Loading...
Logo TinLit
Read Story - Warna Untuk Pelangi
MENU
About Us  

Tes… tes! Satu, dua, tiga. Ehem!”

Kontan seluruh murid, bahkan guru-guru yang lain pun menutup kedua telinganya saat microphone di tangan Kepala Sekolah, berdenging keras.

Pria yang kepalanya nyaris licin tersebut lantas mengetuk-ngetuk microphone-nya sebelum akhirnya membuka suara kembali. “Baik, yang tidak mengenakan almamater dan topi, silahkan berdiri di tempat yang telah disediakan. Terima kasih.”

Tidak ingin semakin berurusan dengan Pak Radjiman—yang kalau sudah murka, kekejaman ayah tiri pun kalah!—seluruh murid yang tidak mengenakan topi maupun almamater, langsung keluar dari barisan kelas masing-masing dan berdiri di tempat yang telah tersedia.

Tempat yang dimaksud sang kepala adalah sisi kanan halaman depan sekolah yang menjadi sasaran empuk bagi sang mentari untuk “menghangatkan” bumi, alias tempat yang paling terik!

Mampus! Revi benar-benar sedang tidak beruntung saat ini. Ia benar-benar lupa jika Senin ini sudah masuk ke awal bulan dimana selalu dilaksanakan upacara. Alhasil, ia pun tidak membawa topi beserta almamaternya.

Revi mengikuti jejak murid-murid yang juga “melanggar” dengan lesu. Namun, tidak sampai semenit bibirnya mengerucut cemberut, senyumnya kembali merekah mendapati sosok Rain telah berdiri di “neraka” sekolah.

 Dengan semangat, Revi menghampiri Rain. Cewek itu bahkan sampai melompat-lompat kecil saking riangnya. Membuat para guru yang melihatnya, melempar tatapan mencela. Dihukum kok senang?! Begitulah kira-kira isi pikiran mereka.

“Oy!” Revi menyikut lengan Rain, pelan. “Kok lo di sini?”

“Kelihatannya?”

Revi justru terkekeh mendengar balasan Rain yang kelewat jutek. Cowok itu pasti bete habis karena tidak membawa topi. Yup! Benda itu tidak bertengger di kepala Rain. Hanya almamater yang menyelimuti badan cowok itu.

“Lupa bawa topi?” tanya Revi, berbisik karena upacara telah berlangsung.

Rain menggeleng lesu. “Ketinggalan di angkot.”

“Terus, kenapa nggak beli aja di Koperasi?”

“Mahal. Tiga puluh ribu bisa buat nambahin beli novel!” sungut Rain.

“Sabar ya.”

Rain tidak menjawab. Selain kesal dengan respons Revi yang sama sekali tidak membuatnya tenang, cowok itu juga tengah memerhatikan pidato Kepala Sekolah yang mulai menjurus ke arah Ujian Tengah Semester.

“…Berhubung banyaknya laporan tentang Ujian Nasional mendatang, maka saya memutuskan untuk mempersingkat liburan Ujian Tengah Semester untuk mematangkan pengetahuan kalian. Khususnya, kelas dua belas…” Mendengar keluhan dari hampir seluruh siswanya, Pak Radjiman lantas melotot. “Jangan protes! Ini demi kebaikan kalian semua!”

Revi pun mendengus kesal. Pak Radjiman tidak akan pernah tahu jika keputusannya cukup berdampak bagi rencana yang telah dibuat Revi.

Rain yang mendengar dengusan di sebelahnya pun menoleh. Saat itu, ia baru menyadari jika posisi Revi benar-benar berada di tengah-tengah paparan terik panasnya matahari. Membuat dahi cewek itu dipenuhi oleh keringat, bahkan hingga mengucur lewat pelipisnya.

Merasa kasihan, Rain pun membuka almamater dan meletakkannya begitu saja di atas kepala Revi. Membuat Revi mengerjap-ngerjap karena pandangannya yang tiba-tiba menjadi gelap. Meski begitu, wajah Revi yang telah memerah kepanasan, kini terlindungi dari terik matahari.

Hmm. Antara romantis dan kurang ajar sih.

