Loading...
Logo TinLit
Read Story - Balada Cinta Balado
MENU
About Us  

Setiap hari bagiku itu selalu hari minggu, tidak ada hari sibuk, tidak dibayangi atau dikejar Deadline pekerjaan ataupun diburu-buru waktu. Hidupku bebas meski tidak dengan hatiku. Semenjak kejadian kemarin Thanny tidak mengirimku pesan, mungkin ia masih marah karena ulahku kemarin, tapi karena ia duluan yang berulah membuatku merasa tidak tenang dan tidak tahu harus berkata apa untuk memulainya. Dipikirkanpun tidak mungkin aku mendapat jalan keluarnya. Tapi pikiranku dari kemarin penuh dengan Thanny.

Aku tidak bisa berpikir sama sekali dengan tenang, Entah mengapa jika urusan dengan wanita aku selalu saja merasa kalah telak. Tidak hanya Katana tapi kakak iparku, keponakanku dan kini tambah lagi satu Thanny yang tiba-tiba marah tanpa tahu alasannya. Dan juga aku masih merasakan aura-aura oleh kegelapan dari hati seorang wanita yang tidak lain adalah keponakan ku yang masih memperjuangkan keras keinginannya, karena janjiku yang masih belum terpenuhi. Aku memang selalu dikejutkan olehnya. Ia adalah lawan yang sangat tangguh untukku. Aku tidak pernah sekalipun menang darinya, Bahkan dia juga pintar memanfaatkan keadaan apalagi jika ada emak bapaknya pasti hanya dalam waktu beberapa menit dia bisa menang dariku.

“Oke, baik kita akan pergi kemanapun kau mau?” tegasku padanya bak menerima persaingan ini, dimataku terlihat ia pasti mengatakan “Yeah… Akhirnya aku menang”. Bagaimana tidak aku menyerah ia terlalu gigih dan membuatku tidak bisa menolaknya. "The Curse of Woman" mungkin aku akan mengikuti jejak Katana menulis buku, judulnya sangat tepat sekali, rasanya diriku selalu dibuntuti dimanapun aku berada.

Tanpa mengatakan apapun dan menunjukkan mimik senang, ia langsung pergi dari kamarku. Sikapnya membuatku menarik perkataan sebelummya. Justru aku yang memasang mimik wajah melongo karena ulah keponakan yang mempermainkanku. Pagi ini menjadi pagi yang sangat suram, aku kembali merebahkan tubuhku, berpikir mencari kesibukan lainnya untukku selain pergi ke gubuk reot.

“Om…,” suara singkat itu mampir kembali ditelingaku. Aku menoleh kearahnya yang berada disamping tempat tidur. Keponakanku sudah ganti baju dan sangat rapi, sepertinya hatinya merespon ucapanku meski tidak dengan wajahnya. Tidak hanya dia aku merasakan kehadiran orang lain disekitarku. Kakak iparku sudah berdiri sangat serius sekali dipintu kamar, tangannya disilang, wajahnya menegaskan “awas… kalau kau membuat anakku menangis”, aku merasa sniper selalu berada disekelillingku jika urusannya dengan keponakanku ini.

“Oke… ayo kita berangkat,” aku langsung terbangun dengan senyum selebar-lebarnya dan panjang bak red carpet yang tidak ingin melewatkan kilatan kamera.

Akhirnya aku berkencan kembali dengan keponakanku yang menggemaskan, imut dan lucu sekali. Boneka saja kalah dengan wajahnya. Pipinya yang temben, badannya yang sedikit gemuk dan menguncir 2 rambut pendeknya, semakin lucu dan tidak henti aku ingin terus memeluk dan menciumnya. Sifatnya mirip dengan kakak iparku, mengingat hal itu, ia tidak mau ku cium ataupun ku peluk, wajahnya pasti akan berubah seperti boneka Annabel jika aku mencium dan memeluknya. Hanya ketika ia tertidur aku bisa melakukan hal itu. Ia juga adalah malaikat kecil yang sangat menenangkan setenang matahari terbenam yang selalu kulihat.

