Suasana kantin sekolah terasa begitu ramai. Wajar saja, hari terik ditambah setelah diadakan inspeksi dadakan membuat seluruh siswa merasa gerah hari itu. Setiap kursi yang ada di kantin SMA Harapan Nasional sudah penuh ditempati oleh siswa-siswi yang sudah terbiasa nongkrong sembari meratapi nasib setelah terkena hukuman akibat pelanggaran yang mereka perbuat.
“Gila, rambut gue habis kena potong Pak Gindul!” ujar Edo, siswa berparas campuran yang tengah meratapi rambutnya yang kini hampir botak. Biasanya jika ia mendapat hukuman dari guru BK alias Pak Gindul seperti jeweran, sepatu berenang, celana kena potong saking ketatnya tidak akan pernah dipedulikannya. Tapi kini, yang membuatnya frustrasi adalah mahkota satu-satunya yang membuat para cewek-mau yang muda ataupun janda-mendekatinya sudah habis kena pangkas oleh guru yang sangat ditakuti oleh seluruh warga sekolah SMA Harapan Nasional.
“Sekarang rambut gondrong gue udah nggak bisa lagi memancarkan keindahannya” tambahnya.
“Ck, lo baru segitu aja udah heboh takut dijauhin cewek! Gue nih yang patut dikasihani, sepatu dicelupin ke kolam ikan. Gue pulang mau pakek apa coba? Nyeker lagi dah gue sekarang.” sambung Denon, teman Edo yang memiliki tubuh paling pendek serta ciri khas gigi kelinci yang dimilikinya -Gigi itulah yang membuatnya terlihat manis-. Tak lupa matanya yang sipit saat Denon tertawa menjadi nilai plus dan dijamin cewek cewek yang melihatnya akan terpukau dibuatnya.
“Lo pikir, sepatu gue nggak pernah dicelupin apa? Asal lo tau—“
“Lo berdua nggak usah lebay deh. Makanya sekali kali tu jadi anak baik. Jangan berandal mulu lo berdua!" ujar salah satu dari mereka.
Devan Ardiansyah, cowok paling berprestasi di SMA Harapan Nasional. Selain prestasi akademik, ia juga merupakan ketua dari tim Basket Harnas. Maka tidak heran ia harus menjaga image-nya agar terlihat baik untuk angkatan dibawahnya. Devan juga memiliki wajah yang tampan dengan luka codet yang membelah alis mata sebelah kanan. Ia memiliki tubuh tinggi menjulang dan tubuh sedikit berotot yang sudah mulai dilatihnya sejak tahun lalu.
“Tau deh yang paling alim diantara kita-kita” cibir Denon sembari mengunyah makanannya.
Devan yang mendapat tatapan jengkel dari kedua temannya hanya tertawa ringan “Gue kan emang alim.”
“Ya deh, terserah lo aja.” Balas Edo. Ia mengambil botol air yang ada didalam tas dan meminumnya. Sesaat ia teringat sesuatu hal dan langsung menyenggol lengan Devan.
“Oh ya, Van. Lo jadi kan mau ngejalanin tantangan kita berdua kemarin? Awas sampe lo langgar, gue jitak lo!"
Devan menghembuskan nafas malas, tentu saja ia tidak lupa tantangan dari kedua teman sialannya ini. Padahal Devan hanya ingin membantu kedua temannya ini agar lebih mendalami pelajaran yang mereka benci dengan melakukan tantangan yang ia berikan, tapi sekarang Devan yang terjebak didalam permainannya sendiri. Karena merasa tidak harus melakukan tantangan itu, Devan hanya mengangkat bahu tidak peduli kemudian menyeruput minumannya hingga tandas.
“Ah, cemen bener sih lo! Kita berdua udah ngejalanin tantangan kita, masak iya elo mau mundur gitu aja!” balas Denon kesal.
Devan menatap kedua temannya dengan kesal “Lo berdua yang aneh, kenapa malah ngasih gue tantangan yang nggak sesuai perjanjian awal? Dan gue jamin kalau gue nggak bakalan bisa buat nyelesaiin tantangan konyol kalian!”
Denon mengunyah makanannya dengan cepat, diteguknya hingga tandas minuman soda kemudian menatap Devan tak kalah kesal. “Lo kira tantangan gue sama Edo gampang apa? Gue yang emang udah dari lahir nggak suka matematika lo tantangan buat dapet nilai paling tinggi dipelajaran matematika. Terus dengan pengorbanan belajar siang-malem akhirnya gue bisa ngalahin tantangan lo!” jelas Denon.
Tak kalah semangat, Edo pun ikut menimpali dengan anggukan kepala. “Gue juga sama, masa iya gue harus dapet nilai paling tinggi di pelajaran fisika. Lo tau sendiri kan gue nggak suka pelajaran yang nggak penting kayak fisika! Ngukur jarak buah yang jatuh dari pohonnya? Kenapa coba mesti diukur tinggal makan buahnya aja apa susahnya sih!” ucapnya dengan ludah yang menyembur kesana-kemari.
“Ngomong nggak usah pakek kuah segala!” bentak Denon yang terkena muncratan.
Devan hanya tersenyum kecil mendengar tanggapan Edo dan Denon soal tantangan yang ia berikan. “Denger ya, gue ngelakuin itu supaya lo berdua bisa berubah. Dan gue yakin suatu saat ilmu itu bakalan berguna juga buat kalian. Jadi nggak ada yang namanya sia-sia!”