Omong-omong, Revi merasa familier dengan perlakuan Rain padanya barusan. Cewek itu pun tersenyum tertahankan. Mengingat bahwa adegan tersebut hampir mirip dengan adegan yang tertulis dalam Mentari di Balik Mendung milik Pelangi Putih.

Dasar tukang nyontek!

***

Ujian Tengah Semester telah berakhir. Seluruh angkatan mendapatkan jatah liburan selama seminggu, yang membuat Anya mencak-mencak.

“Medit banget ini sekolah. Masa liburan cuma seminggu?!” gerutu Anya.

“Ssssh! Di kantin ini. Teriak-teriak aja,” tegur Revi lantas menyeruput jus alpukatnya. “Lagian, seminggu udah lumayan kok. Lo lihat tuh orang kuliahan. Abis UTS, langsung masuk lagi.”

“Tetap aja!” Anya mengibas kipas tangannya dengan gusar. Membuat helaian poni cewek itu berterbangan. “Kalau dua minggu, kan, gue bisa jalan-jalan dulu ke Bali sama Nyokap!”

“Ke Bali paling berapa hari sih? Liburannya, kan, seminggu.”

“Nggak enak, Reeev! Gue tuh mau liburan di Balinya pas hari weekend. Jadi, ramai di sana!”

Revi mendengus. “Yaudah sabar aja, Princess. Bentar lagi, kan, kita UN terus libur panjang. Puas-puasin dah tuh ke Bali.”

Anya tersenyum manis mendengar panggilan “Princess” yang diucapkan Revi dengan nada persis seperti khas Nathan. “Kalau liburan UN mah, gue berencana ke Jepang sama Nyokap. Lo mau nitip apa di sana?” tanyanya, antusias.

“Sumpit.”

Senyum Anya langsung menguap. “Kok sumpit sih?!” pekiknya lantas mengibas rambut. “Di mall juga banyak yang jual!”

“Gue pengin sumpit asli Korea. Yang panjang-panjang itu!”

“Kan, gue ke Jepang!” balas Anya lantas menarik kuncir kuda Revi dengan gemas. “Lama-lama gue bawain akar pohon Sakura buat lo nih!”

Revi terkikik geli. Saking asyiknya mengobrol dengan Anya, cewek itu sampai tidak sadar telah mengabaikan pesan masuk di ponselnya yang membuat mood seseorang jadi buruk!

Seseorang itu duduk tidak jauh dari mejanya.

***

“Kusut amat itu muka. Nggak pulang?”

Rain mengalihkan pandangan dari ponsel di tangannya, pada Revi yang telah berdiri di sampingnya. “Ini mau pulang,” balas Rain, sekenanya.

Diam-diam Revi tersenyum geli. Cowok itu bete setengah mampus pasti karena chat-nya cuma di-read sama Pelangi Putih.

Keduanya kini tengah berdiri di depan tangga lantai dasar gedung sekolah. Revi yang tadinya terburu-buru menuruni tangga, ingin cepat-cepat sampai rumah pun lantas berubah pikiran melihat Rain berdiri dengan wajah bete di sana.

“Lo nggak ke toko buku yang kemarin?”

Rain mengernyit. “Emang ada apa di sana?”

“Lah? Emang lo nggak tau kalau bakal ada acara meet and greet Sabtu depan? Beli tiketnya bisa di sana langsung karena tempat acaranya di situ juga.”

Kedua mata Rain langsung terbelalak. “Emang ada Pelangi Putih?!” tanyanya antusias.

Revi manggut-manggut. “Sekalian launching novel ketiga Pelangi Putih.”

Rain tersenyum, tapi sedetik kemudian dahi cowok itu berkerut dalam. “Lo tau dari mana emang?” tanyanya lantas buru-buru mengecek sesuatu dalam ponselnya. “Di Instagramnya aja belum ada pemberitahuan apa pun.” Rain langsung menyipitkan sebelah matanya, curiga. “Lo ngarang, ya?”

Revi tertegun. Mampuslah dia! Ternyata Pelangi Putih belum mem-posting apa pun tentang naskah ketiganya?! Sialan! Jantung Revi jadi berdegup cepat saking gugupnya. Ini sih lebih parah daripada ketahuan menyontek saat ujian!

