Read More >>"> DANGEROUS SISTER (Chapter 4) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - DANGEROUS SISTER
MENU
About Us  

YAAAAAAAKKKK...

Sebuah teriakan menggema diruang apartement mewah itu. Dua orang yang tertidur pulas terlonjak kaget. Bahkan sangking kagetnya mereka berdua terbangun bersama dan kepala mereka berbenturan.

DUK

"Apa yang kalian lakukan?" Tanya seorang gadis dengan kesalnya. Ia adalah Sally yang memergoki Ten dan Alice tertidur dengan saling berpelukan. Ten hanya tersenyum sementara Alice? Ia terdiam dengan kedua pipi yang merona karena malu.

"Jawab pertanyaan ku? Kau tidak berusaha mengambil kesempatan dalam kesempitan kan?" Tanya Sally tak sabaran. Alice menyenggol lengan Ten beberapa kali, ia ingin pria itu untuk menjelaskannya kepada Sally.

"Kami hanya tertidur saja." Jawab Ten dengan mengerlingkan matanya kepada Alice membuat gadis itu jadi salah tingkah, sementara Sally menggelengkan kepalanya tak percaya.

"Kau sengaja kan? Seharusnya aku tak mengizinkan mu untuk menginap disini!" Geram Sally menatap Ten dengan kesal.

"Hey—Bukannya sejak awal kau mendukung ku untuk bersama Alice?" Tanya Ten dengan ekspresi santainya.

Sally berdecak. "Dengar! Aku memang mendukung hubungan kalian tetapi sewajarnya. Jangan kau pikir karena kami dibesarkan di London, kami benar-benar pertingkah seperti mereka! Dad mendidik kami dengan baik!" Ucapnya lagi. Kali ini Alice mengambil tindakan, ia melihat Sally benar-benar serius dengan perkataannya.

"Sally come on! Tidak terjadi apapun diantara kita dan aku pastikan ini tidak akan terjadi lagi." ucap Alice dengan serius. Sally masih menatap mereka tak percaya.

"Baik! Aku akan mengingat janjimu!" katanya setelah itu meninggalkan mereka berdua. Alice mendesah lega kemudian ia memandang Ten dengan tatapan kesalnya.

"Lihatlah—bukankah aku sudah memperingatkanmu?" Ten tersenyum.

Sungkyungkwan University

Ten dan Alice berjalan berdampingan sementara Sally dan Doyoung berjalan dihadapan mereka. Sally terlihat terburu-buru karena ada banyak tugas yang harus ia selesaikan dan Doyoung dengan kesabarannya mengikuti gadis itu.

"Ku rasa aku mulai mempercayainya." Guman Alice sambil memperhatikan mereka berdua. Ten yang sangat tahu apa yang dimaksud oleh gadis disampingnya ini hanya tersenyum.

"Sebenarnya aku mempunyai harapan yang sangat tinggi kepadanya." Alice menghela nafas kemudian pandangannya teralih pada sosok vampire yang lewat dihadapannya. Seketika wajahnya berubah suram.

"Katakan! Bagaimana aku bisa menahan diriku? Melihat mereka berjalan begitu santai seolah tak ada yang harus mereka takutkan!" Alice berdecak.

"Sebegitu tidak tahu dirikah para monster itu?" Ekspresinya berubah marah. Ten menghadang Alice kemudian menaruh kedua tangannya pada bahu gadis itu dan matanya lurus menatap Alice.

"Aku tahu kau membutuhkan waktu. Alice kau harus membiasakan dirimu." Perkataan Ten membuat Alice harus menghela nafas lagi. Akhir-akhir ini—Alice sering kali tidak bisa mengontrol emosinya. Belum reda emosinya Jaehyun melewati halaman kampus dengan sedan mewahnya dengan atap terbuka membuat Alice menghela nafas untuk kesekian kalinya.

"Pria itu vampire original kan?". Tanya Alice dan Ten mengangguk pasti.

"Dia dari klan yang sama seperti teman sejurusan denganmu." Alice mengirutkan keningnya.

"Maksudmu—monster mengerikan itu?" Tebak Alice dengan ekspresi tidak percayanya.

"Lee Taeyong dan Lee Jaehyun." Jawab Ten

"Mereka bersaudara?" Tanya Alice masih menatap Ten dengan ekspresi bingungnya.

"Ya." Alice membisu—entah apa lagi yang harus ia katakan kenapa semuanya harus serumit dan sekomplek ini? Pikirnya.

"Apakah mereka selalu berada disini?" Tanya Alice dan Ten mengirutkan dahinya tak mengerti dengan maksud dari gadis ini.

"Maksudku—mereka tidak akan mengalami penuaan bukan? Jadi untuk membuat semua orang tak curiga—mereka harus berpindah-pindah. Yang ku tahu seperti itu." Kata Alice

"Ani, tempat ini milik mereka dan mereka bisa melakukan apapun yang mereka mau disini tanpa harus mendapatkan protes dari siapapun." Alice mengirutkan keningnya merasa itu tak masuk akal baginya.