“Ya intinya gue udah buktiin kalau gue bisa dapet nilai tinggi dipelajaran fisika, sekarang tinggal lo aja!”
Devan mengkerutkan keningnya. “Lo berdua enak pelajaran, terus gue kenapa mesti ngedeketin cewek? Harusnya gue pelajaran juga dong! Nggak adil!”
“Ya nggak bisa gitu lah, gue sama Denon nyuruh lo ngedeketin cewek karena kita berdua yakin tanpa usaha pun lo pasti sanggup jalanin tantangan buat dapetin nilai tinggi dikelas. Akhirnya, dengan melakukan musyawarah dan mencapai mufakat kita berdua mencetuskan ide untuk ngasih lo tantangan ngedeketin cewek"
“Dan…” Denon langsung menyambungkan ucapan Edo tanpa memberi kesempatan Devan untuk berbicara “seperti yang tadi lo bilang, ngedeketin cewek itu juga ilmu yang nantinya bakalan berguna buat lo. Nggak akan ada kata sia-sia kalau lo ngedeketin cewek. Lagian kan kita pada masih muda nih, nggak ada salahnya dong buat lirik sini-lirik sana?”
Denon dan Edo langsung tertawa lepas dan ber high-five ria, tapi tidak dengan Devan.
Setelah berhasil mengontrol emosinya, Devan akhirnya bisa berfikir jernih untuk sesaat. “Oke, sampe sini gue masih bisa terima. Tapi yang nggak bisa gue terima adalah cewek yang harus gue deketin! Kenapa kalian juga yang harus tentuin siapa ceweknya? Mentang-mentang gue masih jomblo bukan berarti gue nggak punya gebetan ya!”
“Tumben banget lo bilang Vina gebetan lo?” Tanya Edo. “ Biasanya juga risih kalau dia nempel terus sama lo.”
“Sok tau lo, Do!” balas Devan.
“Kalau pun lo ngedeketin Vina, sehari aja dia pasti nempel terus sama lo. Beda sama si cewek misterius nan dingin itu. Dia adalah tantangan yang berat buat lo, terus nanti lo bakalan ngeluarin jurus klepek-klepek andalan lo sampe dia bisa jatuh hati dan ngebales perasaan yang lo harapkan. Gue jamin, bakalan seru banget. Ya nggak, Do?" Denon sangat antusias dengan rencana mereka.
“Betul banget, bro.”
“Jurus klepek-klepek? Lo pikir Naruto pakek jurus-jurus segala! Dan gue ngerasa nggak pernah punya jurus andalah buat ngedeketin cewek!”
“Oke, kalau lo tetep nggak mau juga..." ucap Edo sembari tersenyum licik kearah Denon. Denon yang mengerti maksud dari tatapan Edo juga segera tersenyum licik.
Devan menatap curiga kedua temannya itu, feelingnya mengatakan jika tantangan yang baru akan lebih memalukan dari sebelumnya. “ Kenapa kalau gue nggak mau?”
“Kita berdua bakalan aduin ke Bu Siska kalau lo udah bisa nerima cintanya dia.” Ucap Edo dengan senyum puas.
Bu Siska adalah Guru Kimia di sekolah mereka. Beliau adalah perawan tua yang sudah berumur hampir 35 tahun. Bu Siska pernah menyatakan cintanya kepada Devan dengan menaruh secarik kertas didalam buku tugas milik Devan saat ia menyerahkan jawaban dari soal yang baru saja ia kerjakan. Menurutnya Devan adalah laki-laki pujaan hatinya yang selama ini ia tunggu. Bakat hitung menghitung yang luar biasa dan sangat jarang dimiliki oleh pria jaman sekarang, membuat Bu Siska jatuh hati kepada Devan. Walaupun sebenernya ada yang lebih pandai daripada Devan, tapi dimata Bu Siska ia terlihat sangat menawan.
Devan langsung membelalakan kedua matanya. “Apaan sih lo berdua! Denger ya, gue nggak mau ada yang sampe salah paham cuman gara-gara mulut lo berdua yang suka ngasal nggak jelas!”
“Makanya, deketin Kesya dan lo bakal aman dari lirikan tajam Bu Siska.” Goda Denon sembari menaik turunkan kedua alisnya.
Devan menghembuskan nafas kasar. “Oke, gue akan ikutin tantangan lo berdua!” ucapnya tajam. “Kalau sampai gue berhasil ngambil hati Kesya, lo berdua harus berdiri telanjang dada di lapangan basket sekolah kita!” Devan bangkit dari duduknya lalu pergi meninggalkan Edo dan Denon tanpa mau menunggu respon mereka.
“Gila bener tu anak!” ucap Denon jengkel.
“Udah lah Non, biarin dia happy dikit. Kasian dia terus-terusan berkutat sama buku melulu cuman gara-gara cewek itu.” balas Edo.
“Gue tau, tapi gimana kalau dia sampe berhasil? Malu kali harus telanjang dada terus diliatin satu sekolahan!”
“Urusan itu kita pikirin nanti aja, yang penting dia harus bisa ngelupain masa lalunya.”
“Oke deh.”
Edo dan Denon segera bangkit dari duduknya dan berjalan menyusul Devan yang telah mendahului mereka.
*********