Loading...
Logo TinLit
Read Story - Balada Cinta Balado
MENU
About Us  

Keesokan harinya aku sudah berkacak pinggang didepan teras balkon kamarku yang berada dilantai 2. Aku menatap langit gelap yang masih pekat. Tidak hanya langit yang belum menunjukan aktifitasnya tetapi tetangga disekitar komplekpun masih belum menunjukan tanda-tanda kehidupan. Sangat sepi dan sunyi, seolah hanya diriku penghuni dunia ini. bahkan aku tidak mendengar kakak iparku yang biasanya sudah berperang didapur padahal hari ini bukanlah hari libur.

“Om dingin… tutup.” ujar suara imut yang menyembul dari balik selimut yang kupakai.

“Eh…,” aku terkejut melihat keberadaan keponakanku yang tiba-tiba berada dikamarku meringkuk mirip udang goreng teriyaki. “Sejak kapan kau disini."

“Sejak mulut om menganga dan mengeluarkan suara menggeram,” ucapnya langsung membuntal badannya dengan selimut bak dadar gulung.

“Tumben sekali biasanya dia pagi-pagi sudah menggangguku,” aku hanya mengelengkan kepala dan masih melihat keadaan sekitar.

Angin mulai menusuk kulit dan membuat bulu tanganku meliuk-liuk tidak kuasa menahan terpaan angin. Aku merebahkan tubuhku dan menunggu telpon dari Asbul yang akan menghubungiku pagi-pagi, tapi kenyataannya ia tidak menghubungiku sedari tadi. Berkali-kali aku menatap layar HP, mungkin ada pesan ataupun panggilan yang tidak terdengar olehku tapi memang tidak ada pesan apapun. Aku semakin gelisah karena aku benar-benar menunggu pekerjaan seperti apa yang akan aku lakukan. Aku sudah lama sekali tidak melakukan hal seperti ini, dengan menunggu panggilannya saja membuatku benar-benar gugup. Aku menatap langit-langit yang semakin lama membuatku mengantuk namun aku tidak berani tidur karena takut akan telat. Aku langsung terjungkal melihat jam dinding yang berada didepanku. Aku menyadari keberadaannya yang terus berdetik namun aku tidak memperhatikan dirinya. Jam masih menunjukan jam 04.00 pagi. Huffftt masih pagi sekali padahal aku pikir sekarang sudah jam 05.00 pagi. aku benar-benar kesal pada diriku sendiri yang tidak bisa mengendalikan diriku, beruntung aku tidak menelpon Asbul bisa-bisa kena jurus ajian jangan goyang.

Aku turun kelantai bawah karena aku mencari sesuatu entah apapun itu yang bisa kusentuh. Hwahhh… mulutku terus menguap tapi aku tidak bisa dan tidak berani untuk tidur kembali. Keadaan dibawah sini masih gelap namun terdengar suara-suara berbisik dan bercahaya. Aku menghampirinya dan benar saja kakak iparku yang masih menggunakan celemek sedang asyik tidur. Zaman memang telah berubah, karena sekarang televisi yang asyik menonton orang tidur. Namun aku tidak kuasa untuk mematikan TV itu. nama dan wajahnya sedang disebut-sebut di pagi buta. Rindu ini tidak bisa terbantahkan namun aku takut untuk menemuinya. Aku tidak bisa menyalahkan rasa cinta ini karena cinta tidak ada yang mengetahui kapan itu tercipta. Aku juga tidak bisa menutup telinga ketika Hati ini ingin menjerit merasakan perih melihatnya. Air mata inipun selalu tumpah setiap kali mengingat, melihat dan mendengarnya. itu dulu sekarang hal itu sudah mulai bisa aku kendalikan meski tidak dengan rasa sakitnya.

