Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kesya
MENU
About Us  

 

Kami sampai di ruang makan panti asuhan. Semua anak-anak yang tadi bermain dengan Tania pun sudah duduk dengan rapi di meja makan. Aku mengedarkan pandanganku dan melihat ibuku dan Ibu Meta tengah berbincang dengan perempuan yang aku yakini seusia dengan mereka. Aku dan Meta melangkahkan kaki kami kesana.

         “Ma?” panggilku. Ibuku segera menoleh dan menyuruhku dan Meta untuk duduk disebelahnya.

         “Devan, Meta. Kenalin ini Bunda Dena. Ia pemilik panti asuhan ini sekaligus sahabat mama waktu SMA dulu.” ujarku. Aku dan Meta tersenyum sembari menunduk memberi salam kepada Bunda Dena.

         “Selamat siang bunda. Kenalin nama saya Devan.”

         “Kalau saya Meta, bunda.”

         “Selamat siang Devan dan Meta. Saya Dena, kalian bisa panggil saya bunda Dena. Dan kalian juga bisa menganggap saya sebagai mama kedua kalian jika tidak keberatan sama seperti anak-anak di panti asuhan ini.” ujar bunda Dena lembut diiringi tawa ringan yang sangat bersahaja menurutku.

         Aku dan Meta juga tertawa mendengar ucapan Bunda Dena. “Makasih Bunda.” Ucap kami berbarengan.

         “Kalau Kak Devan boleh jadi anak bunda, berarti aku juga boleh dong?” tanya Tania yang sedang duduk disebelah Nana dengan semangat. Bunda Dena tersenyum kecil “Tentu saja Tania sayang.”

         “Yeay. Nanti kalau misalnya Kak Devan sering nyiksa aku dirumah atau diluar rumah, aku bakalan ngadu ke Bunda Dena aja! Abis kalau mau ngadu ke mama atau papa pasti selalu diancam sama Kak Devan. Kan Tania jadi nggak berani ngadunya.” Cerita Tania. Yang lain langsung tertawa mendengar keluhan Tania tentang diriku. Tapi tidak dengan diriku, dengan cepat ku berikan adikku tatapan tajam dan mengutuknya dengan kesal.

         “Devan? Apa benar yang adik kamu ceritakan?” tanya ibuku menginterogasi. Aku tersenyum kecut kearah ibuku tidak berani menyahutinya. Aku kembali melirik Tania yang kini tengah tertawa penuh kemenangan.

         ‘Awas aja lo dik, gue habisin dirumah!’

         “Hallo semuanya. Makan siang sudah siap.” teriak seseorang lantang. Sontak kami semua menoleh kearahnya dan kudapati laki-laki yang tadi sedang bercanda dengan Kesya di dapur. Kini aku dapat melihatnya dengan jelas. ‘Reihan’. Mungkin laki-laki itu usianya sudah 20 tahun keatas. Dilihat dari perawakannya yang dewasa.

         “YEAYYYYY..” Semua anak panti asuhan bersorak gembira saat Reihan datang membawa sejumlah makanan untuk mereka. Kesya pun ada disebelahnya. Ia tersenyum ramah kearah anak-anak panti asuhan.

         “KAK KESYAA?” teriak Tania. Aku mendengus malas mendengar teriakan adikku. Dasar tidak tahu malu.

         Kesya langsung menoleh kearah adikku dan melambaikan tangannya. Sekilas dapat ku lihat ia agak terkejut melihat adikku. Kemudian ia mengedarkan pandangannya hingga tatapan kami bertemu. Entah apa maksud dari pandangannya itu, tapi aku tau dia tidak menyadari kalau aku juga ada disini sedari tadi. Bahkan saat aku melihatnya dengan Reihan di dapur sebelumnya.

         “Adik lo kayaknya semangat banget daritadi, beda banget sama lo.” Bisik Meta disebelahku. Aku berpaling kearahnya.

         “Biasa emang, dia udah nggak punya urat malu kayaknya.” Ucapku sekenanya.

         Meta meringis mendengar ucapanku. “Adik sendiri lo hina gitu.” Balasnya kemudian tertawa. Aku pun menanggapinya dengan tawa juga.

         “Nah semuanya. Ini adalah anak bunda yang paling tua, sekaligus juru masak di panti asuhan ini. Namanya Reihan dan dia masih jomblo.”

         Sontak semuanya kembali tertawa mendengar ucapan Bunda Dena. Reihan hanya menggelengkan kepalanya “Bunda...” desisnya sembari menyenggol bahu kanan Bunda Dena. Entah kenapa mendengar pernyataan bunda tadi membuat hatiku terasa lebih lega. Yah walaupun tidak dari mulut Reihan sendiri, tapi itu cukup membuatku tahu kalau dia belum ada hubungan khusus dengan Kesya.

