Read More >>"> Warna Untuk Pelangi (Gengsi) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Warna Untuk Pelangi
MENU 0
About Us  

Nathan melihat Rain berjalan memasuki kantin dan menghampiri para sahabatnya dengan sebelah alis terangkat. “Tumben lo ke sini. Nggak bawa novel?”

Cuma ada dua alasan jika Rain bergabung dengan teman-temannya. Pertama, karena novel yang dibacanya telah selesai dibaca. Kedua, karena belum beli novel baru lagi.

“Bawa kok,” jawabnya seraya mengangkat novel di tangannya. “Tapi gue mau makan dulu.”

“Makan?” tanya Ben, heran.

Meski tidak tahu apa penyebab Rain jarang sekali makan di sekolah, mereka tahu betul jika Rain sangat menjaga pola makannya. Dan makanan yang tersedia di kantin sekolah kebanyakan adalah makanan cepat saji dan minim nutrisi! Kalau benar-benar kelaparan, paling Rain akan mengganjalnya dengan jus buah atau susu beruang yang lebih meyakinkan kesehatannya.

Rain meletakkan novelnya di atas meja sebelum akhirnya berjalan menghampiri ibu penjual siomay yang diceritakan Revi kemarin.

Di tempatnya, Nathan dan yang lain hanya bisa melongo melihat Rain memesan siomay tanpa ampun. Alias, banyak banget!

“Astaga! Lo mesan berapa?” tanya Affan, sekembalinya Rain dengan sepiring siomay di tangan cowok itu.

“Sepuluh ribu.”

Dan rahang para sahabatnya pun terjatuh. Tercengang tak percaya.

Pasalnya, siomay punyanya ibu kantin itu termasuk siomay yang murah. Harganya hanya lima ratus rupiah per siomay. Meskipun ukurannya agak mungil-mungil, tapi coba bayangkan, Rain yang selama ini jarang makan, mampu menampung dua puluh biji siomay?!

“Mantulll!” seru Dean, kagum. Ia bahkan bertepuk tangan menyaksikan Rain yang mulai menyantap siomaynya tanpa ragu.

“Apaan mantul?” tanya Farhan, bingung.

“Mantap betul,” jawabnya.

“Norak!”

Rain tidak menanggapi perdebatan itu. Ia hanya terfokus menghabiskan siomaynya. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Rain melahap habis makanannya itu. Para sahabatnya tidak tahu saja jika perut Rain bahkan bisa menampung sebanyak dua porsi lagi kalau ia mau.

Tapi sayangnya, Rain masih mencintai tubuh idealnya yang sekarang. Ia terlalu takut “kekhilafannya” dapat menjadi perkara bagi dirinya sendiri.

***

Revi tidak menemukan Rain di halaman belakang sekolah. Kening cewek itu mengernyit. Di mana cowok itu berada?

Revi berdecak. Ia tidak tahu kelas Rain dan ia tidak mungkin bertanya pada Anya! Sahabatnya itu bisa menggodanya habis-habisan nanti!

Akhirnya, Revi hanya terduduk lesu di bangku halaman belakang sekolah. Kemudian ia menyisir pandangan dan bergidik ngeri. Meskipun hari masih siang, tapi langit cukup mendung. Ditambah dengan kehadiran gudang di dekat halaman belakang sekolah yang tampak mengerikan dari luar. Revi jadi berpikir, kok bisa sih Rain setenang itu baca novel sendirian di sini?!

Hari ini Revi tidak dihukum. Jadi, ia sengaja berkunjung ke sini untuk bertemu dengan Rain tanpa perlu takut akan kemunculan bu Yeni yang tiba-tiba dan menambah hukuman baru untuknya.

Perlu diketahui, Revi bukanlah murid yang suka mencari masalah. Hanya saja berkat ketidaksengajaan takdir yang mempertemukannya dengan Rain, cewek itu kembali tenggelam dalam kegiatan yang dulu pernah menjadi bagian hidupnya. Hal itu menyebabkan Revi tanpa sadar kerap kali lebih mengutamakan tugas sampingan dibanding tugas utamanya sebagai seorang pelajar.

Berkat Rain, Revi termotivasi kembali. Cowok itu tanpa sadar telah menciptakan semangat baru untuk Revi. Membangkitkan Revi dari keterpurukan yang telah lama memasungnya. Membuat cewek itu bisa dengan mudahnya jatuh pada Rain.

Kencangnya angin, membuat kedua mata Revi lambat laun terasa berat. Tidak lama kemudian, cewek itu pun tertidur dengan posisi terduduk dan kepala yang mengadah ke atas.

***

Rain membaca novel di pangkuannya. Beberapa kali ia merasa kesulitan karena harus membalik lembar selanjutnya hanya dengan sebelah tangannya yang terbebas dari payung.

