Loading...
Logo TinLit
Read Story - Balada Cinta Balado
MENU
About Us  

Disofa ini aku terbaring lemah, akhirnya aku melakukan hal yang paling kubenci. Aku paling benci melamun, tapi saat ini aku sedang sendiri dibasecamp tidak ada yang bisa aku kerjakan sama sekali. Seperti biasa aku hanya bisa bermalas-malasan. Aku berhenti bekerja karena alasan yang tidak jauh dari Katana, tapi justru yang terjadi aku hanya diam dan membuatku semakin bosan. Aku menoleh ke televisi tapi aku tidak berani untuk menghidupkannya, aku takut melihat wajah dan mendengar namanya tapi lagi-lagi hanya dia yang selalu mengisi pikiranku apalagi disaat seperti ini, hanya dia ada yang ada dalam lamunan padahal sudah lewat bertahun-tahun hal itu masih saja sering terjadi.

Aku ingin bertemu dengannya tapi tidak berani bertatap dengannya. Aku juga tidak tahu apa dia masih ingat denganku, apa aku akan mengganggunya atau yang lebih menyakitkan, apa dia sudah mempunyai pacar. Meski aku tidak pernah mendengar gosip ia menjalin hubungan dengan seseorang, tapi aku yakin tidak mungkin media bisa mendapatkan gossip darinya. Sampai sekarangpun Ia masih tetap menjadi dirinya sendiri. Padahal semua sudah berubah tapi sifatnya tidak pernah berubah sama sekali dan itu yang kusuka darinya. Diluar ia mengikuti zaman namun didalam ia tetap mengikuti dirinya sendiri. Pertahanannya begitu kuat

“AKHIRNYA GAJI TURUN.” kata Asbul datang mengejutkan dengan sengaja menyindirku.

“Iya… dapat transferan juga dari klien, walaupun sudah kaya tidak salah bertambah kaya karena usaha sendiri,” ujar Toto yang sudah tertular virus Asbul.

“ENAKNYA MAKAN APA YA?” Sindir Asbul semakin pedas dan badas.

Aku hanya bisa mendengar ocehan mereka, tidak dirumah tidak dibasecamp sama saja, aku melarikan diri kesini pasti karena kakak iparku akan mengepretku dengan uang kakakku. Sungguh adik dan teman yang malang. Pergi kemanapun pasti akan diejek. Entah apa yang membuatku terus seperti meski aku tahu jika yang aku lakukan ini salah. Dan sekarangpun aku kembali menjadi pengangguran karena aku sudah berhenti bekerja dengan Thanny.

“Ty, kau dipanggil kerumah Thanny,” ujar Asbul.

“Ada apa?” tanyaku heran. “Untuk apa lagi aku kesana?"

“Ini perbedaan orang yang bekerja sama tidak?” ujar Asbul yang pastinya akan mengatakan sesuatu yang membuat orang bersalah seumur hidupnya. “Memangnya kau tidak mau digaji, padahal tadi diawal aku dah teriak loh."

Benar juga aku melupakan hal itu jika gajiku belum turun. mengapa aku benar-benar tidak ingat. “Baiklah aku kesana”

“Cie…cie gaji pertama setelah entah berapa tahun." goda Toto.

“Eh tunggu. Aku ikut, mimi Thanny pergi kembali jadi aku harus menjaganya,” ujarnya sembari bersiap.

Aku dan Asbul pergi kerumah mimi Thanny sedangkan Toto tidak ingin mengangkat pantatnya ia ingin tetap berada direot. Aku berharap Asbul tidak akan ikut, aku tidak ingin terus mendengar ceramahnya. Aku harus siap membetengi telingaku agar siap menerima letupan meriam dari Asbul sepanjang perjalanan ini. Meski aku sudah biasa diceramahi tapi tetap saja sakit dan pahit mendengar kumat kamitnya. Rasanya aku tidak senang mendapatkan gaji pertamaku.

Tidak lama akhirnya aku sampai dirumah Thanny dalam keadaan pusing. Aku terlalu banyak berpikir sepanjang perjalanan bila bersamanya, namun anehnya kali ini sangat berbeda, Asbul yang biasa berpidato panjang x lebar x tinggi hanya terdiam. Tapi efeknya tetap sama, aku merasa pusing karena terus memikirkan Asbul yang menutup mulutya. Membuka mulut salah menutup mulut juga salah.

