Masalah itu seperti sebuah batu. Semakin kecil ukurannya, semakin diremehkan. Padahal, bebatuan kecillah yang justru kerap kali membuat seseorang tersandung dan terjatuh.
***
Hari ini, Revi memutuskan untuk masuk sekolah. Walau terus menerus di dalam kamar, bukan berarti ia tidak tahu jika Rain menyempatkan diri berkunjung ke rumahnya sepulang sekolah kemarin. Ia tidak ingin rasa penasaran cowok itu berujung menjadi kecurigaan dan membuat Revi kehilangan Rain.
Meskipun begitu, bukan berarti saat ini Revi bersikap seolah semua baik-baik saja. Ia sebisa mungkin berusaha menjaga jarak dengan Rain. Menjauhi cowok itu hingga membuat Rain gemas sendiri melihat aksi “penghindaran” yang begitu kentara.
“Dapat!” seru Rain gembira saat ia berhasil menahan lengan Revi yang lagi-lagi ingin menghindarinya. Cowok itu menyengir lebar. Persis seperti bocah yang berhasil meraih layangannya di atas pohon.
Revi terkejut. Ia melirik jemari panjang yang telah melingkari lengannya. Genggaman Rain cukup kuat, tapi tidak sampai menyakiti cewek itu.
“Kenapa?” tanya Revi, datar.
Senyum Rain lantas menguap. “Kok lo tiba-tiba ngejauhin gue?”
“Kok lo tiba-tiba ngedekatin gue?”
Balasan Revi membuat Rain meringis. Cowok itu menggaruk pelipisnya. “Sori. Waktu itu, kan, gue masih marah sama lo,” jelas Rain. “Lagian, kan, kita teman. Lo yang bilang sendiri kalau temanan itu nggak boleh jauh-jauh.”
Revi mengembuskan napasnya seraya melepaskan tangan Rain dari lengannya. “Buat saat ini, tolong jauhin gue dulu ya, Rain.” Cewek itu tersenyum lemah dan berniat berlalu.
Namun, belum sempat Revi berbalik badan, Rain kembali menahannya. “Kok gitu?” Cowok itu lantas mendengus. “Ini pasti ada hubungannya sama cowok yang waktu itu, ya?” duganya, kesal.
Rain tidak asal menebak! Perasaannya begitu kuat mengatakan bahwa cowok asing yang waktu itu membuat Revi ketakutan, merupakan alasan yang sama di balik perubahan sikap Revi.
Rain bisa merasakan tubuh Revi yang tiba-tiba membeku. Rasa bersalah pun lantas hinggap di dadanya. “Ng… gue salah ngomong, ya?”
Revi memaksakan seulas senyum. Namun, tidak dapat dipungkiri bila Rain melihat kedua mata cewek itu berkaca-kaca.
“Maaf—”
“Lo udah baca kelanjutan novelnya?” potong Revi.
Rain menggeleng kecil. Kecewa karena Revi mengalihkan pembicaraan, bahkan memotong ucapan maafnya.
“Katanya udah nggak marah? Kenapa belum dibaca?”
Rain berdecak begitu ingatannya kembali memutar peristiwa dimana dengan entengnya ia memberikan novel tersebut secara cuma-cuma pada Raya. Rain tahu bahwa ia telah membohongi dirinya sendiri. Sebanyak apa pun ia berkilah dan mengatakan bahwa ia membenci Revi saat itu, ia tetap tidak bisa memungkiri kalau Pelangi Putih adalah penulis favoritnya.
Rain tidak dapat mengelak bila ia merindukan kisah Aldi dan Langi sekaligus penasaran dengan akhir dari kedua insan tersebut.
“Kalau gitu, coba lo baca.”
Rain langsung mendesah kesal. “Reeev, jangan ngalihin pembicaraan dong!” pintanya, nyaris merajuk seperti seorang bocah.
“Nggak kok,” Revi menggeleng. “Makanya dibaca dulu, biar lo paham.”
“Paham gimana sih? Gue aja nggak ngerti lo ngomong apa,” ucap Rain, cemberut.
“Lo, kan, mau tau alasan kenapa gue minta lo ngejauh untuk saat ini.” Revi tersenyum kecil. Berusaha menjelaskan dengan sabar. “Gue rasa lo bakal ngerti nanti.”
Rain terdiam. Merutuki otaknya yang tidak kunjung dapat mencerna teka-teki yang diungkapkan Revi. Ia bahkan tidak menyadari saat Revi mulai berlalu, meninggalkan dirinya.
Namun, baru beberapa langkah yang diambil cewek itu, Revi menoleh dari balik bahu. Tersenyum pilu pada Rain yang kini tidak lagi fokus dengan pikirannya.
“Langi itu gue.”
Dan Rain membeku di tempat.
***
Masih ingat ketika Rain mengatakan dirinya mencintai tokoh Langi dalam novel karangan Pelangi Putih?
Rain berdecak keras. Bagaimana mungkin ia menyukai tiga cewek berbeda dalam satu tubuh sekaligus?!
Pelangi Putih, Langi, dan Revi, adalah orang yang sama. Yang sama-sama Rain sukai tanpa sadar dan tanpa disengaja. Cukup ia mengetahui bila Revi—satu-satunya cewek yang Rain izinkan masuk ke dalam hidupnya, dan tanpa disadarinya pula—merupakan sosok sebenarnya di balik nama Pelangi Putih!
Seolah tidak cukup, cewek itu kembali mengejutkannya dengan menguak sebuah fakta yang mengatakan jika Revi adalah sosok asli di balik tokoh Langi!
