Chapter XIV
Satu langkah lebih dekat
(2015)
Waktu berlalu begitu cepat tanpa aku sadari tugas akhir sudah selesai dan liburan menanti sebelum menuju bulan wisuda ku. Lebaran kali ini aku bisa libur lebih lama yang di mulai dari awal bulan ramadhan tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Meski beberepa kali di tahun-tahun kemarin aku dapat mengikuti buka puasa bersama kelas dan aku tetap bisa ikut untuk reuni kecil-kecilan dengan teman seangkatan atau sekelas waktu SMA tapi tetap tidak lebih menyenangkan dari tahun ini karena aku dapat menyambut puasa bersama keluarga. Setiap tahun aku mengikuti buka puasa bersama kelas ku, sekali setahun itu juga aku bertemu Dafa meski tidak saling menyapa. Dia masih sama selalu menajuhiku dan menganggap aku asing baginya.
Tahun ini pun kelas ku akan mengadakan buka puasa bersama, tapi ini acara reuni kelas X ku. Tentu ada Diandra yang selalu antusias untuk menjadi panitianya.
“Nay, bisa kan ikut bukber (Buka Bersama) nanti tanggal nya mendekati lebaran deh biar semua pada pulang dulu”
“tenang aja aku selalu bisa kalau ada kamu Di”
Malam itu di grup kelas IPA ku juga meributkan tentang bukber ini, dan membuat aku dan teman-teman yang berasal dari kelas X yang sama bingung karena kami harus mendatangi dua bukber dalam satu minggu. Aku hanya menanggapi sesekali chatting di grup yang semakin ribut semakin jam bertambah malam. Tiba-tiba pesan dari chat pribadi masuk dari Akila, dan dari Rosa entah mengapa.
“Nay, kamu nggak liat grup line kelas IPA kita lagi?” pesan dari Akila yang langsung aku balas.
“Nggak La, chat kamu tadi pas di grup juga udah aku balas kan?”
“ya coba cek line deh tapi jangan kesal ya” isi pesan Akila membuat aku penasaran, tapi aku membaca pesan dari Rosa terlebih dahulu.
“Nay, nggak usah kamu peduliin deh apa yang ada di grup tu biarin aja ya jangan di tanggapin” isi pesan Rosa menambah rasa penasaranku. Aku memutuskan untuk membaca grup terlebih dahulu sebelum membalas pesan dari Rosa. Ternyata aku sudah ketinggalan banyak sehingga aku memulai membaca dari atas chat grup yang isinya membuat ku semakin melihat sampai ke atas line chat grup.
“iya Nay nanti kamu kabarin lagi ya” – Akila 21.20 pm
“PICTURE” – Lara 21.21 pm
“oke La bybye” – Nayla 21.21 pm
“Wah dasyat bener kiriman gambar kamu Ra” – Arya 21.23 pm
“Malam-malam ya kalian berdua ngapain di lapangan?” – Ria 21.23 pm
“Kalian ngapain woi??” – Dika 21.24 pm
“Nay..” – Dafa 21.25 pm
“Abis main sekalian olahraga donk” – Lara 21.25 pm
“Berdua aja tuh aku nggak di ajak” – Dika 21.27 pm
“Kamu jauh kan Dika” – Lara 21.27 pm
“Pacaran aja terus” – Arya 21.28 pm
“Eh jangan donk nanti ada yang cemburu loh” – Nadin 21.28 pm
“ya Ampun bener nanti ada cemburu.. bener-bener WOW” – Didi 21.29 pm
“Jadi kamu gi Nad yang cemburu?” – Arya 21.29 pm
“Nayla..” – Dafa 21.30
“Enak donk di cuekin hueeek” – Ria 21. 30 pm
“Nggak usah cemburu donk Nadin” – Dafa 21.31 pm
“Terus kalau aku yang cemburu gimana?” – Arya 21.31 pm
“Kalian yah baru liat foto gitu aja udah heboh, ntar aku sama Didi foto di KUA coba mau liat ada nggak yang bakal cemburu?” – Dika 21.32 pm
“Apaan kamu Dik, enak aja siapa yang mau foto sama kamu di KUA pula ih” – Didi 21.32 pm
“Aku nggak mau jadi orang ketiga kalian kok aku ikhlas” – Ria 21.33 pm
“Dafa kamu udah bikin aku patah hati” – Nadin 21.33 pm
“Nay..kok nggak di gubris ya” – Dafa 21.34 pm
“ih mbak Nadin ni ya” – Lara 21.34 pm
“Pataha hati kenapa si Nadin?” – Dafa 21.35 pm
“Aku di abaikan sama kamu fa, kurang apa coba aku?” – Nadin 21.35 pm
“kurang banyak sih yang jelasnya” – Dika 21.36 pm
“Setuju..!!!” – Arya 21.36 pm
>>>>
Benar-benar chat yang panjang buat aku baca dan akhirnya aku memutuskan membalas chat Rosa.