Tone…,” teriak Asbul seperti biasa.

“Kau... kau.. kau.. sudah datang,” ujarnya terbata-bata membuka pintu dengan cucuran air mata bak air terjun.

“Ada apa denganmu?” tanyaku khawatir ia masih belum bisa melupakan kejadian itu.

“Aku sakit hati, aku benci, namun aku tidak akan menyerah sampai selesai," ucapnya masih menangis semakin kencang. “Perih… perihnya sampai membuat sakit kepala.”

Aku dan Asbul langsung masuk kedalam rumah. Seperti yang dikatakan Asbul, mimi Thanny sedang pergi dan sepertinya aku juga harus menunggu gaji sampai mimi Thanny pulang.

“HEYYY KAUUUUU!” Teriak seseorang wanita langsung menghadang kami berdua dengan pisau kecil, matanya merah dan pipi basah karena usapan air mata.

Aku sontak terkejut ada seorang gadis yang berperawakan kecil dan imut, sangat berani menodongkan pisau kearah kami berdua. Mungkin ia adik Thanny, tapi tidak mungkin setahuku Thanny tidak memilki adik, Mungkin ia saudara Thanny. Tapi untuk seukuran siswi sekolahan, tindakannya cukup tidak sopan.

“Eh kau…?” Asbul langsung tersenyum dan mengelus kepalanya.

“Jangan pernah menyentuh rambutku. Aku bukan anak kecil," ucapnya sangat murka melihat kedatangan Asbul.

“Jangan salahkan aku tapi salahkan tinggi badanmu” ujar Asbul tertawa kecil sembari mengelus rambutnya kembali.

“Beda 30 cm aja sombong, THANNY..” matanya melirik kearah Thanny dengan penuh amarah. “Kau bilang sudah tidak berhubungan dengannya lagi”

“Ketika kau bertanya memang aku tidak berhubungan dengannya,” ucap Thanny seraya mundur perlahan-lahan dan bersembunyi dari balik sofa. Ia hanya menyembulkan kepalanya saja.

“Jika dia masih berdiri, berarti akta kelahirannya belum berubah menjadi akta kematian,” ujarnya semakin murka seakan perlahan tanduk mulai tumbuh dikepalanya dengan kobaran api di sekujur tubuhnya.

Aku terkejut menyunggingkan bibir mendengar perkataan bocah yang sudah diluar kendali. Aku berharap keponakanku tidak seperti dia. Ucapan bocah zaman sekarang sangat menakutkan melebihi kakak iparku. Sekarang justru yang tua yang harus menghormati yang muda. Aku yang tidak kuasa melihat tingkahnya langsung mencubit pipinya untuk memberikan pelajaran.

“Kau ini anak kecil tapi ucapanmu sangat kasar," kataku.

Anak kecil itu langsung terdiam menunduk. Bola matanya naik memandang kearahku. Tubuhnya gemetar, sepertinya ia marah dan tidak terima dengan sikapku ini. Asbul dan Thanny langsung bertatapan saling mendekat dan menjauh dariku dan anak kecil yang ada dihadapanku saat ini. Mereka terlihat menahan tawa dengan wajah yang penuh ketakutan. Reaksi mereka berdua aneh, aku tidak mengerti dengan mereka seakan ingin mengungkapkan ada sebuah bencana dihadapanku.

“Sialan kau…?” ucapnya dengan nada yang ditekan. “Kau pikir kau siapa?”

“Ma… ma… maafkan dia kak."

Setelah mendengar Thanny mengucapkan "kakak" saat itu juga aku tersungkur karena mendapat bogem mentah dari anak kecil itu. Aku juga tidak merasakan sakit karena terkejut mendengar ucapan Thanny yang memanggilnya "kakak".

“SIAPA DIA, BERANI-BERANINYA MENYENTUHKU?” Teriaknya dengan aura kegelapan mulai menyelimuti seluruh ruangan ini.