Revi meringis kecil. Bingung harus menjawab apa, sebelum akhirnya sebuah ide terlintas di benaknya. “Gue nggak ngarang. Penulisnya sendiri yang bilang ke gue!” kilahnya.

Rain langsung berjengit. “Emang Pelangi Putih kenal lo?” tanyanya, skeptis.

“Kenal dong!” ucap Revi bangga. “Gue juga sering chatting kali sama dia. Bahkan, pas dia baru buat akun Instagram, gue follower pertamanya.”

Rain merasa jika Revi memang tidak berbohong. Memang cewek itulah yang lebih dulu mengikuti akun official Pelangi Putih daripada dirinya. Bahkan, Revi yang memberi tahu Rain. Membuat cowok itu secara perlahan, lupa akan “pentingnya” novel saat ada waktu luang di sekolah.

Benar. Semenjak Pelangi Putih resmi membuat akun personal, Rain memberanikan diri untuk bercakap dengannya lewat direct message. Rain pikir, pesannya saat itu tidak akan dibaca. Ia menduga-duga jika Pelangi Putih pasti terlalu sibuk untuk sekadar membalas pesan para pembacanya.

Tapi ternyata, dugaannya salah. Percakapan mereka justru berlanjut hingga kini! Seolah tidak pernah kehabisan bahan pembicaraan, ada saja kalimat-kalimat dari Pelangi Putih yang membuat Rain semakin penasaran. Begitupun sebaliknya.

Rain tidak berpikir jika Revi tengah membohonginya. Tidak sama sekali. Hanya saja, ia tidak percaya pada ucapan Revi yang mengatakan jika Pelangi Putih sendirilah yang memberi tahunya tentang hal itu.

Tiba-tiba Rain merasa iri. Bisa-bisanya cowok itu merasa bangga dan berpikir jika dirinyalah yang paling dekat dengan Pelangi Putih sebagai pembacanya, padahal ada yang lebih “kenal” dan dipercaya Pelangi Putih untuk menerima informasi yang bahkan tidak penulis itu beri tahu pada orang lain.

Mirisnya, orang itu adalah Revi! Temannya sendiri, yang bahkan tidak begitu antusias pada karya-karya Pelangi Putih! Menyedihkan.

Sebelah alis Revi terangkat melihat raut sedih di wajah Rain. “Lah, lo kenapa?”

Rain menggeleng, lesu. “Gue masih nggak percaya aja kalau lo ternyata dekat sama Pelangi Putih.”

“Dih?” Revi berdecak. “Tanya aja langsung sama orangnya. Kenal Revi nggak? Pasti dia bilang kenal. Secara, gue duluan yang nge-follow dia,” ucapnya dengan bangga.

Tidak menunggu waktu lama bagi Rain menuliskan pesan pada Pelangi Putih, persis seperti yang diusulkan oleh Revi. “Belum dibalas.”

“Kan, orang nggak megang hape selama dua puluh empat jam!” Revi mengibas tangannya. “Santai. Mungkin lagi sibuk. Nanti pasti dibalas.”

“Iya iya…” tanggap Rain lantas tersenyum manis. Senyum yang terkesan ada maunya. “Lo mau temanin gue ke toko buku, kan?”

***

Hai. Saya ganggu nggak?

Rain langsung menggigit jari saat pesannya berhasil terkirim. Tidak lama kemudian, tulisan seen pun muncul di bawah kolom chat-nya. PelangiPutih is typing…

PelangiPutih: Nggak. Kenapa?

Dibalas seperti itu, justru membuat Rain ragu. Pasalnya, PelangiPutih tidak membalas chat-chat sebelumnya. Cewek itu hanya membalas pesan terbaru Rain. Dengan SPJ alias, Singkat, Padat, dan Jelas.

Rain menyugar rambutnya, gusar. Kini dirinya tampak seperti remaja yang tengah kasmaran! Hmm, kalau dipikir-pikir, memang begitu. Rain telah jatuh pada Pelangi Putih meskipun ia belum tahu bagaimana rupa cewek itu. Aneh? Ah, entahlah.

