KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam atas berkat rahmat dan karuni-Nya penulis dapat menulis novel ini dengan baik dan tidak ada suatu halangan yang berarti. Shalawat dan salam kepada Baginda besar Nabi Muhammad SAW atas nur cahaya-Nya penulis dapat menulis novel ini dengan baik. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang selalu memberikan semangat dan doa yang tidak pernah putus bagi Penulis untuk bisa menggapai yang dicitakan, yaitu menjadi seorang penulis.
Latar belakang novel ini dibuat adalah keprihatinan penulis akan kisah jugun ianfu di Indonesia pada masa pendudukan Jepang tahun 1942-1945. Terutama tokoh Ningsih dilatarbelakangi oleh kisah nyata yang terjadi, yaitu kasus Mardiyem yang diajak oleh Zus Lentji ke Borneo untuk bekerja dalam rombongan sandiwara dengan gaji yang tinggi padahal di Borneo, Mardiyem dipaksa menjadi jugun ianfu.
Namun tentu saja kisah jugun ianfu sebagai unsur pembangun cerita diberi sentuhan berbeda dari kisah jugun ianfu asli dengan memperhatikan nilai norma, moral, kaidah kesantunan dan sasaran pembaca remaja. Sehingga kisah jugun ianfu yang kesannya dark, kelam dan penuh penderitaan dibalut sedemikian rupa dalam ruang bernama fiksi agar tetap aman dan bisa dibaca pembaca remaja. Sastra adalah representasi kehidupan masyarakat, hendaknya penulis ingin mewujudkan hal tersebut melalui cerita dan kisah dalam novel ini didasari kisah nyata yang dibalut dalam bentuk fiksi romantisme remaja.
Penulis memberikan sentuhan remaja yang berbeda dalam novel ini agar alur cerita tidak membosankan, latar belakang sejarah tahun 1942-1945 digunakan sebagai unsur pembangun novel ini sehingga berbeda dengan novel remaja pada umumnya, dibumbui dengan rasa nasionalisme, perjuangan, cinta dan juga sedikit feminisme dari tokoh Ningsih yang menolak untuk dijodohkan dengan pria yang tidak dicintainya.
Berangkat pula dari keprihatinan penulis akan generasi milineal saat ini yang kurang aware tentang sastra Indonesia, bahkan tidak tahu siapa Sanusi Pane, Marah Rusli, Sultan Takdir Alisjahbana, dll. Maka, penulis tertarik memasukkan potongan-potongan puisi sastrawan di dalam novel ini. sehingga, dengan membaca novel ini pula pembaca bisa mengetahui sastra di Indonesia pada periode 1942-1945 ke bawah.
Jakarta, Agustus 2018
DPS
mapkhan saya bunda yg baru baca.. padahal cucok meong bgt
Comment on chapter BAB 2 Dirimu