Aku mulai terpaku dan terjebak melihat kehadirannya. Sedih ini membuatku kehilangan semangat. Cinta ini benar-benar menyiksaku, karena itu aku selalu menghindari apapun yang berhubungan dengannya. Aku langsung menuju dapur untuk melampiaskan kesedihan ini kebiasaan yang sulit aku hilangkan, hanya memasak pelarianku dalam masalah. Bak chef terkenal aku mulai bertarung menebas sayur dan bahan lainnya dan mulai memasak seingat dan semampuku saja.

Tanpa kusadari aku kelelahan dan akhirnya aku duduk disofa samping kakak iparku menutup mata dan tertidur dengan pulas lengkap demgan celemek dan sinduk yang masih ditanganku. Meski samar-samar aku mendengar keponakanku mengucapkan “kanana… kanana”. Setelah itu aku tidak mendengar dan merasakan apapun. Sampai aku terbangun, wajahku sudah berubah menjadi komik. Mataku yang masih setengah terbuka menatap wajahku dicermin. Jika sudah seperti ini dipastikan sudah pagi. Tapi ini bukan pagi melainkan Jam sudah menunjukan jari tengah, aku langsung buru-buru ke kamar mandi. Bukan untuk mandi melainkan hanya membasuh muka dan langsung cabut.

“Eh…,“ kakak iparku mencegatku dan menarik telingaku. “Mau kemana?”

“sakit kak.”

“Kau tidak sadar, semua yang ada didapur itu kanana." ucap kakakku kesal. “Kau harusnya tahu kita ini disini cuma berdua. Siapa yang mau makan."

Aku tidak lupa apa yang telah aku lakukan pagi tadi. Aku memasak semua yang ada dikulkas. Kakakku marah karena yang memasak semuanya yang berhubungan dengan masalahku dan masalahku pastinya hanya berhubungan dengan Katana. Aku memasak telur balado, tempe balado, tahu balada dan kentang balado. Karena itu keponakanku juga ikut memanggilnya “Kanana”. Kakakku marah karena makanan untuk stock beberapa hari kedepan hampir habis apalagi cabainya jangan tidak perlu dipertanyakan. kakakku marah besar kepadaku karena Keponakanku sudah pasti tidak bisa memakannya. Mau bagaimana lagi hanya dia kuingat, karena cintaku tidak sekecil namun sebanyak biji cabai.

Aku memohon ampun dengan segenap mimik melas diwajahku. Akhirnya kakakku memaafkanku dengan syarat aku yang harus menghabiskan sampai tidak tersisa. aku langsung mengiyakannya dan buru-buru kedapur melesat secepat kilat dan memasukkan makanan yang kubuat. tanpa basa-basi dan izin dari kakaku aku pergi kebasecamp. Dan Benar saja, mereka sudah menungguku bak ikan asin yang sedang dijemur. Mereka semua terkapar, diotakku kemungkinan mereka menungguku terlalu lama dari yang dijadwalkan. Itu bukanlah salahku. Entah mengapa justru aku terbangun jam 04.00 dini hari. Hal itu dikarenakan ulahnya yang ingin memberikanku pekerjaan dan membuatku tidak bisa tidur. Aku langsung membangungkan mereka yang masih menggeliat-geliat bak ulat keket yang terus maju nungging maju meringkuk sok imut. Akupun tidak berbohong ingin melakukan hal yang ada dikepalaku ini yaitu membuat bibir mereka merah dengan sambal baladoku, tapi aku tidak tega, meski dalam hatiku yang tidak berdasar aku takut kena bully mereka.

“To… Bull…. “ aku terus membangunkan dengan mengoyang-goyangkan mereka yang benar-benar sudah membeku. Hem.. ham… Hemmm… hanya suara itu yang keluar dari mulut mereka. Dengan tubuh yang masih terkapar dan matanya yang masih terpejam. Aku hanya menatap mereka berdua dan melihat keadaan basecamp ku yang kini reot beneran karena ulah mereka yang tidur dengan asyiknya. Aku lelah membangunkan mereka, aku merenung sembari mencari-cari sesuatu yang bisa mengalihkan perhatianku. Ingin menonton TV pasti dia lagi yang akan nemplok dilayar kaca.

