“Kau yang memintaku untuk tetap tinggal. Tapi kenapa seperti aku yang memohon-mohon kemarin malam ya…”
Kyou duduk dengan wajah lesu. Pakaiannya sudah berganti dengan pakaian baru. Rambut poninya yang panjang dijepit ke samping membuat manik matanya yang berwarna orange terlihat jelas.
Di hadapannya ada Ao yang duduk dengan tenang sambil menatap ke arah Kyou. “Itu syarat dariku,” ucapnya. Dia kemudian melipat tangan ke dada sambil bersandar ke kursi meja makan. “Kau tidak bisa menumpang dengan gratis di sini.”
“Ah… membosankan,” gerutu Kyou mengalihkan pandangan.
Ao benar-benar seperti berbicara pada seorang anak kecil. Semua ucapannya selalu diabaikan dan hanya berputar-putar saja. Kyou selalu bersikap acuh dan tidak peduli.
“Begini ya. Aku hanya memintamu untuk membantu pekerjaan rumah. Kau pasti tau bukan bagiamana keadaan rumah ini?” Ao mencoba untuk bersikap dewasa dan tenang.
Mendengar hal itu membuat Kyou melirik sekitarnya. Benar-benar berantakan dan penuh sampah. Dia sudah menyadari hal ini sejak masuk ke rumah Ichimiya. Dia bahkan bertanya-tanya apakah benar gadis itu tinggal sendiri? Jika benar, maka hal itu akan sangat mengkhawatirkan.
Kyou mendengus. “Baiklah,” ucapnya akhirnya.
Ao menghembuskan napas lega. Walau sebenarnya ada kekhawatiran amat besar yang dirasakannya. Membiarkan musuh mereka bebas seperti ini membuatnya harus waspada. Dia juga harus berhati-hati pada Distrik 3 yang merupakan tempat asalnya. Ao merasa seperti berkhianat.
Bruk! Sebuah suara yang amat keras terdengar dari lantai atas. Ao segera berlari begitu teringat pada Ichimiya yang belum sadarkan diri sejak kemarin.
Begitu pintu dibuka, didapatinya Ichimiya yang terjatuh dipinggir ranjang. Gadis itu mencoba berdiri dengan keadaan lemas.
“Ichimiya.” Ao segera meraih lengan Ichimiya, membantunya berdiri dan mendudukkannya ke tepi ranjang. “Apa yang kau rasakan?”
Ichimiya terdiam. Tertunduk di hadapan Ao. Kedua tangannya berpegang pada lengan Ao mencengkram erat-erat.
“Maaf Ao, aku…” Kondisinya masih kacau. Dan Ao tau apa yang membuatnya meminta maaf begini.
“Aku juga minta maaf.” Ao mendekap Ichimiya. Menepuk-nepuk punggung ringkih gadis itu. “Semuanya sudah tidak apa-apa. Tenanglah.” Ao bisa merasakan tubuh gadis itu bergetar. Untuk sesaat dia membiarkan Ichimiya menangis sampai tenang.
Selama Ichimiya tertidur Ao mencoba memikirkan banyak kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Meski begitu dia tetap tidak bisa menyuruh Kyou untuk pergi lagi setelah dia memohon seperti itu. Pada akhirnya dia juga memikirkan banyak hal yang bisa didapatkannya dari kehadiran Takumi Kyou selama dia tinggal di sini.
Hanya sampai beberapa hari Kyou akan tinggal bersama Ichimiya. Dalam beberapa hari itu kemungkinan mereka akan pergi menjalankan misi juga. Selama keberadaan Kyou tidak diketahui siapapun mereka akan aman. Karena itu Ao melarang Kyou untuk keluar rumah atau menyalakan ponselnya.
Ichimiya mau pun Ao sama-sama sedang liburan musim panas. Ao juga sudah memutuskan akan tinggal juga di rumah ini. Dia bahkan sudah meminta orang rumah untuk mengirim barang-barangnya kemarin.
“Aku akan tinggal di sini sementara. Selama dia masih di sini aku tidak akan bisa tenang,” ucap Ao. Wajahnya sedikit kesal saat mengingat Kyou.
“Kalau begitu…” Ichimiya segera melepas pelukannya. Sudur matanya menangkap sosok yang mengintip dari balik pintu kamarnya.
“Mi-chan, ohayou.” Senyum ramah Kyou saat membuka pintu lebar-lebar.
Sudut bibir Ichimiya terangkat, “Ohayou Kyou-kun,” balas Ichimiya mulai bersemangat.
Sementara Ao yang tau jika pemuda itu menguping segera menoleh ke belakang dengan tatapan kesal. Mendengar Ichimiya memanggilnya seperti sudah akrab tambah membuatnya makin kesal. Sebenarnya berapa lama mereka kenal? Bukankah mereka musuh? Apa yang sebenarnya sudah terjadi?