"Kenapa harus seperti itu?" Tanyanya merasa tak mengerti dengan perkataan Ten.

"Apakah mereka tidak takut semua orang akan curiga? Kenapa mereka tidak cepat berubah? Itu akan menjadi pertanyaan terpenting yang mampu membongkar identitas mereka." Terang Alice yang masih berusaha menerka-nerka dan matanya melebar ketika terlintas sebuah pemikiran lain dalam benaknya.

"Kecuali—kecuali mereka menggunakan kompulsif mereka tetapi—untuk daerah seluas ini apa itu mungkin?" Pikir Alice yang masih belum merasa puas dengan jawabannya.

"Sihir—mereka menggunakan itu." Kata Ten dengan tenangnya sambil masih mengembangkan senyumannya kepada Alice. Alice memandang Ten tak percaya, ragu akan jawaban pria dihadapannya ini.

"Bagaimana bisa? Apa ada sihir untuk semua orang disini atau bahkan mungkin, area universitas dan bisa saja seluruh kota!" Alice terperanjat dengan dugaannya sendiri.

"Aku memang mendengar beberapa penyihir melalukan perjanjian dengan para vampire—hanya saja pada tataran dimana mereka bisa membuatkan sebuah perisai agar mereka terlindung dari sinar matahari—tidak untuk hal sebesar dan sebahaya ini. Sungguh—ini benar-benar mengerikan." Kata Alice dengan ekspresi cemasnya.

"Setiap klan murni dan memiliki pengaruh tinggi pasti memiliki paling tidak satu penyihir kuat yang akan selalu melindungi mereka." Alice mendesah.

"Pantas saat aku memasuki tempat ini—aku merasakan sesuatu yang tak mampu aku gambarkan apa itu." Kata Alice dan ekspresi Ten berubah serius tanpa Alice sadari. Senyumnya mengembang lagi ketika Alice memandangnya.

"Bukankah itu lucu? Bagaimana seorang hunter sepertiku dapat merasakan hal gaib seperti sebuah sihir." Alice terkekeh dengan ucapannya sendiri—senyum Alice pun lenyap ketika menyadari keanehan demi keanehan yang terjadi kepadanya.

"Bukankah—aku sangat aneh?" Tanyanya kepada Ten membuat Ten menggendikkan bahunya.

"Kenapa kau seperti itu? Seharusnya kau memberiku sebuah jawaban." Protes Alice membuat Ten tertawa.

"Kau memang aneh." Jawabnya singkat dan berlalu meninggalkan Alice yang masih menunggu jawaban darinya.

"Ten—tunggu! Kau belum menjawab pertanyaan ku?" Keluh Alice sembari menyamakan langkah kakinya dengan langkah kaki Ten yang terkesan lebih cepat darinya.

"Sudahlah—ku pikir kau tidak terlalu pintar untuk mengerti apa yang ku katakan." Cibir Ten membuat Alice kesal.

"Kau pikir aku bodoh seperti Doyoung? Ayolah—jawab pertanyaan ku." Rengek Alice yang mampu membuat Ten geleng-geleng kepala dan tertawa geli.

"Ten—Jangan menertawai ku seperti itu! Kau membuatku benar-benar terlihat aneh." Protes Alice sambil melangkah menjauhi Ten.

"Apa kau marah?" Ten mengejar dan menarik tangan Alice.

"Menurutmu?" kata Alice tanpa menatap Ten. "Baiklah, aku akan menjelaskan kenapa kau aneh?" Alice memperhatikan Ten sepenuhnya.

"Karena kau sangat berbeda dari gadis yang lainnya. Kau selalu mengkhawatirkan orang lain dan kau selalu mencemaskan siapapun yang kau sayangi. Disini..." Ten menunjukkan jari telunjuknya tepat didepan dada Alice.

"Kau selalu tulus kepada siapapun meskipun kau tidak pandai mengekspresikan dirimu. Apa tebakan ku benar?" Tanya Ten dengan sedikit memiringkan kepalanya dan tersenyum kepada Alice. Alice yang tadinya terlihat tegang kini tersenyum mendengar pujian berlebihan dari Ten.

"Really? Ah—kau benar-benar membuatku tidak bisa berkata apa-apa. Dasar pria mesum!" Umpat Alice sambil berjalan cepat meninggalkan Ten.

"Yak! Apa yang kau katakan? Bagaimana bisa kau mengatakaiku seperti itu. Alice!" Teriak Ten yang tidak memaksakan dirinya untuk mengejar Alice. Ia hanya memandangi punggung gadis itu sampai gadis itu menghilang di balik tembok beton yang kokoh itu.