Anak yang dipanggil kakak itu masih menodongkan matanya kearahku. Karena ucapan Thanny, pisau yang dipegangnya itu seakan berubah menjadi pedang samurai. Aku langsung buru-buru meminta maaf “Maafkan aku, aku tidak tahu jika kau kakak Thanny.”

“Kalau tidak tahu apa-apa. Mengapa kau ikut campur urusanku? Yang seperti begini nich justru bikin merusak,” Katanya menarik otot.

“Karena ucapanmu terlalu kasar, maaf aku pikir kau lebih muda," ucapku menunduk namun tawa Asbul langsung pecah.

“Sudahlah kak Rey, dia tidak tahu apa-apa,” ujar Thanny dan iapun duduk kembali ketempat asalnya.

“Lalu tadi kenapa kau menangis Thanny?” Tanya Asbul. Keadaan mulai cukup tenang namun masih membuatku merinding.

“Aku sakit hati karena bawang merah ini, aku selalu saja dikalahkan olehnya,” ucapnya merengek seraya tangannya terus aktif untuk mengupas bawang merah itu.

Tidak seperti Thanny yang bisa langsung melupakan kejadian beberapa hari lalu. Ia sudah bisa tersenyum dan bercanda. Ku pikir ia masih sakit hati karena pacar dan temannya tapi sepertinya kesedihan Thanny hanya berlaku dalam 1 hari bahkan keesokan harinya yang ia tanyakan Amy meski dalam keadaan mata membengkak karena ia membawa tangisan dalam tidurnya. Tidak seperti diriku yang bahkan masih belum bisa berdiri tegak karena dirinya, aku juga tidak mengerti apakah dia begitu berarti untukku ataukah aku yang sendiri yang membuatku terjebak dalam hal ini. Dalam menghadapi masalah Thanny dan dia sangat mirip, tidak terus berlarut justru semakin tegak dan melebarkan senyum. Apakah aku boleh mencurigai jika ia menggunakan dukun cinta sehingga aku sulit melupakannya. Tapi... Itu tidak mungkin ia lakukan.

“Oh iya…” Thanny mengepalkan tangannya dan mengadukannya. “Aku harus cepat membeli sesuatu sebelum mimi pulang."

Tanpa basa basi Thanny langsung berdiri di sofa yang sedang ia duduki dan berjalan kearahku, menarik bajuku tanpa mencuci tanganya. Dasar Thanny memang ia diburu waktu atau malas untuk mencuci tanganya, jari tanganya sangat hitam dan bawa bawang, padahal westafel hanya tujuh langkah dari dia duduk.

“Hey…,” teriak Asbul. “Kalian mau meninggalkanku dengannya."

Mata Asbul melirik kearah Kak Rey yang sudah memasang mata laser dan sentum iblis menunggu kesempatan.

“Hanya kau yang mengerti dengan pikiran mimi, bagaimana jika mimi pulang sebelum aku” sahut Thanny seraya berjalan kearah pintu tanpa melepaskan 2 jari hitamnya yang menarik baju lenganku.

“Nanti rumahmu ini jadi angker,” teriak Asbul yang tidak dipedulikan Thanny.

Baru kali ini aku melihat kak Rey yang dipanggil oleh Thanny, yang wajahnya memang benar-benar awet muda jika ia dipanggil kakak oleh Thanny, tapi dilihat dari arah manapun kak Rey benar-benar imut untuk wanita dewasa. Perawakan kecil, wajahnya masih imut dan juga dadanya tidak terlalu menonjol seperti wanita dewasa berbeda dengan Thanny. Karena ulah Asbul dan tubuh Kak Rey membuatku jadi salah bertindak, Asbul memang tidak sopan, aku pikir ia lebih muda darinya langsung mengelus rambutnya, tapi bener juga kata Asbul, jika mereka sering bertengkar, rumah pasti angker, mungkin juga ketika pulang Asbul hanya tinggal nama. Wajah kak Rey begitu horror.

