Casino de Monte Carlo, Monte Carlo. Pukul 00:37 tengah malam.
Suara dadu yang berkeletak, denting bola gading di petak-petak roda rulet, dan deru mesin jackpot, adalah nyanyian merdu di kasino Monte Carlo. Rumah perjudian yang menjadi teladan internasional, untuk kemewahan yang berani. Di salah satu meja di kamar Privèse, seorang pria tua duduk berbincang penuh semangat dengan temannya yang jauh lebih muda.
"Di mana Battle? Aku tak melihatnya di kamar mana pun," kata pria tua botak, berkacamata, dan wajahnya mudah dilupakan itu.
"Aku dengar dia pergi ke Swiss sore ini," sahut lelaki bersetelan cokelat di hadapannya. "Mungkin untuk menantang wanita itu lagi."
"Maksudmu, God of gambler bermata hijau kenari itu?"
Temannya hanya mengangguk, memberikan pembenaran.
"Wanita cantik yang punya sedikit otak itu sama berbahayanya dengan teroris," sambung si kaca mata. "Battle benar-benar dungu!"
"Pesona memang dungu, Bill." Lelaki bersetelan cokelat menanggapi sarkastis.
Billy Horsham menggeleng kuat-kuat. "Bukan pesonanya, manusianya yang dungu, Mac."
Seorang lelaki muda yang duduk tegak-tegak di kursi roda, melewati meja mereka menuju kamar dadu.
"Kau lihat dia?" kata Billy, "nasib harus memberi kompensasi untuk kecacatan yang membuatnya tidak punya pesona." Billy mengikuti pemuda cacat itu dengan ekor matanya sampai keluar pintu. "Takdir dan nasib memang kejam. Bukan salah manusia jika pada dasarnya mereka berdosa."
"Kau sinis, Bill." McHarnough menanggapi dengan sungguh-sungguh.
"Aku benar. Suatu hari nanti orang akan berkata bahwa Billy Horsham benar."
Mac hanya menggerakkan bahu, tidak peduli.
Pintu di ujung ruangan yang baru tertutup kembali terbuka. Pria yang tak lagi muda usianya, melangkah masuk dengan keanggunan dan percaya diri seorang bangsawan. Tubuh pria itu tinggi-kekar. Wajahnya yang jantan tampak semakin memikat dengan adanya rambut keperakan yang menjorok seperti anak panah di alis matanya.
"Ah, itu Pongo!" seru Billy, "untuk apa dia ke sini?"
Lagi-lagi Mac hanya menggerakkan bahu.
"Aku mencari Bettle, yang datang Pongo. Benar-benar sial!"
"Kau agaknya benci sekali dengan bangsawan Inggris itu."
"Bah! Pria Inggris bangsat semua."
Mac mendengus, tersinggung. "Semua penjudi itu bandit. Tanpa kecuali kau, Billy!"
"Penjudi memang berasal dari dapur yang sama, tapi bukan berarti bir dan anggur mereka pun sama." Billy Horsham melihat jam tangannya sekilas, meraih dan meneguk habis sisa sampanye di gelasnya, lalu bangkit dari kursinya. "Aku harus pergi. Aku ada janji." Billy Horsham berlalu tepat saat pria yang dipanggil Pongo mendekat.
"Ada apa dengan si tua tolol itu?" tanya Pongo, sambil menarik salah satu kursi dan menaruh botol sampanye di meja Mac.
"Entahlah. Mungkin belum dapat menerima kekalahannya kemarin malam," kata Mac. "Omong-omong, apa sudah ada kabar baru, Sir?"
Pongo mendesah. "Anak dungu itu tidak mau bernegosiasi. Dia benar-benar keras kepala!"
"Bagaimana itu terjadi? Maksudku, itu di luar dugaan."
"Apa pun itu," sahut Pongo, "kita pasti rugi besar."
"Lalu apa gagasan Anda?"
Pongo merogoh saku dalam jasnya, mengeluarkan sebuah buku kecil, lalu diberikannya pada Mac di seberang meja. "Jika bisnis terakhir ini gagal, tamatlah riwayat kita."
Mac mengambil buku itu, membukanya sekilas sebelum dimasukkan ke saku jasnya sendiri. "Kali ini kita tidak boleh lengah. Atau kita mampus!" mata abu-abu lelaki itu berkilat tajam, penuh tekad. Dia bangkit dan merapikan jasnya. "Aku pergi sekarang." McHornough meninggalkan meja sambil menyiulkan lagu penghantar tidur berjudul Littlle Boy Blue.
Kakak Susan, baru pertama kali aku baca novel dengan gendre seperti ini. Masih bingung aku. Tp akan kucoba pahami. π
Comment on chapter Prolog