Padahal kemarin malam semuanya baik-baik saja, tapi.....
''TEEEEEETT......TEEEEEETT......TEEEEEETT......TEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEETTTTTTTTTTTT.......!!!!!!!!
Ukh! Itu bel masuk panjang amat bunyinya, padahal semua orang tahu kalau sudah masuk, nggak usah segitunya juga. Mungkin disengaja untuk memperingatkan murid yang masih nongkrong diluar.
''Ar, ayo masuk kelas''
Aku pun menengok kearah makhluk kasat mata yang memanggilku dengan mata lesu. Sepertinya dia kurang tidur)
"Ayo Jar"
Ardhika Dharmawangsa, kelas 9-H absn 3 SMP Negeri 01 Jayanti, itulah aku. Anak rata-rata dengan fisik rata-rata, wajah rata-rata, dengan kebiasaan rata-rata. Aku hanya anak biasa yang tidak terlalu terkenal disekolah dan teman yang tidak bisa dibilang dikit ataupun banyak
Anak disebelahku, Fajar Latiful Habib, teman sekelasku yang termasuk anak yang lumayan aktif dalam berorganisasi termasuk pencak silat. Dia banyak digemari anak gadis di kelas lain tapi biasa saja di kelasnya karena sifat kalemnya yang keterlaluan
"Selamat pagi!!" sahutku.
"Pagi" ujar salah satu murid, Enggar.
Tadinya aku ingin mengobrol dengan Enggar tentang film yang kupinjam darinya kemarin. Tetapi tepat beberapa detik kemudian Pak Abdul guru IPS memasuki kelas dan segera memberi mimpi terburuk yang hampir kami lupakan: ULANGAN.
Mungkin karena soalnya terlalu sulit, aku terlalu serius (serius menyontek keteman pintarku; Rangga Zeinurohman) hingga tidak menyadari keributan di luar. Sesaat kemudian terdengar suara ledakan dan tabrakan mobil.
DUARRR...!!!
BRAK!
TIN! TIN! TIN!
Sontak semua yang berada dikelasku terkejut. Pak Abdul pergi keluar untuk melihat. Temanku yang tidak bisa diam, Enggar Rizki Sanjaya, ngacir keluar mengikuti Pak Abdul. Beberapa anak dari kelas lain mulai keluar dari kelas. Karena penasaran, aku, Fajar, dan teman perempuan ku, Fitria Ramadhani mengikuti mereka. Terlihat dari sekolah, asap hitam membumbung tinggi dari arah jalan.
Sesampainya disumber keributan, Gerbang Sekolah, kami terkejut. Diluar gerbang, terdapat seseorang yang ingin memaksa masuk, sedangkan penjaga sekolah menusuknya dengan tongkat berujung tajam, sampai menembus kepalanya. Sedangkan satpam sekolah, beberapa staf, dan guru menyusun barikade dari meja, lemari, dan kursi. Disebelah kanan, guru BP kami mengatur penyusunan barikade. Banyak yang bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, sampai guru BP mulai berbicara.
"Anak-anak, jika ada yang ingin mengetahui apa yang sedang terjadi bapak akan kasih tau, tapi berjanjilah jangan ada yang panik!" Suara guru BP menggelegar sampai semuanya terdiam.
"Dengar!" Guru BP melanjutkan pembicaraannya. "Tadi bapak sedikit telat saat berangkat ke sekolah. Tapi dijalan bapak melihat kericuhan di jalan, tapi mereka...mereka..." Guru BP menghentikan pembicaraannya. Suaranya bergetar seperti ketakutan. Aku jarang, bahkan tidak pernah lihat guru BP kami yang terkenal tegas bergetar seperti itu.
Guru BP melanjutkan perkataannya yang terhenti sesaat. "Mereka mengejar dan memangsa orang disekitarnya..dan mereka yang telah dimangsa yang bapak kira sudah mati, bangkit lagi dan berpenampilan seperti mereka. O-oleh karena itu bapak segera kesini untuk mem-membarikade gerbangnya. Jadi bapak mohon kalian semua jangan panik...." Guru BP tak melanjutkan perkataannya dan pergi dari situ. Beberapa murid tak percaya dengan perkataan guru BP, sampai saat ada orang lewat kemudian langsung disergap oleh orang lain. Anak perempuan menutup mulutnya, menahan agar tak teriak, sedangkan anak laki laki hanya bisa terkejut melihatnya.
Aku pun terdiam sejenak untuk memikirkan kata-kata yang diucapkan guru BP tadi.
Berjalan tidak biasa...
Mengejar dan memangsa manusia
Mereka yang telah dimangsa bangkit lagi...
Perkataan tadi mengingatkanku pada zombi, makhluk fiksi yang terdapat pada film dan game yang kuketahui. Tapi apa itu mungkin, bukannya itu hanya cerita saja pikirku dalam hati. Tapi setelah melihat orang yang ditusuk penjaga, dan perkataan guru BP yang bergetar ketakutan, aku jadi percaya,
Bahwa ini nyata.
"Ar..!"
"Ar..!"
"Ardhika..!!"
Aku pun terbangun dari lamunanku. Fitria menyadarkan ku dari lamunan tadi.
"Kau tidak apa-apa".
"Ya, aku tidak apa-apa" Jawabku.
"Sekarang tidak ada waktu untuk melamun saja!" Sahut Rangga.
Rangga benar, ini bukan saatnya untuk memikirkan hal itu. Mau dipikirkan berapa kalipun tetap saja makhluk itu tidak akan hilang. Semua orang yang sudah mulai menerima kenyataan ini mulai tahu bahwa ini...