Sally pov

Aku berjalan melewati koridor kampus dengan begitu banyak pikiran dikepalaku. Sial, Doyoung tidak berhenti untuk memanggil-manggil namaku. Pikiranku masih teralih pada peristiwa kemarin—dimana tinjuan Alice mampu untuk mematahkan pintu mobil taksi itu. Sejujurnya aku takut—takut sewaktu-waktu dia akan berubah, entah itu menjadi apa? Dan aku juga khawatir dengan kondisinya seperti itu. Aku sangat ingin menanyakan bagaimana keadaannya? Apa dia kesakitan? Tapi—aku selalu terhenti pada pemikiran itu karena aku sangat tahu—dia tidak akan merasa nyaman dengan pertanyaan itu. Hm...Sebegitukah kecanggungan diantara kami? Selama ini dia yang selalu melindungiku dan mengurus semuanya untukku, tapi sekarang? Ketika ia mengalami kesulitan? Aku—tak bisa melakukan apapun!

BRUK

"Perhatikan jalan mu nona! Apa kau sengaja ingin menabrakku?" Sial. Kenapa aku harus menabrak orang? Aku benar-benar sedang tidak mood untuk berdebat dengan siapapun. Aku memunguti beberapa bukuku yang terjatuh dan aku juga tak mendengar ocehan Doyoung. Siapa sebenarnya pria yang menabrakku ini. Seketika aku mendongakkan kepalaku. WHAT?? Dia lagi? Kenapa aku harus bertemu dengan dia lagi? dengan monster ini?

Alih-alih terkejut? Aku lebih memilih untuk mengabaikannya. Melanjutkan aktivitasku untuk memunguti buku yang terjatuh. Di luar dugaan ia jongkok dan membantuku memungutinya dan ketika tanpa sengaja tangan kami bersentuhan. Kami saling menatap membuat detak jantungku bergelak kencang. Aku melihatnya tersenyum. SIAL! Aku yakin ia mendengarkannya. Dengan segera aku mengambil bukuku dari tangannya. Tapi apa yang ia lakukan? Ia menahan tanganku dan menatapku dengan senyum penuh kemenangan.

"What the hell?". Entahlah, apa aku harus bertindak terlalu berlebihan seperti ini? Tapi—pria ini benar-benar menyebalkan—aku benar-benar ingin memukul wajahnya yang sok tampan itu.

"Ku rasa kau sudah tahu siapa diriku?" Ayolah! Ada apa dengan vampire ini? Kenapa dia harus sepercaya diri ini? Aku hanya menampakkan senyum sinis ku.

"Kenapa kau begitu yakin?" Aku memulai terpancing. Sally seharusnya kau berhenti dan segera pergi dari sini. Dia tersenyum dan memiringkan wajahnya sambil menatapku penuh minat.

"Ku rasa penjagamu itu memberitahumu." Jari telunjuknya mengarah pada Doyoung yang kini berdiri disampingku dengan muka blanknya. Ah—aku benar-benar ingin menjitak kepalanya agar ia sadar dan menjadi sedikit lebih cepat tanggap. Aku pun memaksakan bibirku untuk sedikit tersenyum.

"Mungkin saja." Aku pun menyenggol tangan Doyoung agar segera mengikuti langkah kakiku.

"Aku akan mengadakan pesta nanti malam. Maukah kau datang?" WHAT? Dia mengundangku? Ke pestanya. Aku berusaha menahan diriku untuk tidak berbalik.

"Jika kau tidak menjawab itu ku anggap kau setuju!" OMG...Ada apa dengan monster ini? Aku belum menjawabnya dan kalau pun aku jawab pasti jawabannya adalah No.

"No way!" Jawabku sambil berbalik menatapnya sinis tetapi tatapannya tetap sama. Aku tahu ia pasti merencanakan sesuatu? Sebegitu inginkan dia pada darahku? Aku sudah dapat membayangkan ketika mereka menjadikanku hidangan istimewa di pesta itu. Benar-benar makhluk rendahan!

"Kenapa?" Secepat kilat dia berjalan dan kini berada dihadapanku. Aku membeku—tak percaya dengan apa yang ku lihat? Bukan karena ini pertama kalinya aku melihat ini, tapi aku sudah sering kali melihat kemampuan seorang monster seperti mereka—hanya saja, aku tidak pernah melihat mereka menunjukkan kemampuan mereka di tempat umum seperti ini. Dia vampire tergila yang pernah ku temui. Tanpa sadar—aku menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan apa ada yang melihatnya? Sial! Kenapa aku harus melakukan ini? Biarkan saja semua orang tahu dan itu juga bukan urusanku kan?

"Apa kau sudah tidak waras? Mereka bisa melihatmu." Bisik ku kepadanya. Ia tersenyum dengan tenang.

"Tentu saja, bahkan mereka selalu memperhatikanku setiap saat." WHAT? Ada apa dengannya? Ku rasa ia memiliki kerusakan pada otaknya. Bagaimana ia merasa biasa saja diperhatikan seperti itu? Apa dia tidak sadar kalau dirinya adalah monster? Come on Sally, kenapa kau harus mempedulikannya?