         “Iya maaf.” Jawab bunda masih terkekeh. “Nah, kalau yang disebelah Reihan itu namanya Kesya. Ia dan keluarganya memang selalu berkunjung kemari. Mereka juga yang selalu membantu segala keperluan yang tidak dapat kami cukupi melalui dana bantuan pemerintah dan donasi masyarakat sukarela. Jadi keluarga mereka sangat membantu sekali di panti asuhan ini.” Terang Bunda Dena. “Karena kedua orang tua Kesya sedang pergi keluar kota, jadi hanya Kesya yang datang kesini hari ini.” sambung Bunda Dena lagi.

         Aku mendengar penuturan Bunda Dena dengan serius. Jadi orang tua Kesya donatur disini. Pantas saja foto panti asuhan ini ada di rumahnya.

         “Wow... Kak Kesya memang baik banget yaa. Kalau misalnya nanti Kak Kesya sama Kak Devan jadian, aku janji bakalan ngerestuin kalian buat jadi pasangan kekasih.” ucap Tania semangat.

         Aku benar-benar mengutuk adikku ini. Seketika wajahku merah padam dibuatnya. Dasar Psikopat!

         “Kak Kesya suka ya sama Kak Devan? Aku kira Kak Kesya sukanya sama Kak Rei?” tanya Nana kemudian.

         Tania menatap Nana bingung "Kak Rei? Kak Reihan maksudnya? Yah mending sama kakak aku aja deh Kak Kesya. Kan Kak Devan juga ganteng terus dia pinter, dia juga suka banget sama kak Kesya. Waktu itu juga kak Devan...”

         “DIK!!” teriakku memotong ucapannya. Seketika semua yang ada di meja makan menoleh kearahku. Aduh aku tidak bisa berkutik sama sekali.

         “Maaf ya sebelumnya, gara-gara sikapku dan Tania. Apa yang dibilang Tania cuman candaan aja. Jadi jangan terlalu dianggap serius. Biasalah anak kecil sukanya ngayal nggak jelas.” Ucapku ditambah tawa garing yang terdengar seperti sebuah kepalsuan. Aku langsung menatap ibuku berharap beliau segera membantuku.

        Kulihat ibuku menghela nafas. “Sudahlah Dena. Maaf anak sulung dan bungsuku itu. Mereka memang selalu bertengkar yang tidak jelas.” ucap ibuku mencairkan suasana. Akhirnya aku dapat bernafas lega.

         “Baiklah. Kita lanjutkan makan siang kita hari ini. Reihan silahkan bagikan hidangannya dan Kesya sini duduk disebelah bunda.” Bunda Dena menepuk tempat duduk disebelahnya. Kesya tersenyum menjawab ucapan bunda dan berjalan menuju kursi yang sudah disisakan untuknya.

         Reihan segera membagikan makanannya. Saat sampai di tempatku ia segera mengulurkan tangannya “Gue Reihan.” Ucapnya.

         Aku menatapnya sebentar sebelum akhirnya menerima uluran tangannya. “Gue Devan, salam kenal.”

         Reihan menganggukkan kepalanya dan kembali membagikan masakannya. Aku melirik sekilas kearah Kesya. Ia tengah berbicara dengan Bunda Dena. Kira-kira apa yang ada dipikirannya sekarang ya? Semoga tidak ada pikiran negatif tentang diriku. Cukup lama aku meliriknya hingga akhirnya Kesya juga menoleh kearahku setelah selesai berbincang dengan bunda. Ia tersenyum padaku. Senyum yang menurutku sangat indah itu. Aku membalas senyumannya tanpa bisa berkedip. Aku takut senyum indah itu akan hilang saat aku mengedipkan mata.

         “Van?” panggil Meta. Dengan tidak rela aku pun memutus kontak mataku dengan Kesya. Aku segera menoleh kearahnya. “Ya?”

         Ia terlihat agak kebingungan menjawabku. “Gue cuman mau tanya, emang masih lama sih tapi nggak ada salahnya kan tanya sekarang.” Ucapnya dengan kaku kemudian tertawa garing.

         Aku mengkerutkan keningku. “Tanya aja Meta, gapapa kok.” Ujarku.

         “Hmm. Waktu perpisahan kita nanti, sehabis UN. Lo mau ngisi acara prom night sekolah kita dengan tampil sebagai penyanyi solonya nggak? Sebagai perwakilan kelas 12 gitu.”

         “Kenapa harus gue? Kayaknya banyak deh yang bisa ngewakilin kita.”

         Meta mengusap tengkuknya perlahan. “Ya kita mau ngadain seleksi dulu kok sebelum tampil. Tapi terserah lo juga, kalau nggak mau juga nggak apa.”

         Aku berfikir sejenak. Aku rasa tidak ada salahnya. Cuman nyanyi saja kan?

         “Boleh deh, nanti lo kontak gue aja.” Ucapku kemudian.

