Read More >>"> Forgetting You (Different but Same) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Forgetting You
MENU
About Us  

Different but Same

“Jangan liat orang dari luarnya, emang lo kenal gue?”

 

 

 

Tiga bulan berlalu, sudah setengah semester sejak tahun ajaran baru di mulai. Kepergian Dio masih terasa di kehidupan Arya dan Geran. Sudah tiga bulan juga Geran dan Arya mengamati Audrey dengan cara mereka masing-masing. Sudah tiga bulan tetapi Arya masih tidak mengerti kenapa Dio menyukai gadis itu.

            Dari pengamatan Arya, Audrey bukanlah gadis yang populer atau cantik ataupun pintar. Arya selalu kedapatan Audrey sedang memperhatikannya tetapi setiap kali mata mereka bertemu, Dy selalu memalingkan pandangannya. Sebenarnya apa yang membuat Dy sangat penasaran dengannya? Kenapa seolah-olah malah Arya yang di amati oleh Audrey sedangkan Arya sendiri sedang mengamatinya.

            Sedangkan dari pengamatan Geran, Audrey adalah gadis yang manis, dan menyenangkan. Tidak populer juga tidak kuper alias kurang pergaulan. Seperti gadis lain yang menikmati masa-masa remajanya, menyontek, di hukum, berkomplot tidak mengerjakan tugas, dan sebagainya. Tapi semua yang Audrey lakukan tidak sendirian melainkan bersama dengan teman yang lainnya.

            “Ger, fisika dong, gue ada yang belom nih” baru masuk kelas Audrey langsung menghampiri Geran untuk menyontek pr fisika, bahkan gadis itu belum mampir ke mejanya.

            “Nih” Geran mengambil buku dengan sampul merah dan memberikan kepada gadis itu. Tinggal lima belas menit sebelum bel, Dy mengerjakan lima nomor yang dari dua puluh nomor yang belum terselesaikan. Tapi dengan keahlian menulis cepatnya dalam waktu sepuluh menit, Dy selesai menyalin.

            Saat sedang meregangkan jari-jarinya, muncul seseorang di depannya yang tidak pernah di harapkan dan di sangka-sangka. Cowok yang selalu Dy anggap aneh dan juga menakutkan. Arya muncul di depannya tanpa bersuara semakin membuatnya takut, Audrey bahkan mendorong kursinya ke belakang secara spontan.

            “Liat dong” wah, bahkan suaranya membuat bulu kuduk Audrey berdiri. Sangat menakutkan. Tanpa berbicara lebih Dy langsung menyerahkan bukunya. Ketika cowok itu pergi, Dy terus menatapnya sampai di duduk di tempatnya. Kemudian matanya melihat ke arah jam yang tepat berada di atas Arya. Kurang dari lima menit bel berbunyi tapi dia baru mulai mengerjakan. Audrey menyeringai, kemudian bergumam sendiri.

            “Awas aja sampe bu Any masuk tapi buku gue belom balik” dia kembali melirik ke belakang dengan tatapan kesal kemudian kembali menghadap ke depan. “Emang lo berani, Dy?” Audrey berbicara dengan dirinya sendiri kemudian mendesah pasrah.

            Tett.. tett.. tett..

            Bel masuk sudah berbunyi dan siap-siap berdoa, tapi belum ada tanda-tanda cowok itu selesai menyalin. Ya iyalah, mana mungkin menyelesaikan dua puluh nomor dalam waktu kurang dari lima menit sedangkan jawabannya saja satu nomor bisa setengah halaman. Pikir Audrey.

Suara doa dari speaker sekolah sudah berhenti, sekarang suara langkah sepatu hak Bu Any sudah terdengar sampai ke dalam kelas, dan hanya Dy sendiri yang masih panik, menggerak-gerakkan kakinya secara cepat dan mengetuk-ngetuk meja dengan kukunya. Ketika matanya mendapatkan Bu Any yang sudah sampai hampir belok masuk ke kelas, teman di belakang Audrey menyolek punggungnya dengan pulpen. Audrey pun langsung menoleh dan meraih buku tulis bersampul merah yang sudah di geser temannya di ujung meja, kemudian dia bisa bernapas lega.

            “Ada pr kan, minggu lalu?” tanyanya. Baru saja Bu Any duduk di mejanya, dia langsung menanyakan pr yang di berikan minggu lalu. Padahal ngajar banyak kelas, ini guru gak ada lupanya apa. Batin Dy.