"Doyoung-ah, ayo kita pergi" Aku ingin mengakhiri percakapan konyol ini. Bagaimana mungkin seorang pemangsa berbicara dengan makanannya.

"Aku akan menunggumu." SHIT! Monster ini begitu gigih.

Sally pov end

"Kau tidak akan benar-benar datang ke pesta itu kan?" Sally merilik Doyoung seolah mengatakan 'apa pedulimu?'

"Sally." Doyoung tiba-tiba menghadap Sally membuat gadis itu membisu karena terkejut dengan tindakan Doyoung.

"What the hell?" Tanya Sally dengan ekspresi kebingungannya.

"Akan ada banyak vampire disana dan Alice, dia tidak akan membiarkanmu datang." Sally terdiam sesaat seolah memikirkan sesuatu.

"Aku tidak mengatakan kalau aku akan datang?" Elak Sally tapi ekspresinya mengatakan lain, Doyoung bisa membaca itu.

"Sally, semua ini demi kebaikanmu." Sally mendesah karena merasa risih dengan sikap sok protektiv dari Doyoung.

"Bukannya kota ini aman? Lalu? Apa yang harus kau khawatirkan? Apa karena hanya ingin meminum darahku sehingga mereka mengacaukan perjanjian yang mereka buat selama ratusan tahun? Itu adalah tindakan yang begitu ceroboh." Cibir Sally

"Bukan seperti itu." Jawab Doyoung dengan tergagap.

"Ah..Apa mungkin kalian belum mempercayai mereka sepenuhnya? Ini cukup menarik dan ku rasa aku akan datang." Ucap Sally sambil melangkah pergi meninggalkan Doyoung yang terkejut dengan mulut menganganya.

—***—

Didalam kelas Alice hanya melamun dan mendesah beberapa kali. Ia masih belum bisa melupakan kejadian kemarin dan kenapa emosinya tidak dapat ia kendalikan? Alice merasa takut akan menjadi orang lain suatu saat nanti. Ia benar-benar tidak merasa mengerti dengan semua yang terjadi, sampai-sampai ia terlihat begitu frustasi. Taeyong memperhatikan setiap gerak-gerik gadis itu, perlu di ingat monster itu mampu membaca fikiran dan berbicara dengannya jika ia mau

"Wae?" Tanya Alice ketika tiba-tiba ia sadar dengan tatapan Taeyong. Kemudian ia mengacungkan jari telunjuknya kearah Taeyong yang duduk beberapa meter dibelakannya.

"Kau—Apa kau berusaha membaca fikiranku?"  Tanya Alice dalam hati baru. Taeyong tersenyum mengejek. Alice tidak mendengarkan suara Taeyong karena mungkin Taeyong tidak berusaha membuka percakapan--percakapan yang hanya mereka berdua ketahui.

"Aku tidak berusaha membacanya—hanya saja itu terdengar nyaring ditelingaku." Dengan berani ia berjalan dan duduk disamping Alice membuat gadis itu terkejut.

"Hey, apa kau sinting? Jangan membuat keributan! Aku tidak suka menjadi pusat perhatian!" Pinta Alice namun Taeyong adalah seseorang yang tidak akan pernah mendengarkan perkataan siapapun! Alice mendesah beberapa kali, ingin rasanya ia mengeluarkan pasak peraknya dan menebaskannya pada moster disampingnya ini. Taeyong tak merasa terganggu dengan tatapan beberapa mahasiswi dan Alice yang masih melotot kearahnya.

"Sebaiknya kau museumkan saja pasak perakmu itu, selama kau disini itu tidak akan pernah berguna." Kata Taeyong dengan smirk khasnya itu membuat Alice bertambah kesal.

"Kau—Kenapa kau selalu menggangguku?" Tanya Alice dengan ekspresi ketergangguannya. Pada akhirnya Taeyong menoleh dan menatap Alice dengan ekspresi seriusnya.

"Kau juga kenapa? Begitu berisik! Apa itu emosi? Amarah dan menjadi orang lain hah?" Kali ini Taeyong yang terlihat penasaran.

"Shit! Kau mendengarkan semuanya kan?" Alice memijat-mijat dahinya yang terasa berdenyut. "Kenapa aku harus berurusan dengan monster sepertimu?" Keluhnya.

"Karena itu aku harus tahu. Kenapa aku bisa membaca fikirmu? Kau fikir, aku tidak merasa frustasi dengan semua ini?" Alice memutar bola matanya. Ingin rasanya ia tertawa mendengarkan keluhan Taeyong.

"Kau tahu?" Sebelum Alice melanjutkan perkataannya Taeyong sudah menjawabnya.

"Baru pertama mendengarkan keluhan seorang vampire?" Jawaban yang tepat!

Alice mendesah... "Kurasa aku tidak perlu banyak bicara, jika pada kenyataan semua yang ada dalam fikiranku dapat kau baca." Alice masih belum terbiasa dengan semua fakta ini.

"Tidak juga, semua yang ku dengar terdengar acak. Bagaimana bisa kau memikirkannya secara bersamaan." Taeyong menggeleng tak mengerti.