“Jadi teringat dia kembali,” aku senyam senyum sendiri mengingat kenangan itu. Kenangan yang penuh dengan rasa langit awan mendung, hujan, petir dan pelangi. Dari seorang teman, musuh sampai menjadi orang yang dicintai. Sepi ini selalu membuatku teringat padanya. Darinya aku merasakan itu semua. Keangkuhan dan ambisiusnyalah yang membuatku terbius, meski rasanya sekarang aku sudah terlambat untuk mendapatkannya. Namun cinta ini tidak bisa hanyut oleh waktu. Seberapa keras aku melupakannya aku semakin mengingatnya. Semakin mengingatnya, aku semakin merindukannnya. Semakin merindukannya, aku ingin sekali menemuinya. Tapi aku tidak melakukan hal itu, begitu banyak pertimbangan yang aku takutkan akan terjadi. Aku rasa mungkin ini jalan terbaik untuknya meski tidak untukku.

Aku merebahkan tubuhku didekat mereka yang masih asyik menyenandungkan melodi dari mulut mereka yang bergetar. Aku memejamkan mata karena ingatan tentangnya yang sulit dilupakan. Keadaan seperti inilah yang biasanya aku selalu hindari, keadaan dimana aku tidak ada teman mengobrol, tidak ada kegiatan yang bisa aku lakukan. Karenanya keadaan seperti itu yang bisa membuatku kembali teringat kepadanya. Meski aku tidak ingin mengingatnya tapi dewa dibawah alam sadarku tiba-tiba memunculkan kembali memori tentangnya. Jika hal itu terjadi, aku biasa melampiaskannya kepada keponakan yang selalu saja bertengkar denganku, karena aku tidak berani masuk kedapur jika kakak ipar dalam keadaan sadar.

“Sebenarnya kau niat kerja tidak?” terdengar suara yang memaksa mata kiriku terbuka.

“Kalau tidak niat, tidak mungkin aku kesini.” ujarku padanya.

“Memangnya HPmu kemana? Aku telpon tidak diangkat-angkat. Sampai berjamur menunggumu," ucapnya lemas dengan mata yang masih merem melek, namun kekuatan hidungnya masih aktif, ia mendengus "sepertinya aku mencium sesuatu."

"Satu-satunya yang aku percaya itu penciumanmu Bul" ujarku.

"Beneran, serius dan tidak bohong tadinya itu telur balado mau aku gantung di AC, tapi sebagai TEMAN, aku jadi tidak tega membangunkan kalian yang mimpi basah" ujarku.

"Waaaahhh... Ternyata sudah gede," Asbul menunjuk-nunjuk sembari menghampiri makanan yang ku bawa sebelumnya, "Ternyata kau jorok mikirnya mimpi basah."

"Ya jelaslah jorok, itu lihat bantal sofa yang kau pakai basah. Itu iler apa air terjun," kecutku.

“Kerjaan apa yang akan kau berikan?” sambung suara Toto yang mencuat ke udara dengan polusi keluar dari mulut yang menganga besar bak buaya.

“Kebetulan tetanggaku sedang membutuhkan pengurus untuk anaknya, hanya tiga hari karena ibunya akan melakukan perjalanan keluar kota. Soal gaji tenang saja dia bukan orang yang pelit," jelas Asbul yang memberikan saran yang cukup menarik dan tidak terlalu sulit.