Tidak ada yang menjawab karena dia sendiri sudah tahu jawabannya. Murid-murid hanya menyiapkan tugasnya dan beriap untuk di tukar dan di koreksi oleh teman di belakangnya. Seperti biasa Bu Any memilih sendiri anak yang maju ke depan dan mengerjakan sendiri, dan kali ini Audrey tidak terpilih tetapi Arya di pilih mengerjakan nomor 14 yang mayoritas tidak ada yang mengerjakan karena soalnya terlalu susah.

Ketika nama Arya yang di sebut, entah mengapa malah Audrey yang merasa gugup. Mungkin karena Arya menyalin punyanya dan Dy juga tidak mengerjakan nomor 14. Berkali-kali Dy melirik ke belakang mencemaskan jawaban Arya, tapi anehnya Arya tidak terlihat gugup sedikit pun.

“Nomor 14 siapa?” tanya Bu Any ketika seseorang selesai mengerjakan nomor 13 dan jawabannya benar. Kemudian Arya berdiri dengan buku paket di tangannya, bukan buku tulis dengan sampul merah. Dy memperhatikan setiap tulisan Arya sambil mengepalkan tangannya yang sudah berkeringat.

Bu Any juga memperhatikan setiap tulisan Arya sambil memeriksanya. Ketika Arya selesai menulis Bu Any juga selesai mengamati kemudian berkata “ya, betul. Ada lagi yang benar?” tanya nya. Dua orang mengangkat tangan dan menyebutkan nama pemilik buku yang di koreksinya.

“Kamu koreksi punya siapa?” tanya Bu Any.

“Arya”

“Audrey”

Ketika nama-nama di sebutkan, mata Audrey membulat kemudian menoleh ke belakangnya. Seingatnya dia tidak mengerjakan nomor 14 di rumah, dan ketika menyalin milik Geran juga tidak ada nomor 14. Benar? Kenapa bisa? Audrey ingat bukunya tadi di pinjam Arya, mungkinkah Arya yang menuliskannya? Tapi Arya tahu jawabannya dari mana? Dy menatap Arya dengan tatapan menyelidik, karena mungkin saja cowok itu mempunyai kunci jawaban diam-diam.

            Ketika bukunya sudah kembali, Audrey melihat di halaman pertamanya terdapat post it biru muda dengan tulisan ‘Sama-sama Audrey^.^’ Dy mengungkapkan kejijik-annya melalui ekspresi wajahnya yang berubah drastis secara tiba-tiba, kemudian menoleh ke belakang dan mendapatkan Arya menyeringai kepadanya.

***

            Brak!

            Audrey meletakkan post it kiriman Arya kencang-kencang di atas mejanya ketika Arya sedang menyandarkan kepalanya di sana. Seperti biasa, Arya hanya menatapnya tanpa ekspresi dan Dy tidak dapat membaca pikirannya.

            “Lo nyontek kunci jawaban kan? Ngaku deh” Dy bertolak pinggang di hadapan Arya. Menelan habis-habis rasa takutnya walaupun sebenarnya keringat bermunculan di dahinya. Arya menatapnya seperti menatap antara orang kepintaran atau idiot yang bertanya ‘kenapa bumi itu bulat?’, ya seperti itu tatapannya. Kasihan campur jengkel.

            Arya berdiri dan mencari sesuatu di tasnya, kemudian meletakan catatannya kencang-kencang di atas mejanya kemudian pergi dari sana. Dy hanya menatap punggung Arya ketika cowok itu pergi, kemudian melihat catatannya yang di letakkan di atas post it yang di letakkannya tadi.

            Audrey duduk di tempatnya dan membalik-balik halaman note berwarna biru muda miliknya. Ada banyak catatan dari semua pelajaran di buku itu, semuanya juga tercatat dengan rapi tidak seperti kebiasaannya di kelas yang amburadul.

Ketika itu Dy menyadari Arya banyak memiliki barang berwarna biru muda. Audrey berpendapat mungkin Arya menyukai warna biru muda. Sama sekali tidak cocok dengan kepribadiannya.

“Dia suka biru muda?” Audrey mendecakkan bibir “Gak cocok” Dy bergumam sendiri.

***

            “Lagian lo sih cari gara-gara sama dia” kata Omi. Audrey yang sedang mencari cara untuk membuat hatinya yang merasa bersalah agar jauh lebih baik, menghabiskan waktu yang lama di ruang kesenian berusaha menyibukkan diri dengan desain bajunya yang belum juga selesai sejak dua minggu yang lalu.