Adalah awal dari akhir dunia.
Cih..Sial! Aku mulai melamun lagi. Benarkah ini terjadi, tapi rasanya mustahil sekali. Didepan gerbang sekolah ku lihat banyak orang yang berjalan seperti orang mabuk.
Kami berjalan menuju kelas. Di sepanjang koridor kulihat ada yang menangis terisak, ada yang meringkuk ketakutan, ada terdiam saja seakan pasrah akan kenyataan. Kami pun memasuki kelas. Dikelas kamipun keadaannya sama, cuma lebih tenang. Pak Abdul tidak mengajar lagi, dia dan guru lain mengikuti rapat guru untuk membahas kejadian itu. Jadi kami tidak ada kegiatan apapun dikelas.
Sekarang apa yang harus kulakukan. Setelah kupikir-pikir, aku hanya mengkhawatirkan satu hal: Keluargaku. Iya, aku mengkhawatirkan keluargaku, apa mereka selamat dari zombie apocalypse (Istilah keren-nya). Aku jadi ingin pulang, tapi apakah pihak sekolah memperbolehkannya? Suara helikopter terdengar olehku. Tch,memang tak ada yang memanggil polisi?
"Jadi..?"
Aku pun tersentak. Fajar menghampiriku.
"Jadi apa?" Aku tidak mengerti maksud dari dia
"Jadi apa yang akan kau lakukan setelah kejadian ini?"
Akupun tertegun mendengar pertanyaannya
"Aku hanya ingin pulang dan menemui keluargaku, apa mereka baik-baik saja" jawabku sekenanya
"Sama"
"Eh"
"Aku juga ingin pulang menemui keluarga ku dan membawanya ketempat yang aman. Bagaimana kalau kita bareng. Rumah kita searah kan?"
Akupun tertegun kembali. Tak kusangka ada yang berpikiran sama sepertiku.
"Tapi bagaimana?"
"Bagaimana apanya?" Fajar bingung mendengar pertanyaanku.
"Bagaimana cara keluar dari sekolah, guru BP pasti tidak memperbolehkan. Dan walaupun bisa keluar bagaimana cara kita menghadapi makhluk seperti 'zombie' itu?"
Fajar terdiam, berpikir sejenak. Aku pun juga mulai berpikir tentang itu. Sebenarnya banyak yang bisa dijadikan senjata disini. Tongkat berpaku, tongkat baseball, golok tukang kebun sekolah, pisau ibu kantin, sabit, garpu taman, tongkat besi, dan masih banyak lagi. Masalahnya, bagaimana meyakinkan pihak sekolah agar kami bisa keluar.
"Bush!" Sebuah lilin muncul dikepalaku (soalnya kalau lampu neon boros listrik)
Aku pun memanggil Fajar "Jar, kita akan keluar dari sini"
Mata Fajar menyala "Bagaimana?"
Aku tidak menjawab pertanyaan Fajar, langsung pergi ngacir keruang guru. Disana, para guru sudah menyelesaikan rapat mereka. Sepertinya mereka tidak mendapat solusi apapun.
Aku pun menghampiri guru BP kami "Permisi pak, boleh bicara sebentar"
. . . .
"TIDAK BOLEH..!!"
Fajar yang mengejarku tersentak mendengar perkataan tersebut.
"Tapi pak..."
"Tidak ada alasan apapun, kau tidak tahu seberapa berbahayanya diluar sana! Kau masih anak kecil, tak tahu apapun..!!" Bentak guru BP
Aku pun terdiam kesal. Sejak dulu aku tidak suka dengan sikap orang dewasa yang menganggap remeh anak kecil sehingga mereka anggap anak kecil tidak perlu tahu apapun.
Fajar pun menghampiriku "Ardhika, apa yang kau lakukan, kau..."
"Diam sajalah kau" Akupun mencegahnya ikut nimbrung dalam perdebatan ini
"Pak" Akupun mulai menjelaskan maksudku "Sekarang walaupun kita bersembunyi di sekolah ini, barikade yang menahan gerbang tak akan bertahan lama. Barikade tersebut tidak akan menyembunyikan keberadaan kita dari makhluk lapar bin rakus tersebut. Cepat atau lambat, kita harus meninggalkan sekolah ini atau kita..." Aku pun tersedak oleh ludahku sendiri karena saking gugupnya dan melanjutkan perkataanku "Atau kita akan menjadi mereka!"
Guru BP tersentak ditempatnya, sedangkan Fajar yang daritadi diam mulai ikut bicara.
"Kami hanya ingin menemui keluarga kami" Fajar ikut membantuku. "Jika kami mati ditengah jalan, itu resiko yang harus kami tanggung atas keputusan kami. Ingat pak, dunia ini bukanlah dunia yang kita kenal lagi. Ini adalah dunia dimana setiap orang harus berani memutuskan keputusannya sendiri dan siap menerima konsekuensinya!"
"Krik...Krik...Krik..."
Bunyi jangkrik kesepian mengakhiri perkataannya.
"Apa kalian yakin dengan keputusan kalian ini?" tanya guru BP memastikan.
"Kami yakin sekali" ujar Fajar. Hening sejenak
"Baiklah, terserah kata kalian" ujar guru BP. Sesaat kemudian terdengar lagi suara ledakan keras dan suara helikopter.
TO BE CONTINUED
fresh story!! :)
Comment on chapter Chapter 1: Dulu dan Sekarang