Loading...
Logo TinLit
Read Story - Balada Cinta Balado
MENU
About Us  

Untuk pertama kalinya lagi aku menerima gaji setelah sekian tahun, sampai detik ini masih dalam keadaan utuh dan tidak tersentuh. Tidak satu senpun aku ambil bahkan masih didalam amplop tertutup rapat yang kini ada dihadapanku sedang kutatap dalam-dalam. Tidak ada niatan sama sekali untuk membelikan sesuatu untuk siapapun itu. Meski aku sangat sadar sekali jika ada yang sedang menatapku lebih dalam memasang wajah melas penuh belas kasihan dan saat ia sedang berada disamping yang membuat pikiranku tidak tenang. Kehadirannya selalu bergentayangan setiap kali aku menginjakkan kaki dirumah ini. Ia mengekoriku terus sampai kedalam kamar dan berdiri disampingku. Itulah keponakanku yang sedari kecil memiliki dunianya sendiri yang sangat hebat bahkan lebih hebat dariku. Pemikiran sangat jauh sehingga aku tidak mampu melampauinya, setiap kali ada pertanyaan darinya membuatku merasa nilai akademisku benar-benar hanya goresan pena tanpa mengetahui asal muasal nilai itu, bahkan aku tidak yakin jika dulu aku sering ke perpustakaan.

Memang semua berawal dari kesalahanku yang terlalu bahagia karena mendapatkan kerja. Aku berjanji untuk membelikannya sesuatu yang seharusnya tidak perlu menunggu gajikupun aku bisa membelikannya. Aku sengaja tidak menggubrisnya dan membiarkannya mengikutiku kemanapun aku pergi. Selagi aku masih didalam rumah ia tidak mungkin menyerah begitu saja, ia akan terus mengincar dan membidikku sampai ia mendapatkan apa yang diiingkannya. Usahanya benar-benar gigih, segigih Thanny karena ia sangat jelas memperlihatkan ambisinya jika ia menginginkan hal itu, berbeda dengan Katana yang memiliki keinginan tanpa memberikan izin seorangpun untuk mengetahuinya termasuk orang tuanya sendiri.

Drrrtt... Drrrttt... Drrrttt....

Hpku bergetar membuat pinggulku bergoyang-goyang.

Kris Wu, kau sedang apa? Mengapa lama sekali”

Pesan dari Thanny selalu saja membuatku tidak tenang. Rasanya ia selalu saja menghantuiku disaat hari libur seperti ini.

“Ada apa? Hari ini hari libur kan, kau tidak kuliah?” balasku padanya.

“Aku mau ke toko buku, tolong antar aku,” ia membalas dengan emoticon menangis.

Baiklah aku berangkat sekarang.

Aku mengambil jaket untuk kembali menjadi supir dan bodyguardnya dihari libur. Meski aku mengatakan hari libur tapi dari ujung kaki hingga ujung rambut sudah tertata rapi seolah aku mengetahui jika Thanny akan mengajaknya pergi. Namun seketika aku langsung menghentikan langkah kaki, menilik keponakanku yang semakin lama semakin menggeram dan mewek karena aku belum memberikannya uang jajan ataupun makanan ringan yang aku janjikan.

“Baik nanti om bawakan kamu es krim?” ujarnya padaku.

Wajahnya mulai kusut, akhirnya mulai mewek dan sebentar lagi pastinya kakakku langsung melabrakku jika mendengar longlongan tangisan anakya. “Bohong… om bohong,” teriaknya, “kemarin mau bawa snack, kemarinnya lagi mau bawa coklat, kemarinnya lagi mau bawa permen."

Aku terbelalak mendengar ucapan anak yang sudah mengeluarkan air mata. Aku tidak menyangka jika aku pernah mengatakan hal itu dan tidak menyangka lagi jika ia mengingat semuanya.

“Kau ini kebiasaaanya, kau yang disakiti pacarmu mengapa kau lampiaskan pada anakku,” ucap kakak iparku yang datang menghampiri anaknnya. “Cup… cup… jangan nangis anak mamah. Kamu ini jangan terlalu berharap sama om-mu itu.”

Aku sudah sangat tahu apa yang akan dikatakan kakakku, hal itu sudah biasa aku terima dan itu sudah tidak terdengar asing dan aneh ditelingaku. Meski begitu urat yang ada diwajahnya tidak bisa kulupakan. Mimik sindiran yang sangat nampol sekali. Aku langsung pamit pergi kerumah Thanny, sebelum aku di marahi lebih perih lagi oleh kakak iparku.

“Ya ampun sampai tua aku menunggumu?” ujar Thanny melihat kedatanganku. “Ya… tapi resiko orang yang meminta bantuan harus terima apapun itu."

Entah sengaja atau tidak ucapan Thanny sangat menyindirku. “O ya kau melihat Asbul tidak?"