Meski sudah beberapa minggu akun resmi Pelangi Putih tersedia di Instagram, tapi cewek itu belum pernah mengunggah apa pun tentang dirinya. Semua foto-foto dalam feeds-nya hanya berupa gambar bertuliskan quotes yang diambil dari novel-novelnya.

Rainggara: Kamu kenal Revi?

Cukup lama tulisan “PelangiPutih is typing…” itu muncul, hingga membuat Rain gemas sendiri menunggunya.

PelangiPutih: Revi siapa?

PelangiPutih: Ada beberapa pembaca saya yang namanya Revi.

Rainggara: Dia bilang, kamu lumayan sering chat sama dia.

Rainggara: Bahkan katanya, kamu ngasih tau kalau naskah kamu udah selesai ke dia.

Rainggara: Oh ya, soal meet n greet juga.

PelangiPutih: Oooh. Revina Dewata? Iya. Kami dekat. Dia teman saya :)

Jantung Rain langsung berdebar membacanya. Revi, sialan! Cewek itu benar-benar beruntung karena dianggap “teman” oleh penulis favoritnya. Ugh! Rasanya Rain ingin menggigit Revi sekarang juga. Ia iri bukan main!

PelangiPutih: Kamu kenal dia?

Rainggara: Teman. Satu sekolah.

Rainggara: Mau tau nggak? Dia sebenarnya bukan pembaca kamu.

Rain tersenyum licik saat membaca pesan yang dikirimnya. Ia akan bilang pada Pelangi Putih kalau Revi itu merupakan fan gadungan!

PelangiPutih: Oh ya? Tapi dia hafal semua quotes di novel-novel saya, lho.

Pesan itu membuat Rain menerawang. Kembali mengingat momennya bersama Revi, dimana cewek itu beberapa kali mengutarakan kalimat-kalimat yang terasa familier di telinganya.

Rain terkesiap. Tiba-tiba saja sebuah pikiran baru melintas di kepalanya. Mungkinkah Revi diam-diam juga mengagumi Pelangi Putih dan menjadi penggemar rahasia penulis itu?

Cowok itu lantas berdecak. Ia baru menyadari, selama ini, hanya Revi yang “mengenal” Rain. Hanya Revi yang “peduli” dengan kehidupan Rain. Bukan sebaliknya.

Rain tidak tahu nama lengkap Revi sebelum Pelangi Putih memberi tahunya. Ia tidak tahu koleksi novel apa saja yang Revi punya. Ia tidak tahu siapa penulis favorit Revi. Ia bahkan tidak tahu Revi kelas 12 apa! Hmm, kayaknya IPS 2. Pikirnya. Berhubung Nathan sering melewati kelas itu hanya untuk mencari perhatian Anya.

Tapi Revi? Cewek itu tahu siapa penulis favorit Rain. Nama lengkap Rain. Koleksi novel-novel Rain. Meski Rain tidak yakin jika cewek itu mengetahui status Rain yang merupakan siswa kelas 12 IPA 3.

Tidak ingin semakin mempermalukan dirinya sendiri, Rain berniat meletakkan ponselnya dan membiarkan pesan terakhir Pelangi Putih tidak terbalas. Namun, baru benda pipih itu akan menyentuh dinginnya nakas, layarnya kembali menyala dan bergetar kecil.

PelangiPutih send a photo.

Rain buru-buru membuka foto itu dan mengembuskan napas. Sepertinya Revi benar-benar penggemar rahasia Pelangi Putih. Penulis itu mengirimkan bukti berupa screenshot akan percakapannya dengan Revidewt, username Instagram Revi.

Di sana tertera jika Revi mengirimkan foto berupa gambar dirinya tengah memegang empat buah novel Pelangi Putih sekaligus! Dua novel cover lama, dan dua novel cover baru.

Rasanya Rain ingin menangis! Apakah Revi membohonginya? Pasalnya, Rain masih mengingat betul bagaimana cewek itu mengatakan jika ia belum pernah membaca karya Pelangi Putih!