"Ku rasa, aku merasakan sesuatu dalam dirimu." Alice terdiam memandang Taeyong merasa penasaran dengan apa yang dirasakan pria ini, namun juga merasa kesal bersamaan.

"Apa yang kau rasakan? Aroma darah yang menggiurkan?" Seketika Taeyong menatap tajam Alice seolah ia mengatakan hal yang begitu frontal dan Taeyong sedang tidak ingin bercanda sekarang. Alice juga menatapnya dengan ekspresi lelahnya.

"Lalu apa yang kau rasakan? Kecuali naluri memangsamu itu?"

"Perlu kau ingat! Kami adalah kaum bangsawan. Kami memiliki tata krama dalam berburu." Alice tertawa sinis.

"Apa kau sedang bercanda? Monster sepertimu memiliki sopan santun? Hah! Bukankah itu begitu menggelikan. Ah, aku benar-benar akan gila kalau aku terus berada didekatmu!"

Alice pun bangkit dari tempat duduknya ketika Prof. Byun meninggalkan podium tetapi dengan cepat Taeyong meraih tangan Alice untuk duduk kembali.

"Hey..YOU!" Pekik Alice terkejut.

"Aku belum selesai bicara dan aku tidak suka seseorang mengabaikanku." Alice tersenyum sinis dan pada akhirnya ia menyadari pandangan semua orang.

"Apa kau benar-benar ingin melihatku mengeluarkan pasak perakku?" Ancam Alice membuat Taeyong tersenyum.

"Apa kau yakin? Mereka semua pasti akan membencimu." Taeyong menyerang Alice dengan kata-kata yang terdengar tenang namun cukup membuat Alice duduk kembali disamping Taeyong.

"Aku akan memberikan sebuah penawaran untukmu." Alice mengangkat satu alisnya merasa ada yang aneh dengan perkataan monster dihadapannya ini.

"What? Penawaran? Apa kau gila? Vampire dan Hunter membuat penawaran? Oh God...Dunia ini benar-benar telah kacau. No way!" Jawab Alice dan Taeyong ekspresinya terlihat biasa saja seolah ia sudah menduga kalau Alice akan menolak penawarannya.

"Baiklah...Aku tidak akan memaksamu. Semoga kau tidak penasaran seumur hidupmu tentang dari mana kekuatan itu berasal." Taeyong pun bangkit dan secepat kilat menuju pintu keluar kelas. Dengan segera Alice mengedarkan pandangannya, takut kalau-kalau ada yang melihat aksi Taeyong barusan.

"Shit! Beraninya dia mengancamku." Umpat Alice

BRAK

Alice menendang kaki meja yang berada dihadapannya dan apa yang terjadi? Kaki meja yang terbuat dari kayu itu patah seketika. Alice membatu melihat meja itu runtuh dihadapannya. Ia berjongkok dan memandangi terus meja itu.

Alice pov

Why? Kenapa hal seperti ini terjadi lagi? Apa yang sebenarnya terjadi pada diriku? Bagaimana ini? Kenapa seperti ini? Adam kau lihat itu? Aku benar-benar menjadi orang aneh sekarang. Adam! Help me...

"Kau disini rupanya?" Doyoung? Kau kah itu? Aku tidak sanggup untuk menatapnya dan pada akhirnya ia berjongkok dihadapanku.

"Kau kenapa?" Sesungguhnya jika ada seseorang yang menemukanku pertama kali dalam keadaan seperti ini, aku berharap itu adalah Ten. Meskipun aku tidak mengatakan apa yang sedang ku rasakan Ten akan tahu dengan sendirinya tetapi saat ini Doyounglah yang berada dihadapanku.

"Aku tidak apa-apa." Jawabku seadanya dan kini pandangannya teralih pada meja yang runtuh itu.

"Ini—ini kenapa?" Aku sudah sangat takut dengan keanehan pada diriku tapi Doyoung menunjukkan kegugupannya membuatku merasa buruk.

"Apa kau yang meruntuhkannya?" Shit! Bisakah dia tidak banyak bertanya? Ia terdiam ketika menyadari keenggananku untuk menjawab pertanyaannya.

"Apa yang membawamu kemari dan dimana Sally?" Aku benar-benar melupakan saudariku itu. Kenapa Doyoung terdiam? "Dimana Sally?" Aku mengulangi pertanyaanku lagi.

"Itu—dia..." Apa ini? Kenapa ia bertambah gugup?

"Doyoung-ah dimana Sally?" Aku sedikit meninggikan suaraku. Doyoung tersentak karena tanpa aku sadar aku menggenggam tangannya terlalu keras.

"Appo..." Ringiknya ketika aku masih meremas tangannya.

"Kalau kau tidak mengatakannya? Aku akan memperkuat remasanku." Amarah itu datang lagi. Aku merasakan sesuatu yang ingin meledak didalam dadaku.