“iya aku baru baca di grup ya ampun ribut banget ternyata, aku liat dia juga manggil di chat grup” aku bingung apa yang di inginkan Dafa, apa dia ingin aku menilai foto itu atau semacamnya yang jelas dia keterlaluan. Satu foto di malam hari dan Cuma dia berdua meski lagi di luar tetap saja tidak harus di bagikan ke grup. Entah apa tujuannya tapi dia membuat aku kecewa untuk ke sekian kalinya dengan sikapnya yang lebih kekanak-kanakan daripada seorang Dafa yang pernah bersamaku dulu.
“kamu jangan sedih ya Nay, aku takut kamu nangis karena cemburu liat foto itu. Mereka memang sering kumpul dan jalan bareng kayaknya Nay. Jadi kamu nggak usah peduliin mereka” satu pesan Rosa yag masuk dan hanya ku balas sekena ku saja karena aku sedang kesal dengan Dafa. Tidak bisa kah dia membuat aku tidak tahu tentang dia dan Lara lagi, tidak cukup kah dulu dia membuat aku merasa buruk dengan sikapnya yang meniadakan aku di sekitarnya dengan menganggap seakan-akan aku ini bukan apa-apa baginya. Kamu tidak berubah sama sekali Dafa, kamu bahkan lebih buruk sekarang. Aku menangis lagi karena dia sungguh aku membenci sikap ini yang meski Dafa mengabaikanku, meniadakan kenanganku dan dia, dan tidak memperdulikan perasaanku tapi aku tetap tidak bisa mengabaikannya, membencinya, apalagi harus melupakannya.
Dari dulu selalu saja tidak mudah bagiku, tapi hilang begitu saja darinya. Curang sungguh kenangan yang hanya ada padaku mungkin memang tidak pernah ada padanya. Aku harus menghentikan hatiku yang cemburu padahal dia saja tidak peduli. Cukup sudah Nay, kamu harus bisa mengabaikannya. Pesan dari Akila dan Rosa ku balas satu persatu dengan meyakinkan aku baik-baik saja. Karena aku tahu mereka khawatir, aku beruntung memiliki mereka sebagai temanku.
“Udah ya Nay, aku yakin kamu akan dapat yang lebih baik dari Dafa. Biar saja mereka itu soalnya kata Arya sepertinya Dafa memang menyukai gadis lain dan hampir pacaran dengan gadis yang disukainya itu Nay terus nggak tahu deh sekarang gimana” satu pesan Rosa meyakinkan diriku tentang melupakan dan mengabaikan Dafa itu memang harus.
