Zahra masih berkutat didepan cerminNya. Ia tak melakukan apa yang seharusNya dikerjakan oleh remaja kebanyakan didepan cermin. Seperti menggunakan make up atau merias diriNya. Bahkan ia hanya memandangi wajahNya saja, namun pikiranNya melayang pada kejadian kemaren pagi di sekolah.
Flash back on
"Woi, guys." Suara teriakan khas cempreng dari Dewi dan Fia terdengar dari koridor sekolah. Membuat mahluk mahluk yang berkeliaran di sana seketika menghentikan aktivitasNya dan menoleh ke arah sumber suara.
Krik..
Krik....
Krik..
"Eh, maaf maaf...maksud Kami temen Kami yang di sana. Hehehe..." Dewi terlihat cengengesan menahan malu. Sedangkan Fia sudah menutup wajahNya dengan kedua tanganNya. Mungkin wajahNya sudah seperti kepiting rebus. Karena mendapat tatapan dari mahluk mahluk tak kasat mata. Eh ralat!, maksudNya siswa siswi yang ada dikoridor. Sedangkan tak jauh dari Mereka berdua berdiri. Zahra, Latifa dan Andrini sudah tertawa terpingkal pingkal melihat kelakuan Mereka berdua.
"Hahaha...
Pagi pagi udah dikasih tontonan gratis. Kenapa, gak tiap hari aja kali ya? pasti hidup Gue dipenuhi warna." Ucap Latifa tertawa bebas.
"Warna warni, pale Loe warna warni! ya kale Loe pada ngetawain teman yang lagi ketiban apes! hhhh...
Dosa apa Gue punya temen kayak Loe pada!" Kesal Dewi.
"Dosa apa Loe bilang? duh Dewi! sadar dikit napa sih. Dosa Loe banyak banget tau gak. Loe kan jarang sholat, jarang ngaj...." Mulut Fia langsung dibungkam oleh tangan Dewi.
"Apaan sih Loe! bukanNya bela teman seperjuangan, eh malah memperkeruh suasana. Lagian Loe yah, udah tau teman jarang ibadah. Eh malah Loe bongkar tu aib. Dasar bego Loe!". Kesal Dewi makin memuncak.
"Et dah, kok Gue yang disalahin? Loe yang punya aib kok Gue yang susah. Lagian Loe kenapa pake ungkit ungkit soal dosa sih! kan mulut Gue jadi kelepasan. Yah, walaupun itu fakta!." Ucap Fia tak kalah kesal karena disalahkan.
"Kalo tau fakta ya dijaga dong, Fia. Jangan Loe buka dong! apalagi ini ditempat umum. Bisa hilang image Gue nanti." Ucap Dewi jujur.
Zahra hanya geleng geleng kepala melihat kelakuan dua curut itu. Dalam hati Ia berkata
"Dosa ape yah Gue punya temen kayak Lue pade. Hadehh...
Bunuh saja hayati di rawa rawa Bang".
"Tapi kan maksud Gue bu.."
"Udah, berisik Loe pada..." Lerai Andrini.
Dewi dan Fia langsung cemberut. Melihat ekspresi Mereka berdua. Latifa semakin tertawa heboh.
"Ada berita apa Fi? ampe Loe berdua teriak heboh gitu. BiasaNya kan Loe pada kalo udah heboh heboh gini pasti bawa berita hangat." Kali ini Zahra bersuara. Untuk mencairkan suasana.
"Berita hangat? tentang apa?" Ucap Latifa antusias.
"Tadi ngetawain! sekarang.."
"Jawab aja kali Wi, sensi banget sih jadi Orang." Perintah Andrini. Memotong perkataan Dewi.
"Ya..ya..sabar napa sih. Sewot aja jadi Orang." Kesal Dewi.
"Ekhemm...
Kalo gitu Gue cabut dulu yah..." Pamit Zahra dengan kesal.
"Yah Ra, jangan ngambek dong. Ini juga mau ngomong." Cegah Dewi.
"Jadi ada berita apa?"
Latifa sudah tak sabar.