"Jebal, Ini benar-benar sakit Alice. Kalau kau terus meremasnya ini akan patah."

"Hentikan Alice!" Suara itu? Ten? Ia berada dihadapanku dan Doyoung. Ia menatapku lekat sembari berkata

"Ingatlah dia adalah sepupumu." Aku terdiam dan melapaskan tangan Doyoung. Ia meringis kesakitan dan aku hanya mampu menatapnya dengan pandangan bersalahku.

Alice pov end

"Sally—dia pergi." Kepanikan Alice muncul lagi. Alice bangkit dan berjalan dengan cepat.

"Ku—kurasa ia pergi ke pesta Jaehyun." Kata Doyoung dengan tergagap.

"WHAT? Bagaimana bisa? Kenapa kau biarkan dia pergi?" Suara Alice bergetar dan itu tandanya ia begitu marah saat ini. "Aku menyuruhmu untuk menjaganya!" Teriak Alice, apa itu masuk akal? Membiarkan Sally pergi ke pesta para vampire yang seolah menyerahkan nyawanya pada kematian.

BRAK....BLARR

Alice membenturkan kakinya pada pintu dan seketika pintu itu roboh. Ten menatapnya tak percaya sementar Doyoung terkejut lengkap dengan mulut menganganya. Alice hanya mampu meneteskan air mata ketika melihat semua ini.

"Alice..." Ten datang untuk memeriksa keadaan gadis itu meskipun sangat terlihat Ten begitu kebingungan dengan apa yang terjadi. Alice masih merunduk, ia tak mau siapapun mendekatinya bahkan melihat kondisinya yang kacau sekarang karena semua ini sudah melampaui batas nalar manusia. Alice merasa bahwa ia bukanlah manusia—Ya, dari awal dia adalah manusia istimewa yang dilahirkan untuk menjadi seorang Hunter tapi kenapa? Kini berbeda? Tidak ada kekuatan Hunter yang seperti ini meskipun mereka berada di level 7 sekalipun. Mungkin hanya akan ada peningkatan pada insting, Ketajaman penciuman, proteksi, kecepatan menyerang dan kekuatan. Hanya sebatas itu, kekuatan seorang Hunter tidak akan mampu mematahkan kayu yang sekokoh ini. Alice tidak hanya mampu mematahkan kayu, ia juga mampu mematahkan pintu taksi yang terbuat dari logam dengan semua fakta itu, masih bisakan ia mengatakan bahwa ia adalah seorang manusia biasa? Tidak! Alice sangat takut untuk mengakui bahwa ia bukanlah manusia normal!

"Stop! Jangan mendekat. Aku tidak ingin melukai siapapun." Katanya dengan pelan seolah ia berusaha menahan tangisnya. Ten, pria itu tidak pernah mau mendengarkan ucapan Alice sekalipun. Ia terus berjalan mendekati Alice dan mendekapnya.

"Kau baik-baik saja?" Alice meronta, ia tidak mau Ten memeluknya.

"Ten, pergilah!" Gumannya tetapi Ten tidak pernah mau pergi dari Alice sedikit pun.

"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu." Bisik Ten yang membuat Alice terdiam. Merasa Alice lebih tenang Ten merenggangkan pelukannya dan mulai memeriksa keadaan gadis ini. Ia menemukan butiran air mata pada pipi Alice. Dengan lembut Ten mengusapnya.

"Kita harus menemukan Sally." Lirih Alice yang sudah terlihat begitu kehabisan tenaga.

"Tentu, tapi setelah kau tenang." Ucap Ten membuat Alice mendesah.

"Aku mengkhawatirkannya." Kecemasan itu nampak jelas diwajahnya yang basah karena air matanya.

"Aku lebih mengkhawatirkanmu. Kau harus mengontrol emosimu." Tangan Ten beralih mengusap rambut Alice yang tergerai.

"A-aku tahu dimana tempatnya." Celetuk Doyoung dengan suara bergetarnya. Alice dan Ten seketika menatapnya.

"Tunggu apa lagi, antarkan aku kesana!" Pinta Alice sambil melepaskan rengkuhan Ten.

"Biarkan aku dan Doyoung yang kesana. Kau disini saja." Perintah Ten membuat Alice menatapnya dengan tanya.

"Why? Kenapa aku tidak boleh ikut kalian?" Protes Alice.

"Keadaanmu tidak stabil, bagaimana kalau terjadi sesuatu disana?" Jawab Ten dengan ekspresi kekhawatirannya.

"No way, aku akan tetap ikut kalian!" Ten mendesah melihat sikap keras kepala Alice.

"Tapi Alice..."

"Hanya kau yang siap bertarung dengan mereka, kita tidak tahu ada berapa vampire disana Ten. Kau akan kewalahan dan Doyoung...Dia tidak akan banyak membantumu. Kalian akan kalah—tidak! Mungkin kalian akan mati sebelum bisa menyelamatkan Sally." Alice mengatakan semua kemungkinan yang akan terjadi jika mereka pergi hanya berdua. Ten dan Doyoung terdiam seolah mereka memikirkan semua perkataan Alice.

