Chapter XIII
Bertemu dan Berpisah itu dekat
(2014)
Hampir setahun menjadi mahasiswa membuat aku terbiasa hidup merantau meski tidak jauh dari kota tempat asalku tapi aku adalah salah satu mahasiswa yang jarang pulang karena turun lapangan yang selalu tepat di hari-hari libur. Jadi lebaran adalah moment penting yang dapat membuatku pulang. Tahun ini adalah tahun mendekati akhir untuk jurusanku yang mengambil diploma III jadi aku akan KKN (Kuliah Kerja Nyata) tahun ini.
“Nggak sabar ya Nay mau KKN habis itu tugas akhir eh wisuda deh” celetuk Nela yang merupakan salah satu teman akrabku di kampus. Iya dia adalah salah satu teman baik yang sebenarnya baru akau sadari sewaktu kuliah. Padahal kami dari SMA dan kelas serta jurusan yang sama. Jadi Nela tahu tentang aku dan Dafa, dan dia juga jadi tempat terbaik aku mencurahkan semua isi hatiku.
“Semoga aja kita satu kelompok lagi ya Nel, kan abjad nama kita selalu sekelompok” aku takut jika tidak sekelompok dengan teman akrabku ini karena nanti selama 14 hari harus serumah dengan jurusan yang lain dan itu bercampur laki-laki dan perempuan. Sepertinya KKN itu masa dimana menjadi benar-benar harus bertenggang rasa.
“Iya Nay, aku yakin kita bakal sekelompok jadi kamu tenang aja” ucap Nela membuat ku mengaminkan dalam hati.
Akhirnya Upacara pembukaan KKN usai dan benar aku satu kelompok dengan soulmates ku ini Nela Aryani. Kami mendapatkan desa ke tujuh dari 10 desa yang berarti desa kami berada cukup terpencil. Desa kami jauh dari kota karena membutuhkan satu jam untuk sampai di pasar luar, dan setengah jam untuk sampai di pasar rakyatnya. Sungguh sinyal HP juga sangat buruk disini jadi selamat tinggal dunia maya yang hanya bisa di sapa sesekali kalau berkunjung ke pasar besarnya.
***
Tiba hari pertemuan kami 14 orang pasukan desa buwi berkumpul di satu rumah yang sudah di sewakan oleh pihak kampus. Kami saling berkenalan dan suasana langsung menjadi akrab karena ada beberapa orang yang selera humor nya cukup bagus. Ternyata kami tidak hanya 14 orang, ada dua orang susulan yang tidak mengikuti KKN tahun lalu maka genap kami 16 orang yang terdiri dari enam orang laki-laki dan 10 orang perempuan.
“wah Nay yang ceweknya selalu lebih banyak” Nela berbisik padaku.
“Nggak apa-apa Nel, selama masih ada yang cowok jadi ketua harus cowok biar nggak riweh dengan cewek-cewek rempong hahaha” aku dan Nela tertawa pelan memperhatikan beberapa orang anggota perempuan yang lain. Lalu salah seorang yang lumayan manis membuka bahan pembicaraan untuk kami semua.
“Baik, perhatian dulu semuanya, sebaiknya hari ini kita mulai perkenalan terlebih dahulu dan pembagian tugas ya. Di mulai dari saya Wira Pratama” sambil tersenyum dia memperkenalkan diri, sebenarnya kami satu kampus tapi aku dan Nela adalah orang yang paling jarang keliling kampus.
“Nay, ada juga yang bening” Nela mulai lagi menyeletuk.
“Iya yang bening-bening buat kamu Nel, puding kali bening sekalian kenyal” aku mengejeknya.
“idih kamu Nay, ini adalah kesempatan kamu buat bergerak, berpindah dan terbang ke lain hati Nay jangan hanya menutup diri demi dia yang nggak tau tu disana udah kencan sama berapa cewek” Nela memulai ceramahnya.
“Nel memangnya aku lalat apa, bergerak, berpindah terus terbang. Kamu ya memangnya buat orang suka sama kita itu mudah apa, nggak semudah itu juga aku suka sama orang Nel” aku menepuk bahunya gemas.