PelangiPutih: Btw, kamu ikut meet n greet nanti? Udah ikut PO-nya belum?

Pesan dari Pelangi Putih membuat Rain mencoba melupakan sejenak rasa kesalnya pada Revi. Tidak mau tahu! Revi harus menjelaskan semuanya dengan jelas nanti!

Rainggara: Ikut. Besok baru mau pesan. Malam ini baru mau bongkar celengan soalnya hehe.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Bifurkasi Rasa
147      125     0     
Romance
Bifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah rasa sesal ini tetap ada, agar aku bisa merasakan kehadiranmu yang telah pergi. --Nara "Kalau suatu saat ada yang bisa mencintai kamu sedal...
Premium
KLIPING
13330      1761     1     
Romance
KLIPING merupakan sekumpulan cerita pendek dengan berbagai genre Cerita pendek yang ada di sini adalah kisahkisah inspiratif yang sudah pernah ditayangkan di media massa baik cetak maupun digital Ada banyak tema dengan rasa berbedabeda yang dapat dinikmati dari serangkaian cerpen yang ada di sini Sehingga pembaca dapat memilih sendiri bacaan cerpen seperti apa yang ingin dinikmati sesuai dengan s...
Premium
Ilalang 98
7090      2223     4     
Romance
Kisah ini berlatar belakang tahun 1998 tahun di mana banyak konflik terjadi dan berimbas cukup serius untuk kehidupan sosial dan juga romansa seorang mahasiswa jurusan Sastra Indonesia bernama Ilalang Alambara Pilihan yang tidak di sengaja membuatnya terjebak dalam situasi sulit untuk bertahan hidup sekaligus melindungi gadis yang ia cintai Pada akhirnya ia menyadari bahwa dirinya hanya sebuah il...
Rumah Arwah
1034      558     5     
Short Story
Sejak pulang dari rumah sakit akibat kecelakaan, aku merasa rumah ini penuh teror. Kecelakaan mobil yang aku alami sepertinya tidak beres dan menyisakan misteri. Apalagi, luka-luka di tubuhku bertambah setiap bangun tidur. Lalu, siapa sosok perempuan mengerikan di kamarku?
BlueBerry Froze
3436      1071     1     
Romance
Hari-hari kulalui hanya dengan menemaninya agar ia bisa bersatu dengan cintanya. Satu-satunya manusia yang paling baik dan peka, dan paling senang membolak-balikkan hatiku. Tapi merupakan manusia paling bodoh karena dia gatau siapa kecengan aku? Aku harus apa? . . . . Tapi semua berubah seketika, saat Madam Eleval memberiku sebotol minuman.
Jalan Menuju Braga
469      360     4     
Romance
Berly rasa, kehidupannya baik-baik saja saat itu. Tentunya itu sebelum ia harus merasakan pahitnya kehilangan dan membuat hidupnya berubah. Hal-hal yang selalu ia dapatkan, tak bisa lagi ia genggam. Hal-hal yang sejalan dengannya, bahkan menyakitinya tanpa ragu. Segala hal yang terjadi dalam hidupnya, membuat Berly menutup mata akan perasaannya, termasuk pada Jhagad Braga Utama--Kakak kelasnya...
A Day With Sergio
1828      811     2     
Romance
Teman Kecil
380      243     0     
Short Story
Sudah sepuluh tahun kita bersama, maafkan aku, aku harus melepasmu. Bukan karena aku membencimu, tapi mungkin ini yang terbaik untuk kita.
pendiam dan periang
269      215     0     
Romance
Dimana hari penyendiriku menghilang, saat dia ingin sekali mengajakku menjadi sahabatnya
Thantophobia
1434      801     2     
Romance
Semua orang tidak suka kata perpisahan. Semua orang tidak suka kata kehilangan. Apalagi kehilangan orang yang disayangi. Begitu banyak orang-orang berharga yang ditakdirkan untuk berperan dalam kehidupan Seraphine. Semakin berpengaruh orang-orang itu, semakin ia merasa takut kehilangan mereka. Keluarga, kerabat, bahkan musuh telah memberi pelajaran hidup yang berarti bagi Seraphine.