Putih.
Saat pertama kali membuka mata, gadis itu selalu melihat tempat yang sama. Ruangan putih yang luas dengan sebuah pintu dan lorong gelap jauh di depannya. Dia hanya berdiri diam. Semakin lama, matanya semakin berat untuk terjaga. Beberapa kali dia mengedipkan mata dan perlahan semua pemandangan di sekitarnya berubah.
Merah.
Ruangan putih itu menjadi berwarna merah. Bukan ruangan kosong tempat dia berdiri sebelumnya, tapi ruangan merah yang penuh dengan darah juga mayat.
Dengan perlahan kaki gadis itu melangkah. Lantai yang penuh genangan darah itu membuat setiap langkah kecilnya terdengar. Menggema ke semua penjuru. Dilihatnya semua tubuh tak bernyawa itu. Aneh, batinnya. Tidak ada sedikit pun rasa takut. Tidak ada perasaan apapun pada dirinya. Namun ada pertanyaan dalam diri gadis itu. Kenapa hanya dia yang masih hidup? Kenapa dari semua mayat di sini tidak ada satupun wajah yang terlihat jelas?
Tidak satu pun dari semua mayat itu berwajah. Terlihat kosong. Seperti wajah mereka semua terhapus.
“Bagaimana?” Gadis itu terperajat. Dia yakin mendengar suara seseorang. Matanya bergerak perlahan menyisir semua yang ada di sekitarnya.
Ada. Seorang anak laki-laki. Berjalan memunggunginya, berjalan menjauh menuju lorong gelap itu.
“Tunggu!” teriak gadis itu. Dia mencoba berlari mengejar anak tersebut. Semakin dia ingin mendekat semakin jauh jarak yang dirasakannya. “Tunggu aku!” Perasaan gelisah mulai menyelimutinya. Terlihat jelas tangannya yang ingin meraih anak laki-laki itu dan saat bersamaan sosok itu perlahan menoleh ke belakang. Ketika tatapan mereka saling bertemu, gadis itu hanya bisa melebarkan mata. Dadanya seperti teriris pisau membuat semua perasaan tidak menyenangkan memaksa masuk. Membuat sakit yang menyesakkan.
Anak laki-laki itu menyunggingkan senyum sambil berkata, “Game Over.”
Idenya sudah bagus. Tapi penyampaiannya masih terlalu bertele2. Coba kamu sederhanakan lagi kalimat2nya. Jangan alih2 membuat detail kamu terjebak pengulangan kalimat dan jadi klise. Salam.
Comment on chapter Mission 1