Dengan mengendarai motor gede ala anak jaman now, aku dan keponakanku bersiap menghabiskan waktu bersama hanya berdua saja, diriku dan dirinya. Lambat laun akhirnya gaji ini aku pakai untuk memenuhi janji. Sampai saat ini aku masih bingung untuk mengajaknya kemana, karena biasanya aku hanya mengajaknya kepantai jika kakakku sedang ada keperluan dan itupun sore hari, sedangkan hari ini dari pagi. Aku harus berpikir keras untuk membuat keponakanku ini senang tapi tidak tahu kemana, aku pasti akan terlihat seperti ayah dan anak.

Aku putuskan untuk mengajaknya ke taman bermain, aku tidak perduli jika harus menjadi ayahnya dimata orang, karena hanya itu yang ada dipikiranku sekarang efek baliho iklan yang tidak ingin kulihat karena kebiasaan melihat Katana tapi ujung-ujungnya mataku tidak melepaskan baliho itu. Sudah lama juga aku tidak mengunjungi tempat itu. Sesampainya disana keponakanku berubah menjadi anak kecil pada umumnya, ia sangat bahagia dan sumeringah sekali, ia berjingkrak dan tidak sabar untuk menaiki beberapa wahana yang ada disana, ia juga mendekati boneka yang merupakan Icon taman bermain dan juga boneka lainnya. Tapi itu sangat sial sekali untukku, aku lupa jika hari ini adalah Weekend, aku benar-benar tidak ingat jika hari ini adalah hari sabtu, banyak promo weekend yang diteriakan oleh para SPG yang membuatku sadar.

Om… ini”

“Om… itu”

“Wahhh… om... om...”

"Cepat kecini om"

"Aku mau itu om"

Keponakanku sudah tidak sabar, kesepuluh jarinya sudah menunjuk kebeberapa tempat. Tempat ini benar-benar ramai. Semua mata tertuju padaku, dari tua sampai muda bahkan anak sekolah tidak berhenti memperhatikan keberadaanku yang memang tidak kalah keren dengan artis yang biasa Thanny sebutkan. Mungkin akan lebih seru jika Thanny di ajak ketempat ini, kadang sifat kekanakannya sama seperti keponakanku, bisa sebelas dua belas. Duet maut- lah kalau mereka benar-benar dipertemukan. Tapi lebih baik janganlah, karena repotnya nanti bisa melebihi ujian dari Tuhan.

Semenjak ia bisa belari keponkanku benar-benar sombong tidak mau diam dan tidak mau dituntun, apakah ia tidak tahu dengan sifat ibunya, aku bisa dicincang jika terjadi sesuatu pada anaknya. Ia terus berlari kesana kemari dan menunjuk sana sini. Ia berjalan lurus kedepan dan dipastikan menghampiri wahana kuda-kudaan yang sedari tadi sudah ditunjuknya. Tidak berapa lama ia melenceng 90 derajat menuju penjual es krim dan kembali menuju wahana itu. aku mengikuti keinginannya untuk pergi kemanapun dan apapun ia inginkan. Aku pasrah menuruti keinginnanya. Ia sangat bahagia sekali, sebahagia hatiku sekarang ini. mungkin seperti ini rasanya jika aku mempunyai seorang anak, sangat membahagiakan dan tidak rugi aku mengajaknya. Aku bahkan bisa menepis pandangan orang-orang. Tapi aku senang ketika mendengar samar-samar “Ayah dan anak benar-benar kompak dan akrab”. Padahal mereka tidak tahu saja kenyataan, aku hanya omnya dan aku juga sering bertengkar dengannya.

Sudah berjam-jam aku menghabiskan waktu bersamanya dan ia tidak berhenti tersenyum ataupun lelah. Aku bisa pastikan ia akan tidur dalam waktu yang cepat. Uang gajiku masih cukup untuk pergi ke taman bermain ini sekali lagi. Aku benar-benar senang dan tidak rugi mengajaknya, namun sangat disayangkan aku jarang sekali akur dengannya.

“Kau senang?" tanyaku padanya seraya memangkunya dipangkuanku. Aku beristirahat sejenak karena jujur saja aku benar-benar lelah mengekorinya. Begitupun dengan dirinya yang juga lelah namun masih bisa untuk berlari kesana-kemari. “Hah… yah…yah om aku senang,” ujarnya engos-engosan. Aku juga harus mengatur nafasku sebelum dia beraksi kembali. Sembari beristirahat aku minum air mineral dan mengemil sosis goreng yang sudah raip dalam hitungan detik. Dia makin garang jika sedang lapar. “Pelan-pelan makannya.”

