Loading...
Logo TinLit
Read Story - LARA
MENU
About Us  

Malam telah sepenuhnya menguasai bumi bagian rumah ku. Tak ada suara, tak ada aktivitas, dan tak ada tidur lelap malam ini. Semua nya terjaga. Tv menyala, dan aku menonton. Handphone bergetar, dan aku mengecek nya.

Aku masih menunggu kedatangan Selatan yang belum kunjung tiba. Ada rasa khawatir yang mengisi hati ku, namun didalam sana sebenarnya lebih di dominasi oleh rasa penasaran, canggung, dan takut saat akan menemui Selatan.

Ku pikir, itu wajar, sama halnya seperti kau akan bertemu dengan teman lama di pesta reuni, bertemu kekasih lama mu di SMA, orang yang dulu sangat dekat dengan mu, dan tiba-tiba menjadi jauh layaknya aku dan Selatan. Tentu kau akan merasa lucu saat bertemu untuk pertama kali setelah sekian lama berpisah, yang terbersit di pikiran, sudah pasti tentang kenangan konyol yang dulu tercipta, membuat kita sama-sama tersenyum karena merasa malu.

Aku menatap kosong kearah depan, lurus mengarah ke televisi yang menyiarkan talkshow dini hari. Pembawa acaranya terus berkelakar, sesekali mereka tertawa, sesekali lagi mereka terlihat naik pitam. Mereka pandai memainkan sandiwara, sama seperti ku. Bedanya, mereka bersandiwara agar mendapat bayaran, sedangkan aku, bersandiwara agar tak larut dalam kesedihan.

Ingin rasanya aku meninggalkan diriku yang sekarang, diriku yang penuh luka, dan duka, diriku yang dipenuhi lara, diriku yang terjebak dalam keadaan merasa nyaman untuk larut didalam luka. Aku tahu, ini tak baik, dan akan berdampak buruk bagi perkembangan psikis ku, tapi apa yang bisa aku lakukan? Aku hanya seorang diri, dan sedang terjebak didalam ruang penuh luka. Aku membutuhkan kawan, dukungan, dan kasih sayang untuk membuat ku pulih, tapi sayangnya, aku hanya sendiri.

Pikiran ku mulai melayang tak karuan, aku mulai berkhayal, dan mulai masuk kedalam dunia imaji ku, dunia yang penuh akan luka tanpa ada suka yang patut untuk di kenang.

Namun tiba-tiba, pintu depan rumah ku justru berbunyi, seseorang mengetuk nya, membuat ku langsung tersadar dan cepat-cepat meninggalkan dunia imaji ku itu ntuk segera membuka pintu.

Aku kemudian bangkit dari duduk, lalu berjalan cepat kearah pintu depan untuk segera membuka nya. Aku menurunkan gagang pintu, dan menariknya masuk. Udara dingin khas malam hari menabrak ku saat pintu benar-benar terbuka, disana--di depan pintu masuk--aku melihat seorang pria yang memakai kaos oblong dengan luaran jaket sedang berdiri sambil menatap ku dengan tatapan seriusnya.

Aku balas menatap nya dengan tatapan canggung sekaligus terkejut. Dia, sudah tiba disini. "Sudah lama sekali aku tak menginjakan kaki di rumah ini," katanya membuka percakapan dengan seulas senyum ragu-ragu. Selatan sudah sampai.

Aku hendak tersenyum, namun ku urungkan karena Selatan lebih dulu memeluk ku. Aku tak membalas pelukannya karena masih merasa canggung, namun saat pelukannya semakin erat, aku membalas nya.

"Dulu, aku keluar dari rumah ini saat kalian masih lengkap. Tapi, kenapa saat aku kembali, hanya ada kau seorang saja?" Ia melepaskan pelukannya, dan ku lihat matanya sedikit berkaca-kaca, namun bibir nya masih tetap tersenyum, apa ia merasa sedih? Aku tak tahu. Mungkin saja ia terharu.

"Kau pergi terlalu lama," kata ku. "Saking lama nya, kau tak bisa menyaksikan bagaimana pertengkaran hebat ayah dan ibu terjadi, pertengkaran yang menjadi sebab mengapa hanya ada aku seorang saja yang menyambut mu dirumah ini saat kau pulang."