Aku hanya menganggukan kepala ketika mendengar saran dari temanku, aku merasa itu tidak terlalu sulit karena hanya menjaga seorang anak, namun jika dipikir-pikir lagi aku menjadi tidak yakin dengan ide itu. Karena aku tidak biasa mengasuh dengan benar seorang anak. Jangankan anak orang lain, keponakan saja aku rasa tidak ingin ku asuh. Tapi setidaknya berkat dia aku memahami sedikit demi sedikit tentang anak kecil. Aku tidak bisa dan tidak boleh terus-terusan seperti ini. Kini aku menyadari ternyata kepergian kakakku keluar negeri membuatku merasa menyesal. Aku juga tidak sanggup jika harus menerima kenyataan pahit ini jika aku bertemu teman dan sedang menggendong bayi atau membawa kereta bayi, apa yang akan dikatakan mereka tentangku? Mau di taruh dimana wajahku!.

“Heh… kenapa dengan wajahmu?” Toto membuyarkan lamunanku.

“Hah… apa…!!!” kataku bengong.

Setelah mempertimbangkan ide Asbul aku langsung memutuskan untuk menerimanya untuk saat ini dan aku juga tidak mungkin untuk mempertimbangkan lebih lama lagi karena sudah tidak ada waktu bagiku untuk mengeluh yang tidak pasti. Keesokan harinya aku langsung ke basecamp tempat biasa kami berkumpul untuk menemui Asbul dan menerima usulan darinya. Aku yakin niat yang baik akan memberikan hasil yang baik. Asbul sepakat untuk mengantarkan aku ke rumah tetangga yang dia maksud yang akan memberikan pekerjaan untukku.

 

Tok… tok… tok…

Asbul mengetuk pintu seraya berteriak-teriak memanggil orang di rumah itu. Aku tidak kuasa mendengar suaranya bagaikan alarm kebakaran.

“Sebentar…” sahut orang dari dalam rumah. “Eh kamu bul, kemana aja rumah disebelah berasa di atlantis." kata orang itu setelah keluar dari rumahnya.

"Tante bisa saja ngeledek saya, tante itu memang baiknya. Rumah gubug disamakan dengan istana" ujar Asbul senyum sumeringah. “Oh ya tante. Ini temanku yang akan menjaga anak tante yang hyperaktif itu, tapi kemana si tone tante kok sepi?” Asbul menggerakkan kepalanya melongok ke dalam rumah.

“Kamu ini seperti tidak tahu siapa dia, sebentar lagi juga datang,” jawabnya.

“Oh… pantas saja sepi”

Aku langsung berpikir yang tidak-tidak ketika mendengar perkataan mereka tentang tone. Mungkin Tone adalah ibu dari anak yang kujaga tapi mengapa dia membutuhkan penjaga anak jika ada neneknya sedang menganggur, setahuku yang akan keluar kota adalah ibu dari anak yang akan kujaga. Di lihat dari fisik tante yang sedang berada di hadapanku ini, sepertinya belum cocok untuk menjadi seorang nenek, raut muka masih kencang dan sehat. Body oke. Kalau begitu anaknya pasti masih sangat muda sekali atau …, sudahlah mengapa aku harus berpikir yang tidak-tidak, aku harus fokus untuk pekerjaanku sekarang ini.

“Oke, karena kamu sudah datang, kamu bisa langsung kerja sekarang.” ucap tante itu tanpa basa basi.

Aku heran dengan sikap tante itu mengapa tidak ada interview sama sekali dan perjanjian tertulis. Mungkin karena aku adalah teman Asbul jadi tante itu percaya padaku, tidak apalah yang penting dapat duit dari kerja. Tunggu… tapi seharusnya tante bertanya padaku, apakah aku bisa membuat susu, menggendong bayi atau ganti popok.

Aku memperkenalkan diriku yang masih heran kepada tante itu untuk mengucapkan rasa terima kasihku karena telah memberikan kepercayaan padaku dan langsung menerimaku. Tante itu hanya mengangguk dan tersenyum tidak lupa ia pun mengacungkan kedua jempolnya untukku meskipun aku tidak mengerti apa maksudnya tapi aku merasa senang melihatnya, meski perasaanku tidak enak.