Aku sibuk merapikan keponakanku yang makan berantakan karena kecap yang belepotan sekitar bibirnya. Mulutnya yang penuh dan pipinya yang tembem membuatnya semakin lucu dan menggemaskan, aku tidak bosan untuk terus memenuhi memori hp ku dengan fotonya. Rasanya aku benar-benar berubah menjadi phedofil. Ditengah kesibukanku melayani keponakanku aku melihat Thanny dengan temannya dari kejauhan, aku yakin itu Thanny aku pernah melihat bajunya yang pernah ia kenakan sebelumnya. Mengingat baju memiliki model yang sama aku mengurungkan niatku untuk menyapanya, lagian aku juga tidak tahu bagaimana aku harus menghadapinya. Tapi… aku tidak harus seperti ini, tidak salahnya jika aku menyapa dia.

Aku memberanikan diri menghampirinya. Punggung itu semakin dekat dan aku menepuk pundaknya, “Thanny…,” akhirnya nama itu keluar dari mulutku. Ia menoleh kearahku, dengan balutan penutup kepala dan kacamata hitam ia tersenyum padaku begitupun dengan temannya yang ikut menoleh kepadaku dan langsung membentengi Thanny. Iya.. kupikir ia Thanny dan benar saja baju seperti itu memiliki model yang sama karenanya aku salah menyapa orang, tapi aku tidak salah jika orang yang ada didepanku adalah…

“Kanana… kanana…,” ucap kepokanku dengan gemasnya. Iapun tersenyum dan berlutut mengelus keponakanku. Sedangkan aku hanya mematung terkejut karena aku kembali bertemu dengannya. Aku tidak mungkin langsung pamit tapi apa yang harus aku lakukan, harusnya aku senang jika itu bukan Thanny tapi aku tidak menyangka mengapa harus dia juga.

Kamipun memutuskan untuk berbicang disebuah coffe cafe. Kami mencari tempat duduk paling pojok agar wajahnya tidak mudah dilihat oleh orang lain. temannya berjaga tidak jauh dari tempat dudukku. Aku merasa kikuk, keponakanku hanya asyik duduk makan es krim dipangkuanku, ia bahkan tidak mau duduk dikursi kosong sebelahku.

Katana memperhatikanku dan keponakanku yang kembali belepotan. Ia tersenyum, “Kau sangat akrab sekali dengan keponakanmu” ucapnya, padahal aku pikir dia akan mengira jika keponakanku ini adalah anakku.

“Owhhh… tidak juga, kami sering bertengkar dirumah, kau tahu dia kepokanku?” Tanyaku mencoba bersikap seperti biasa.

“Heyy…,” ucapnya manis menyentuh pipinya. “Siapa namamu?”

“Pirrr…” ujar keponakanku

“Pir…” Katana memiringkan kepala. “sama-sama manisnya”

“Yesfir…” ucapku.

“Ia sangat lucu sekali. Aku tahu dia keponakanmu, karena kau tidak mungkin juga membawa anak orang, apa kau menculiknya¿. Tdak mungkin juga anak temanmu? Dan tidak mungkin juga anakmu, seperti halnya temanmu kau juga kan belum menikah.”

Aku mengangguk dalam pikiranku karena benar juga yang dia katakan, jika mendengar ucapan terakhirnya itu terlalu membingungkan. Pasti iblisku akan mengatakan “Mengapa aku harus repot mengundanganya, dia sudah menyakitiku”, jika malaikatku “Dia tetap temanku, tidak ada salahnya aku mengundangnya” tapi jika hatiku “Bagaimana aku menikah jika mempelai wanita saja tidak ada karena ia masih tidak memberiku jawaban.”