Pada akhirnya mereka pun pergi bersama-sama. Mereka memasuki sebuah taksi, Ten duduk dibagian depan bersama sopir dan Doyoung duduk berdampingan dengan Alice. Masih tetap mempertahankan ekspresi bersalahnya. Alice hanya memandangi jalanan disampingnya dengan pikiran yang entah berkelana kemana? Tapi semua orang tahu, Alice begitu mengkhawatirkan Sally saat ini. Saudarinya yang begitu ia sayangi. Satu-satunya yang tersisa dari keluarganya, ia tidak akan membiarkan siapapun melukainya.

30 menit berlalu...

Kediaman keluarga Lee, masion yang bergaya eropa classic menjulang tinggi di atas sebuah tanah yang luas. Taman yang indah mengelilinginya, pintu gerbang yang kokoh lengkap dengan ukir-ukiran uniknya menjadi icon yang melambangkan betapa indahnya masion ini.

Semua orang akan terkagum-kagum hanya dengan memandang pintu gerbang ini, lalu bagaimana dengan masion didalamnya? Mereka masih harus menunggu penjaga membukakan pintu gerbang dan kemudian berjalan 30 meter lebih untuk mencapai masion. Kedua pria itu menatap penuh dengan keraguan, berbeda dengan Alice yang sudah tidak sabar ingin segera masuk.

Seorang pria paruh baya lengkap dengan seragam warna hitam datang mendekat. Alice menatapnya tajam, insting pemburunya telah teraktifkan dengan sendirinya. Ia terlihat waspada dengan vampire yang menyamar sebagai penjaga itu.

"Apa kalian teman tuan muda Jaehyun?" Tanya penjaga itu dengan ramah. Ten dan Doyoung tersenyum canggung dengan keramahan penjaga itu, sementara Alice? Pandangan tajam itu memudar hanya ada ekspresi ketidak percayaannya? Bagaimana bisa? Mereka menekan insting memasangnya? Bagaimana para monster ini begitu lihai dalam beracting menjadi manusia? Inggris dan Korea adalah negara yang berbeda, peradabannya pun berbeda tapi bagi Alice semua para vampire itu sama, tapi kenapa disini begitu berbeda. Jadi memang benar? Vampire disini lebih ramah dari pada di eropa? Cukup menggelikan dan Alice tersenyum dengan pemikiran itu.

"Ne, bisakah kami bertemu dengannya?" Jawab Ten dengan keramahannya. Alice benar-benar merasa beruntung memiliki teman seperti Ten dan Doyoung—bagaimanapun kedua temannya ini sudah sangat berusaha untuk menjadi ramah dan melanggar semua peraturan yang telah dibuat oleh tetua untuk menjaga keseimbangan antara vampire dan Hunter agar tidak ada pertikaian yang terjadi, hanya untuk menyelamatkan Sally.

"Tentu, Tuan muda Jaehyun pasti sudah menunggu kalian. Kalian bisa pergi ke masion sebelah barat, pestanya ada disana." Ten, Doyong dan Alice saling melirik, sedikit bingung. Jadi bukan masion didepan ini? Masih ada lagi masion? Sebenarnya ada berapa masion? Penjaga itu tersenyum ketika ia melihat kebingungan 3 orang itu.

"Disini ada 4 masion. Ini milik Tuan Lee dan Nyonya." Penjaga itu mengacungkan tangannya pada masion didepan mereka. Mereka saling melirik lagi tak percaya dengan apa yang mereka lihat. "Sebelah timur adalah milik tuan muda Taeyong putra sulung tuan Lee, sebelah barat adalah milik tuan muda Jaehyun putra kedua tuan Lee dan yang terakhir disebelah utara adalah tuan muda Min Hyung putra bungsu dari tua Lee." Tutur penjaga itu membuat ketiga orang itu terbengong.

"Jadi? Mereka memiliki masion sendiri?" tanya Doyoung yang masih penasaran dan menjaga itu pun mengangguk. "Daebak!" Pekik Doyoung terkagum-kagum dengan semua fakta ini. Ten hanya menyenggolnya untuk menghentikan tingakah konyol Doyoung. Sementara Alice—gadis itu hanya mendesah.

"Jadi? Kapan kau akan mengatarkan kami?" Tanya Alice yang kembali dengan sikap dinginnya. Senyum penjaga itu pun lenyap seketika dan ia terlihat terdiam sesaat sebelum ia kembali tersenyum lagi dan mengarahkan mereka pada sebuah van warna hitam.

"Silahkan masuk kemari." Pintanya dan tanpa curiga sedikit pun, Doyoung langsung masuk kedalam mobil itu dan menghilangkan semua kewaspadaan yang semenjak tadi ia jaga. Ten, mau tak mau mengikuti Doyoung, Alice—gadis itu hanya tersenyum, seolah ia mengetahui sesuatu.