“Tadi dia kerumahku tapi karena aku mau ketoko buku jadi dia pergi lagi?” ujarnya memberikan kunci mobil padaku.

“Untuk apa dia kerumahmu? Aku sms ataupun telpon ia juga tidak balas ataupun angkat,” ujarku bingung dengan tingkah Asbul.

“Entahlah sepertinya ia sedang banyak pekerjaan” ujarnya mencoba mengingat pertemuan terakhir dengan Asbul.

“Pekerjaan apa?” aku mencoba mengingatnya karena setahuku tidak ada pekerjaan yang sedang Asbul lakukan. Dia jarang sekali membawa pekerjaannya kerumah bahkan sedang sibuk sekalipun, ia lebih suka lembur daripada membawanya kerumah. Tapi entahlah…

Aku mentaster mobil, kini aku dan dia duduk berdua didepan karena kali ini bukan dalam hubungan kerja melainkan ikatan teman mengantar Thanny untuk pergi ketoko buku meski aku merasa ini adalah jebakan untukku, karena biasanya lain di kata lain di nyata, ia mengatakan akan kemana tapi kenyataanya melenceng ke antah berantah. Aku tahu hal itu tapi aku tidak mungkin meninggalkannya sendiri karena ia juga orang yang nekat.

Kali ini dia diam tidak mengatakan sepatah katapun, ia sedang sibuk membaca helai demi helai setiap halaman buku yang sedang di pangkunya. Padahal selama kuliah ia tidak pernah sekalipun membuka buku sampai seserius itu. Aku menjadi curiga dengan buku yang dibacanya yang membuatku terus melirik sedikit demi sedikit buku yang dipegang itu. Tapi aku harus focus dengan setir ini, nanti kejadian yang membuatku jantungan bisa terulang kembali walau aku menikmatinya tapi dag dig dug jantungku membuat tidak kuasa untuk menyetir.

“Apa yang kau baca Than. Serius sekali ya. Kau lebih menakutkan ketika diam,” ucapku yang sudah penasaran akut.

“Ternyata bisa penasaran juga?” ejeknya padaku. “Ini buku benar-benar membuatku penasaran, baik itu ceritanya, penulisnya maupun orang yang dicintainya."

“Lahhh… kau tertarik dengan cerita drama romansa,” tanyaku padanya sedikit meledek mengingat sikapnya aku lebih percaya ia menyukai genre thriller.

“Tidak” jawabnya langsung. “Yang membuatku tertarik awalnya penulisnya, lalu aku membeli bukunya dan ketika aku baca kisah cintanya begitu dalam. Tisu saja tidak cukup, aku harus menyiapkan toren ketika aku membacanya lagi” ujarnya sembari menunjukkan mimik wajah bersedih.

“Kau ini selalu bilang tidak, tidak dan tidak tapi kenyataan kau menyukainya,” ejekku padanya. “Kurang kerjaan baca berkali-kali,” kataku kecut.

Angguknya. “Aku yang baca kenapa kau yang repot ya?” Aku tidak pernah bosan untuk membacanya. Tapi tidak ada yang pernah tahu siapa penulis sebenarnya. Kewrennn.”

“Siapa penulisnya?”

“Katty Harep.”

Aku langsung menginjak rem. Thanny langsung tersungkur kedepan dan memarahiku karena ulahku yang tiba-tiba mendadak mengerem.

“Maaf Thanny…,” ujarku padanya dengan wajah memelas.

“Kau ini kenapa?” Thanny kebingungan. “Padahal selangkah lagi kau masuk kedalam mall itu."

“Maaf aku tidak sengaja,” aku buru-buru berkilah.

Aku bersyukur karena hari ini mood Thanny sedang lumayan baik, akupun tidak diomeli karena tingkahku barusan. Aku sangat beruntung hari ini, tapi aku benar-benar tidak mengerti dengan “dirinya”. Apa sebenarnya maunya. Ia menolakku tapi ia melukiskan semua kenangan dulu dan menyimpan baik-baik. Rasanya menyakitkan aku mendengarnya. Katty harep tidak lain adalah Katana. Aku baru tahu jika ia juga menulis sebuah novel dengan nama berbeda.

Apa sebenarya yang ada dipikirannya. Mengapa ia menggunakan nama yang dulu sengaja aku buat untuk sekedar lucu-lucuan dan menggodanya. Seperti halnya “KATANA” itu adalah nama yang aku berikan untuknya karena ia memiliki sifat yang cukup menakutkan ketika orang melihatnya. Dan tajam ketika ia sedang mempertahankan dirinya sendiri. “KATTY HAREP” adalah nama julukan yang kubuat untuk kami berdua. “KATTY” yang merupakan singkatan dari “Kadira loTTY” sedangkan “HAREP” berasal dari bahasa sunda yang memiliki makna “Depan”. Karena dalam nama itu aku berharap kami berdua bisa terus bersama di masa depan nanti. Dalam kata ia menolakku, namun dalam diam ia menerimaku. Apakah dia tidak menyadari aku seperti ini karenanya. Hanya mendengar nama itu benar-benar membuat hatiku panas dan terasa sesak.