***
“Aku yang berkuasa di rumah ini.” Dagu Ao terangkat. Dia memandang sinis pada Kyou yang bersikap acuh.
“Ottosan kah kau ini?” tanggap Kyou datar. Tidak takut pada Ao sedikit pun. “Oh benar juga,” Kyou memiringkan kepalanya. “Namamu Ao kan? Kau belum memperkenalkan diri secara resmi.”
Ao menghela napas. “Ryuichi Aoi,” ucapnya pelan. Kali ini dia lelah bersikap mengintimidasi pemuda menyebalkan di hadapannya.
“Hahahaha!” tiba-tiba Kyou terbahak. Dia memegangi perutnya sambil memandang Ao lucu. “Aoi? Yang benar saja?” Dia mencoba menahan diri begitu Ao kembali menatapnya sinis.
Ao sudah terbiasa mendapat ejekan karena namanya. Tapi kali ini entah kenapa mendengar Kyou yang mengatakannya membuatnya ingin menenggelamkan pemuda itu. Di saat-saat tertentu kadang dia juga memikirkan bagaimana menyingkirkan Kyou begitu genjatan senjata ini selesai.
“Tertawalah sesukamu ‘Tukang Numpang’.” Ada nada mengejek dalam kalimat yang diucapkannya. Sontak membuat Kyou terdiam karena merasa mendapat tanggapan serius dari Ao. Ao sendiri mendapat kepercayaan dirinya kembali karena berhasil membungkam pemuda kekanankan itu. “Pokoknya kau yang bersihkan dapur,” tunjuk Ao memerintah.
“Hei, apa kau tidak lihat jika tanganku terluka? Kenapa aku mendapat bagian yang paling kotor dari rumah ini?” protes Kyou yang melihat dapur sudah seperti melihat tempat pembungan sampah.
“Lakukan apa yang kau bisa dengan tanganmu satunya.” Ao tidak memedulikannya. Tapi dia juga tidak memaksa Kyou membersihkan semuanya. “Aku akan membereskan ruangan yang lainnya.”
Ao mulai bergerak. Dia mengambil sapu, pel juga kain lap. Di pinggangnya sudah tergantung cairan pembersih juga sebuah baskom berisi air di dekat kakinya. Dia mulai membersihkan ruang makan yang bisa dikatakan pusat rumah tersebut.
Padahal matahari belum sepenuhnya di atas. Namun udara sudah terasa lembab dan panas. Ao yang sudah mulai mengelap kaca pintu geser itu mulai merasa kepanasan.
“Huh..” Ao mengusap peluh dengan lengan kaosnya. Senyum mengembang melihat hasil kerja kerasnya yang sempurna. Kaca pintu geser itu terlihat mengkilap bersih tanpa noda.
Selama ini Ao memang sering melakukan pekerjaana rumah sendiri. Terlebih saat berada di Distrik 3. Hal semacam ini bukan masalah besar baginya.
“Wah aku tidak percaya jika masih ada kaca di sana.” Kyou menampakkan dirinya. Ditemani segelas minuman dingin di tangan. “Ottosan memang hebat,” pujinya yang ditunjukkan pada Ao.
“Jangan panggil aku ottosan dasar kau! Dan juga apa yang kau lakukan? Kerjakan pekerjaanmu,” teriak Ao.
“Tenanglah Aoi-chan. Seperti yang kau bilang, aku melakukan sesuatu yang kubisa dengan tanganku ini. Dan yang aku bisa hanya membuat minuman dingin yang enak dan menyegarkan ini.” Kyou meneguknya sampai menyisakan isinya setengah. Lalu dengan keras dia mendesah lega memamerkan minuman dinginnya. “Aah, aku seperti hidup,” cengirnya.
“Tenang saja. Sebentar lagi aku akan membunuhmu.” Kembali Ao menatapnya dingin.
“Aoi-chan tenanglah. Aku juga membuatkannya untukmu dan juga-”
“Siapa yang kau panggil Aoi-chan?!” Ao mengepalkan tangan kuat-kuat siap menghajar Kyou yang memasang senyum lebar di hadapannya. Namun pintu kamar mandi yang terbuka membuat perhatian mereka teralihkan.
Asap mengepul keluar bersamaan pintu yang terbuka lebar. Suara tetes air terdengar begitu langkah kakinya yang basah berjalan menuju tangga. Ichimiya, dia baru saja selesai mandi. Dan seperti biasa, dari kamar mandi gadis itu hanya akan berbalut handuk saja. Keluar tanpa merasa ada masalah lalu naik menuju kamarnya.
Namun kali ini masalahnya adalah di rumahnya terdapat dua orang pemuda, yang secara tidak sengaja melihatnya keluar dari kamar mandi dalam keadaan seperti itu. Kyou juga Ao hanya bisa terbelalak diam membisu di tempat sampai sosok Ichimiya hilang di ujung tangga.