“iya sih, tapi coba aja dulu Nay, iseng-iseng berhadiah. Hehehe” aku dan dia tertawa lagi sambil mendengar yang lain memperkenalkan diri yang kami tidak menyimak dengan baik sehingga tiba di giliranku dan Nela.
“baik, perkenalkan saya Nela Aryani, biasa di panggil Nela” Nela memperkenalkan diri dengan semua mata tertuju padanya, karena dia memang cantik tapi sedikit unik.
“Perkenalkan saya Nayla Karinina, panggil saja Nayla” aku memperkenalkan diri tepat setelah Nela.
“Oke setelah semua memperkenalkan diri kita langsung membagi tugas ya, sebelumnya ada yang mau mencalonkan diri jadi ketua kelompok atau temannya yang mengenal temannya mencalonkan temannya sebagai ketua” seorang gadis manis memulai pembicaraan yang aku terlewat sehingga tidak mengetahui namanya.
“Wira, kamu bisa jadi calon kandidat, terus kamu Aldi” celetuk seseorang lagi yang kali ini aku tahu namanya karena dia pacar temanku, Vina.
“sepertinya mereka saling kenal deh Nel, kok langsung saling mencalonkan iya kan?” aku mencolek Nela yang juga terlihat bingung.
“iya deh Nay, kita nggak mencalonkan si Paiman Nay” Paiman itu Arman Pramana temans sekelas kami yang selalu mau eksis dimana aja.
“cukup deh dia jadi artis di kelas Nel jangan sampai tiba-tiba dia angkat bicara ni Nel” aku dan Nela memang suka mengejek orang diam-diam lalu tertawa hanya kami berdua yang tahu.
“Aku bisa jadi petugas keamanan deh” celetuk Paiman sesuai dugaan dia selalu ingin mencolok.
“loh kenapa kamu tidak mencalonkan diri jadi ketua juga” seseorag menanggapi seakan membuka jalan untuk Paiman.
“aduh salah ni pertanyaan orang itu Nay, harusnya dia langsung mencalonkan Paiman saja. Hahaha” dan lagi aku dan Nela tertawa terbahak dan berusaha untuk tetap pelan.
Akhirnya pencalonan ketua selesai dengan Kala Wiryono menjadi ketua yang aku dan Nela baru tahu nama itu karena kami melewatkan perkenalan diri mereka semua dengan cerita-cerita manja, dan tentu Paiman menjadi wakil ketua dalam kelompok kami. Entah apa yang terjadi tiba-tiba nama ku di sebut sebagai bendahara I dan Nela sebagai bendahara II bagaimana mereka bisa memutuskan sesuatu yang aku saja tidak berpendapat sama sekali.
“Selamat ya Nay, Nel kalian jadi bendahara. Kamu udah biasa kan Nay” si Paiman tukang ejek yang menyebalkan tiba-tiba mengucapkan selamat.
“kamu ya Paiman, pasti kamu kan yang nyuruh kita berdua jadi bendahara huh” Nela sepertinya memang benar-benar kesal.
“kamu resek banget sih, kita loh nggak tau tiba-tiba aja nama kita ada di baris bendahara jahat kamu huh” aku ikut memarahinya yang hanya di balas cengir darinya.
“aaah kesal aku Nay dengan Paiman, awas aja nanti kalau ada apa-apa”
“yaudah Nel mau gimana lagi, ini gara-gara kita tidak memperhatikan sih”
“nah kamu sih enak udah biasa jadi bendahara, aku?”
“loh kan kita berdua jadi tenang aja Nel” aku menyakinkan dia agar tidak semakin kesal.
***
Bermula lah kehidupan kami untuk 14 hari di desa ini dengan susunan kegiatan yang sudah siap menanti. Dengan petugas inti Kala sebagai ketua, Paiman wakilnya dan Vina sebagai sekretaris serta aku dan Nela sebagai bendahara, dan yang lain dengan keamanan, kebersihan, konsomsi yang sangat penting untuk asupan gizi kami selama dua pekan ini. Kami mulai dengan saling canggung satu sama lain terutama pembagian kamar yang hanya ada dua kamar di rumah ini, dengan ruang tamu, ruang tengah, dapur, dan kamar mandi.