“Iya Sa, yasudahlah aku juga udah lama ikhlas kok dia pergi. Makasih ya Rosa ku sayang sampai ketemu bukber nanti” aku memutuskan untuk tidak membaca chat-chat di grup itu lagi malam ini. Aku memutuskan untuk tidur lebih awal. Tidur adalah obat terbaik melupakan apa yang terjadi hari ini. Namun aku memutuskan untuk menulis satu puisi untuk dia dengan mata yang telah sembab karena cemburu sepihak dan di iringi satu lagu yang membuatku tersedu namun rindu tidak pernah habis untuk membuatku menunggu.
“ Forever and Always by Taylor Swift”
And I stare at the phone, he still hasn’t called
And then you feel so low you cant feel nothing at all
And you flashback to when he said forever and always
Oh, and it rains in your bedroom
Everything is wrong
It rains when you’re here and it rains when you’re gone
Cause I was there when you said forever and always
Liriknya benar-benar membuatku semakin kesal dan angin hujan ini pun membuat mataku semakin perih, rasanya bahkan sampai ke hatiku. Bukan lagu kenangan tapi lagu ungkapan hatiku saat ini tepatnya. Hujan beberapa tahun yang lalu pernah mengukir hariku dengannya dan untuk ke sekian kalinya hujan hari ini berasal dari awan mendung yang di rangkainya untukku. Lagi dan lagi hujan menepi di pipi ku karena dia yang tidak pernah tahu.
***
Hari ini bukber kelas yang akan menghadirkan aku dan dia jika memang dia datang meski aku berharap tidak karena takut sikapnya hanya akan membuat aku sedih padahala harusnya aku bahagia bersama teman-temanku. Kami sibuk bercerita satu sama lain tentang kuliah, maupun yang sedang kerja karena ada yang tidak lanjut kuliah.
“Ehm, Nay otak udang datang” ejek Rosa padaku.
“Sa, nanti di dengar yang lain” aku tahu Rosa hanya ingin aku mengalihkan diri dari Daf.
“Hay..” Gilang menyapa kami dan memutuskan duduk tepat di sebelah Rosa dan aku.
“seneng donk Nay ada Gilang”
“emmmmm” aku hanya bisa tertawa menanggapi kebaikan Rosa yang ingin menjodohkan aku dengan Gilang.
Tidak lama sebelum berbuka, satu wajah yang tidak asing datang, Dafa. Hati memang tidak sirama dengan pikiran, hatiku seakan bersorak bahagia dia datang. Sesi makan-makan usai beberapa ada yang sholat dulu dan beberapa setelah sholat mengobrol dan foto-foto. Selalu saja ada kalimat “wkatu berlalu begitu cepat” melihat kami semua sudah banyak berubah. Ada yang jadi lebih putih, ada yang jadi lebih berisi, ada yang nggak berubah sama sekali. Seru malam ini di tutup dengan acara foto bareng yang mengecewakanku dengan sikap Dafa lagi dan lagi. Dia menghindari bahkan untuk berdiri di samping ku padahal itu tidak sengaja, jahat aku kecewa dengan apa yang dia lakukan membuat aku merasa buruk. Usai foto bersama kami menuju parikaran bertemu dengan Didi dan Arya yang menjemput Dafa dan Samy.
“Loh kalian nggak mau nonton angkatan kita tanding bola ?” Arya bertanya kepada Rosa atau aku entahlah.
“memangnya kalian tandingnya kapan?” Rosa memutuskan menjawab.
“Malam ini, ayoklah langsung aja nonton kalau nggak kemalaman sih” celetuk Didi. Rosa bertanay padaku yang memang ada di situ, dan aku tahu kami memeng suka menonton pertandingan-pertandingan apa pun itu. Lama berdiskusi aku dan Rosa memutuskan pergi jika Diandra juga pergi.
“kalau kalian mau ya pergi lah nonton kita, tapi kalau nggak yaudah” Arya mungkin merasa tidak nyaman melihat kami berdiskusi.
“Kalian sebenarnya mau kita tonton apa enggak?” Rosa yang sedikit kesal dengan tanggapan Arya membuat wajah cemberut sambil menjawabnya.