            “Terus sekarang rencana lo apa?” tanya Anya di sela suara mesin jahit. Dy hanya menatap mereka bergantian dengan wajah memelas kemudian menggelengkan kepala. Menuduh cowok itu tiba-tiba dan sekarang dia ketakutan setengah mati sampai harus keluar kelas dengan alasan perlombaan yang bahkan belum di daftarkan.

            “Ya lo kalo jadi gue pasti curiga juga kan? Orang kaya dia tiba-tiba bisa jawab soal yang bahkan gak bisa di jawab seisi kelas” Dy menatap kedua temannya secara bergantian, berusaha membela diri.

            “Tapi lo di tulisin jawabannya sama dia, apa yang salah coba?” kata Omi dengan nada marah. Omi benar, apa yang salah dari memberikan teman sekelas jawaban? Audrey mendesah pasrah dan mengetuk kepalanya berkali-kali dengan pensil di tangannya, sambil memikirkan apa yang harus dia lakukan untuk berbaikan dengan Arya.

            Tett.. tett..

            Bel istirahat berbunyi, tapi Audrey masih tidak memiliki ide untuk berbaikan dengan cowok itu. Dia berjalan di belakang kedua temannya dengan wajah memelas seolah-olah bersembunyi, sebenarnya dia memang berniat begitu.

            Mata Audrey langsung mencari-cari begitu dia sampai di kantin, memastikan apa cowok itu sudah tiba atau belum. Dia mendesah lega dan mengelus dadanya karena setidaknya dapat mengantre dengan perasaan lega.

            “Ehm ehm”

            Dari belakangnya Dy mendengar seseorang berdeham, suara itu sama menyeramkannya dengan suara Arya ketika dia berbicara. Audrey tidak ingin menoleh apa pun yang terjadi, dia meneguhkan hatinya.

            “Ehm ehm ehm”

            Orang di belakangnya masih terus berdeham seolah menandakan untuk Dy berbalik, tapi gadis itu terlalu takut untuk menoleh. Bagaimana kalau Arya? Atau lebih parahnya Arya dan geng brutalnya itu. Tapi orang itu kini memegang bahu Dy yang secara tidak langsung meminta gadis itu harus berbalik.

            Seperti dugaan, ketika menoleh Dy langsung tahu orang di belakangnya adalah Arya. Matanya membesar dan tubuhnya secara spontan mundur ke belakang dan menabrak Omi di punggungnya.

            “Dy jangan dorong-dorong” saat itu Omi juga menoleh ke belakang dan kedapatan Arya ada di sana, di hadapan Audrey. Karena tidak ingin ikut terkena masalah, Omi langsung membalikkan badannya lagi dan mengambil nampan agar segera mendapat makanannya dan pergi dari suasana dingin di sana.

            “Ar.. Arya” Dy menyebut namanya terbata-bata dan memberikan senyum yang sangat canggung. Hampir tidak seperti senyuman.

            “Ternyata lo lebih pendek kalo dari deket” Arya menundukkan tubuhnya dan memegang kedua bahu Audrey dan memutar tubuhnya ke depan karena antreannya sudah mulai kosong, kemudian Arya menyentuh kepala gadis itu dan mengetuk pelan jari-jarinya di kepala Audrey. Cepat-cepat Dy meraih nampannya dan menerima makanan yang di berikan tukang masak di kantin.

***

            Sepulang sekolah Audrey pergi ke kantin di luar untuk beli beberapa jajanan karena dia harus menetap di sekolah beberapa jam ke depan untuk menyelesaikan tugasnya. Ketika melihat ke dalam kulkas minuman, matanya fokus pada susu ultra rasa vanila karena bungkusnya warna biru muda dan teringat akan Arya. Audrey akhirnya membeli susu itu untuk di berikan pada Arya sebagai tanpa perdamaian.

            “Makasih ya pak” Dy membayar dan membawa kantung plastik hitam penuh makanan di dalamnya.

            Dalam perjalanan ke ruang seni, Dy melihat Arya dari kejauhan yang sepertinya menuju aula. Tanpa sadar gadis itu membuntutinya. Dy melihat Arya benar masuk ke dalam aula dan ikut masuk ke dalam jauh setelah Arya masuk terlebih dahulu.

            Audrey pikir cowok itu akan melakukan hal-hal konyol di sana bersama teman-temannya, atau setidaknya di sana Arya tidak sendirian. Tetapi apa yang lihat Dy jauh berbeda dengan bayangannya, Arya sendiri di dalam sana dan tergeletak di lantai. Perlahan-lahan Audrey mendekatinya.

            “Kenapa?” belum sampai di depan Arya, cowok itu sudah menyadari kehadiran Audrey bahkan saat matanya tertutup.

