BAB 16
1963
Kusangka Dulu (Asmara hadi)
Kusangka dulu luka jiwaku
Tiada ‘kan dapat sembuh lagi
Kusangka ku akan selalu
Putus harapan, ingin mati.
Tapi waktu penawar yang syakti
Dapat menutup luka jiwaku
Dan di atas luka yang dulu
Tumbuh indah mawar cintaku
Waktu berjalan dengan cepat, bangsaku kini telah merdeka. Aku telah kembali ke Jakarta dengan baik saat Indonesia merdeka. Keluargaku sangat bahagia melihatku pulang tak kurang seciul apapun. Benar kata para penyair waktu adalah obat penawar yang sakti. Betapa pun hatiku sakit ditinggal pergi kekasih hati namun waktu dapat menyembuhkannya. Bertahun-tahun sudah kulewati dengan baik, aku menjadi seorang guru di sebuah sekolah negeri di Jakarta sedangkan suamiku bekerja di kelurahan setempat, selain mengajar aku juga menjadi seorang ibu yang baik bagi anak-anakku. Kini segala kepahitan hidup, kepahitan cerita cinta yang kulalui hanya tinggal sebagai kenangan yang abadi.
“Sedang apa?” tanya suamiku sambil menyesap kopi hitam hangat.
“Mengenang bunga yang gugur.” Ujarku lembut padanya.
“Bunga gugur akan menjadi pupuk alami bagi pohon di sekitarnya.” Ucapnya.
“Benar.”aku tersenyum ke arahnya.
“Aku punya sebuah puisi untukmu.” Ujarnya.
“Baiklah, akan kudengarkan dengan baik.” Jawabku. Dia masih sama seperti dulu, penyuka sastra seperti kakaknya. Waktu tidak akan bisa mengubah kecintaan seseorang terhadap sastra. Warsonoe menarik nafas panjang dan mulai membacakan sebuah puisi,
Nyanyian Pagi Hari (Dodong Djiwapradja, 1963)
Dekapan pada hati: rumput-rumputmu, gunung-gunungmu
Tuang dan basuh muka dengan linang embunmu
Nyaman air, tercuci kaki berderai kerikil kali
Lebih indah dari impian, kenyataan di luar impian
Musik-musik abadi terekam pada pepohonan, burung-burung dan gerciknya air
Cat-cat tak pernah dusta tersapu tangan-tangan mulia
Tangan yang lunak dan lembut penuh kasih dan cinta
Tangan-tangan alam raya, teduh dan nikmat
Tangan-tangan alam sementara, alam tempat kita berlindung
Tempat kita bertumpu
Tempat kita berumah
Memasak dan menanak
Alam tempat istri-istri setia yang menuang teh buat suaminya
Alam tempat bermain-main, berlari dan berguling
Alam tempat melindungi hak kolam yang adil, tempat ikan-ikan berennag.
Alam tempat tamasya dan bergembira
Alam tempat bekerja, alam tempat berjuang
Alam tempat segala-galanya
Dan tempat untuk pertama kalinya membilang: aku cinta!
Berilah mesin pada alam, berilah otak pada alam
Berilah hati pada alam, hati yang lembut
Berilah segalanya, daya-upaya manusia, daya mulia dan bijaksana
Demia alam, alam yang murni
Berbondong-bondonglah dari Timur, dari Barat
Utara dan Selatan
Tangan-tangan yang mengepal tinju terjulur ke udara
Bagai bunga-bunga kuncup, meledak oleh sinar-
Sinar matahari pagi
Sinar terang dan nyaman, sinat yang tak pernah dusta
Sinar yang mengandung muatan, sinar yang membangkit kerja.
Sinar segar yang sehat, sinar yang sepi penyakit
Sinar yang memberi semangat, sinar otot-otot kuat
Sinar gemuk dan makmur, sinar yang memberi santapan pada perut yang lapar
Sinar-sinar keluarga, sinar suami-istri, sinar yang memberi mainan pada nnak yang menangis
Sinar segala-galanya, sinar yang menerangi relung-relung yang paling gelap
Dekapan, dekapan pada hati
Rumput hijaumu
Gunung birimu
Dam langitmu yang bagai telur
***
-SELESAI-
Suka banget cerita kayak gini. Cerita nuansa jaman dulu.
Comment on chapter BAB 4 Melangkah Gagah