Aku langsung menuju garasi mobil dan menstarter mobil. Thanny tidak mengatakan apapun akan pergi kemana, ia hanya menunjukkan jalan menggunakan jari tangan dan mulutnya mengucapakan “kiri dan kanan” aku hanya bisa mengikuti arahan GPS manual yang duduk disampingku. Aku benar-benar tidak tahan dengan bau bawangnya, ujung jari yang menghitam, mata merah bahkan ia tidak ganti baju, ia sangat cuek dengan menggunakan hotpans dan kaos polosnya. Kulit mulusnya itu benar-benar godaan walaupun bau bawangnya membuat hidungku sesak. Aku langsung melepas jaket dan melempar ke paha Thanny agar tertutupi.

"Untuk apa ini?" tanyanya.

"Walaupun aku temanmu dan tidak berbahaya. Tapi aku masih lelaki normal. Celanamu terlalu pendek, gunakan jaketku," kataku.

"Memangnya kapan kau jadi temanku?" tanyanya kembalu menatapku.

Aku membalasnya dengan tatapan mata garang dan mesum.

"Oke, aku temanmu," ujarnya mengangguk dan menyatukan jari telunjuk-jempol.

Jika dipikir lagi mungkin ini untuk pertama kalinya aku pergi jalan bareng dengan seorang cewek semenjak kuliah semester 2 beberapa tahun lalu selain dengan kakak iparku dan keponakanku. Perasaan ini persis sama ketika aku menghabiskan waktu dengannya. Aku sadar aku bukanlah siapa-siapa Thanny aku baru kenal dengannya hampir 1 minggu itupun dikarenakan urusan pekerjaan. Aku baru kenal 3 hari itupun karena pekerjaan. Yahhh… dekat dengannya seperti nostalgia merah muda. Membuatku semakin rindu dan ingin bertemu dengannya. Bisa dikatakan aku memang bukan temannya tapi Thanny tidak melihatku seperti karyawan yang sedang bekerja dengannya. Iapun tidak peduli mengatakan masalah pribadinya. Mungkin karena kita tahu tidak akan bertemu kembali. Hanya sesaat tapi sangat menyenangkan.

“Ehhh… bukankah ini jalan menuju taman bunga?” tanyaku padanya. Mataku terbuka lebar karena melihat bunga warna warni yang indah nan cantik disisi kiri dan kanan jalan.

“Ya memang ini tujuanku?” ucapnya santai membuka pintu jendela dan meregangkan tangan.

“Kau yakin ingin meninggalkan mereka berdua,” ucapku tidak yakin dengan kak Rey dan Asbul mengingat pertemuan mereka sebelumnnya. “Kau mengajakku bukan untuk membuat mereka akrab tapi ingin menghindari kak Rey."

Thanny melihat kearahku tanpa ekpresi beberapa detik lalu ia tersenyum lebar penuh dengan paksaan. “Kau kejam sekali. Memangnya kau tidak melihat telinga ini lebam karena ucapannya. perkataannya masuk telinga kiri tapi dibenteng di telinga kanan. Kata-katanya numpuk dan tidak terbendung lagi dikepalaku. Aku ingin mengeluarkan tumpukan huruf dikepalaku."

Sudah kuduga itu hanyalah alasan Thanny untuk kabur dari rantai kata-kata kak Rey. Salah lagi penglihatanku padahal kak Rey sepertinya bukan tipe orang yang banyak bicara apa jangan dia sama dengan Asbul. Aku tidak bisa membayangkan bisa jadi saat ini mereka sedang debat melebihi politik. Aku beruntung karena ikut kabur, telingaku tidak hanya dibenteng tapi kepalaku juga bisa jadi balon terbang.

Aku memakirkan mobil. Thanny langsung keluar dengan senyum bahagia datang ketaman. Aku hanya mengikuti langkahnya dari belakang.

“Mengapa kalian memanggilnya kak Rey, darahku rasanya turun melihatnya marah,” ucapku menyapu keringat didahiku.

Thanny berjalan didepanku berlari membeli minuman dan langsung duduk dibangku taman dibawah pohon yang besar dan rindang. Aku mengikutinya dan menyusulnya. Aku tidak bisa membohongi jika aku menikmati momen berdua dengan Thanny meski hanya temannya, sudah pasti bukan pacarnya dan sekarang aku juga bukan karyawannya karena kemarin adalah terakhirku bekerja.