Rain melirik sekilas wajah Revi yang tertidur pulas di sampingnya. Kepala cewek itu—yang sebelumnya mengadah ke atas—kini telah bersandar nyaman di bahu kanan Rain.

Gerimis tengah membasahi bumi saat ini. Tapi tidak dengan keduanya. Tangan kanan Rain seolah menjadi pelindung bagi tidur nyenyak Revi. Payung besar yang memang didesain untuk dua orang itu, sanggup melindungi Revi dan juga novelnya agar tidak basah.

Rain bisa merasakan kepala Revi yang tiba-tiba saja merosot dari bahunya dan terantuk ke depan, membuat cewek itu langsung tersadar dan selama beberapa saat tampak kebingungan di tempat.

Rain sama sekali tidak menoleh pada Revi yang telah terbangun. Cowok itu bahkan tidak menyadari senyum terima kasih Revi yang dilemparkan untuknya.

“Kok baru muncul?” tanya Revi.

“Dari tadi kok,” balas Rain, sekenanya.

Revi mengernyit. “Gue ke sini tadi lo belum ada.”

Ucapan Revi berhasil membuat Rain mengalihkan perhatian padanya. “Lo nyari gue?”

“Yaaah, nggak sih. Cuma biasanya lo, kan, selalu nongol di sini,” kilah Revi, cepat. Menyembunyikan kegugupannya.

Rain mengangkat bahu. “Gue abis dari kantin.”

“Ngapain?”

“Makan. Siomay rekomendasi dari lo kemarin.”

Kedua mata Revi lantas membulat mendengarnya. Ucapan sederhana Rain barusan pun sanggup menciptakan senyum di wajah Revi. “Serius? Enak nggak?” tanya Revi, antusias.

Rain mengangguk. “Enak, kok. Sama yang kayak yang kemarin kita beli. Ikannya kerasa.”

Revi terkekeh. “Menurut gue, yang kemarin sih lebih enak.” Apalagi makannya sama Rain. Lanjut batinnya, geli.

Rain kembali sibuk dengan novel di pangkuannya. Saat itu juga, Revi baru menyadari jika Rain hanya menggunakan sebelah tangannya untuk membolak-balik lembaran novel dan sebelah tangannya yang lain tak pernah lepas dari payung besar yang memayungi keduanya. Pasti pegal, batin Revi, iba.

Merasa tahu diri, Revi mengambil alih payung Rain dan memayungi keduanya. Cewek itu tidak menanggapi tatapan protes dari Rain. Revi hanya tidak ingin tangan Rain jadi pegal-pegal karena ulahnya.

Seharusnya, Rain senang jika Revi memayunginya. Ia jadi bisa leluasa membaca novel tanpa perlu mengalami kesulitan. Tapi sebaliknya. Ia malah kepikiran! Payung yang disediakan sekolah itu memang berukuran besar dan cukup berat. Bagaimana kalau Revi tiba-tiba goyah dan menyebabkan keduanya juga novel Rain basah?

Baru ingin merebut payung tersebut, bel tanda istirahat telah habis pun berbunyi. Membuat Revi menyerahkan payung itu kembali pada Rain. “Nih, pegang. Lo, kan, lebih tinggi. Kapan lagi dipayungin cowok,” gurau Revi dengan sepasang alis naik turun.

Cewek itu tidak tahu jika ucapan barusan sanggup membuat darah Rain berdesir.

***

Revi terjebak. Cewek itu berdiri dengan bosan, memandang iri beberapa murid yang berlalu lalang dengan payungnya. Sementara dirinya—ditemani para murid yang tidak pernah sedia payung dalam tasnya—hanya bisa menunggu hujan yang tidak kunjung reda.

Revi berdecak. Kalau tahu bakal hujan deras seperti ini sih, harusnya tadi Revi terima saja tawaran Anya untuk pulang bareng naik mobilnya. Ugh! Pasti Anya sudah sampai di rumah tanpa kebasahan sedikit pun!

Cewek itu menatap genangan air di depannya dengan tajam. Ia membenci hujan!

Tidak jauh dari sana, Rain terburu-buru masuk ke dalam mobil hitam milik Affan sebelum derasnya hujan membasahi sekujur tubuhnya. Ia mengembuskan napas begitu pantatnya telah menempel di jok samping kemudi.

“Untung lo belum pulang. Kalau nggak, bisa kesorean gue pulangnya.”

Affan terkekeh. “Emang lo nggak bawa payung?”

Rain mengangkat bahu. “Mana pernah gue bawa payung.”

“Lho? Payung yang lo pakai sama Revi itu payung siapa?”