Tante itupun kembali ke topik pembicaraan dengan Asbul. Mau tidak mau aku harus menunggu mereka sampai selesai bicara meskipun sangat membosankan, aku hanya memperhatikan mereka yang sedang asyik mengobrol namun aku tidak mengerti sama sekali apa yang mereka bicarakan, menurutku nadanya tidak beraturan seperti musik dan lirik yang tidak menyatu, sehingga memberikan lagu dengan melodi yang tidak harmonis di telingaku. Entah itu Asbul atau tante yang lupa, mereka asyik sekali mengobrol, apa aku dan Toto disini hanya patung selamat datang. Mengapa aku tidak disuruh masuk, tenggorokanku gersang. meski Toto asyik menemani lebah melihat-lihat bunga yang ada di taman rumah ini.

“Mimi aku pulang, ayo kita berangkat antar mimi” teriak seorang wanita yang tiba-tiba datang dari belakang dengan ekspresi yang sangat bersemangat sekali. “Eh ada Mbul juga disini, aku jadi teringat masa lalu ketika kita kecil. Aku sering membuatmu menangis. lucu sekali melihat wajahmu yang mewek," ucap wanita itu menepuk pundak Asbul dan tersenyum bak menang lotre.

Asbul hanya bengong dengan tatapan sinis melihat wanita yang sedang menertawakannya dengan puas, “Bangga sekali kau menyiksaku.”

Blewww… wanita itu langsung masuk ke dalam rumahnya.

Aku menahan tawa mendengar perkataan wanita itu barusan. Pantas saja Asbul tidak pernah gendut meski makanan apapun ia lahap, kurasa perutnya sudah terlatih dan dagingnya terkuras karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. "Hebat juga tuh cewek", aku bergumam dalam hati. tapi sedih sekali diriku, jangankan disapa, dilirikpun tidak sama cewek itu. Padahal aku bukan pajangan taman. Aku juga tidak kalah tamoan dari Shawn Mendes, bahkan lewat.

Pikiranku mulai ngawur dan telah melupakan tujuan pertamaku datang kesini. aku tidak menyadari sedari tadi aku tidak melihat dan mendengar tangisan bayi. Karena terlalu penasaran dan menunggu terlalu lama aku langsung bertanya ke intinya mengenai pekerjaanku kepada sang tante yang juga asyik mengobrol.

“Maaf tante, bayinya mana?” ucapku dengan sopan.

“Hah… bayi…!!!” jawab mereka kompak sangat terkejut sampai wanita yang barusan masuk mengeluarkan kepalanya dari balik pintu rumah begitupun dengan Toto kepalanya yang menoleh kearahku langsung membuat para lebah terbang dan bunga-bunga berguguran.

“A… Apa maksudnya…?” Tanya tante itu gelagapan dan melotot kebingungan.

“Maaf tante ini hanya salah paham,” Asbul mencoba menenangkan tante itu.

Asbul mencubit tanganku, “Kau ini ngomong apaan sich."

"Katamu, aku akan menjaga anakkan?" bisikku mencoba menegaskan sekaligus mengingatkan yang dikatakan Asbul sebelumnya.

"Aku memang mengatakan menjaga anak, tapikan tidak harus anak bayi saja," ujarnya.

"Yang namanya anak, ya sudah pasti anak-anak," aku berbisik saling serang bergantian.

"Aku bilang jaga anak tetangga, masa aku harus bilang jaga gadisnya tetangga." tatap Asbul melotot. "Nggak enak aku dengernya."

"Apa maksudmu? Aku jadi pembantu gitu!!! Tidak mungkin bul kan kau tahu mengapa selama ini aku makan pakai kertas nasi."

Tenang aja aku juga tahu siapa dirimu, jadi tidak usah takut," Asbul menenangkanku.

