, aku tertawa. Aku masih ingat saat ia tak sengaja berhenti sebelum menuruni bus hanya untuk memuji rambut merahku, ia bilang rambut merahku menarik.

Ia tertawa usai mengingat kejadian itu. “Setelah keluar dari bus waktu itu, aku menyadari bahwa aku baru saja menggodamu dan kau mungkin saja merasa terganggu.”

Tapi, aku tak merasa bahwa ia baru saja menggodaku waktu itu. Sungguh.

“Lalu,” katanya, pandangannya kembali terlontar ke luar jendela. “Sadar tidak, di setiap pertemuan kita selalu ada hujan? Yah, kecuali tadi sore. Langit masih cerah.”

Aku mengikuti arah pandangnya, tirai-tirai hujan masih ada di luar sana. Memang benar, hujan selalu hadir di setiap pertemuan kami, dan aku tak bisa menyangkal fakta itu. Hal itu pun membuat aku yang sebelumnya tak pernah menyukai hujan menjadi menyukai hujan.[]

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags
A promise
507      320     1     
Short Story
Sara dan Lindu bersahabat. Sara sayang Raka. Lindu juga sayang Raka. Lindu pergi selamanya. Hati Sara porak poranda.
The Yesterday You
311      219     1     
Romance
Hidup ini, lucunya, merupakan rangkaian kisah dan jalinan sebab-akibat. Namun, apalah daya manusia, jika segala skenario kehidupan ada di tangan-Nya. Tak ada seorang pun yang pernah mengira, bahkan Via sang protagonis pun, bahwa keputusannya untuk meminjam barang pada sebuah nama akan mengantarnya pada perjalanan panjang yang melibatkan hati. Tak ada yang perlu pun ingin Via sesali. Hanya saja, j...
The Secret Of Donuts
1147      714     9     
Fantasy
Masa lalu tidak dapat dibuang begitu saja. Walau, beberapa di antara kita berkata waktu akan menghapusnya, tapi yakinkah semuanya benar-benar terhapus? Begitu juga dengan cinta Lan-lan akan kue donat kesukaannya. Ketika Peter membawakan satu kue donat, Lan-lan tidak mampu lagi menahan larangan gila untuk tidak pernah mencicipi donat selamanya. Dengan penuh kerinduan, Lan-lan melahap lembut kue t...
Waktu Awan dan Rembulan
3273      1783     16     
Romance
WADR
Light in the Dark
1571      672     3     
Romance
Di Hari Itu
419      296     0     
Short Story
Mengenang kisah di hari itu.
ketika hati menentukan pilihan
306      234     0     
Romance
Adinda wanita tomboy,sombong, angkuh cuek dia menerima cinta seorang lelaki yang bernama dion ahmad.entah mengapa dinda menerima cinta dion ,satu tahun yang lalu saat dia putus dari aldo tidak pernah serius lagi menjalani cintanya bertemu lelaki yang bernama dion ahmad bisa mengubah segalanya. Setelah beberapa bulan menjalani hubungan bersama dion tantangan dalam hubungan mereka pun terjadi mula...
I Can't Fall In Love Vol.1
2239      885     1     
Romance
Merupakan seri pertama Cerita Ian dan Volume pertama dari I Can't Fall In Love. Menceritakan tentang seorang laki-laki sempurna yang pindah ke kota metropolitan, yang dimana kota tersebut sahabat masa kecilnya bernama Sahar tinggal. Dan alasan dirinya tinggal karena perintah orang tuanya, katanya agar dirinya bisa hidup mandiri. Hingga akhirnya, saat dirinya mulai pindah ke sekolah yang sama deng...
Aku Mau
9752      1838     3     
Romance
Aku mau, Aku mau kamu jangan sedih, berhenti menangis, dan coba untuk tersenyum. Aku mau untuk memainkan gitar dan bernyanyi setiap hari untuk menghibur hatimu. Aku mau menemanimu selamanya jika itu dapat membuatmu kembali tersenyum. Aku mau berteriak hingga menggema di seluruh sudut rumah agar kamu tidak takut dengan sunyi lagi. Aku mau melakukannya, baik kamu minta ataupun tidak.
Cinta Dalam Diam
687      445     1     
Short Story
Kututup buku bersampul ungu itu dan meletakkannya kembali dalam barisan buku-buku lain yang semua isinya adalah tentang dia. Iya dia, mungkin sebagian orang berpendapat bahwa mengagumi seseorang itu wajar. Ya sangat wajar, apa lagi jika orang tersebut bisa memotivasi kita untuk lebih baik.