Mereka menuju masion sebelah barat dengan van yang dikemudikan oleh salah satu vampire penjaga dan satu vampire sebagai penunjuk jalan nantinya. Ten beberapa kali melirik Alice, berusaha memberi kode kepada gadis itu. Alice mengangguk kepada Ten, membenarkan kecurigaan Ten tentang sesuatu yang tidak biasa. Mereka harus tetap waspada karena mereka tidak tahu bahaya apa yang akan menghadang mereka di masion yang terlihat indah ini yang pada kenyataannya adalah sarang para vampire legendaris, apa yang mereka rencanakan dan seberapa banyak? Masih menjadi misteri bagi mereka. Mereka pun tidak tahu, apa mereka akan keluar dengan selamat? Atau tidak akan pernah keluar dari bangunan indah nan kokoh itu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Koude
2850      1048     3     
Romance
Menjadi sahabat dekat dari seorang laki-laki dingin nan tampan seperti Dyvan, membuat Karlee dijauhi oleh teman-teman perempuan di sekolahnya. Tak hanya itu, ia bahkan seringkali mendapat hujatan karena sangat dekat dengan Dyvan, dan juga tinggal satu rumah dengan laki-laki itu. Hingga Clyrissa datang kepada mereka, dan menjadi teman perempuan satu-satunya yang Karlee punya. Tetapi kedatanga...
Kamu VS Kamu
1494      824     3     
Romance
Asmara Bening Aruna menyukai cowok bernama Rio Pradipta, si peringkat pertama paralel di angkatannya yang tampangnya juga sesempurna peringkatnya. Sahabatnya, Vivian Safira yang memiliki peringkat tepat di bawah Rio menyukai Aditya Mahardika, cowok tengil yang satu klub bulu tangkis dengan Asmara. Asmara sepakat dengan Vivian untuk mendekatkannya dengan Aditya, sementara ia meminta Vivian untu...
In the Name of Love
630      374     1     
Short Story
Kita saling mencintai dan kita terjebak akan lingkaran cinta menyakitkan. Semua yang kita lakukan tentu saja atas nama cinta
Dramatisasi Kata Kembali
634      312     0     
Short Story
Alvin menemukan dirinya masuk dalam sebuah permainan penuh pertanyaan. Seorang wanita yang tak pernah ia kenal menemuinya di sebuah pagi dingin yang menjemukan. \"Ada dalang di balik permainan ini,\" pikirnya.
Move on
63      42     0     
Romance
Satu kelas dengan mantan. Bahkan tetanggan. Aku tak pernah membayangkan hal itu dan realistisnya aku mengalami semuanya sekarang. Apalagi Kenan mantan pertamaku. Yang kata orang susah dilupakan. Sering bertemu membuat benteng pertahananku goyang. Bahkan kurasa hatiku kembali mengukir namanya. Tapi aku tetap harus tahu diri karena aku hanya mantannya dan pacar Kenan sekarang adalah sahabatku. ...
Semu, Nawasena
4873      2283     4     
Romance
"Kita sama-sama mendambakan nawasena, masa depan yang cerah bagaikan senyuman mentari di hamparan bagasfora. Namun, si semu datang bak gerbang besar berduri, dan menjadi penghalang kebahagiaan di antara kita." Manusia adalah makhluk keji, bahkan lebih mengerikan daripada iblis. Memakan bangkai saudaranya sendiri bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Mungkin sudah menjadi makanan favoritnya? ...
Zona Erotis
703      453     7     
Romance
Z aman dimana O rang-orang merasakan N aik dan turunnya A kal sehat dan nafsu E ntah itu karena merasa muda R asa ingin tahu yang tiada tara O bat pelipur lara T anpa berfikir dua kali I ndra-indra yang lain dikelabui mata S ampai akhirnya menangislah lara Masa-masa putih abu menurut kebanyakan orang adalah masa yang paling indah dan masa dimana nafsu setiap insan memuncak....
Mawar Putih
1372      711     3     
Short Story
Dia seseorang yang ku kenal. Yang membuatku mengerti arti cinta. Dia yang membuat detak jantung ini terus berdebar ketika bersama dia. Dia adalah pangeran masa kecil ku.
Dua Warna
327      240     0     
Romance
Dewangga dan Jingga adalah lelaki kembar identik Namun keduanya hanya dianggap satu Jingga sebagai raga sementara Dewangga hanyalah jiwa yang tersembunyi dibalik raga Apapun yang Jingga lakukan dan katakan maka Dewangga tidak bisa menolak ia bertugas mengikuti adik kembarnya Hingga saat Jingga harus bertunangan Dewanggalah yang menggantikannya Lantas bagaimana nasib sang gadis yang tid...
Mimpi Membawaku Kembali Bersamamu
556      386     4     
Short Story
Aku akan menceritakan tentang kisahku yang bertemu dengan seorang lelaki melalui mimpi dan lelaki itu membuatku jatuh cinta padanya. Kuharap cerita ini tidak membosankan.