Vino… Vino bastian,” teriak Thanny mengejutkanku. “Kau kenapa?”

“Maaf Thanny.”

“Kau sedang sakit? Maaf kalau aku mengganggumu?” kata Thanny terlihat resah. “Ayo kita keluar?”

“Tidak perlu, tapi maaf Thanny bisa kau duluan, nanti aku menyusul?” ucapku merasa tidak enak kepada Thanny tapi aku juga tidak bisa berpikir dengan jernih. Perasaanku menjadi kalut hanya mendengar nama penuh kenangan itu. aku menjadi serba salah, aku pikir dengan mengenal Thanny aku benar-benar terbebas dari masa lalu, tapi ternyata Thanny semakin membuatku teringat kepadanya. Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri, Selama bersamanya aku kembali menemukan potongan-potongan kebahagiaan yang pernah hilang dariku ketika bersama Katana dulu, tapi entah mengapa tidak hanya beberapa sifatnya yang mengingatkanku padanya tapi semua hal yang Thanny sukai dari Katana justru semakin membuatku kembali mengenang semua itu. kenangan yang selalu ingin aku lupakan dan hindari justru Thannylah yang mengungkapkannya. Melihat tingkah Thanny seharusnya Asbul tidak mengatakan apapun tentang Katana padanya.

Ingatan tentangnya membuatku gelisah dan serba salah. Aku membuat Thanny menjadi sedih karena ulahku yang tiba-tiba berubah. Ini semua bukan salah Thanny karena ia harus membahasnya. Bahkan ia saja tidak tahu siapa penulisnya. Sampai saat ini aku tidak pernah tahu jalan pikirannya. Mengapa ia meluncurkan sebuah buku tentang cinta padahal ia tidak menerima cintaku? Apa untuk cinta yang lain tapi mengapa ia harus menggunakan nama itu? Rasanya tidak mungkin jika ada orang yang kebetulan menggunakan yang sama. Aku yakin hanya aku dan dia yang mengetahui tentang nama itu. Atau ia sengaja memberikan nama itu kepada orang lain untuk digunakan.

Sandaranku tidak bisa membuatku tenang sama sekali. Lamunan inipun membuatku semakin terjebak. Aku buru-buru menghampiri Thanny yang sudah mengajakku. Aku merasa tidak enak melihat wajahnya yang sedih karena ulahku yang mendadak seperti ini padahal Thanny tidak tahu apa-apa tentangnya. Aku tidak bisa membiarkannya. Aku mencari keberadaan toko buku yang Thanny maksud tapi aku sudah lama sekali tidak masuk Mall membuatku bingung mencarinya. Aku tidak menyangka seramai inikah Mall zaman sekarang mengapa sangat sesak sekali, gendang telingaku terus menggema mendengar suara dan kerumunan orang. Aku menggelengkan kepala sesampainya di toko buku sebesar ini tapi sulit ditemukan, tapi untungnya didalam toko buku ini sedang sepi jadi tidak susah mencari keberadaan Thanny.

“Thanny…” panggilku padanya yang sedang asyik bersandar.

Ia hanya diam menunduk dan tidak mendengarku.

“Than…,” Aku lebih terkejut melihat dirinya. “Kau kenapa menangis?”

“Ehhh…,” ia balik terkejut melihat keberadaanku dan langsung tersenyum. “Aku tidak apa-apa. Aku tidak bisa menemukan buku yang kucari.”

“Benar tidak apa-apa," kataku mencoba menyakinkan perkataannya.

Ia membalas dengan anggukan.

Aku melihat dengan jelas jika hari ini ada launching novel Katty Harep serentak. Aku yakin pasti Thanny kesini untuk membelinya dan tidak mungkin kehabisan stock karena didepan cukup banyak, rasanya tidak mungkin Thanny tidak melihatnya. Itu adalah buku best seller.

“Tapi mengapa diluar ramai sekali. Apa Mall biasanya seramai ini? Mengapa dulu aku tidak menyadarinya," tanyaku padanya mengalihkan pembicaraan.

“Ada Kadira… jodoh memang tidak akan kemana. Dia tahu saja jika aku ada disini,” katanya tersenyum berat

Aku semakin sesak saja mendengar namanya ditambah dengan kalimat dan wajahnya itu yang terpaksa melebarkan bibirnya. Mall begitu banyak, mengapa ia harus berada disini disaat seperti ini. Aku harus tetap tenang menghadapi semua ini. Tapi mengapa rasanya tidak kuasa menahan tangis. Dadaku rasanya sakit melihat Katana dan juga tangisan Thanny. Aku menghela nafas pelan berkali-kali menenangkan diriku. “Me… mengapa tidak kesana? Bukankah kau Katana. Pantas saja toko ini sepi karena mereka berhamburan melihatnya. Pasti di toko buku kebanyakan Katana sepertimu,” aku tetap mengikuti alur meski bibirku bergetar mengatakannya.

Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas dari sini, ia seperti gula yang selalu dikerumuni oleh semut. Tidak ada yang tidak bisa membiarkan sendiri meski terlihat sepertinya ia tanpa pengawalan dan dari cara ia berpakaian sepertinya bukan sedang bekerja, ia hanya menutupi wajahnya dengan topi dan syal. Apa ia sengaja untuk datang ke toko buku ini karena launching bukunya hari ini. Ia benar-benar tidak berubah, padahal untuk orang sekelas dia, seharusnya bisa menyuruh orang lain untuk membelikannya, aku semakin yakin jika ia memang Katty Harep.

Semua orang terus memanggilnya untuk meminta foto dan tanda tangan. Iapun tidak bisa terus menyembunyikan wajahnya terlalu lama. Semakin lama namanya semakin jelas terdengar olehku. Tidak hanya pengunjung Mall ini tapi ada beberapa wartawan yang juga datang ke Mall ini. Kerumunan itu semakin lama semakin banyak, mereka mengikuti Katana yang datang kearahku. Kerumunan itu semakin bertambah banyak. Aku bagaikan dihantam ombak manusia, aku yang berada disamping Thanny langsung maju kedepan melindungi Thanny dari para awak media dan fansnya yang mengikutinya ke rak buku berada tidak jauh dari Thanny. Keadaan ini seperti kejadian di mobil, mengapa aku seperti balas dendam padahal aku hanya ingin melindunginya.

Tubuh dan tangan ini melindungi Thanny yang terus menunduk, tapi kepala ini tidak bisa memalingkan pandanganku dari Katana. Aku terus menoleh kearahnya dan aku yakin dalam balutan topinya, matanya juga melirik kearahku. Apa aku yang terlalu percaya diri atau dia memang menyadari keberadaanku disini. Yang jelas ia tidak menyapaku dan berlalu begitu saja. Aku juga tidak berharap disapa dalam keadaan ramai seperti ini yang ada aku bisa salah tingkah tapi aku berharap aku dan dia bisa menghabiskan waktu bersamaku lagi, meski aku mengharapkan tapi Aku sadar ia tidak mungkin punya waktu untuk melakukan hal itu. Aku tidak yakin jika aku yang memulainya, aku hanya takut mengganggunya atau hanya di anggap pesan iseng dari orang yang kurang kerjaan oleh asistennya.

Perlahan kerumunan itu semakin berkurang dan keadaan kembali seperti semula setelah sang artis keluar dari toko buku ini, tapi yang ada dihadapanku sepertinya tidak merasakan apapun, tidak merasakan keberadaanku yang ada didepannya dan tidak merasakan keberadaan Katana, artis yang tidak diidolakannnya tapi selalu dipantaunya, bahkan ketika ia menjadi orang lain ia mengetahui jika buku yang dimilikinya adalah Katana. Thanny sudah berhenti menangis namun ia masih terus menunduk, aku menjadi serba salah harus melakukan apa, 80% pikiranku sudah dipenuhi dengan memori Katana. Apa yang dilakukan Thanny sama seperti dengannya, tidak pernah menjawabku tapi ia selalu membayangiku.

“Thanny…,” kataku. “Thanny…,” Aku masih terus memanggilnya agar ia tidak terus tertunduk dan bersedih. “Thanny….”

Ia tidak mau menggubrisku dan terus tertunduk, entah apa yang ada dipikirannya sekarang apa sikapku yang berhenti mendadak sangat menyakitkan untuknya. Aku mencoba meninggalkan Thanny sejenak tapi ia masih tetap berdiri dan terus menunduk ditempat yang sama. Aku memberanikan diri untuk memegang tangan Thanny. Iapun tetap diam dan mengikutiku. Jika itu salahku aku harus bertanggung jawab karena membuatnya menangis. Seumur hidupku dia adalah wanita kedua yang menangis karenaku, tangis dalam diamnya membuatku lebih takut daripada wanita pertamaku yaitu keponakanku yang tidak tanggung-tanggung kalau menangis bisa membuat gempa dan tsunami. Karenanya aku harus siap-siap mengungsi dari kakak iparku.

Aku masih menggenggam tangannya, bukan bermaksud mengambil kesempatan tapi Thanny yang sekarang benar-benar membuatku takut. Ia terus terdiam sangat berbeda dari biasanya. Aku mengajaknya berkeliling mall meski aku sadar jika aku tidak tahu apapun tentang mall ini. Aku ingin mengajaknya makan, yang ada aku sendiri yang menghabiskan makanannya, Thanny yang sekarang dipastikan tidak mungkin nafsu makan. Disaat seperti ini harusnya es krim bisa mendinginkannya seperti halnya keponakanku, seharusnya manisnya es krim semanis diriku tidak mungkin ditolaknya.