“O… ya Channing Tatum tadi aksimu heroic sekali,” ujar Thanny menertawakan karena tindakanku. “Kau orang kedua yang melakukan hal itu setelah Asbul. Aku saja tidak berani."

“Bagaimana Asbul bisa mengenalnya dan begitu akrab dengannya?” ujarku penasaran.

“Kak Rey dan aku sama-sama berasal dari panti asuhan, tapi kak Rey lebih memilih tinggal disana. Ia pasti langsung menolak jika ada yang ingin mengadopsinya. Ia selalu hadir dengan penuh tangisan jika ada adik atau temannya mendapatkan keluarga baru karenanya ia selalu meminta izin untuk mengunjungi kami yang keluar dari panti asuhan. Asbul mengenalnya kerena ia sering kerumahku dan ketika pertama bertemu Asbul mengangapnya seperti sudah berteman lama, tanpa ada perkenalan tapi langsung perkelahian."

“Mengapa ia tidak mau mendapatkan keluarga baru?” aku menikmati pembicaran tentang kak Rey yang baru saja kutemui.

Mata Thanny mengerling kearahku, “Kau mau tahu?”

“Jika diperbolehkan,” aku memalingkan wajah darinya.

“Tidak boleh!” tangkasnya tanpa basa-basi tapi tak lama ia menjawab. “Dia tidak ingin meninggalkan orang yang telah merawatnya dari bayi. Ia bagaikan ahli strategi, motivator, peraturan, hukuman dan lainnya tapi karena hal itu ia banyak disukai. Ia tidak pernah marah dan menunjukkan sikapnya kecuali tangisan itupun hanya ketika kami mendapat keluarga baru."

Aku melihat wajah Thanny dari samping yang berkeringat. Rasanya ia tidak pernah menyesali berasal dari panti asuhan. Jujur saja aku terkejut mendengar jika ia dari panti asuhan, Asbulpun tidak pernah sama sekali membahas hal itu. Bahkan aku tidak pernah melihat tanda-tanda jika dirinya berasal dari panti asuhan, begitupun melihat sikap mimi kepadanya atau sebaliknya, jutru mereka terlihat seperti kakak-adik, tidak ada batasan ataupun penghalang diantara mereka berdua. Thanny sangatlah beruntung karena punya kak Rey yang sangat perhatian meski tidak bersama lagi setiap harinya, Asbul teman masa kecil yang selalu ada jika ia butuhkan dan mimi orang tua angkat yang bisa menjadi seorang ibu dan teman.

“Kenapa kau? Walaupun aku cantik, baik hati dan tidak sombong, tapi kau tidak perlu terus memandangiku. Aku kan malu," katanya.

“Memangnya kau punya malu?” tanyaku padanya.

“Ihhhhh…,” wajah Thanny mirip baju kusut. “Urat maluku sudah putus," mata Thanny melotot wajahnya seram bak boneka voodoo.

“Mungkin kak Rey menunggu orang tua aslinya menjemputnya,” ucapku mengalihkan perhatiannya.

Wajah Thanny kini berubah lagi dan kini aku yakin urat malunya sudah putus. Ia tertawa mendengar ucapanku namun seketika ia diam dengan memasang wajah datar tanpa ekspresi dan terlihat sedih menurutku. Tatapannya lurus kedepan dan mengulum bibirnya.

“Tidak hanya aku dan teman-teman, bahkan ibu kepala pantipun berpikiran sama sepertimu. Setelah ia menolak beberapa orang tua angkat, kami semua berpikir ia menunggu orang tua kandungnya meski ia tidak pernah mengungkit masalah itu, tapi suatu hari hal itu terjadi, dengan tangisan sendu sang ibu datang seorang diri menanyakan anaknya yang pernah ia tinggalkan dipanti asuhan itu, menurut ibu kepala panti ciri-cirinya sama seperti dengan kak Rey. Dengan senyumnya kak Rey menolak untuk ikut dengannya namun ia akan tetap menjadi anaknya dan berterima kasih karena telah melahirkan kedunia. Ia mengatakan hal itu didepan kami semua tanpa sedikitpun air mata yang keluar dari matanya. Dan itu untuk pertama kalinya ia tidak menangis,” ungkap Thanny.

