Kalau suka, jangan membuatku menunggu terlalu lama. Kalau nggak suka, bersikaplah sewajarnya saat menatapku.
--Vallenia Ayunda--
LAUT tersenyum samar ketika mendapati saus di bawah bibir Rani. Rani masih sama seperti empat tahun lalu, dengan cara makan yang seadanya dan menarik perhatian pria itu.
Laut mengambil tissue, kemudian menempelkan di bibir Rani. "Bersihin. Makin dewasa tetep aja kayak bocah sih, makannya."
Rani menatap Laut sesaat, ketika dia mengambil alih tissue itu, Laut melepaskan tangannya dari bibir Rani. "Kamu juga masih sama, Laut. Kalau ngasih perhatian setengah-setengah," Rani mencibir.
Sementara itu, Laut tertawa lebar. "Nggak papa kali, kan aku bukan pacarmu."
Rani tersenyum kecil saat Laut mengingatkan dia tentang status mereka. Ada yang sakit di hati itu. Rani ingin seperti empat tahun lalu, status yang lebih dari teman juga perhatian-perhatian yang mengalir dari Laut untuk dia.
"Yang murid kita itu.." Rani menggantung kalimatnya, dia ingin melihat reaksi Laut ketika seseorang membicarakan gadis SMK itu. Karena jujur saja, Rani masih tidak bisa merelakan jika Laut bersama anak SMK yang masih memiliki cinta monyet.
"Kenapa?"
"Kamu jatuh cinta sama dia?"
Senyum Laut terhias di bibir itu. Dia menoleh ke arah Rani dan mendapati gadis itu terlihat sedih. Membuat Laut tak tega untuk menyakiti perempuan itu lagi. Tapi, Lautjuga tidak ingin mdmbuat Rani berharap padanya.
"Aku sayang sama dia," Rani tersenyum. Laut bilang dia sayang Ayunda. Bukan cinta. "Kenapa?"
Rani menggeleng.
***
Ayunda : Lo, dimana?
SATU pesan terkirim di layar ponsel grup Gilrs Squad. Hari ini, Ayunda dan teman-temannya berkesepakatan untuk makan bareng di Cafe Pelangi, Caffe yang baru dibuka sekitar satu minggu lalu, namun sudah banyak pengunjung. Seperti biasa, mereka memang suka berwisata kuliner.
Tak ada jawaban. Whatsapp milik Wulan centang dua. Membuat Ayunda mengerucutkan bibirnya sebal. Ayunda mengirimkan pesan pada yang lain. Memang belakangan ini, Ayunda jauh dengan Wulan. Dia sudah menunggu sejak keluar dari instansinya selama 15 menit.
"Ayunda sumpah, gue muter-muter nyari tempat ini. Ternyata nylimpet di gang."
Ayunda mengambil helm yang Vela berikan dan langsung mengenakannya. "Gue kan udah bilang. Paling ujung."
"Ya tapi tetep aja. Gue udah muter tiga kali di sini," Ayunda tak mendengar lagi, kemudian naik ke motor milik Vela dan memboncengnya.
Suara getaran ponsel terdengar dari jaket Vela yang menutupi seragamnya. "Ay, tolong ambilin hp gue."
Ayunda menurut saja. Ia menekan salah satu tombol di sana. Cahaya layar ponsel milik Vela menyala. Ayunda langsung disuguhkan pada room chat di Whatsapp milik gadis yang memboncengnya itu.
Zara : Meja no 9. Sesuai tanggal ultahnya Pak Laut :'v
Ayunda mengerucutkan bibir sebal. Tapi itu lebih baik dari pada Ayunda dijodohkan dengan Taufan. Dan Ayunda mengembalikan halaman ke arah chat yang lain. Ada milik Ayunda, Garuda, dan grup chat lain yang belum terbuka.
"Jahat lo, chat gue gak dibuka."
"Bawel. Udah mending gue mau jemput lo. Siapa suruh, PKL pakek acara keluar kota segala."
Ayunda tak ambil pusing. Ia turun dari motor Vela sesegera mungkin masuk ke dalam sana untuk menghampiri Zara dan Wulan. Dua bulan PKL membuatnya rindu dengan Gilrs Squad.
"Steak 1 nasi 2 ice cream vanila mix coklat 1 sama milk shake coklat 1," Pesan Ayunda pada waiters yang ada di sana.