“Nich…,” aku menyodorkan es krim rasa strawberry padanya. “Aku minta maaf, aku nggak bermaksud untuk merusak suasana hatimu.”

Ia menerima es krim yang kuberikan padanya. Wajahnya masih belum berubah, ia masih bersedih. Aku masih tidak mengetahui apa yang membuatnya marah atau aku yang tidak peka terhadap perasaannya. Aku berpikir ulang tentang hari ini seharusnya tidak ada yang membuatnya terluka keculi aku mengerem mendadak tapi aku tidak mengerti apa harus seperti inikah hanya karena gara-gara itu, bukankah itu terlalu berlebihan, sebaiknya aku jangan terlalu berpikir negatif tentangnya.

Selain toko buku ini seharusnya Thanny tidak ada tujuan lain. Kebetulan akupun tidak ada tujuan karena hanya ingin mengantar Thanny tapi tidak salahnya jika aku kembali membawanya ketempat yang sudah lama aku tidak kunjungi, seingatku terakhir kesana aku pergi bersamanya juga ketika aku menjadi korban dari dramanya. Thanny masih diam meski ia sudah menghabiskan es krim itu.

“Kau tidak keberatan jika aku ke pantai saat aku menculikmu?” kataku sembari tersenyum mencoba menghibur dia.

Ia tidak tersenyum sama sekali, wajahnya hari ini bak besi sangat datar dan sulit tersenyum. Tapi setidaknya ia bisa mengangguk meski berat.

“Oke… siap kita berangkat,” tangan ini sudah siap menyetir dan aku masih mencoba untuk memperbaiki keadaan. Aku menggenggam tangan Thanny kembali saat perjalanan bermaksud untuk mengatakan sepatah duapatah kata, namun setelah tangan ini menggenggamnya bubirku serasa kelu. Mulut yang sudah terbuka tiba-tiba sulit untuk mengucapkan kata.

Aku sungguh bersyukur karena Thanny tidak menolak genggaman tanganku. Jujur, aku sedikit terkejut karena ia tidak menolaknya dan anehnya aku mulai berkeringat deras padahal sebelumnya aku juga memegang tangannya dalam waktu yang cukup lama, tapi kali ini rasanya berbeda. jantungku semakin berdebar kencang seperti laju kereta api dan keringatku deras seperti air terjun niagara. Tapi ia terlihat merasa tenang “Asbul, maafkan aku jika ia tidak ingin melepaskan tangan ini, ini memang keinginan aku tapi ini bukanlah kesalahan aku, tapi campur tangan Tuhan dan pastinya rezeki jadi jangan ditolak."

Sepanjang perjalanan Thanny hanya mengenggam tanganku dan memperhatikan yang ada diluar jendela tanpa mengatakan sepatah katapun. Kejadian ini sama persis ketika ia dikhianati oleh pacarnya dan ini adalah kedua kalinya aku melihat Thanny bersedih setelah kejadian itu tapi kali ini aku benar-benar tidak tahu sebabnya rasanya tidak mungkin hanya karena masalah kecil seperti marahnya seperti dikhianati. Jika dipikir-pikir aku tidak mengingat kapan terakhir kalinya aku menggenggam tangan seorang wanita, bahkan aku sudah lupa sensasinya.

Senja di langit sudah mulai menyambut kedatangan kami berdua. Abstrak 2 warna di langit menjadi lukisan alam yang sangat indah dan cantik. Warna yang memberikan kenangan dan ketenangan setiap kali melihatnya. Sejenak warna itu membuatku melupakan masalahku, setidaknya itu lebih dari cukup untuk pikiranku beristirahat. Itu juga terbukti tidak hanya aku bahkan keponakanku setiap kali dibawa kesini pasti tenang dan berujung tidur. Setidaknya ampuh untuk menghilangkan rasa tangisnya. Kenangan dan masalah yang selalu datang dari dirinya. Masalah yang berlarut-larut yang sampai saat ini tidak pernah memberikanku jawaban dan jalan keluar, bahkan kini setelah bertemu justru membuatku seakan terjebak dalam lingkarannya. Labirin yang dibuatnya tidak mengizinkanku untuk keluar bahkan harus memakan korban seorang wanita yang terus menggenggam tanganku saat ini.

“Akhirnya kita sampai. Ayo kita turun? Lebih lengkap memandang langit dan matahari terbenam ketika kita bersentuhan dengan pasir pantai,” ujarku tersenyum pada Thanny yang masih membungkam mulutnya sepanjang perjalanan.

Ia melepaskan genggamannya dan keluar dari mobil. Thanny masih marah dan tidak mengatakan sepatahkatapun padaku. Aku bingung harus berbuat apa, aku tidak tahu jika sikapku sebelumnya membuatnya seperti ini, atau ia mengajakku bukan karena hanya ingin membeli buku tapi untuk melupakan sejenak masalahnya atau ada tujuan lain.