“Apa ia membenci orang tuanya? Pasti ada alasan mereka melakukan hal itu,” tanyaku semakin tertarik mendengar cerita kak Rey padahal aku tahu ini bukanlah hal yang harus ditanya ataupun di ceritakan

“Dilihat dari segi manapun dan dengan alasan apapun, aku juga merasakan sakit hati jika dibuang. Ia tetap bersikukuh untuk tidak ikut tapi ia tetap mengunjungi orang tuanya meski tidak harus bersama.”

“Apa yang sebenarnya dipikirkan kak Rey?” tanyaku semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran kak Rey jika yang dikatakan Thanny seperti itu.

“Mengapa kau bertanya kepadaku, aku Thanny bukan kak Rey. Meski aku sudah lama bersamanya aku tidak pernah tahu jalan pikirannya, yang jelas kak Rey selalu mengatakan “Jika kau ingin melakukan sesuatu kau juga harus bertanggung jawab. Bukankah jika kau makan kau pun harus siap untuk kenyang. Jika kau makan berlebihan kau harus siap untuk muntah. Jika kau makan sedikit kau harus siap untuk lapar dalam waktu dekat”. Seperti itulah rumusnya yang diciptakan kak Rey yang selalu berada dikepalaku. Karenanya meski serba berkecukupan aku juga tidak bisa terus bergantung pada mimi ataupun orang lain.”

Aku semakin senang karena telah berjumpa dengan Thanny. Secara tidak langsung Thanny mirip dengan Asbul karena seperti sedang menceramahiku tapi aku lebih senang berbicara dengannya daripada dengan Asbul, meski semua yang dikatakan oleh Asbul ada benarnya tapi aku selalu emosi setiap kali mendengarnya, berbeda ketika mendengar ucapan Thanny. Asbul mendobrak pintu hatiku sedangkan Thanny membuka dengan lembut pintu hatiku. Kalau diingat-ingat tidak hanya orang dekatku yang meledekku tapi aku teringat dengan asisten kakakku. Parahnya setingkat dengan ucapan Asbul. Aku merupakan lulusan terbaik tapi tidak memberikan yang terbaik untuk kakakku. Kemampuan yang terbaikpun akan berkarat jika terlalu lama didiamkan. Dan membuatku sadar betapa sakitnya setelah tertimpuk batu, yang dikatakannya benar. Aku seakan linglung setelah mendengar kabar kakakku beberapa waktu lalu dan aku masih beruntung karena salah mendengar. Kejadian itu adalah ketakutan terbesar yang pernah aku alami. Pikiran, hati dan tindakan semua tidak karuan meski tidak kutunjukan pada mereka.

Sepertinya aku juga harus berubah, umurku sudah tidak muda lagi, aku masih pengangguran, aku masih menumpang dan minta makan, aku tidak punya tabungan dan sekarang aku yakin tidak punya masa depan. Aku menggaruk kepala, bersandar dan langsung mendongakkan keatas langit, meski yang jelas terlihat olehku adalah daun yang rindang. Matahari dan langit saja seolah tidak ingin merlihatku dan menerangiku. Suram sekali hidupku. Kalau begini terus aku tidak hanya melihat kesuraman hidup dan kakak iparku, tapi kesuraman istriku kelak, mau diberi makan apa istri dan anakku, cinta saja tidak akan memberikan mereka hidup. Tidak bisa menyekolahkan anakku dan tidak bisa membelikan istriku alat tempur alias kosmetik. Hufffthhh….

Disaat otakku sedang asyik dengan dunia yang lain mataku masih teralihkan oleh Thanny. meski bola mata ini sudah kuusahakan untuk terus tidak memandangnya, tapi mata ini begitu sulit menoleh kearah lain. Aku senang berada didekatnya sama halnya seperti dengannya, berbicara dengannya, tingkahnya yang memang tidak tahu malu, dan juga pemikirannya yang selalu positif. Asbul, kak Rey dan Thanny masing-masing memiliki tekad yang kuat dengan jalan berbeda, kalau dipikir lagi temanku Toto juga hampir sama dengan mereka meski keadaan sudah berpihak padanya, meski ia sering bermalas-malasan bukan berarti dengan otaknya, hanya saja ia tidak banyak omong tiba-tiba aku mendengar kabar berita yang membanggakan tentangnya. Aku baru menyadari jika aku dikelilingi oleh orang hebat dan pantang menyerah, begitupun dengan kakak iparku dengan tingkahnya yang seolah menyindir dan keponakanku yang terkadang ucapannya terpeleset menyentilku. Akupun tidak mempercayainya aku bisa seperti ini karena seorang wanita yang benar gigih dan akhirnya dikenal semua orang tapi yang terjadi padaku justru kebalikan.