Rain langsung menoleh. “Lo tau dari mana?” tanyanya dengan suara tersekat. Batinnya berharap-harap cemas. Semoga Affan tidak menyadari kegugupannya!

Affan sebenarnya tahu jika payung yang digunakan Rain adalah payung milik sekolah karena terdapat logo SMA Paradipta di sana. Ia bertanya, semata-mata hanya untuk menggoda Rain.

“Taulah. Lo berdua keasyikan ngobrol di bawah payung sih, jadi nggak sadar diperhatiin, kan,” goda Affan, membuat wajah Rain memanas. “Kalian kayak orang pacaran tau nggak,” lanjutnya lantas tertawa geli.

Rain tidak menanggapi. Ia berpura-pura sibuk mengamati pemandangan di luar jendela mobil. Sekaligus menyembunyikan semburat merah muda di kedua pipinya dari Affan.

“Eh, itu si Revi bukan sih?”

Pertanyaan Affan tiba-tiba membuat Rain kontan menoleh. Tapi sedetik kemudian, ia menyikapinya dengan berpura-pura tidak peduli.

“Terus?”

“Itu dia kayaknya lagi nungguin hujan reda.”

“Yaudah biarin aja.”

Affan langsung sewot mendengarnya. “Lah? Lo nggak mau ngajakin dia balik bareng? Kan, lo temannya. Kasihan tau. Hujan deras begini mah awet.”

Rain hanya menggeleng kecil membalasnya.

“Astaga. Tega banget lo.” Cowok itu kemudian berdecak. “Yaudah kalau lo nggak mau ngajak, biar gue yang ngajak.”

Rain bukannya tega! Rain bukannya tidak mau mengajak Revi untuk pulang bersama mereka. Hanya saja, Rain takut jika Affan semakin menggodanya. Apalagi, di depan Revinya langsung!

Rain tidak bisa melarang Affan untuk meminggirkan mobilnya dan menawarkan tumpangan pada Revi—yang mengataskan nama Rain. Rain hanya berharap Revi menolaknya. Tapi tidak. Cewek itu justru tersenyum lebar menanggapi dan langsung bergegas masuk ke dalam mobil.

Bagaimana Revi mau menolak? Selain karena hujan yang tidak kunjung dan tidak tahu kapan akan berhentinya itu, Revi juga terlalu senang untuk menolak ajakan Affan yang mengatasnamakan Rain.

Ya, Affan mengatakan bahwa Rainlah yang mengajak Revi untuk pulang bareng bersama mereka. Revi pun tidak keberatan. Bahkan teramat sangat ringan untuk mengangguk! Lagipula, Affan adalah sahabat Nathan dan Rain, kan? Cowok itu pun mengenal Anya. Jadi, meski tidak mengenalnya, setidaknya Affan terhitung temannya juga sekarang.

“Makasih banget ya…” ucap Revi menggantung, begitu ia telah duduk di belakang jok kemudi. “Ng… siapa nama lo?”

“Affan, Rev.”

Revi manggut-manggut. “Affan, ya. Thanks, Fan!”

You’re welcome,” balas Affan. “Kasih tau aja alamat rumah lo di mana, Rev.”

Rain sama sekali tidak menoleh ke belakang, di mana Revi tengah menatapnya dalam diam. Bahkan saat Revi mengucapkan alamat rumahnya, cowok itu sama sekali tidak bereaksi. Hmm, misalnya senang gitu bisa tahu di mana tempat tinggal Revi? Cewek itu hanya bisa mengernyit dan bertanya-tanya dalam hati. Ada apa dengan Rain?

Sepanjang perjalanan, tidak satu pun orang yang berniat mencairkan suasana. Baik Revi maupun Rain sama-sama terdiam. Begitu juga dengan Affan yang sibuk menyetir. Meski begitu, Rain bersyukur karenanya. Kekhawatirannya beberapa saat lalu, ternyata tidak terbukti! Affan sama sekali tidak berniat menggodanya.

Namun, belum ada semenit ia senang, suara Affan membuat Rain membeku di tempat.

“Duh!” Affan menepuk keningnya. “Sori nih, Rev. Gue baru ingat kalau mesti jemput nyokap di kantornya. Gue turunin lo di rumah Rain aja, gimana? Biar Rain yang ngantar lo pulang nanti.”

Rain kontan menoleh. Menunjukkan ekspresi protes keras.

Kalau saja Revi tidak menyadari hal itu, mungkin Revi akan senang mendengarnya. Tapi responss cepat dari Rain membuat hati Revi sedikit tersentil. Cowok itu sepertinya tidak ingin direpotkan. Revi pun jadi enggan menyetujuinya.

“Hmm, nggak usah. Gue turun di depan aja. Biar nanti nyambung angkot.”