"Jadi tadi Gue ama Fia lewat depan kelas 11.4, nah di sana Gue ama Fia berpapasan dengan si Nadin dan Rara. Ketika Kita lewat in Mereka Gue dengar Mereka lagi ngomongin tentang ada guru baru..guys." Pekik Dewi.
"Udah biasa kali Wi, gak usah di heboh hebohin juga!" Ucap Andrini datar.
"Tapi Ann, guruNya ini cowok.." Kini Fia mulai bersuara.
"Udah biasa Fi." Jawab Andrini.
"Tapi ini beda Ann, guru ini cowok! masih muda banget. Dan yang bikin geger sekolah yah karena Dia ganteng coy. Kakak kelas aja langsung klepek klepek ngeliat Dia."
Mendengar itu, mata Andrini dan Latifa langsung membulat.
"Serius Loe?." Tanya Andrini.
"Iya, trus kataNya Dia guru agama coy. Sementara ini Dia yang ganti in Pak Amri ngajar."
Andrini dan Latifa langsung ber'oh ria. Sedangkan Zahra hanya diam dan tak menanggapi obrolan sahabatNya. Ia masih sibuk dengan pikiranNya.
"Apa mungkin guru baru itu adalah cowok kemarin? tapi masa iya sih? Dia kan muda banget! shit! kenapa juga Gue mikirin Dia! yah walaupun faktaNya dia tampan. Et dah, mulai dah ni otak geser!." Ucap Zahra dalam hati.
"Kalo emang benar itu guru tampan. Gue rela deh belajar agama tiap hari..." Harap Latifa.
Kring...
Kring...
Kring...
"Eh udah masuk, ke kelas yok." Ajak Zahra.
"Ayo." Ucap Fia. Mereka berlima pun berjalan menuju kelas 11.5.
Flash back off
"Dek, Umi manggil Kamu kebawah.." Suara Kak Annisa langsung membuyarkan lamunan Zahra.
Zahra, membalikkan badanNya menghadap Kak Annisa seraya tersenyum.
"Iya Kak...
Kakak duluan aja turun. Nanti Zahra nyusul." UcapNya ramah.
"Iya udah Dek, Kakak duluan..
Assalamualaikum."
Salam Kak Annisa.
Mendengar salam Kak Annisa, Zahra tak menjawabNya. Ia kembali membalikkan tubuhNya menghadap cermin. Mengambil tas punggung Nya. Sebelum melangkah keluar, Zahra sempat memperbaiki ikat rambutNya.
"Ah, udah rapi." BatinNya.
***
"Annisa, Adek Mu mana nak?" Tanya Umi ramah.
"Zahra masih di atas Umi, nanti nyusul kataNya." Jawab Annisa sopan.
Saat Abi dan Kakak Razi akan mulai menyantap sarapan Nya. Muncullah seorang gadis dengan seragam putih lengan pendekNya serta tidak lupa dengan rok abu di atas lututNya. Ia sangat terlihat cantik dengan ikat rambut pita manisNya. Sangat cantik.
"Pagi semua.." TeriakNya ceria.
"Salam Zahra! bukan ucapan selamat pagi." Tegur Kak Razi.
"Hehehe...
Maaf Kak, Zahra lupa." UcapNya cengengesan.
"Zahra, salam aja yang ringan Kamu lupa. Apalagi yang lain?" Ucap Razi sinis.
Zahra menatap jengah KakakNya. Ia memutar bola mataNya dan lebih memilih untuk mengabaikan perkataan Kak Razi. Zahra melangkah untuk duduk di kursi samping Kak Annisa. Ia mengambil roti dan mulai mengolesiNya dengan selai kacang.
"Benar benar berbeda. Bahkan sangat menakjubkan." Kak Razi bersuara lagi. Apa lagi yang dipikirkan Kak Razi terhadapNya.
"Sabar Zahra. Sabar." Batin Zahra menyemangati.
"Yang disebelah kanan adalah calon penghuni surga." Ucap Kak Razi menatap Kak Annisa. Kak Annisa dengan pakaian tertutupNya. Sangat anggun.
"Dan yang di sebelah kiri adalah calon penghuni NERAKA." Ucap Kak Razi sinis.