“kalau kalian nonton kita, kita lebih senang lagi” kali ini Dafa yang menjawab, dan Didi menambahkan “iya nanti kalau kemalaman di antar deh sampe ke rumah”.
“Oke, kalian antar Rosa nanti, soalnya aku sama Diandra pulangnya” jawabku pada mereka.
“Oke”
Aku, Rosa dan Diandra pun memutuskan untuk pergi menonton angkatan kami bertanding setelah kumpul sebentar dengan anak-anak yang lain setelah buka puasa bersama. Tiba di tempat pertandingan kami sempat ragu karena tidak banyak anak perempuan yang menonton. Hanya ada satu orang perempuan yang datang bersama temannya Dafa.
“Wah si Rian bawa pacar tu, kita duduk dekat pacarnya aja ya biar sama-sama cewek gitu” Diandra langsung menuju tempat yang kosong di deretan pacar teman kami itu. Tidak lama duduk Dafa lewat bersama tim nya siap masuk ke lapangan. Aku merasa De Javu dengan ini, dulu aku hampir selalu menjadi penyemangatnya saat pertandingan apa pun meski kini aku masih menjadi penyemangatnya diam-diam tapi sungguh berbeda rasanya.
“Doakan kita ya biar menang” suara tidak asing yang meminta kami mendoakan tim mereka, Dafa.
“Wah sih abang minta di doain Nay” ejek Rosa padaku.
“Dia minta doain sama kita semua!!” sambil menyenggol Rosa dan Diandra. Sembari pertandingan di mulai Rosa saling mengobrol dengan pacar Rian yang ternyata berasal dari luar propinsi. Mereka bertanding dengan semangat dan mataku tidak henti mengikuti gerak-gerik pemain favoritku.
“Ayo Dafa, kan ada Nayla jadi harus semangat!!” satu teman sekelas kami berteriak mengatasnamakan aku.
“Ayo Dafanya Nayla!!”
“Hahahah tuh Nay, ikutan teriak sana” Diandra mengejekku, dan mereka benar-benar membuat malu dan membuat tanda tanya besar bagi yang mendengar. Memangnya aku siapa?.
“Kalian teman sekelas atau pacar-pacar dari pemainnya?” pacar Rian bertanya pada Rosa, yang tepat duduk di sampingnya dan kami tentunya.
“iya kami teman sekelas mereka” Rosa menjawab dengan tenang.
“Kalau mbak itu pacarnya mas Dafa ya?” gadis ini memang banyak tanya celetuk ku dalam hati.
“oh iya belum kenalan ya, kenalan aja dulu. Yang duduk di ujung Diandra dan ini Nayla, dan sebelahnya lagi Dika” aku dan Diandra memperkenalkan diri berkat Rosa.
“Hai aku Diandra teman sekelas dan seangkatan mereka” Diandra menjawab sambil senyum-senyum mengejekku yang sedari tadi nama ku sudah di sebut-sebut di lapangan.
“Aku Nayla, mantan pacarnya Dafa” dan kami semua tertawa termasuk Dika yang duduk di ujung sana, entah mengapa aku merasa itu lucu saja.
“Oh pacar nya mas Dafa, seneng dong jadi pacarnya soalnya mas Dafa orangnya baik” sepertinya dia salah dengar dan tidak merespon dengan baik apa yang kami tertawakan.
“Baik ya? Syukur deh” aku tersenyum dan Diandra serta Rosa menahan tawa karena salah paham ini begitu lucu.