“O ya Lotty," ujarnya sampai mataku terbelalak untuk pertama kalinya selama aku mengenalnya ia memanggil namaku dengan tepat meski sangat disayangkan dalam suasana yang tidak tepat padahal bisa saja aku selebrasi untuk merayakannya. “Ya?” Kataku sedikit heran mendengar intonasi suaranya.

“Kau cukup bertanggung jawab dan pintar tapi kenapa kau tidak ingin bekerja,” tanyanya pelan.

Aku langsung menoleh cepat kearahnya. Aku tidak mengerti mengapa jadinya membahas tentang diriku. “Apa Asbul yang mengatakan hal itu?”

“Tidak. Asbul dulu sering sekali bercerita tentang pengalamannya bersama teman-temannya. Pasti kau ada dicerita salah satunya. Asbul memiliki banyak teman dari yang terbaik sampai yang terburuk. Selalu ada pelajaran yang aku dapat dari ceritanya. Ia hanya ingin berteman meski ia sadar terkadang ada beberapa hal yang bisa menjerumuskannya. Keputusan memang ada ditangannya. Tinggal pilih kau yang akan berubah atau kau yang akan merubah temanmu atau tetap terlihat seperti biasanya tanpa perubahan. Sulit tapi harus memilih," ujar Thanny dengan wajah yang masih belum menunjukan perubahan.

“Apa aku masuk yang terburuk?” tanyaku padanya.

“Ia tidak pernah mengatakan siapapun orangnya, tapi keadaan yang terbaikpun bisa terlihat buruk dan aku tidak pernah sama sekali melupakan ceritanya” ujarnya sembari mengoyak pasir dengan jari kakinya.

Aku tertawa kecil mengingat obrolah ini, bagaimanapun aku sering disemprot oleh Asbul, “Aku tahu Asbul sangat gemas dengan sikapku, menurutnya aku memiliki potensi tapi karena suatu masalah aku larut dan hanyut sehingga lupa akan hidup. Dan yang lebih gilanya lagi aku tahu akan hal itu tapi masih sulit untuk melakukannya. Aku yakin Asbul pasti bercerita tentang aku berkali-kali."

“Kau seperti menyalahkan masalah. Apa sebegitu berat ditinggalkan oleh seorang wanita, sebelumnya aku juga mengalami hal seperti itu tapi tidak berarut-larut sepertimu?” ungkap Thanny yang mungkin tidak percaya dengan diriku.

“Aku tidak bisa menyalahkan perkataan itu. karena itulah yang kau dengar tentangku dan pastinya seperti itu juga kau berpikir. Mudah memang untuk mengatakannya, tidak hanya Asbul, Totopun mengatakan hal yang sama. Mungkin masalah itu terlalu mudah untuk orang lain tapi tidak untukku, begitupun dengan masalah orang lain, aku juga bisa mengatakan masalah terberat yang kau hadapi bagiku itu semudah jentikan jari,” ujarku sedikit kesal menghentikan kakinya yang asyik bermain pasir.

 “Jentikan jari…,” katanya. Ia mendongakan kepala ke langit yang mulai ditelan kegelapan. “Tidak hanya bertanggung jawab dan pintar, Kau ternyata juga bisa berpikir….”

Hhhhh… Aku mendesah mendengar ucapannya yang entah itu menghina atau memujiku.

“Asbul mempunyai teman yang sangat unik. Kau sangat mengetahui kelebihan yang kau punya. Kau tahu yang seharusnya dilakukan tapi tidak pernah dilakukan. Apa tidak terlalu tenggelam dalam masalahmu? Apa itu tidak terlalu egois?” katanya tanpa menoleh kepadaku.

“Apa maksudmu? Bicara itu mudah,” ujarku tenang meski sedikit kesal mendengar ucapannya.

“Semudah jentikan jari. Semua orang memiliki masalah beratnya masing-masing meski terdengar mudah oleh orang lain. seperti yang kau katakan. Aku juga belum tentu bisa memberikan solusi yang tepat dan aku juga tahu ada beberapa masalah yang tidak bisa langsung diselesaikan, karena butuh waktu membuat kita tidak pernah merasa tenang. Tapi tidak seharusnya lupa akan hidupmu. Bukankah kau juga tahu, kau tidak hidup sendiri. Meski sudah besar bisa makan, mandi dan tidur sendiri. bukan berarti tidak ada orang yang tidak memikirkan hidupmu. Kau mungkin tidak menunjukan rasa sedihmu, tapi keadaanmu justru membuat orang disekitarmu merasa sedih," ujar Thanny sedikit menghenyakkan hatiku.