Jujur aku memang merasa takut dan khawatir ketika mendengar perkatan Asbul sebelumnya dan melihat ekspresi wajah mereka memandangku, terlihat seperti topeng scream yang menakutkan. Aku juga mengetahui memang sebelumnya Asbul mengatakan jaga anak tapi aku tidak tahu jika ternyata dugaanku sangat salah. Awal mendengar menjaga anak saja aku sudah kelimpungan dan berpikir macam-macam, tenagaku terbuang percuma untuk pemikiran ini semalaman sampai tidak tertidur.

Tone… kamu tidak perlu antar mimi ke bandara biar Asbul aja yang antar mimi, kamu pergi khursus jangan sampai membolos,” tante itu memperingatkan wanita yang di panggil tone.

“Tapi mi… kuliah tadi aku ada ujian, sudah aku gunakan otak kiri, kanan dan tengah. Jadinya aku tidak punya otak lagi untuk kursus,” melas wanita itu seolah berharap meminta ampunan.

“Kan masih ada otak depan, belakang, atas dan bawah,” ucap mimi tersenyum puas.

Aku menelan ludah tidak kuasa ingin tertawa mendengar ucapan mimi dan gadis itu, ternyata sang mimi hebat juga bisa mendapatkaan jawaban dari rumus yang diberikan gadis itu.

Bye… jaga dia baik baik ya Lotty," tante memberikan pesan padaku.

Owh.. kini aku tahu apa yang harus dilakukan di hari pertama aku bekerja yaitu mengantarkan tone pergi ke kursus. Lotty itulah namaku, nama panggilanku yang terkesan lucu menggelitik dan membuat temanku terjungkal-jungkal menertawakanku sampai kurus kering dan terkencing-kencing tapi aku tidak pernah memperdulikannya dan membiarkannya sampai puas. Sebenarnya Lotty adalah nama kecilku, panggilan sayang kedua orangtuaku yang sampai kini tidak pernah bisa dilupakan oleh teman-teman masa kecilku sampai terbawa-bawa ke SMP ataupun SMA, aku juga bisa memastikan hanya Lotty yang mereka ingat, dan melupakan nama asliku yang terkadang hampir aku lupakan jika aku tidak melihat kartu tanda pengenalku.

Setelah tante dan Asbul menghilang dari pandanganku aku langsung menjalankan tugas pertamaku tanpa adanya perjanjian kontrak tertulis antara kita bedua. Oke hari pertama aku memberi dan mendapat kejutan, ternyata dunia ini sangat adil. Aku senyum dan bersyukur dalam hati.

“Asbul ke bandara, kau mengantar dia, lalu aku kemana?” Tanya Toto yang kini benar-benar menjadi orang hilang.

“Reot masih terbuka untukmu, walau aku yakin selama ini tidak membukakannya untuk kalian, tapi kalian mendobraknya dengan kunci duplikat,” kecutku padanya.

“Owh… iya aku lup…”

“Tidak usah pura-pura lupa, karena aku tidak pernah mungkin melupakannya. Kalau aku gampang lupa, aku yakin bisa Move on dari dia,” aku langsung menebas kata-katanya yang sok polos tidak bersalah.

“Kau curhat…,” ucap wanita itu.

“Oke, nyonya sekarang kita berangkat kuliah, abaikan dia,” aku mencoba yang terbaik dalam bekerja karena ini pengalaman pertamaku.

“NYONYAAAA…” ucapnya dengan nada yang keras dan alis yang diangkat naik.

“Apa ada yang salah,” ucapku merasa ada yang keliru.

“Yaiyalah… memangnya aku lebih tua dibandingkan dengan mimiku. panggil Thanny saja tidak usah pakai nona atau nyonya dan satu lagi tidak perlu ikut-ikutan panggil TONE karena aku kesal setiap kali mendengar nama itu." Thanny mengacungkan jari telunjuknya dengan wajah yang angker.

“Siap Thanny." ucapku dengan hormat.