Jawaban Revi membuat kepala Affan lantas menoleh dengan cepat. “Lho? Masih hujan Rev. Nanti lo basah. Percuma dong gue ngantarin lo sampai sini?”

Revi tersenyum meskipun Affan tidak dapat melihatnya karena telah kembali fokus menyetir. “Nggak apa-apa. Paling basah dikit. Kan, kalau udah di angkot, udah aman.”

“Iya. Kalau angkotnya lewat. Kalau mesti nunggu, lo nunggu di mana?” Affan berdecak. Diam-diam ia melirik Rain. Melempar tatapan menyindir dan mengisyaratkan cowok itu agar membantunya. “Lagian, hujannya belum tentu reda pas lo turun dari angkot.”

Rain yang menyadari tatapan Affan pun lantas berdeham kecil. “I-iya. Tunggu di rumah gue dulu aja, daripada kehujanan.”

Dan Affan tersenyum puas mendengarnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
BUNGA DESEMBER
481      329     0     
Short Story
Sebuah cerita tentang bunga.
Toget(her)
1348      633     4     
Romance
Cinta memang "segalanya" dan segalanya adalah tentang cinta. Khanza yang ceria menjadi murung karena cinta. Namun terus berusaha memperbaiki diri dengan cinta untuk menemukan cinta baru yang benar-benar cinta dan memeluknya dengan penuh cinta. Karena cinta pula, kisah-kisah cinta Khanza terus mengalir dengan cinta-cinta. Selamat menyelami CINTA
The Yesterday You
337      240     1     
Romance
Hidup ini, lucunya, merupakan rangkaian kisah dan jalinan sebab-akibat. Namun, apalah daya manusia, jika segala skenario kehidupan ada di tangan-Nya. Tak ada seorang pun yang pernah mengira, bahkan Via sang protagonis pun, bahwa keputusannya untuk meminjam barang pada sebuah nama akan mengantarnya pada perjalanan panjang yang melibatkan hati. Tak ada yang perlu pun ingin Via sesali. Hanya saja, j...
Kesempatan
18501      2944     5     
Romance
Bagi Emilia, Alvaro adalah segalanya. Kekasih yang sangat memahaminya, yang ingin ia buat bahagia. Bagi Alvaro, Emilia adalah pasangan terbaiknya. Cewek itu hangat dan tak pernah menghakiminya. Lantas, bagaimana jika kehadiran orang baru dan berbagai peristiwa merenggangkan hubungan mereka? Masih adakah kesempatan bagi keduanya untuk tetap bersama?
Call Kinna
5050      1879     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Into The Sky
420      268     0     
Romance
Thalia Adiswara Soeharisman (Thalia) tidak mempercayai cinta. Namun, demi mempertahankan rumah di Pantai Indah, Thalia harus menerima syarat menikahi Cakrawala Langit Candra (Langit). Meski selamanya dia tidak akan pernah siap mengulang luka yang sama. Langit, yang merasa hidup sebatang kara di dunia. Bertemu Thalia, membawanya pada harapan baru. Langit menginginkan keluarga yang sesungguhnya....
Because I Love You
828      559     2     
Romance
The Ocean Cafe napak ramai seperti biasanya. Tempat itu selalu dijadikan tongkrongan oleh para muda mudi untuk melepas lelah atau bahkan untuk menghabiskan waktu bersama sang kekasih. Termasuk pasangan yang sudah duduk saling berhadapan selama lima belas menit disana, namun tak satupun membuka suara. Hingga kemudian seorang lelaki dari pasangan itu memulai pembicaraan sepuluh menit kemudian. "K...
Edelweiss: The One That Stays
1666      724     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...
Dikejar Deretan Mantan
403      246     4     
Humor
Dikejar Deretan Mantan (Kalau begini kapan aku bertemu jodoh?) Hidup Ghita awalnya tenang-tenang saja. Kehidupannya mulai terusik kala munculnya satu persatu mantan bak belatung nangka. Prinsip Ghita, mantan itu pantangan. Ide menikah muncul bagai jelangkung sebagai solusi. Hingga kehadiran dua pria potensial yang membuatnya kelimpungan. Axelsen, atau Adnan. Ke mana hati berlabuh, saat ken...
If Only
341      217     9     
Short Story
Radit dan Kyra sudah menjalin hubungan selama lima tahun. Hingga suatu hari mereka bertengkar hebat dan berpisah, hanya karena sebuah salah paham yang disebabkan oleh pihak ketiga, yang ingin menghancurkan hubungan mereka. Masih adakah waktu bagi mereka untuk memperbaiki semuanya? Atau semua sudah terlambat dan hanya bisa bermimpi, "seandainya waktu dapat diputar kembali".