“Mengenai baju ini, aku pernah berbelanja dengan Thanny dan menghabiskan waktu bersamanya. Aku sangat senang bersamanya, mengingatkan diriku ketika aku sekolah dulu. Ia orang yang menyenangkan karenanya aku membelikan baju yang sama sebagai hadiah dariku. Tapi ketika aku mengunjungi kampusnya pasti sudah pulang. Aku mendengar karena temannya tahu jika aku pernah mejemputnya jadi Thanny kewalahan untuk menghadapi mereka padahal aku sudah diam-diam” ujarnya mengagetkanku karena Thanny tidak pernah sekalipun mengatakannya kepadaku. “Dan semenjak saat itu aku tidak pernah lagi menemuinya."

Aku berbincang dengannya cukup lama sampai aku teringat dengan ucapan Toto dan aku tidak bisa menghentikan bibirku untuk mengatakannya. “Aku dengar kau sudah punya pacar?”

“Kau mendengarnya juga? Dia selalu ada untukku tapi rasa ini tidak pernah berubah,”

“A…”

Temannya langsung menepuk dan menghentikan pembicaraanku dengannya dan terpaksa perbincangan ini kembali usai tanpa mendapatkan apapun darinya. Tidak terasa perbincangan ini membuat keponakanku bosan dan ia sudah lelah tertidur dengan sangat lelapnya. Aku menggendongnya menuju parkiran dan mengakhiri semuanya. Aku bersiap menaiki motorku dan memberikan pengamanan untuk keponakanku yang asyik tidur.

“Hey. “ Bisik Katana dengan balutan penuh diwajahnya.

“Ya….”Kataku spontan sembari mengeluarkan selendang.

“Aku tidak perlu, aku akan pulang bersama dengan orangku, kau tidak perlu repot untuk menyiapkan selendang itu” ujarnya

“Hah… owh ini. Ini untuk keamanan keponakanku agar ia tidak terjatuh saat perjalanan” kataku sembari mengikatkan ke pingangku

“Owhhh… bolehkah aku menghubungimu?” tanyanya dengan senyum simpel.

“Boleh saja."

Iapun langsung pergi terburu-buru dan melirik sana sini. Aetelh kepergiannya aku berpikir kembali betapa bodohnya aku mungkin bisa saja ia ingin aku antarkan. Mengapa aku mengatakan hal itu kepadanya, padahal ini bisa jadi momen yang tepat. Aku menggerutu seorang diri.

Seusai memenuhi janjiku dengan keponakanku aku merasa tenang baik jasmani dan rohani, karena aku tidak akan digentayangi terus menerus olehnya meski aku yakin pasti akan ada permintan kedua kali darinya untuk kembali ke taman bermain itu.

Jam masih menunjukkan angka 15.00 WIB rasanya masih terlalu pagi untuk masuk kedalam kandang. Terkadang aku berpikir seperti orang sibuk saja padahal hanya 2 tempat yang bisa aku kunjungi tapi lagaknya seperti orang sibuk. Aku juga tidak menampik terkadang aku menertawai diriku sendiri, aku bisa melakukan hal ini ketika aku sedang sendiri, jika ada orang lain bisa lain ceritanya yang ada aku bukan tertawa tetapi menangis darah. Yang penting saat ini aku antarkan dulu keponakanku.

Reot ini memang bukan sah milikku. tapi sebagai adiknya aku menjadi pemilik sah kedua untuk tempat ini. aku merasakan penjajahan baik lahir dan batin, temanku sedang asyik dan sibuk menggunakan fasilitas ditempat pelarianku ini untuk menghindari permasalahan Katana. Aku tidak munafik dan menampik jika hanya mereka teman yang bisa mengerti diriku meski dengan penuh paksaan dan pengorbanan. Ya sepertinya mereka berteman karena mereka mengasihani diriku.

“Ehhh… sepertinya aku merasakan aura dan bau yang berbeda dari penghuni disini?” ujarku sesampainya direot. “Ini benarkan? aku nggak salahkan? Atau hanya perasaanku saja?”.

“Biasa aja kali. Memang harus segitunya ya?” ujarya tidak terima dengan perkataanku.

“Aneh saja, bisa masuk keajaiban dunia kehadiranmu ditempat ini?” ucapku padanya dan duduk sebelahnya. ”Kenapa dengamu? Kesambet kau bisa kesini?”