“Meski dia menghantuiku, kehidupan yang lain bahagia. Bahkan kakakku biasa-biasa saja,” ucapku yang seolah tidak ingin terjerumus dengan percakapan ini aku ingin sekali menghentikannya tapi entah mengapa aku tidak ingin berakhir seperti ini. Seumur hidupku aku tidak pernah bicara banyak masalah pribadiku dengan siapapun baik itu kakakku ataupun teman dekatku sendiri.

“Apa kau yakin tidak akan bersedih ketika kakakmu bertanya tentang dirimu? Apa kau yakin bisa menjawabnya dengan benar agar kakakmu tidak lagi khawatir? Dan apa kau juga merasa yakin jika masalah itu akan bisa diselesaikan? Bagaimana jika membutuhkan waktu lebih lama? Atau….” Thanny berhenti sejenak menghela nafas. Udara semakin dingin, langitpun sudah gelap, penghuni malam mulai menyeruak ke permukaan. Obrolan kali ini terasa semakin mencekam melihat tingkah Thanny dan juga ucapannya.

“Atau apa…?” aku ingin ia melanjutkan ucapannya.

“Atau… bagaimana jika waktu menyelesaikanmu terlebih dahulu sebelum masalahmu? Kau yakin tidak menyesali perbuatan selama ini dan apa kau juga akan terus bergantung pada kakakmu," ujar Thanny yang semakin lama menurutku terlalu ikut campur dalam urusanku. Aku tidak tahu apa yang sudah diceritakan Asbul mengenai diriku padanya. Ucapannya membuatku kesal dan tidak terima. Rasanya aku percuma berbicara padanya panjang lebar, tidak ada yang Ia dengar dariku, semua yang kukatakan salah dan semua yang dikatakannya benar. “Apa kau mengasihani hidupku. Apa yang sebenarnya ingin kau katakan, kau mau bilang aku lelaki pengecut?” aku menahan emosiku, tidak bohong aku ingin berteriak padanya, namun aku tidak bisa melakukan hal itu aku hanya bisa memainkan jari-jari tanganku untuk menahan emosi ini.

“Sangat beruntung wanita yang kau cintai itu, aku iri padanya. kau membuang hidupmu hanya untuk cintanya,” ia tersenyum berat.”Tapi jika kau mengatakan “Lelaki” seharusnya kau tahu maksud dari kata itu. Pecundang atau tidaknya hanya kau sendiri yang tahu.”

“Apa yang sebenarnya ingin kau katakan. Kau tiba-tiba menangis dan sekarang marah.…”

“Aku mau pulang,” ucapnya langsung menyela kata-kataku yang masih belum kuselesaikan.

Ia langsung berjalan ke arah mobil. Seharian ini aku mengantarnya hanya untuk melihatnya marah dan menceramahiku, bahkan ia pun tidak menolehku selama berbicara. Ia tidak sopan sekali. Tapi baru kali ini aku melihatnya seperti ini, apa ia selalu menangis dan marah tiba-tiba seperti ini, bukankah ini terlalu menakutkan, ada asap yang mengepul tanpa ada api.

Sebelumnya aku ingin sekali menghiburnya karena aku ingin meminta maaf padanya tapi kini aku tidak ada keinginan sama sekali untuk menghiburnya atau meminta maaf padanya. Entah mengapa aku merasa bersalah padahal dia yang telah mencampuri urusanku, harusya aku memarahi dia tapi aku ketakutan sendiri. padahal disini korban tapi aku terlihat seperti tersangka. Aku hanya bisa menggerutu pada diriku sendiri. Aku meliriknya tapi sepertinya ia menutup matanya. Aku semakin tidak mengerti dengannya, mengapa ia repot-repot ingin tahu masalahku, kakakku saja tidak pernah. Tapi benar juga, selama ini kakakku tidak pernah menanyakan hal itu. Apa kakakku memang tidak ingin bertanya padaku atau memang tidak tega untuk bertanya. Kalalupun ditanya aku memang tidak mungkin bisa berkata jujur. Aku seolah-olah mendapat pencerahan dari omelan Thanny.

Aku yang terlalu fokus menyetir melirik ke arah Thanny. Thanny sepertinya sangat pulas. Aku tidak tega untuk membangunkannya. Aku melamun didalam mobil. Aku memeluk setir dan menatap lurus kedepan. Malam ini begitu gelap, jalanan dikomplek rumah ini seolah tertutup kabut hitam hanya ada lampu yang mematung berdiri dan penghuni malam yang saling bersahutan. Rasanya tenang sekali, padahal hatiku sedang gelisah .

 

 

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • nuratikah

    Keren kak

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • qarinajussap

    @ShiYiCha ya maacih neng... Masih belajar neng... Belum ahli... 😁😂

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • ShiYiCha

    Hai, Kak. Aku suka cerita ini. Lucu, ngakak bacanya. Humornya sukses. Buat saran, mungkin bisa diperbaiki lagi tentang tanda baca dan dialog tagnya, Kak. Cemangatt

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • qarinajussap

    terima kasih banyak ba. kalau ada saran dan kritik boleh ba jotos-jotos ke chat aku ya....