“Hey... Thanny, kau mau pergi kemana?” teriakku melihat Thanny berlari mengganggu imajinasi, sepertinya mengarah pada keributan orang yang berkerumun. “Hey... dasar kurang kerjaan."

Thanny terus berlari dan tidak mendengarkanku. Aku yang lelah dengan pikiranku hanya duduk saja menyandarkan punggungku dan mendongakkan kepala melihat daun dari pohon rindang yang teduh. Aku benar-benar tidak ingin berpikir lagi tentang apapun.

“Waw....” aku terperanjat melihat seseorang tiba-tiba berdiri dari belakang dan menghalangi pandanganku. Aku benar-benar terkejut melihatnya, dia tersenyum dan terus memandangiku tanpa berkedip. Aku yang duduk dibangku bawah pohon rindang terus memperhatikannya dan mencoba menganalisa wajah yang sepertinya aku kenal tapi aku tidak yakin dengan apa yang kulihat, karena ia berbeda dengan yang kutahu selama ini. Ia berbeda jika kulihat secara langsung. “Katana....”

Ia tersenyum dan menuju kearahku membantuku berdiri, tangan halusnya yang menyentuh membuatku ingin memeluknya, tapi siapa aku yang berani dekat dengannya. Aku tidak bisa membohongi diri sendiri, aku ingin menangis jika dia benar-benar Katana.

“Aku tidak yakin jika selama ini kau tidak pernah melihat TV. Apa kau menghindari apapun yang berhubungan denganku. Tapi setidaknya kau menjadi penggemarku. Eh lupa, dulu kau selalu bilang tidak ingin menjadi penggemarku tapi penggemasku” ujarnya dengan tertawa khas yang masih kuingat.

“Apa maksudmu?” ujarku masih terkejut dengan kehadirannya dan heran dengan pernyataannya yang membuatku terhenyak tentang diriku yang hanya diketahui oleh Toto dan Asbul.

“Katana adalah nama untuk para penggemarku. Aku tidak ingin menyiakan nama itu,” ujarnya seraya berdiri dan menarik tanganku.

Kini aku semakin terkejut, ucapannya membuatku semakin tidak mengerti tentangnya. Ia mengetahui tentangku. Bahkan yang tidak terduga kini ia menggenggam tanganku dengan erat dan menarikku yang entah akan dibawa kemana olehnya. Akupun tidak tahu dengan perasanku saat ini. aku tidak bisa berkata-kata, sifatnya masih belum berubah, setidaknya itu yang aku lihat saat ini. yang jelas secara penampilan ia lebih dewasa, cantik dan memang sangat terlihat orang sukses, wibawa dan aura cerdasnya semakin membuatku terenyuh, dan jujur membuatku iri, sungguh terlihat dengan jelas perbandingannya. Mungkin ini yang dimaksud oleh Thanny.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • nuratikah

    Keren kak

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • qarinajussap

    @ShiYiCha ya maacih neng... Masih belajar neng... Belum ahli... 😁😂

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • ShiYiCha

    Hai, Kak. Aku suka cerita ini. Lucu, ngakak bacanya. Humornya sukses. Buat saran, mungkin bisa diperbaiki lagi tentang tanda baca dan dialog tagnya, Kak. Cemangatt

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • qarinajussap

    terima kasih banyak ba. kalau ada saran dan kritik boleh ba jotos-jotos ke chat aku ya....