Selatan hanya diam dengan senyumannya, dan sesekali mencuri-curi kesempatan untuk melihat kedalam rumah melalui daun pintu yang terbuka. "Apa kau tak merindukan kamar mu?" tanyaku memancing pembahasan untuk mempersilahkan nya masuk.

"Setiap manusia tentu akan merasa rindu pada sesuatu yang pernah ia miliki, begitu juga dengan ku," katanya. Akupun membalas, "rindu mu tak akan pernah usai jika kau hanya mengungkap kan di lisan saja, rindu akan berakhir hanya jika kau menemui apa yang membuat mu rindu."

Akupun membuka daun pintu lebar-lebar, membuat semua yang ada didalam sana hampir bisa terlihat oleh Selatan yang berdiri tepat dihadapan pintu masuk. Aku mengisyratkan nya untuk melangkah kan kakinya masuk kedalam, dan ia tersenyum malu-malu, namun pada akhirnya ia tetap beranjak masuk.

Setelah melewati ambang pintu, Selatan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah, ia mengamati semua nya satu persatu. Tatapannya tajam dan mendetail, seakan-akan dia ini adalah seseorang yang datang dari jauh untuk membeli rumah, bukan untuk pulang.

"Semuanya hampir berubah," ucap nya.

"Bagaimana tidak berubah, jika semua barang yang dulunya ada didalam sini sengaja dirusak oleh ayah hanya untuk meluapkan emosi nya saja."

Selatan menggeleng tak percaya, pikir ku ia kecewa dengan sikap ayah, dan juga kecewa dengan dirinya sendiri karena tak bisa berada ditempat kejadian saat ayah memperlakukan aku dan ibu layaknya manusia jajahan.

"Seharusnya kau mencari ku saat ayah pertama kali bertengkar dengan ibu."

"Aku ingin melakukan nya, tapi bagaimana caranya? kau hilang seperti ditelan bumi, aku tak memiliki satupun informasi tentang mu, kita benar-benar lost contact."

"Tapi, ibu memiliki nomor telepon ku," katanya.

"Aku tahu, dan aku suda meminta kontak mu pada ibu, tapi katanya, kau melarang nya, jadi ku pikir kau memang tak mau di cari, ya sudah aku tak mencari mu."

"Ibu berbohong," ucapnya, dan aku tak mengerti apa yang ia maksud. "Aku tak pernah melarang nya untuk memberikan kontak ku pada siapapun, termasuk kau. Aku bahkan pernah meminta nomor telepon mu, nomor telepon ayah, dan katanya, kalian beruda tak memiliki itu, setiap kali aku menelpon, aku selalu mencari kalian, kau dan ayah, tapi lagi-lagi ia mengatakan jika kalian sedang tak ada."

Selatan kini duduk di sofa yang tadinya ku duduki, dan aku berdiri di samping nya sambil mendengar penjelasannya.

"Menurut ku, ibu memutus hubungan kita, karena ia tak mau kau tahu tentang masalah keluarga kita. Ia pernah meminta maaf padaku, dia bilang 'tak seharusnya anak seusia kau masuk dalam permasalahan seperti ini, ini masalah yang berat, masalah antara ayah dan ibu, kau tidak termasuk, seharusnya begitu, ibu minta maaf karena kau harus terlibat. Harusnya kau memiliki nasib yany sama seperti kakak mu, bahagia walau tanpa kami, bukan seperti ini.'"

Selatan menahan napasnya, dan sesekali membuangnya dengan penuh keraguan. "Sudah lah, semuanya telah berlalu, lebih baik kita segera berangkat, Bandung esok hari sepertinya akan hujan, aku tak suka."

Selatan kemudian bangkit dari duduknya, ia lalu berjalan keluar tanpa bersuara. Aku mengikut dibelakang nya, dengan membawa sebuah ransel yang penuh dengan barang-barang ku.

Sebenarnya, berat bagi ku untuk pergi meninggalkan rumah ini. Rumah yang menjadi saksi bisu bagaimana aku bertumbuh, rumah yang sudah melindungi ku dari hujan dan panas sejak awal aku hidup didunia. Tapi, jika tetap tinggal disini, aku pikir rumah ini juga akan menjadi saksi bisu bagaimana aku menjadi seorang remaja stress yang salah memilih jalan, dan aku tak berharap itu terjadi.

"Utara," panggil Selatan dari teras. Aku yang masih berada didalam rumah buru-buru keluar menghampiri kakak ku itu. "Ada apa?" tanya ku.