Kami memutuskan satu kamar untuk menyimpan semua koper dan tas yang ada agar ruangan di luar terlihat rapi. Satu lagi kamar sudah di ambil alih oleh beberapa anggota perempuan yang sedari tadi sudah berada di dekat kamar itu. Tersisa ruang tamu dan ruang tengah yang mereka memutuskan ruang tengah jadi ruang tidur anggota perempuan yang tidak cukup lagi di tampung di kamar, dan laki-laki tidur di ruang tamu. Aku dan Nela lebih memilih untuk tidur bersama barang-barang walau pun sempit dan tidak ada kasur aku memutuskan untuk tidur beralaskan selimut saja agar tetap bisa tidur di ruang tertutup.
Keesokan harinya di mulai dari datang ke rumah petinggi-petinggi desa yang diwakili oleh ketua dan wakilnya. Disusul siangnya kami mulai datang ke rumah warga untuk pendataan dan pemeriksaan fisik secara umum. Sore harinya yang dapat giliran piket masak pun menyiapkan makanan untuk makan malam dengan belanja di pasar yang cukup jauh.
“Aduh Nay entar giliran kita piket masak kita belanja di pasar besarnya aja ya sekalian jalan-jalan” Nela sudah mulai merencanakan untuk belanja apa kami sewaktu giliran piket masak besok lusa.
Waktu berlalu sudah masuk hari ke enam dari senin, tepatnya ini hari sabtu dan malam minggu sehingga rumah kami yang awalnya sesak kalau sudah berkumpul jadi sepi karena beberapa dari anggota pulang ke rumah dan ada yang ke rumah keluarganya. Jarak dari desa ini ke kota tempat kampus kami padahal lumayan lama sekitar satu setengah jam, tapi mereka sanggup demi liburan. Tersisa lah aku, Nela, Ratih yang bersal dari kampus yang sama memutuskan lelah untuk pulang jadi ingin menghabiskan akhir minggu dengan merekap tugas pendataan dan main ke sungai dekat rumah kontrakan kami di desa. Tidak hanya kami, Vina juga memutuskan untuk tinggal karena dia juga anak kos di dekat kampus jadi sama saja. Karena kami yang memutuskan tinggal para wanita, anggota laki-laki beberapa memutuskan untuk tetap tinggal karena tidak bisa meninggakan kami tanpa penjaga, Kala, Paiman dan satu lagi laki-laki yang lumayan pendiam di kelompok kami tapi lumayan menyita perhatianku beberapa hari ini, Bumi Laksmana.
***
“Nay, mas Bumi tinggal juga” Nela berbisik bahagia menggoda ku yang sejak beberapa hari sering bercanda dengan mas Bumi yang lumayan kaku itu.
“apaan sih Nel, aku seneng nih kan jaddi malu. Hahaha” lagi dan lagi kami tertawa berdua. Kami bertujuh memutuskan untuk menghabiskan sore minggu ini ke sungai dengan mendayung perahu. Karena kemarin aku dan Nela tidak ikut mereka berenang di sungai.
“aku nggak ikut deh naik perahu Nel, kamu aja sana sama Paiman ngayuh berdua atau sam pak ketua Kala sana yang kamu bilang keren tuh” aku memutuskan untuk tidak menaiki perahu, karena selain ukuran perahu kecil yang sangat dekat dengan air sungainya kalau naik, aku juga tidak bisa berenang yang membuat aku semakin takut.
“yaudah kita pas dong berpasangan kalau Nayla nggak naik, kamu foto kita aja ya Nay” Vina yang terlihat snagat bahagia aku tidak ikut naik memutuskan sendiri untuk bersama Bumi.
Mereka pun satu persatu naik ke perahu, Nela berpasangan dengah ratih yang ternyata jago juga berkayuh, Paiman dengan mas Kala si ketua, dan entah mengapa Bumi membiarkan dirinya dengan Vina.