Pertandingan semakin seru sehingga kami sudah tidak mulai mengobrol dan sibuk memperhatikan permainan mereka yang berada di lapangan. Aku tidak bisa menahan diri untuk berdiri menyemangatinya karena ini ternyata pertandingan final, aku pun meminta Diandra menemani ku berdiri. Kami menonton pertandingan sampai akhir dengan berdiri. Mereka tidak menang tapi cukup dengan menjadi runner up mereka sudah membanggakan. Usai permainan mereka para pemain dan penonton yang dekat berfoto, karena kami penonton tambahan kami pun memutuskan untuk pulang setelah beberapa saat Samy mengambil titipan barangnya ke Rosa. Mereka sama dengan aku dan Dafa yang sudah berakhir, namun sikap mereka berdua membuat aku iri karena Dafa tidak sedewasa Samy menyikapi akhir dari hubungan jika memang berakhirnya tidak saling membenci. Mungkin dia benar-benar tidak menyukai ku lagi itulah kesimpulan ku selama ini.
Kami pun memutuskan pulang setelah pamit dari mereka yang mengajak kami menonton. Ternyata Dafa juga berpamitan pada kami. Mereka, dan Dafa mengucapkan terimakasih pada kami yang entah apa yang terjadi Dafa bicara sambil menolong Rosa yang hampir tersandung tanpa melihat ke arahku. Begitulah aku sekarang yang bukan apa-apa lagi baginya meski kecewa setidaknya jika dia sadar aku ada untuk dia hari itu.
***
Aku berusaha melupakan kejadian-kejadian buruk yang menghadirkan aku dan Dafa karena aku tidak ingin membencinya. Dari waktu ke waktu aku menerima semuanya karena bertemu dengannya sudah setahun sekali harus aku hargai untuk memupuk rindu yang tidak tahu kapan menyerahnya. Aku coret-coret diariku sambil mengenang tentang dia yang selalu saja sama isinya. Semua tentang rindu hingga tanpa sadar telpon berdering sudah berhenti dan berdering kembali.
“Iya Ma, jadi besok langsung datang ke hotel nya aja?” besok adalah hari wisuda ku tepat tiga tahun aku menajdi mahasiswa di kota ini.
“Undangannya gimana?”
“nanti kalau sudah di hotel telpon Nayla lagi Ma. Daa Mama” aku menutup telpon dan menutup diariku lalu tidur dan berharap besok berjalan dengan baik.
***
Usai sudah acara wisuda yang di nantikan dan aku lulus dengan IPK yang hampir cumlaude tapi tinggal 0,01 lagi sayang sekali. Nela lulus dengan predikat pujian yang membuatku sedikit sedih tapi kami semua bersyukur karena dapa selesai tepat waktu.
“Jadi kamu nanti langsung lanjut alih jenjang atau kerja dulu Nay?” Nela yang selalu ingin tahu langsung membahas kuliah lagi.
“Aduh Nel bahasnya nanti-nanti aja deh, sekarang ayo kita foto-foto dulu” kami pun sibuk mengambil gambar, dari berfoto dengan Mama sampai dengan semua yang ada aku dan Nela kesana-kemari. Tim dari desa ku waktu KKN juga saling mengucapkan perpisahan dan mengambil foto bersama.
Waktu tidak pernah lelah mengejar hingga kita kadang tanpa sadar terlampau jauh tertinggal dari perputarannya yang luar biasa. Padahal harusnya kita menjadi terbiasa dan saling beriringan dengan waktu, bahkan harus seirama. Setiap detik, menit, jam, hari, dan minggu bahkan tahun sudah terlewati begitu saja dengan menyematnya di setiap ingatanku. Aku sudah menyimpannya begitu lama dari putih abu dulu hingga toga hitamku kini namun tetap saja kisah ku dan dia abstrak tidak berarah dan membuat luka yang sudah lama ini kadang kembali berdarah karena duri hati yang tidak tahu bagaimana harus menutup kisah. Aku dengan segala upaya sudah berusaha menerima dan memaafkan diriku tentang dia meski aku tahu bukan hanya aku yang membuat kisah ini terbelah. Sungguh bukan hanya aku, harusnya dia tahu itu.
terimakasih ^^
Comment on chapter Si Biru yang Menjadi Abu