"Gila lo, mentang-mentang lagi magang aja, jadi banyak makan," Zara mengomentari Ayunda, lalu memesan makanan juga. Setelah Vela dan Wulan memesan.
"Soalnya kalau magang bebas, gendutan Pak Laut nggak bakal lihat," Tawa Ayunda pecah.
Sementara itu, di belakang Ayunda seseorang menolehkan kepanya karena mendengar namanya disebut-sebut.
Vela, Zara, dan Wulan segera menunduk, membuat Ayun,da mengernyitkan dahi tak mengerti. "Kenapa lo?"
"Ayunda?" Ayunda mematung mendengar suara yang begitu familiar itu. Dia menggigit bibir bawahnya. Suara itu adalah pemilik nama yang baru saja Ayunda sebut. Pria itu, pasti mendengar apa yang Ayunda katakan.
Perlahan, Ayunda menoleh, ia sudah mempersiapkan senyum terbaiknya untuk berhadapan dengan pria itu. Tapi, kini senyum yang baru saja tercetak di bibir Ayunda memudar. Laut tidak sendirian, dia bersama Rani.
"Ay, kok bengong? Sayakan pernah bilang, Jangan ngalamun. Nanti kesambet cogan saya yang repot," Zara, Vela, dan Wulan tertawa melihat tingkah guru mereka yang dengan terang-terangan menggoda Ayunda.
***
"Lo kenapa diem aja?” Wulan mulai memecah keheningan ketika dia dan Ayunda sedang menaiki bus untuk pulang bersama. Biasanya, Ayunda kalau sudah bertemu Wulan akan banyak bicara. Namun, kali ini gadis itu memilih diam. Meski pun wulan tahu, banyak tanda tanya berkumpul di kepala gadis itu.
Ayunda menggeleng. Tapi sedetik kemudian, ia lantas berguman. “Pak Laut ngapain jalan sama Bu Rani? Mereka balikan ya?"
Wulan menaikkan bahu tanda tak mengerti. Tapi, kalimat terakhir Ayunda terdengar cemas. "Lo cemburu?”
Pertanyaan Wulan membuat Ayunda bungkam, ia menaikkan bahu. “Gue gak paham.”
“Gini deh Ay, yang penting, kan, tadi dia godain lo di depan Bu Rani. Lo nggak usah khawatir deh. Karna itu artinya, Pak Laut nggak suka sama Bu Rani. Kalau Pak Laut balik sama Bu Rani, mana mungkin dia goain lo terang-terangan di depan Bu Rani?"
Itu benar. Tapi untuk apa mereka makan bersama di luar jam sekolah? Apalagi ini sudah mulai masuk liburan kenaikan kelas. “Tapi, rumor anak di sekolah banyak yang bilanbilang kalau mereka balikan.”
Ayunda mengembuskan napas berat. Mereka terdiam cukup lama. Kisah cinta Ayunda terlalu rumit untuk dipikirkan.
Seorang cewek memang kadang bosauk menunggu lama pada sesuatu yang tidak pasti. Tapi Wulan sangat mengenali Ayunda. Bahwa prinsip Ayunda lebih baik menunggu yang tidak pasti dari pada kesana-kesini nggak jelas demi mencari gebetan yang membuat dia terluka lagi.
"Kita pulang magang pas udah kelas 12. Cepet banget ya, Ay?" Ayunda menganggukkan kepalanya. "Padahal rasanya mari tidakin gue nebengin lo buat daftar sekolah bareng."
Ayunda terkekeh. "Iya ya, gue udah mau lulus aja ya? Pak Laut lamar gue nggak ya? Nggak kerasa udah mau lulus aja."
Wulan menonyor kepala Ayunda. Wulan tidak percaya Ayunda sudah berpikiran sampai ke jauh sana. "Itu lagi. BTW, guru matematika kelas 12 kita Paut, loh."
"Yes! Bisa makin deket dong gue."
"Bukannya lo bakal berdebar?" cibir Wulan.
"Nggak berdebar, mati dong gue," Lalu, keduanya terkekeh. Walau mereka tidak tahu, dimana letak lucunya.
Greget parah 😘
Comment on chapter BAGIAN SATU : Kamu, Aku, Kita Berbeda.