“kamu beneran nggak mau ikut ni Nay, kemarin kamu juga nggak ikut loh nggak seru banget sih Nay. Nanti kalau takut jatuh terus tenggelam kan ada aku Nay yang nolongin kamu hehehe” Paiman resek mulai mengejekku.
“udah lah kamu man, Nayla kan takut. Kita kesana dulu ya Nay jadi kamu jangan galau terus loncat ntar dari situ” di tambah mas Kala juga mulai pendai mengejekku.
Mereka benar-benar menyebalkan, padahal aku sama sekali tidak ingin naik perahu apalagi kemarin sewaktu mereka berenang si Vina terpeleset dan tenggelam. Semakin membuat ku takut saja, aku mendorong Nela supaya cepat pergi agar mereka semua cepat pergi.
“Nay bener ni nggak mau naik, kita bisa bertiga kok dan nggak berat juga. Nanti kalau kamu jatoh aku deh yang selamatin biar nggak seperti kemarin adegan drama Vina yang pura-pura tenggelam minta di selamatin Bumi hahaha” Ratih berusaha membujukku dan membuat kami semua tertawa tanpa di ketahui mereka yang sudah lebih dahuli naik ke perahu. Mulai lah Ratih dan Nela mengayuh, lalu Paiman dan mas Kala kemudian Vina dan Bumi. Aku memperhatikan mereka menghilang satu-persatu menuju muara, membuat aku merinding sendiri. Tidak selang beberapa lama Bumi dan Vina kembali.
“Nay kita udah ni sekali putaran, kamu mau nggak coba naik aja dulu ke sini terus aku kayuh dekat-dekat sini” pertanyaan Bumi yang tiba-tiba membuat aku terdiam karena dia memutuskan untuk kembali lagi demi meminta ku naik ke perahu.
“sayang banget Nay udah ada perahunya tapi kamu nggak naik” dia turun dari perahu dan menarik ku naik.
“iya Nay naik aja” tambah Vina ikut memintaku. Aku berusaha memberanikan diri dan akhirnya naik perlahan dengan sedikit drama. Aku memejamkan mataku lalu duduk di tuntun oleh bumin. Perahu ini goyang sungguh seakan mau miring dan kemudian jatuh.
“ini kalau aku jatuh nggak lucu loh Vin, kalian berdua awas aja kalau aku jatoh” sambil ngomel tapi penasaran aku terdiam dan kemudian membuka mataku. Bumi tepat di depanku, dan Vina di belakangku.
“tu kan bisa kalau Cuma naik aja” Bumi tersenyum dan mulai mengayuh pelan-pelan. Aku mencoba menenangkan diri tapi jantung mulai tidak beraturan dan aku gemetar keatukatan.
“udah deh ya aku turun, aku mulai pusing” dengan hampir menangis aku memohon pada mereka untuk menepi ke tempatku semula.
“ini loh baru seberapa jaraknya, nggak nyampe 50 cm Nay dari tempat kamu tadi” Vina tertawa dengan rengekanku.
“sungguh aku benar-benar takut, balik lagi dong” aku hanya merengek lagi karena tidak berani bergerak takut tiba-tiba perahu miring dan kami jatuh.
“Nay kamu tarik nafas dulu pelan-pelan, jangan takut kan ada aku” Bumi membujukku tapi tetap tidak bisa.
“turun, aku mau turun dari sini”
“yaudah foto dulu aja biar ada kenangan kalau kamu pernah naik perahu bareng aku”
“iya tapi cepat”
“senyum Nay, ya ampun muka kamu loh udah pucat”
“itu makanya cepat Bumi”
“udah Nay, maaf ya Nay nggak nyangka kamu setakut ini” dia pun mengambil gambar kami bertiga. Setelah itu dia mengantarku kembali ke tempatku semula. Benar-benar hal yang tidak bisa dipaksakan menaiki perahu itu membuat aku sesak nafas dan membeku.
***
“Nay tadi kamu adegan film Heart ya naik perahu ala Luna dan Farrel sama Bumi” segera setelah mendengar kabar itu Nele mengejekku.