         “Boleh gue minta nomer hp lo?”

         “Boleh, sini hp lo. Biar gue yang tulis.”

         Meta langsung menyerahkan handphonenya kearahku. Dengan cepat aku langsung menulis nomerku dan menyimpannya.

         “Nih, hp lo.” Aku menyerahkan kembali handphone Meta.

         “Makasih, Van. Nanti deh gue kabarin lo lagi.”

         Aku dan Meta kembali melanjutkan makan siang kami. Aku kembali melirik kearah Kesya dan melihatnya sedang berbincang dengan Reihan.

         ‘Semoga kalian emang nggak ada hubungan apa-apa’

 

 

                                                                                                                                 ************

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My Brother Falling in Love
38878      3927     8     
Fan Fiction
Pernah terlintas berjuang untuk pura-pura tidak mengenal orang yang kita suka? Drama. Sis Kae berani ambil peran demi menyenangkan orang yang disukainya. Menjadi pihak yang selalu mengalah dalam diam dan tak berani mengungkapkan. Gadis yang selalu ceria mendadak merubah banyak warna dihidupnya setelah pindah ke Seoul dan bertemu kembali dengan Xiumin, penuh dengan kasus teror disekolah dan te...
Benang Merah, Cangkir Kopi, dan Setangan Leher
288      235     0     
Romance
Pernahkah kamu membaca sebuah kisah di mana seorang dosen merangkap menjadi dokter? Atau kisah dua orang sahabat yang saling cinta namun ternyata mereka berdua ialah adik kakak? Bosankah kalian dengan kisah seperti itu? Mungkin di awal, kalian akan merasa bahwa kisah ini sama seprti yang telah disebutkan di atas. Tapi maaf, banyak perbedaan yang terdapat di dalamnya. Hanin dan Salwa, dua ma...
Aku benci kehidupanku
392      269     1     
Inspirational
Berdasarkan kisah nyata
Peringatan!!!
2473      1064     5     
Horror
Jangan pernah abaikan setiap peringatan yang ada di dekatmu...
MANTRA KACA SENIN PAGI
3806      1364     1     
Romance
Waktu adalah waktu Lebih berharga dari permata Tak terlihat oleh mata Akan pergi dan tak pernah kembali Waktu adalah waktu Penyembuh luka bagi yang sakit Pengingat usia untuk berbuat baik Juga untuk mengisi kekosongan hati Waktu adalah waktu
Koma
19777      3589     5     
Romance
Sello berpikir bisa menaklukkan Vanda. Nyatanya, hal itu sama halnya menaklukkan gunung tinggi dengan medan yang berbahaya. Tidak hanya sulit,Vanda terang-terangan menolaknya. Di sisi lain, Lara, gadis objek perundungan Sello, diam-diam memendam perasaan padanya. Namun mengungkapkan perasaan pada Sello sama saja dengan bunuh diri. Lantas ia pun memanfaatkan rencana Sello yang tak masuk akal untuk...
Gagal Menikah
5006      1688     4     
Fan Fiction
Cerita ini hanya fiktif dan karanganku semata. Apabila terdapat kesamaan nama, karakter dan kejadian, semua itu hanya kebetulan belaka. Gagal Menikah. Dari judulnya udah ketahuan kan ya?! Hehehe, cerita ini mengkisahkan tentang seorang gadis yang selalu gagal menikah. Tentang seorang gadis yang telah mencoba beberapa kali, namun masih tetap gagal. Sudut pandang yang aku pakai dalam cerita ini ...
Silver Dream
9231      2178     4     
Romance
Mimpi. Salah satu tujuan utama dalam hidup. Pencapaian terbesar dalam hidup. Kebahagiaan tiada tara apabila mimpi tercapai. Namun mimpi tak dapat tergapai dengan mudah. Awal dari mimpi adalah harapan. Harapan mendorong perbuatan. Dan suksesnya perbuatan membutuhkan dukungan. Tapi apa jadinya jika keluarga kita tak mendukung mimpi kita? Jooliet Maharani mengalaminya. Keluarga kecil gadis...
Junet in Book
3369      1295     7     
Humor
Makhluk yang biasa akrab dipanggil Junet ini punya banyak kisah absurd yang sering terjadi. Hanyalah sesosok manusia yang punya impian dan cita-cita dengan kisah hidup yang suka sedikit menyeleweng tetapi pas sasaran. -Notifikasi grup kelas- Gue kaget karena melihat banyak anak kelas yang ngelus pundak gue, sambil berkata, "Sabar ya Jun." Gue cek grup, mata gue langsung auto terbel...
A Slice of Love
305      256     2     
Romance
Kanaya.Pelayan cafe yang lihai dalam membuat cake,dengan kesederhanaannya berhasil merebut hati seorang pelanggan kue.Banyu Pradipta,seorang yang entah bagaimana bisa memiliki rasa pada gadis itu.