Sebentar lagi jam akan menunjukan saatnya makan siang, sepertinya sebentar lagi perutku akan meminta belas kasihan sang empunya tapi sekarang aku sedang dalam keadaan tugas, aku pasti bisa menahannya sampai beberapa jam. Aku harus bisa menjadi adik yang membanggakan untuk kakakku satu-satunya yang sudah berjuang memberikanku kehidupan selama ini. mengapa selama ini aku menjadi orang yang egois, aku sangat bersalah sekali pada kakakku. Mungkin sekarang kakakku sedang terbaring lemah dengan balutan selimut hangat di atas tempat tidur dan hanya bisa menatap langit langit atap rumah sakit. mulai sekarang aku akan memberikan kakakku pemandangan langit yang sesungguhnya dan menjadi adik yang berguna. “maafkan aku kak…”. Saat ini aku menjadi bertambah lemah, rasanya bukan seperti diriku.

“Hey… berhenti disini, tempat kursusku kelewat." teriakan Thanny menyadarkanku.

Cccssiiittt… aku langsung mendadak menghentikan mobilnya.

“Aduhhh… pelan pelan dong, Oke hari ini kau cukup antar jemput aku kursus sama besok kuliah dan sekarang kau lebih baik makan dulu. Hebat juga kau bisa menyetir sambil melamun tepat pula tempat yang di tuju walau nyerempet dikit, andai aku bisa sepertimu.” kata Thanny seraya membuka pintu mobil.

“Memangnya kenapa? kau bisa melakukan hal itu.” tanyaku penasaran.

“Aku pernah melakukan hal itu dan ketika Aku terbangun, bulu kakiku sudah panjang semenjak saat itu aku tidak pernah diijinkan membawa mobil sendiri." ucapnya berlalu dari hadapanku dan langsung memasuki gerbang tempatnya kursus.

“Yah itu orang langsung cabut aja, benar juga lebih baik aku makan siang dulu jangan memaksakan diri, andai ada Toto yang ngasih makanan gratis,” keluhku.

“Hey… Brad Pitt," Thanny tiba tiba datang mengagetkanku.

“Waduh, bikin jantungan aja,” aku mengelus dadaku.

“he… he… he… maaf ya."

“Ada apa?”

“Cuma mau ingetin aja, jangan lupa bersihkan setitik kilauan yang ada diatas mobilku, oke!” Thanny mengacungkan jempol dan kembali meninggalkanku.

“Hah… Hal seperti itu aja dia bisa melihatnya dengan jeli. Terlalu jelinya bahkan dia sadar jika aku mirip Brad Pitt," ucapku mengeleng-gelengkan kepala dengan senyum merekah mendengar perkataan Thanny. Seketika aku langsung tancap gas mencari mangsa untuk perutku.

Thanny ternyata tidak seperti kelihatannya, aku pikir akan merasa tersiksa bekerja dengannya. Aku bersyukur karena mendapat majikan seperti Thanny yang menganggapku seperti teman sendiri tidak menganggapku seperti orang yang ada di bawahnya sehingga aku tidak melihat jurang pemisah antara kita. Ehhh... berasa jadi cinderello aku setidaknya Itu cukup membuatku percaya diri dan tidak merasa gugup justru aku seperti sedang jalan jalan bersama teman. Tuhan telah memudahkan jalan untukku karena aku mempunyai niatan yang baik. Tidak kusangka juga Thanny terlihat lebih cantik dan imut bila dilihat dari dekat hanya saja kini aku mengerti kenapa dia di panggil Tone karena memang benar suaranya sangat ter… ter… ter…

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • nuratikah

    Keren kak

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • qarinajussap

    @ShiYiCha ya maacih neng... Masih belajar neng... Belum ahli... 😁😂

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • ShiYiCha

    Hai, Kak. Aku suka cerita ini. Lucu, ngakak bacanya. Humornya sukses. Buat saran, mungkin bisa diperbaiki lagi tentang tanda baca dan dialog tagnya, Kak. Cemangatt

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • qarinajussap

    terima kasih banyak ba. kalau ada saran dan kritik boleh ba jotos-jotos ke chat aku ya....