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • dede_pratiwi

    nice story :)

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
Similar Tags
AILEEN
5928      1271     4     
Romance
Tentang Fredella Aileen Calya Tentang Yizreel Navvaro Tentang kisah mereka di masa SMA
Deepest
1068      639     0     
Romance
Jika Ririn adalah orang yang santai di kelasnya, maka Ravin adalah sebaliknya. Ririn hanya mengikuti eskul jurnalistik sedangkan Ravin adalah kapten futsal. Ravin dan Ririn bertemu disaat yang tak terduga. Dimana pertemuan pertama itu Ravin mengetahui sesuatu yang membuat hatinya meringis.
LELAKI DENGAN SAYAP PATAH
8608      2738     4     
Romance
Kisah tentang Adam, pemuda single yang sulit jatuh cinta, nyatanya mencintai seorang janda beranak 2 bernama Reina. Saat berhasil bersusah payah mengambil hati wanita itu, ternyata kedua orang tua Adam tidak setuju. Kisah cinta mereka terpaksa putus di tengah jalan. Patah hati, Adam kemudian mengasingkan diri dan menemukan seorang Anaya, gadis ceria dengan masa lalu kejam, yang bisa membuatnya...
For Cello
3041      1033     3     
Romance
Adiba jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu ia gapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang ia sanggup menikmati bayangan dan tidak pernah bisa ia miliki. Seseorang yang hadir bagai bintang jatuh, sekelebat kemudian menghilang, sebelum tangannya sanggup untuk menggapainya. "Cello, nggak usah bimbang. Cukup kamu terus bersama dia, dan biarkan aku tetap seperti ini. Di sampingmu!&qu...
An Invisible Star
2116      1088     0     
Romance
Cinta suatu hal yang lucu, Kamu merasa bahwa itu begitu nyata dan kamu berpikir kamu akan mati untuk hidup tanpa orang itu, tetapi kemudian suatu hari, Kamu terbangun tidak merasakan apa-apa tentang dia. Seperti, perasaan itu menghilang begitu saja. Dan kamu melihat orang itu tanpa apa pun. Dan sering bertanya-tanya, 'bagaimana saya akhirnya mencintai pria ini?' Yah, cinta itu lucu. Hidup itu luc...
Hug Me Once
8688      1962     7     
Inspirational
Jika kalian mencari cerita berteman kisah cinta ala negeri dongeng, maaf, aku tidak bisa memberikannya. Tapi, jika kalian mencari cerita bertema keluarga, kalian bisa membaca cerita ini. Ini adalah kisah dimana kakak beradik yang tadinya saling menyayangi dapat berubah menjadi saling membenci hanya karena kesalahpahaman
Oh My Heartbeat!
381      267     1     
Romance
Tentang seseorang yang baru saja merasakan cinta di umur 19 tahun.
Do You Want To Kill Me?
5960      1690     2     
Romance
Semesta tidak henti-hentinya berubah, berkembang, dan tumbuh. Dia terus melebarkan tubuh. Tidak peduli dengan cercaan dan terus bersikukuh. Hingga akhirnya dia akan menjadi rapuh. Apakah semesta itu Abadi? Sebuah pertanyaan kecil yang sering terlintas di benak mahluk berumur pendek seperti kita. Pertanyaan yang bagaikan teka-teki tak terpecahkan terus menghantui setiap generasi. Kita...
Alya Kirana
2058      960     1     
Romance
"Soal masalah kita? Oke, aku bahas." Aldi terlihat mengambil napas sebentar, sebelum akhirnya melanjutkan berbicara, "Sebelumnya, aku udah kasih tau kan, kalau aku dibuat kecewa, semua perasaan aku akan hilang? Aku disini jaga perasaan kamu, gak deket sama cewek, gak ada hubungan sama cewek, tapi, kamu? Walaupun cuma diem aja, tapi teleponan, kan? Dan, aku tau? Enggak, kan? Kamu ba...
Koma
19030      3428     5     
Romance
Sello berpikir bisa menaklukkan Vanda. Nyatanya, hal itu sama halnya menaklukkan gunung tinggi dengan medan yang berbahaya. Tidak hanya sulit,Vanda terang-terangan menolaknya. Di sisi lain, Lara, gadis objek perundungan Sello, diam-diam memendam perasaan padanya. Namun mengungkapkan perasaan pada Sello sama saja dengan bunuh diri. Lantas ia pun memanfaatkan rencana Sello yang tak masuk akal untuk...