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • dede_pratiwi

    nice story :)

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
Similar Tags
Kama Labda
546      341     2     
Romance
Kirana tak pernah menyangka bahwa ia bisa berada di jaman dimana Majapahit masih menguasai Nusantara. Semua berawal saat gadis gothic di bsekolahnya yang mengatakan bahwa ia akan bertemu dengan seseorang dari masa lalu. Dan entah bagaimana, semua ramalan yang dikatakannya menjadi kenyataan! Kirana dipertemukan dengan seseorang yang mengaku bahwa dirinya adalah raja. Akankah Kirana kemba...
REASON
9391      2274     10     
Romance
Gantari Hassya Kasyara, seorang perempuan yang berprofesi sebagai seorang dokter di New York dan tidak pernah memiliki hubungan serius dengan seorang lelaki selama dua puluh lima tahun dia hidup di dunia karena masa lalu yang pernah dialaminya. Hingga pada akhirnya ada seorang lelaki yang mampu membuka sedikit demi sedikit pintu hati Hassya. Lelaki yang ditemuinya sangat khawatir dengan kondi...
An Invisible Star
2115      1087     0     
Romance
Cinta suatu hal yang lucu, Kamu merasa bahwa itu begitu nyata dan kamu berpikir kamu akan mati untuk hidup tanpa orang itu, tetapi kemudian suatu hari, Kamu terbangun tidak merasakan apa-apa tentang dia. Seperti, perasaan itu menghilang begitu saja. Dan kamu melihat orang itu tanpa apa pun. Dan sering bertanya-tanya, 'bagaimana saya akhirnya mencintai pria ini?' Yah, cinta itu lucu. Hidup itu luc...
Untuk Reina
25458      3897     30     
Romance
Reina Fillosa dicap sebagai pembawa sial atas kematian orang-orang terdekatnya. Kejadian tak sengaja di toilet sekolah mempertemukan Reina dengan Riga. Seseorang yang meyakinkan Reina bahwa gadis itu bukan pembawa sial. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Riga?
Perjalanan Kita: Langit Pertama
1897      900     0     
Fantasy
Selama 5 tahun ini, Lemmy terus mencari saudari kembar dari gadis yang dicintainya. Tetapi ia tidak menduga, perjalanan panjang dan berbahaya menantang mereka untuk mengetahui setiap rahasia yang mengikat takdir mereka. Dan itu semua diawali ketika mereka, Lemmy dan Retia, bertemu dan melakukan perjalanan untuk menyusuri langit.
BANADIS
7544      1762     5     
Fantasy
Banadis, sebuah kerajaan imajiner yang berdiri pada abad pertengahan di Nusantara. Kerajaan Banadis begitu melegenda, merupakan pusat perdagangan yang maju, Dengan kemampuan militer yang tiada tandingannya. Orang - orang Banadis hidup sejahtera, aman dan penuh rasa cinta. Sungguh kerajaan Banadis menjadi sebuah kerajaan yang sangat ideal pada masa itu, Hingga ketidakberuntungan dialami kerajaan ...
Love Warning
1486      679     1     
Romance
Dinda adalah remaja perempuan yang duduk di kelas 3 SMA dengan sifat yang pendiam. Ada remaja pria bernama Rico di satu kelasnya yang sudah mencintai dia sejak kelas 1 SMA. Namun pria tersebut begitu lama untuk mengungkapkan cinta kepada Dinda. Hingga akhirnya Dinda bertemu seorang pria bernama Joshua yang tidak lain adalah tetangganya sendiri dan dia sudah terlanjur suka. Namun ada satu rintanga...
Parloha
10604      2516     3     
Humor
Darmawan Purba harus menghapus jejak mayat yang kepalanya pecah berantakan di kedai, dalam waktu kurang dari tujuh jam.
Sahara
22581      3387     6     
Romance
Bagi Yura, mimpi adalah angan yang cuman buang-buang waktu. Untuk apa punya mimpi kalau yang menang cuman orang-orang yang berbakat? Bagi Hara, mimpi adalah sesuatu yang membuatnya semangat tiap hari. Nggak peduli sebanyak apapun dia kalah, yang penting dia harus terus berlatih dan semangat. Dia percaya, bahwa usaha gak pernah menghianati hasil. Buktinya, meski tubuh dia pendek, dia dapat menja...
Upnormal
7968      2014     4     
Fantasy
Selama kurang lebih lima bulan gadis delapan belas tahun ini sibuk mencari kerja untuk kelangsungan hidupnya. Sepertinya Dewi Fortuna belum memihaknya. Nyaris puluhan perusahaan yang ia lamar tak jodoh dengannya. Selalu coba lagi. Belum beruntung. Faktor penyebab atas kegagalannya ialah sang makhluk lain yang selalu menggodanya hingga membuat gadis itu naik pitam. Maklum usia segitu masih labil. ...