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
  • dede_pratiwi

    nice story :)

    Comment on chapter 01. Seperti Puzzle
Similar Tags
Abay Dirgantara
6725      1530     1     
Romance
Sebenarnya ini sama sekali bukan kehidupan yang Abay inginkan. Tapi, sepertinya memang semesta sudah menggariskan seperti ini. Mau bagaimana lagi? Bukankah laki-laki sejati harus mau menjalani kehidupan yang sudah ditentukan? Bukannya malah lari kan? Kalau Abay benar, berarti Abay laki-laki sejati.
Tanda Tanya
432      313     3     
Humor
Keanehan pada diri Kak Azka menimbulkan tanda tanya pada benak Dira. Namun tanda tanya pada wajah Dira lah yang menimbulkan keanehan pada sikap Kak Azka. Sebuah kisah tentang kebingungan antara kakak beradik berwajah mirip.
Me vs Idol
403      300     1     
Romance
Ellipsis
2311      971     4     
Romance
Katanya masa-masa indah sekolah ada ketika kita SMA. Tidak berlaku bagi Ara, gadis itu hanya ingin menjalani kehidupan SMAnya dengan biasa-biasa saja. Belajar hingga masuk PTN. Tetapi kemudian dia mulai terusik dengan perlakuan ketus yang terkesan jahat dari Daniel teman satu kelasnya. Mereka tidak pernah terlibat dalam satu masalah, namun pria itu seolah-olah ingin melenyapkan Ara dari pandangan...
The Wire
9978      2175     3     
Fantasy
Vampire, witch, werewolf, dan guardian, keempat kaun hidup sebagai bayangan di antara manusia. Para guardian mengisi peran sebagai penjaga keseimbangan dunia. Hingga lahir anak yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan hidup dan mati. Mereka menyebutnya-THE WIRE
Premium
Akai Ito (Complete)
6736      1339     2     
Romance
Apakah kalian percaya takdir? tanya Raka. Dua gadis kecil di sampingnya hanya terbengong mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Raka. Seorang gadis kecil dengan rambut sebahu dan pita kecil yang menghiasi sisi kanan rambutnya itupun menjawab. Aku percaya Raka. Aku percaya bahwa takdir itu ada sama dengan bagaimana aku percaya bahwa Allah itu ada. Suatu saat nanti jika kita bertiga nant...
Angkara
1096      650     1     
Inspirational
Semua orang memanggilnya Angka. Kalkulator berjalan yang benci matematika. Angka. Dibanding berkutat dengan kembaran namanya, dia lebih menyukai frasa. Kahlil Gibran adalah idolanya.
Black Envelope
366      252     1     
Mystery
Berawal dari kecelakaan sepuluh tahun silam. Menyeret sembilan orang yang saling berkaitan untuk membayarkan apa yang mereka perbuatan. Nyawa, dendam, air mata, pengorbanan dan kekecewaan harus mereka bayar lunas.
As You Wish
397      280     1     
Romance
Bukan kisah yang bagus untuk dikisahkan, tapi mungkin akan ada sedikit pelajaran yang bisa diambil. Kisah indah tentang cacatnya perasaan yang biasa kita sebut dengan istilah Cinta. Berawal dari pertemuan setelah 5 tahun berpisah, 4 insan yang mengasihi satu sama lain terlibat dalam cinta kotak. Mereka dipertemukan di SMK Havens dalam lomba drama teater bertajuk Romeo dan Juliet Reborn. Karena...
Popo Radio
11068      2132     20     
Romance
POPO RADIO jadi salah satu program siaran BHINEKA FM yang wajib didengar. Setidaknya oleh warga SMA Bhineka yang berbeda-beda tetap satu jua. Penyiarnya Poni. Bukan kuda poni atau poni kuda, tapi Poni siswi SMA Bhineka yang pertama kali ngusulin ide eskul siaran radio di sekolahnya.