            “Lo masih idup kan?” tanya gadis itu. sekarang Dy semakin berani melangkah mendekatinya bahkan duduk berlutut di sebelahnya. Dy mencari sesuatu di dalam kantong keresek hitamnya kemudian meraih susu dengan bungkus biru muda itu.

            “Maaf” Audrey mengulurkan tangan dengan susu di tangannya yang berada di atas wajah Arya.

            Saat itu Arya membuka matanya karena merasa cahaya lampu yang terhalang oleh sesuatu,  ternyata terhalang susu ultra. Tanpa meraih susu itu Arya bangun dari tidurnya dan duduk di depan Audrey.

            “Susu?” tanya Arya sambil meraih kotak susu itu.

            “Lo suka biru muda” jawab Audrey dengan wajah polos. Arya menatapnya iba sambil menggelengkan kepala karena kelakuan gadis itu memang bodoh.

“Jangan liat orang dari luarnya, emang lo kenal gue?” kata Arya.

------------------------------

            Semester satu tahun pertama di SMA

            “Itu tuh, yang di kuncir satu” sepulang sekolah di tengah keramaian sekolah, Dio, Arya dan Geran berdiri di balik balkon yang menghadap lapangan. Dio berjanji akan memberi tahu siapa cewek yang di taksirnya sejak masuk tahun ajaran pertama. Arya dan Geran masih juga belum menemukan gadis itu karena sebenarnya banyak yang rambutnya di ikat satu.

            “Ini nih.. yang pakai tas biru muda” Dio menunjuk ke tengah-tengah lapangan di ikuti mata Arya dan Geran.

            “Tas biru kuncir satu? Yang itu?” Arya ikut menunjuk ke arah gadis itu. “Yang pendek?” kata Arya meledek kemudian cekikikan bersama Geran. Dio hanya mengusap tengkuk kepalanya karena malu.

            “Jadi itu... namanya siapa, Yo?” tanya Geran.

            “Audrey, manis kan?” kata Dio semangat sambil memperhatikan gadis itu. Karena melihat gadis yang di sukainya memakai tas berwarna biru muda Dio berasumsi kalau Audrey menyukai warna biru muda. Karena itu juga Dio mulai menggunakan barang-barang dengan warna biru muda.

------------------------------

Kemudian Arya meminum susunya dan meninggalkan Audrey masih duduk berlutut. Audrey hanya menatap punggung cowok itu dari belakang.   

Yo, cewek lo kasih gue susu vanila. Katanya karena gue suka warna biru muda, haha ada-ada aja. Kenapa bisa lo naksir dia sih? Biru muda. Haha. Arya membatin.

***

            2 oktober 2010

            Sudah empat bulan sejak kepergian Dio, tapi Geran masih tidak cukup berani untuk datang ke pemakamannya karna takut tidak dapat mengatasi rasa sakit di hatinya. Di tengah gelapnya malam Geran mengendarai motornya, berusaha menjernih pikiran. Tapi semua bayang-bayang tentang Dio masih melekat jelas di kepalanya.

            Ketika mereka bertemu secara kebetulan di garis finis bersamaan, tawa dan ekspresi Dio terkenang jelas di kepala Geran. Kerinduannya kepada Dio tidak dapat luntur terbawa angin sekencang apapun Geran melaju dan menembus setiap lapisan angin yang berusaha menghentikannya.

            Setiap kali Geran di rangkul oleh Dio dia selalu menolak dan menghindar, tapi sekarang dia merindukannya. Rasanya terlalu aneh karena dalam waktu sekejap Geran harus kehilangan orang terdekatnya. Hatinya seperti di kelitik setiap kenangan itu muncul tapi anehnya terasa begitu menyakitkan.

            Lo pergi begitu saja ninggalin gue, Mela, juga nyokap lo. Lo gak ngerasa bersalah? Hah? Harusnya lo ninggalin kata-kata terakhir atau apapun itu. Tapi lo pergi tanpa bilang apa-apa. Gue harus apa, Yo?. Geran membatin. Dia juga tak kuasa menahan air matanya yang sudah membasahi wajahnya di balik helm hitam berlapis kaca plastik.

 

 

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 2 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Nindya225

    Kapan update lagi kaa??