Asbul sedang sibuk menelpon seseorang, ia hanya melirik melihat kedatangganku lalu mengacuhkanku kembali, terdengar dari ucapannya sepertiya ia sedang sibuk dengan pekerjaan dan ku rasa ia sedang berbicara dengan atasannya, wajah Asbul sangat serius sekali. Kalau untuk Toto aku yakin ia tidak hadir disini pasti sedang membeli nasi padang. Dan kehadiran Tito yang membuat keanehan.

“Yeaayyyy” ujar Asbul bersemangat mengangkat kedua tangannya sembari menggenggam Hp y setelah menutup telponnya.

“Kenapa denganmu. Wuidiihhh dapat bonusnya.”

Ia langsung terdiam, melihat mimik wajahnya yang ditunjukka. aku merasa rugi sudah bertanya.

Rasanya senang sekali jika atasan bilang “Terima kasih Asbul atas kerja kerasnya.”

Asbul tidak berhenti berjingkrak sana sini seperti jangkrik, bedanya mengingat berat badannya bisa merusak sofa yang ia injak, meskipun ia banyak makan dan tidak pernah gendut tapi badannya cukup berat entah itu berat karena tulangnya atau karena dosanya. “Asyik dong naik gaji.”

“Kau ini kerja juga kagak, mikirnya gaji naik mulu. Ungkapan terima kasih itu sudah cukup bagiku meski tidak harus naik gaji. Semuanya tidak bisa diukur oleh uang meski aku tidak menolak jika dinaikan gaji. Motto hidup hal 124,” Asbul tersenyum harap. Mungkin benar aku sudah lupa merasakan hal yang Asbul rasakan sekarang ini.

"Heyy…," kata Toto datang dengan sumeringah dan lantangnya membawa 2 orang yang sudah tidak asing lagi bagiku.

“Hey…Thanny,” ucapku spontan tanpa ragu seolah tidak ada sesuatu yang pernah terjadi.

“Hey juga?” ucapnya pelan dengan senyumannya.

“Eh Ty kapan datang, katanya kau sedang nge-date” Tanya Toto membawa bungkusan.

“Dah kelar kali, memangnya harus berapa lama aku disana?” kataku santai. Meski tidak sesantai Asbul dan Amy yang seolah berbicara lewat bahasa kalbu dan bahasa tubuh.

“Nge-date…,” ucap Amy melotot dan bibir menyon-menyon.

“Iya… dia itu punya janji ma Pir, tapi sebelum janji itu terpenuhi sepertinya Pir sudah remaja dan punya pacar sebelum omnya” ungkap Toto.

“Pir…” kata Amy masih penasaran.

“Ya… Yesfir, keponakannya Lotty. Kami memanggilnya Pir sesuai yang dia katakan. Janjinya itu sudah dari Zaman neolitikum tapi baru ditepati sekarang."

“Owhhhh…,” Amy berteriak bulat menggema seisi ruangan.

Thanny hanya diam saja, itu terasa aneh bagiku. Aku tidak tahu jika ia masih belum bisa memaafkan diriku sebelumya. Tapi buku itu tidak pernah sama sekali ia simpan, ia tetap saja bawa buku itu kemana-mana padahal ia sudah baca buku itu berkali-kali, tapi mengingat buku Kadira, aku baru mengingatnya jika buku kedua yang aku beli saat launching kemarin tertinggal di mobil Thanny dan aku juga lupa memberitahunya.

Benar juga, melihat kondisi saat ini aku masih belum mengerti dengan kehadiran Tito, Thanny dan Amy yang tiba-tiba ada di reot ini. ini bukanlah pemandangan yang biasa aku lihat seperti biasanya dan ini baru pertama kalinya mereka semua berada disini, tapi aku rasa tidak ada yang memberitahuku atau mungkin aku yang lupa. Jika aku lupa berarti aku yang salah tapi jika tidak diberitahu berarti memang sengaja tidak ada yang mengundangku jika aku tidak datang kesini. Gila parah abis aku punya teman. Padahal jelas-jelas reot ini milik kakakku dan pastinya aku wakil yang sah. Jangankan meminta izin untuk memberitahu saja seperti tidak.

“O ya kalian akan melakukan sesuatu? Tidak biasanya kalian kumpul disini?” tanyaku heran.