PUSING!
Rain mengembuskan napas begitu ia berhasil “mencuri” novel dari kamar Raya saat adiknya tersebut telah terlelap. Cowok itu bergegas membuat posisi tengkurap senyaman mungkin di atas tempat tidur, sebelum akhirnya mulai membaca halaman pertama bab awal…
***
Cowok itu tersenyum bangga menatap novel di tangannya. “Orang-orang pasti bangga sama kamu!” pujinya, tulus.
Revi menggeleng kecil. “Aku nggak berniat ngasih tau orang-orang kok.”
“Hmm?” Aldi menoleh dengan sepasang alis tebal nyaris bertaut. “Kenapa?”
“Nggak mau aja.” Revi menyengir lebar. “Aku nggak mau orang-orang menilai tulisan aku dari pandangan mereka sama aku di dunia nyata.”
“Maksudnya, kamu nggak mau orang-orang yang nggak suka sama kamu jadi nggak mau baca dan ngejelek-jelekin novel kamu cuma karena kamu yang menulis?”
Revi manggut-manggut. Senang karena Aldi selalu mengerti apa yang diucapkannya. Pikiran cowok itu seolah selalu terhubung dengan Revi.
Aldi terkekeh. “Jadi, kamu mau jadi penulis misterius?”
Revi meringis. “Ng, kurang lebih.”
Aldi tidak lagi menanggapi. Tatapan cowok itu kini mengarah sepenuhnya pada buku di tangannya. Ia memang belum pernah membaca novel sebelumnya. Tapi nama tokoh cowok yang berada di dalam novel tersebut, mampu menarik perhatiannya. Terlebih, karena Revilah yang menulisnya.
Aldi… Ya, nama cowok itu.
“Ini aku atau cuma kebetulan namanya sama?” tanya Aldi penasaran.
Dengan malu-malu, Revi mengangguk.
“Jadi, ini kisah nyata?”
Revi menggeleng. “Ada yang aku karang-karangin dikit. Soalnya, kan, aku nggak bisa ingat cerita kita dari A sampai Z. Jadi yaaah, aku ubah jadi lebih romantis.”
Aldi tersenyum geli. “Maksudnya, aku kurang romantis?”
“Ih bukan!” kilah Revi, cepat. “Kamu romantis kok. Tapi yang di situ aku buat lebih terkesan cheesy aja, biar laku.”
“Emang kalau nggak romantis, nggak laku?” Sebelah alis Aldi terangkat.
Revi mengangkat bahu. “Kata editor aku sih gitu. Lagian ya, sekarang tuh novel-novel fantasy aja pasti ada romannya.”
“Terus, kamu nggak nyoba nulis fantasi?”
Revi lantas berjengit. “Terus kamu mau aku buatin jadi vampir, gitu?”
Aldi tergelak. “Emangnya harus aku?”
Memang, tidak harus Aldi yang menjadi peran kedua dalam novelnya. Namun, cowok itulah salah satu alasan di balik selesainya novel Mentari di Balik Mendung. Kisah merekalah yang menginspirasi novel perdananya.
Tanpa ragu, Revi mengangguk. “Karena kamu motivasi aku yang utama.”
Dan Aldi tertegun.
***
Rain masih tertegun saat membaca paragraf pertama dalam bab kedua. Di sana, Pelangi Putih menuliskan sebuah deskripsi tentang seseorang bernama Hujan yang begitu mirip dengannya.
Kemudian keningnya mengernyit, kesal. Ia benar-benar tidak menyukai orang ketiga dalam kisah Aldi dan Langi ini! Rain membenci tokoh Hujan, bahkan sebelum ia benar-benar membaca keseluruhan bab kedua.
Yang paling membuatnya kecewa, mengapa Pelangi Putih membuat deskripsi tentang seorang PHO alias Perusak Hubungan Orang dengan ciri-ciri yang persis seperti dirinya?!
Tinggi menjulang dan agak kurus.
Rambut tebal berwarna cokelat tua gelap yang nyaris menyerupai warna hitam, dipotong sampai di atas tengkuk dengan poni yang nyaris menutupi seluruh dahinya.
Suka banget sama novel dan nyaris anti-sosial!
Serius, Revi? Kalau yang nomor satu memang masih terdengar umum. Masuk ke nomor dua, Rain mulai merasakan ciri yang lebih spesifik. Dan pada nomor tiga…
Rain langsung menutup novel tersebut dan meletakkannya di atas nakas. Ia tidak sanggup membayangkan sosok yang persis seperti dirinya, menjadi orang ketiga dalam kisah Aldi dan Langi. Sementara, Rain sendiri selalu membayangkan jika dirinya menjadi cowok utama dalam setiap novel yang dibacanya. Ya, Rain membayangkan dirinya sebagai Aldi.
Cowok itu mendesah, galau. Tiba-tiba saja ia berpikir jika Revi sengaja membuat Rain menjadi orang jahat yang merusak kebahagiaan Aldi dan Langi. Memikirkan hal itu pun membuat Rain cemberut. Memang salah Rain apa coba?!
Rain tidak ingin lanjut membaca dan melihat Pelangi Putih menjelek-jelekkan dirinya dalam tulisan cewek itu. Tapi Rain lebih tidak ingin digerogoti oleh rasa penasaran akan alasan mengapa Revi berubah dan siapa sebenarnya cowok asing itu.
Tunggu!
Kalau dipikir-pikir, pendeskripsian Pelangi Putih tentang tokoh Aldi dalam novelnya mirip sekali dengan cowok asing itu!
Dan Rain pun tersentak.