    Comment on chapter Rest In Peace; Dio
Similar Tags
When I Was Young
8239      1654     11     
Fantasy
Dua karakter yang terpisah tidak seharusnya bertemu dan bersatu. Ini seperti membuka kotak pandora. Semakin banyak yang kau tahu, rasa sakit akan menghujanimu. ***** April baru saja melupakan cinta pertamanya ketika seorang sahabat membimbingnya pada Dana, teman barunya. Entah mengapa, setelah itu ia merasa pernah sangat mengenal Dana. ...
CATCH MY HEART
2451      907     2     
Humor
Warning! Cerita ini bisa menyebabkan kalian mesem-mesem bahkan ngakak so hard. Genre romance komedi yang bakal bikin kalian susah move on. Nikmati kekonyolan dan over percaya dirinya Cemcem. Jadilah bagian dari anggota cemcemisme! :v Cemcemisme semakin berjaya di ranah nusantara. Efek samping nyengir-nyengir dan susah move on dari cemcem, tanggung sendiri :v ---------------------------------...
Run Away
6667      1493     4     
Romance
Berawal dari Tara yang tidak sengaja melukai tetangga baru yang tinggal di seberang rumahnya, tepat beberapa jam setelah kedatangannya ke Indonesia. Seorang anak remaja laki-laki seusia dengannya. Wajah blesteran campuran Indonesia-Inggris yang membuatnya kaget dan kesal secara bersamaan. Tara dengan sifatnya yang terkesan cuek, berusaha menepis jauh-jauh Dave, si tetangga, yang menurutnya pen...
Rinai Hati
488      258     1     
Romance
Patah hati bukanlah sebuah penyakit terburuk, akan tetapi patah hati adalah sebuah pil ajaib yang berfungsi untuk mendewasakan diri untuk menjadi lebih baik lagi, membuktikan kepada dunia bahwa kamu akan menjadi pribadi yang lebih hebat, tentunya jika kamu berhasil menelan pil pahit ini dengan perasaan ikhlas dan hati yang lapang. Melepaskan semua kesedihan dan beban.
I have a dream
270      221     1     
Inspirational
Semua orang pasti mempunyai impian. Entah itu hanya khayalan atau angan-angan belaka. Embun, mahasiswa akhir yang tak kunjung-kunjung menyelesaikan skripsinya mempunyai impian menjadi seorang penulis. Alih-alih seringkali dinasehati keluarganya untuk segera menyelesaikan kuliahnya, Embun malah menghabiskan hari-harinya dengan bermain bersama teman-temannya. Suatu hari, Embun bertemu dengan s...
injured
1218      657     1     
Fan Fiction
mungkin banyak sebagian orang memilih melupakan masa lalu. meninggalkannya tergeletak bersama dengan kenangan lainya. namun, bagaimana jika kenangan tak mau beranjak pergi? selalu membayang-bayangi, memberi pengaruh untuk kedepannya. mungkin inilah yang terjadi pada gadis belia bernama keira.
CAFE POJOK
3198      1077     1     
Mystery
Novel ini mengisahkan tentang seorang pembunuh yang tidak pernah ada yang mengira bahwa dialah sang pembunuh. Ketika di tanya oleh pihak berwajib, yang melatarbelakangi adalah ambisi mengejar dunia, sampai menghalalkan segala cara. Semua hanya untuk memenuhi nafsu belaka. Bagaimana kisahnya? Baca ya novelnya.
Hati Yang Terpatahkan
1839      833     2     
Romance
Aku pikir, aku akan hidup selamanya di masa lalu. Sampai dia datang mengubah duniaku yang abu-abu menjadi berwarna. Bersamanya, aku terlahir kembali. Namun, saat aku merasa benar-benar mencintainya, semakin lama kutemukan dia yang berbeda. Lagi-lagi, aku dihadapkan kembali antara dua pilihan : kembali terpuruk atau memilih tegar?
Move on
63      42     0     
Romance
Satu kelas dengan mantan. Bahkan tetanggan. Aku tak pernah membayangkan hal itu dan realistisnya aku mengalami semuanya sekarang. Apalagi Kenan mantan pertamaku. Yang kata orang susah dilupakan. Sering bertemu membuat benteng pertahananku goyang. Bahkan kurasa hatiku kembali mengukir namanya. Tapi aku tetap harus tahu diri karena aku hanya mantannya dan pacar Kenan sekarang adalah sahabatku. ...
Kisah yang Kita Tahu
5107      1446     2     
Romance
Dia selalu duduk di tempat yang sama, dengan posisi yang sama, begitu diam seperti patung, sampai-sampai awalnya kupikir dia cuma dekorasi kolam di pojok taman itu. Tapi hari itu angin kencang, rambutnya yang panjang berkibar-kibar ditiup angin, dan poninya yang selalu merumbai ke depan wajahnya, tersibak saat itu, sehingga aku bisa melihatnya dari samping. Sebuah senyuman. * Selama lima...