“Ehhhh… ternyata otakmu masih berfungsi dengan hebat. Memang sulit ya kalau diahirkan dengan otak pintar, aku kira sudah berkarat,” ujar Asbul tersenyum puas

“Sial kau, kau ini rasanya rugi sekali jika tidak menindasku. Dasar zaman sekarang bangga dan puas sekali menindas orang.”

“Maaf sudah kebiasaan," ujarya enteng.

“Maaf juga sudah hobi," tambah Toto dengan jawaban seringan angin.

“Maaf juga sudah.…”

“Kau tidak perlu ikut-ikutan” kataky memotong ucapan Tito.

Disebuah meja berbentuk persegi ini. Mereka berenam mengadakan sebuah rapat meja kotak yang hanya Toto dan Tito yang mengetahui permasalahannya, jika urusan dengan mereka berdua sudah dipastikan tidak jauh dari urusan bisnis demi saingan dengan ayahnya. Karena itu juga Tito hadir direot ini. dan pastinya mereka meminta bantuan Amy dan Thanny. Aku sudah bisa membaca semuanya.

Toto berencana untuk mencoba membuka usaha dibidang kuliner yang sedang digemari banyak anak remaja apalagi dengan dukungan media social yang sedang heboh-hebohnya sampai sesuatu yang merutku biasa saja bisa viral entah karena unsur apa, tiba-tiba booming saja jadi pembicaraan dikalangan masyarakat, karena hal itu aku jarang ketinggalan berita, meski tidak melihat langsung tapi telinga ini cukup panas untuk mendengar berita yang sama berkali-kali.

Pertemuan kali ini aku hanya bisa diam saja, karena aku sedikit kurang mengerti apa yang mereka bicarakan, meski intinya akan melakukan usaha. Mereka semua berdebat dengan pendapatnya masing-masing sedangkan aku hanya menonton dan mengikuti hasil akhirnya saja, lebih baik aku tidak ikut bicara daripada nanti aku salah mengartikan dan disalahi juga. Perdebatan mereka cukup sengit kebiasaan Toto dan Tito kumat lagi jika mereka sedang bersama. Mereka saling bersikeras dan bersikukuh untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Asbul disini menjadi hakim untuk melerai mereka, sedang Amy dan Thanny menjadi jaksa untuk mencari jalan yang lebih tepat dan lebih baik.

Mendengar mereka aku merasakan tidak berguna, aku hanya bisa mengorek telinga, hidung ini dan membuang nafas ini dengan mubazir karena aku tidak ikut andil dalam hal apapun. sesekali aku melirik mereka. lalu melirik Thanny, lebih tepatnya aku ingin melirik buku yang Thanny pegang tapi bola mata ini tidak mau turun ke buku itu justru terhanyut dan tenggelam kedalam wajah Thanny yang ku lihat dari samping. Sebenarnya hal ini yang masih aku pertanyakan dari sebuah candaan menjadi kenyataan jika aku memang benar-benar menyukainya atau hanya kebetulan karena efek permasalahan kemarin atau memang aku menyukainya dalam lubuk hatiku. Karena ketika hanya bersamanya aku bisa merasakakan hal hal yang pernah aku lupakan dan aku pikir aku tidak akan pernah merasakan hal itu kembali.

“Kau sedang pantomim. Kenapa wajahmu berekspresi seperti itu memandangi Thanny,” ujar Asbul, wajahnya benar-benar dekat mungkin hanya beberapa centimeter. Aku terkejut karena mereka semua memperhatikanku termasuk Thanny yang melihatku lalu menunduk dan melihatku kembali dan aku rasa itu bukan Thanny yang aku kenal seperti biasanya. “Tidak aku hanya bingung mendengar kalian berbicara,” kilasku secepat kilat.

“Mengapa kau tidak memandang wajahku, kenapa hanya Thanny saja?” ujar Amy menambahkan beban hidupku. "Kau itu tidak adil."

Aku melotot karena ternyata lamunanku sangat tersirat jelas dimata mereka. “Benarkah itu?”

 

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • nuratikah

    Keren kak

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • qarinajussap

    @ShiYiCha ya maacih neng... Masih belajar neng... Belum ahli... 😁😂

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • ShiYiCha

    Hai, Kak. Aku suka cerita ini. Lucu, ngakak bacanya. Humornya sukses. Buat saran, mungkin bisa diperbaiki lagi tentang tanda baca dan dialog tagnya, Kak. Cemangatt

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • qarinajussap

    terima kasih banyak ba. kalau ada saran dan kritik boleh ba jotos-jotos ke chat aku ya....