Selatan tak menjawab, ia hanya memberiku sesuatu yang dibungkus dengan plastik. "Apa kau masih ingat?" tanya nya.

Sesuatu yang Selatan berikan padaku adalah sebuah kotak kayu berwarna hitam, diatasnya tertulis inisial 'S' dan 'U' kalau tidak salah itu adalah inisiak nama untuk aku dan Selatan.

"Masih, tapi sedikit lupa," jawab ku.

"Dulu, itu pemberian ibu, waktu aku berulang tahun. Ia memberikan nya padaku sebagai hadiah, dan saat kau melihatnya, kau sangat menyukai kotak ini, bahkan ingin merebutnya dariku, ingin memiliki nya."

"Benarkah?

"Tentu saja, kau pikir aku mengarang cerita?"

Aku menggeleng, "sepertinya tidak, tapi untuk apa ini?"

"Waktu memberikan nya padaku, aku menanykan hal yang sama pada ibu, 'untuk apa ini?' dan ia pun menjawab 'kau akan paham nanti, saat melihat apa isi didalam nya.'"

"Lalu, apa kau sudah paham?"

"Sudah," jawab nya. "Sebab itu, aku memberikan kotak ini padamu."

Selatan kemudian pergi menjauh, melangkah kan kaki ku menuju sebuah mobil yang terparkir dihalaman rumah kami yang tak memiliki pagar. "Mobil mu?" tanya ku dari teras.

Ia mengangguk, "Hanya mobil bekas, namun masih layak."

"Bekas, tapi berkelas," kata ku. Selatan pun tersenyum, dan aku mulai melangkah kan kaki ku kearah mobil milik selatan itu, mobil Mercedes Benz jadul yang tak ku tahu apa seri nya, dan tahun berapa di keluarkan.

"Tentang Amara, aku ingin sedikit bercerita tentang nya, dan aku yakin jika selama ini kau telah salah paham," ucap Selatan saat ia menyuruh ku untuk masuk kedalam mobil.

"Tak usah bahas dia," kata ku dengan tegas.

"Harus dibahas, agar kau tak membenci nya."

"Siapa yang membenci nya? aku sama sekali tak membenci nya."

"Lantas? ungkapan apa yang pantas untuk mewakili perasaan mu pada gadis itu?" tanya Selatan saat aku dan dia sudah berada didalam mobil.

Aku diam beberapa saat, karena sedang mengamati halaman rumah ku melalui jendela mobil yang terus bergerak karena mobil nya juga bergerak.

"Aku hanya, kecewa, padanya," jelas ku sedikit ragu.

"Maka dari itu, kau harus mendengar cerita ku, agar rasa kecewa mu itu, bisa berubah menjadi rasa rindu."

"Apa kau gila? merindu pada seseorang yang sudah menjadi milik orang lain adalag ilegal, dan itu berbahaya" kata ku.

"Siapa bilang?" tanya Selatan. "Amara bukan milik siapa-siapa, sebab itu kau masih bisa merindukan," lanjutnya lagi, dan langsung membuat ku terbelalak.

Aku tak merespon ungkapan Selatan, dan memilih untuk diam saja, karena sekarang mobil yang di kendarai oleh Selatan sudah mulai melaju di jalan raya, dan juga aku masih enggan mendengar nama Amara di sebutkan. Malam semakin larut, namun aku semakin terjaga. Pikiran ku semakin melayang, menciptakan imaji tentang dunia baru ku, dunia lama ku, suka ku, duka ku, dan semua perkataan Selatan barusan. Aku tak paham maksud nya, dan sebenarnya tak mau tahu sama sekali. Namun, Selatan memaksa ku untuk mendengar nya saat kami berada di sepertiga perjalanan, dan dengan terpaksa, akhir nya aku paham apa maksud Selatan aku akan merindu.