“iya terus aku jadi Rachelnya di antara mereka, yang tiba-tiba membeku di perahu” aku membuat Nela tertawa dengan jawabanku.
“udah ah Nay gitu aja marah entar Bumi nggak suka loh”
“mulai yah kamu Nel. Jangan ejek aku sama dia deh nanti yang lain kira aku suka lagi sama dia”
“nggak apa Nay kamu pura-pura suka aja dulu biar nanti jadi suka beneran”
“terus dia nya suka sama orang lain, gitu?”
“Siapa orang lainnya? Vina maksud kamu? Ih kamu Nay si Vina itu udah punya pacar terus dia itu lebih cocok sama mas Kala si ketua dan sekretaris itu lebih cocok kan? Hahahha”
“iya sih, aku juga bingung sama Vina yang kadang ngobrol soal pacarnya, terus kadang dekat dengan mas Kala eh kok Bumi juga dideketin ya”
“eh kok ada yang cemburu ya?” Nela memulai lagi ejekannya.
“ah udah lah kamu ni Nel, mandi sana kamu bau”
Bermain di sungai usai, kami pun kembali ke rumah kami. Anggota perempuan yang tertinggal hanya kami jadi kami lah juru masak selama dua hari ini, karena kemarin sabtu kami makan di warung dekat rumah tapi minggu malam ini kami terpaksa harus masak karena warung tutup. Rasanya lucu kami sudah seperti keluarga setelah beberapa hari bersama dan makan bersama. Kami menghabiskan minggu malam dengan bermain kartu di ruang tengah sambil menunggu beberapa anggota rumah yang memutuskan untuk pulang malam ini dan beberapa menyusul besok pagi.
***
Genap 10 hari kami di rumah ini bersama dan berakhir lah agenda pendataan dan penyuluhan di desa ini. Banyak kegiatan yang kami ikuti bersama dari datang ke rumah warga dari pintu ke pintu, ikut posyandu dan imunisasi, serta penyuluhan ke sekolah-sekolah di desa, kerja bakti dan bakti sosial. Kami benar-benar sudah melaksanakan tugas dengan baik dan kompak menurutku untuk orang-orang yang awalnya tidak saling kenal satu sama lain kami menjadi keluarga disini.
“Teman-teman karena semua tugas kita di desa sudah selesai, kita di ijinkan pulang besok hari sabtu jadi malam ini kita perpisahannya” pak ketua angakat bicara dan disetujui oleh akmi semua.
“oh iya hari ini aku dan Ratih yang akan belanja dan kabar bahagia hari ini mas Kala traktir kita makan besar bakar ayam dan jagung karena dia ulang tahu” Vina menambahkan bicara setelah mas Kala.
“yeee selamat ulang tahun mas Kala!!” kami semua berseru bersama.
“Oke sisa uang kita ini cukup buat tambahan beli makanan yang lain” aku sebagai penanggung jawab keuangan menyerahkan uang itu pada mereka yang lain. Usai mencapai kesepakatan kami anggota perempuan memutuskan sisa uang untuk membeli kue ulang tahun untuk mas Kala.
Tiba lah malamnya, kami menyerbu mas Kala “Happy birthday to you...” berulang kali kami menyanyikan lagu itu saat mas Kala sedang sibuk membakar jagung dan beberapa teman lain membakar ayam dan sosis.
“ya ampun kalian, makasih yaa semua nya udah mau merayakan ulang tahun aku dengan kasi kue lagi, terimakasih banyaak!!” mas Kala memberi sambutan singkat. Usai sambutan semua sibuk meminta makanan dan kami sibuk potong kue. Aku, Nela, dan Ratih langsung masuk dan menonton di dalam bersama Paiman yang ternyata tidak ikut bakar-bakaran. Setelah usai membakar makanan di bawa masuk sambil kami semua nonton bersama untuk terakhir kalinya, meski ada beberapa anggota perempuan lain memutuskan bercerita di kamar.