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • dede_pratiwi

    nice story :)

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
Similar Tags
Kinanti
1635      730     1     
Romance
Karena hidup tentang menghargai yang kamu miliki dan mendoakan yang terbaik untuk masa nanti.
Abay Dirgantara
6718      1528     1     
Romance
Sebenarnya ini sama sekali bukan kehidupan yang Abay inginkan. Tapi, sepertinya memang semesta sudah menggariskan seperti ini. Mau bagaimana lagi? Bukankah laki-laki sejati harus mau menjalani kehidupan yang sudah ditentukan? Bukannya malah lari kan? Kalau Abay benar, berarti Abay laki-laki sejati.
Communicare
12334      1746     6     
Romance
Menceritakan 7 gadis yang sudah bersahabat hampir lebih dari 10 tahun, dan sekarang mereka dipersatukan kembali di kampus yang sama setelah 6 tahun mereka bersekolah ditempat yang berbeda-beda. Karena kebetulan mereka akan kuliah di kampus yang sama, maka mereka memutuskan untuk tinggal bersama. Seperti yang pernah mereka inginkan dulu saat masih duduk di sekolah dasar. Permasalahan-permasalah...
My Soul
170      131     1     
Fantasy
Apa aku terlihat lezat dimatamu? Meski begitu,jiwaku hanya milikku bukan untuk siapapun. ---- -Inaya- Jika dikira hidupku ini sangat sempurna dan menyenangkan,memiliki banyak teman,keluarga dan hidup enak,tidak semua benar,aku masih harus bersembunyi dari para Soul Hunter,aku masih harus berlari dari kejaran mereka setiap saat,aku juga harus kabur dari setiap kejadian yang melibatkan So...
Sweet Scars
287      238     1     
Romance
Langit Jingga
3280      935     2     
Romance
Mana yang lebih baik kau lakukan terhadap mantanmu? Melupakannya tapi tak bisa. Atau mengharapkannya kembali tapi seperti tak mungkin? Bagaimana kalau ada orang lain yang bahkan tak sengaja mengacaukan hubungan permantanan kalian?
Today, I Come Back!
3936      1353     3     
Romance
Alice gadis lembut yang sebelumnya menutup hatinya karena disakiti oleh mantan kekasihnya Alex. Ia menganggap semua lelaki demikian sama tiada bedanya. Ia menganggap semua lelaki tak pernah peka dan merutuki kisah cintanya yang selalu tragis, ketika Alice berjuang sendiri untuk membalut lukanya, Robin datang dan membawa sejuta harapan baru kepada Alice. Namun, keduanya tidak berjalan mulus. Enam ...
Aranka
4326      1451     6     
Inspirational
Aranka lebih dari sebuah nama. Nama yang membuat iri siapa pun yang mendengarnya. Aland Aranka terlahir dengan nama tersebut, nama dari keluarga konglomerat yang sangat berkuasa. Namun siapa sangka, di balik kemasyhuran nama tersebut, tersimpan berbagai rahasia gelap...
Mencintaimu di Ujung Penantianku
5232      1430     1     
Romance
Perubahan berjalan perlahan tapi pasti... Seperti orang-orang yang satu persatu pergi meninggalkan jejak-jejak langkah mereka pada orang-orang yang ditinggal.. Jarum jam berputar detik demi detik...menit demi menit...jam demi jam... Tiada henti... Seperti silih bergantinya orang datang dan pergi... Tak ada yang menetap dalam keabadian... Dan aku...masih disini...
Roger
2064      864     2     
Romance
Tentang Primadona Sial yang selalu berurusan sama Prince Charming Menyebalkan. Gue udah cantik dari lahir. Hal paling sial yang pernah gue alami adalah bertemu seorang Navin. Namun siapa sangka bertemu Navin ternyata sebuah keberuntungan. "Kita sedang dalam perjalanan" Akan ada rumor-rumor aneh yang beredar di seluruh penjuru sekolah. Kesetiaan mereka diuji. . . . 'Gu...