Tapi sayang nya, aku tak mau berbagi tentang hal itu, tak mau menceritakan nya pada kalian, sebab mulai saat ini, sebuah karsa tumbuh dihati ku, karsa untuk melupa, walau sebenarnya aku masih ingin mengingat.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Summer Rain
225      181     0     
Fan Fiction
Terima kasih atas segala nya yang kamu berikan kepada aku selama ini. Maafkan aku, karena aku tak bisa bersama dengan mu lagi.
Alvira ; Kaligrafi untuk Sabrina
14334      2597     1     
Romance
Sabrina Rinjani, perempuan priyayi yang keturunan dari trah Kyai di hadapkan pada dilema ketika biduk rumah tangga buatan orangtuanya di terjang tsunami poligami. Rumah tangga yang bak kapal Nuh oleng sedemikian rupa. Sabrina harus memilih. Sabrina mempertaruhkan dirinya sebagai perempuan shalehah yang harus ikhlas sebagai perempuan yang rela di madu atau sebaliknya melakukan pemberontakan ata...
Aranka
4419      1473     6     
Inspirational
Aranka lebih dari sebuah nama. Nama yang membuat iri siapa pun yang mendengarnya. Aland Aranka terlahir dengan nama tersebut, nama dari keluarga konglomerat yang sangat berkuasa. Namun siapa sangka, di balik kemasyhuran nama tersebut, tersimpan berbagai rahasia gelap...
Venus & Mars
6080      1570     2     
Romance
Siapa yang tidak ingin menjumpai keagunan kuil Parthenon dan meneliti satu persatu koleksi di museum arkeolog nasional, Athena? Siapa yang tidak ingin menikmati sunset indah di Little Venice atau melihat ceremony pergantian Guard Evzones di Syntagma Square? Ada banyak cerita dibalik jejak kaki di jalanan kota Athena, ada banyak kisah yang harus di temukan dari balik puing-puing reruntuhan ...
Chasing You Back
414      291     1     
Romance
Sudah 3 tahun, Maureen tidak pernah menyerah mengejar pangeran impiannya. Selama 3 tahun, pangeran impiannya tidak mengetahui tentangnya. Hingga suatu saat, Pangeran Impiannya, Josea Josh mulai mendekati Maureen? Hmmm ..
Alya Kirana
2106      977     1     
Romance
"Soal masalah kita? Oke, aku bahas." Aldi terlihat mengambil napas sebentar, sebelum akhirnya melanjutkan berbicara, "Sebelumnya, aku udah kasih tau kan, kalau aku dibuat kecewa, semua perasaan aku akan hilang? Aku disini jaga perasaan kamu, gak deket sama cewek, gak ada hubungan sama cewek, tapi, kamu? Walaupun cuma diem aja, tapi teleponan, kan? Dan, aku tau? Enggak, kan? Kamu ba...
Perjalanan Kita: Langit Pertama
1950      920     0     
Fantasy
Selama 5 tahun ini, Lemmy terus mencari saudari kembar dari gadis yang dicintainya. Tetapi ia tidak menduga, perjalanan panjang dan berbahaya menantang mereka untuk mengetahui setiap rahasia yang mengikat takdir mereka. Dan itu semua diawali ketika mereka, Lemmy dan Retia, bertemu dan melakukan perjalanan untuk menyusuri langit.
Between Earth and Sky
1987      578     0     
Romance
Nazla, siswi SMA yang benci musik. Saking bencinya, sampe anti banget sama yang namanya musik. Hal ini bermula semenjak penyebab kematian kakaknya terungkap. Kakak yang paling dicintainya itu asik dengan headsetnya sampai sampai tidak menyadari kalau lampu penyebrangan sudah menunjukkan warna merah. Gadis itu tidak tau, dan tidak pernah mau tahu apapun yang berhubungan dengan dunia musik, kecuali...
seutas benang merah
2201      880     3     
Romance
Awalnya,hidupku seperti mobil yang lalu lalang dijalan.'Biasa' seperti yang dialami manusia dimuka bumi.Tetapi,setelah aku bertemu dengan sosoknya kehidupanku yang seperti mobil itu,mengalami perubahan.Kalau ditanya perubahan seperti apa?.Mungkin sekarang mobilnya bisa terbang atau kehabisan bensin tidak melulu berjalan saja.Pernah mendengar kalimat ini?'Jika kau mencarinya malah menjauh' nah ak...
Dieb der Demokratie
16906      1974     16     
Action
"Keadilan dan kebebasan, merupakan panji-panji dari para rakyat dalam menuntut keadilan. Kaum Monarki elit yang semakin berkuasa kian menginjak-injak rakyat, membuat rakyat melawan kaum monarki dengan berbagai cara, mulai dari pergerakkan massa, hingga pembangunan partai oposisi. Kisah ini, dimulai dari suara tuntutan hati rakyat, yang dibalas dengan tangan dingin dari monarki. Aku tak tahu...