“Mi.. Mi-chan?” Kyou tergagap tidak percaya dengan apa yang baru saja lewat.
Plak! Tiba-biba sebuah lap kotor mendarat di wajahnya lalu jatuh menggantung di gelas yang digenggamnya. Itu adalah lap yang digunakan oleh Ao untuk membersihkan kaca pintu geser.
“Cepat selesaikan pekerjaanmu,” ucap Ao sedikit kesal. Dia berjalan menuju lantai atas, namun sebelum menaiki tangga dia menengok ke belakang. “Dan bersihkan ini juga,” liriknya melihat lantai basah bekas jejak Ichimiya tadi. Kyou hanya menelan ludah.
***
“Ichi, aku masuk ya.” Setelah mengetuk tiga kali Ao memutar knop pintu kamar Ichimiya. Pandangannya menyapu seisi kamar mencari sosok gadis itu.
Ichimiya termangu di depan cermin seukuran tubuh di hadapannya. Setelah terdengar suara pintu tertutup barulah dia sadar jika Ao sudah berada di dalam. Pemuda itu bersandar ke pintu sambil membawa sebuah hairdryer.
“Ao,” panggil Ichimiya lirih. Ao berjalan mendekati ranjang Ichimiya dan duduk di lantai. Tangannya melambai meminta Ichimiya mendekat. Gadis itu paham apa maksudnya.
Dengan perlahan Ichimiya bergerak, duduk di depan Ao. Ao beringsut sedikit memosisikan sejajar dengan Ichimiya. Tangannya meraih sisir juga handuk yang digunakan Ichimiya tadi.
“Kau harus mengeringkannya dengan benar,” ucap Ao.
Tangannya mulai menggosok pelan rambut basah Ichimiya. Gadis itu diam saja membiarkan Ao melakukannya. Dengan telaten tangan Ao menyisir perlahan. Menghilangkan kusut di rambut hitam panjang dan indah itu.
Pakaian musim panas Ichimiya terlihat basah pada bagian punggung karena rambutnya belum benar-benar kering. Dari kain tipis itu Ao bisa melihat beberapa bekas luka di punggung Ichimiya saat rambut panjang itu tertahan di tangannya. Ao mendengus.
“Jangan lakukan hal itu lagi. Aku tidak suka,” ungkapnya. Dia mengarahkan rambut Ichimiya ke wajahnya. Mencium bau shampoo yang selalu dipakai gadis itu. “Aku tidak ingin orang lain melihatnya.”
Ichimiya mendongak. Merasakan angin yang berhembus dari balkon kamarnya. Suara tirai yang tertiup angin membuatnya merasa nyaman. Matanya mulai terpejam dan dirinya tenggelam dalam ingatan masa lalunya di Distik 3.
“Sudah lama sekali ya,” gumam Ichimiya. Perlahan kelopak matanya terbuka lalu beralih melirik Ao di belakangnya. Senyum mengembang, begitupun Ao.
“Akan aku keringkan rambutmu.” Ao meraih hairdryer dan menyalakannya. Suara bising benda itu menggema di antara mereka berdua memenuhi kamar tersebut.
Ichimiya kembali terpejam merasakan tangan pemuda itu meraba rambutnya—menyibakkannya dengan jari-jari tangan—mengeringkannya. Ichimiya bisa merasakan udara panas mengenai bagian belakangnya.
Ao dengan terampil menggunakan sisir juga hairdryer. Sesekali tangannya mengusap lembut rambut Ichimiya dari ujung kepala. Dia bisa merasakan lembutnya helaian rambut berkilau itu meluncur turun dari telapak tangannya.
Suara bising berhenti berbunyi. Ao kembali mencium harum rambut Ichimiya.
“Kenapa ya aku begitu menyukai rambutmu?” Tanya Ao yang masih menciumi aroma rambut Ichimiya yang telah kering seutuhnya. Kemudia dia merangkul tubuh Ichimiya menariknya ke belakang dalam dekapannya. Membiarkan wajahnya tenggelam dalam punggung gadis itu. “Apapun yang terjadi. Aku akan melindungimu. Aku janji.”
Ichimiya melirik. Dia merasa ada yang aneh dengan Ao. Namun kalimat terakhir yang diucapkan barusan membuat dirinya tenang. Tubuhnya lebih rileks saat Ao memeluknya seperti ini. Terasa seperti terlindungi dan dirinya merasa aman.
Saat bersama Ao, Ichimiya bisa yakin pada dirinya sendiri. Dia begitu mempercayaibya. Dan karena itu pula, Ichimiya rela menyerahkan hidupnya pada Ryuichi Aoi—yang mendekapnya dengan penuh kasih sayang.
Ohayou = Selamat pagi
Ottosan = Ayah
Ide ceritanya boleh, saran aku coba ambil referensi dialog dan plotting ala western biar lebih greget
Comment on chapter Mission 3