“Nay ini jagung buat kamu aku bakar khusus” Paiman datang memberi jagung yang di ambil dari piring Bumi.
“apaan, kamu aja daritadi sibuk disini wooo” Nela yang mengomel padanya.
“makan aja kalian, itu memang buat kalian” Bumi memngizinkan aku dan anak-anak lain memakannya. Entah apa yang terjadi dia lagi dan lagi duduk di sampingku.
“ya ampun Nay kamu loh makannya berantakan” sambil mengambilkan tisu untukku dia membersihkan taburan jagung yang aku buat.
“Bumi, kok kamu jadi sweet sih” aku malah mengejeknya.
“Nggak apa-apa kalau sweet nya sama kamu Nay” lalu kami berdua pun tertawa. Aku tidak menyangka si Bumi yang awalnya pendiam ternyata seru juga.
Lagu dari ratih “Kemesraan ini” dari Vina Panduwinata yang di iringi gitar oleh Wira menutup malam ini dengan perasaan lega karena tugas telah usai tapi sedih karena kami akan berpisah dan pasti sulit untuk kumpul seperti ini lagi karena meski satu kampus kami akan sibuk dengan tugas akhir nantinya.
***
“Nay si Bumi ada bbm kamu nggak?” iya karena sekarang udah 2014 dan jaman HP semakin canggih kami tidak lagi menggunakan sms tapi BBM yang berkirim pesan tidak dengan pulsa tapi dengan paket data yang terkesan lebih hemat. Sebenarnya sudah lama ada BBM hanya saja aku tidak terlalu tahu dan lebih suka main “Line” salah satu aplikasi untuk berkirim pesan singkat dengan internet juga. Pembahasan penting aku dan Bumi yang ingin di ketahui Nela sebenarnya setelah beberapa minggu KKN usai.
“Ada, beberapa kali dan kamu tau Nel kemarin si Wira juga tiba-tiba bbm loh” sebenarnya aku juga hampir bingung dengan mereka yang semakin sering bbm. Aku bingung harus menjawab apa dan merespon apa karena aku sudah lama tidak chatting dengan laki-laki lain selama ini selain Gilang sejak awal kuliah.
“yang bener Nay astaga si Wira ya ternyata”
“ternyata apa?” celetukku pada Nela.
“ternyata nakal juga. Hahaha”kami pun tertawa.
“jadi kamu masih bbm sama Bumi ni Nay?”
“iyaa tapi Cuma gitu-gitu aja Nel soalnya kan kita lagi sibuk Nel”
“sok sibuk kamu Nay, bilang aja nggak bisa move on maunya cuma dia!” sambil menepuk bahuku Nela pergi.
Nela benar ini untuk ke sekian kalinya aku menolak orang lain masuk dan menyapa hatiku. Untuk Bumi yang lucu saat mengatakan “aku rindu” pada ku dengan segala humor nya sama sekali tidak bisa mengetuk hatiku. Bukan hanya dia yang aku lewatkan, sungguh sudah banyak pertemuan-pertemuan yang harusnya membuat hatiku terbuka tapi lagi dan lagi aku seperti pengecut takut akan perpisahan.
Aku tahu bertemu adalah teman dari berpisah, karena sejatinya setiap pertemuan akan berdampingan dengan perpisahan dan selalu saja ada akhir dari sebuah cerita yang kita mulai. Aku sudah menjadi seorang pengecut karena dia yang dulu membuat pertemuan itu indah namun menjadikan perpisahan itu mudah. Bagai jarum dan benang, bagai mawar dan durinya begitulah bertemu dan berpisah jaraknya sangat teramat dekat. Maka ini waktu untuk aku dan kisah KKN ku pun berpisah. Cukup bersyukur karena selama beberapa hari itu aku di sibukkan oleh kenangan dengan keluarga KKN ku sehingga Dafa menepi sementara. Namun rindu tetaplah rindu yang selalu bertemu untuk di sapa. Tidak ku sangka untuk rinduku padanya jeda itu tidak berlangsung lama.
terimakasih ^^
Comment on chapter Si Biru yang Menjadi Abu