"Sabar Zahra." Suara batinNya menyemangati.
"Kak, ini masih pagi. Zahra gak mau ribut." Ucap Zahra datar. Ia masih saja
Mengoleskan rotiNya dengan selai kacang.
"Kakak, gak cari masalah Zahra. Kakak cuma ngomong fakta! dan jika kamu tersinggung itu bukan kesalahan Kakak yah." Ucap Razi santai.
Sungguh mendengar hal itu hati Zahra sakit. RasaNya seperti ditusuk tusuk ribuan belati yang tajam. Tuhan ini sangat sakit.
Tak bisakah Mereka menghormati keputusan Ku? tak bisakah?. Aku ingin seperti remaja yang lain. Tolong mengertilah. SayangNya kata kata itu hanya di utarakan didalam hatiNya.
"MemangNya Kamu gak sayang sama Abi? kalo Kamu sayang.."
Brakkkk
Suara tersebut sukses menghentikan ucapan Kak Razi. Bukan cuma Razi yang terkejut
Namun Abi, Umi dan Annisa pun terkejut. Suara tersebut berasal dari piring yang pecah. Yah, Zahra lah pelaku yang membuat piring itu pecah. Zahra yang melempar piring itu ke lantai.
"Kalo Kakak nanya, Zahra sayang sama Abi atau gak? tentu Zahra sayang sama Abi. Bagaimana mungkin Kakak bisa berbicara seperti itu!? hehhhh..?." Teriak Zahra.
"Kakak itu seharusNya nger..."
"Zahra! jaga ucapan Kamu! Abi tidak suka dengan sikap Kamu hari ini." Bentak Abi.
"Tapi Abi, Zahra gak salah. Zahra hanya ingin..."
"Zahra! apa Kamu tidak dengar perkataan Abi?." Bentak Abi lebih keras.
Bentakan Abi sukses membuat air mata Zahra jatuh mengenai pipi merah Nya. Menangis? YA. Tentu saja Zahra menangis. Menangisi, ketidak adilan tempat ini terhadap kehadiranNya. Terlebih, terhadap semua penghuni rumah yang selalu memojokkan Nya.
Iyah, Aku memang salah dimata Mereka dan akan selalu salah. Entahlah, Aku bingung dengan semua ini. Aku selalu berpikir bahwa Tuhan memang tak adil kepadaKu? atau Mereka Nya saja yang terlalu kejam. Tapi yang Aku tau, hatiKu sangat sakit hari ini. Mereka? jahat. Pekik Zahra dalam hati.
"Abi, Umi Zahra berangkat dulu..
Assalamualaikum." Ucap Zahra pelan.
Seraya mencium tangan kedua Orang tuaNya. KakiNya terasa sangat berat untuk berjalan. Namun, untuk sebuah ketenangan. Zahra harus bisa. Bagi Zahra, sekolah adalah tempat terbaik. Tempat Ia tak di asingkan diterima dengan baik dan tempat untuk melepas lelah selama Zahra di rumah.
***
Zahra masih saja mengingat kejadian tadi pagi. BagiNya, ini bukan pertama kaliNya Kak Razi dan Abi menyakitiNya. Namun, ini yang sudah kesekian kali bagiNya.
SebenarNya, apa yang Mereka mau sih? kenapa selalu menyindir Ku yang tak menggunakan hijap? apakah tak cukup Kak Annisa dan Umi yang berhijap di rumah? bukankah, mereka berdua sudah mewakili Ku sebagai perempuan di keluarga ini? tapi kenapa masih saja sih? Hehhhh...
Apakah Mereka tak ingin melihat Ku bahagia dengan dunia Ku sendiri?
Kenapa Kalian seegois ini? dasar egois!.
"Kamu kenapa, Ra?" Suara gadis berhasil membuyarkan lamunanNya.
"Dari tadi Aku liat, Kamu bengong terus. Kamu ada masalah ya, Ra?. Kalo Kamu ada masalah, Kamu bisa cerita kok ama Aku Ra? siapa tau Aku bisa ban...."
"Jangan sok akrab deh Koe ama Gue!
emang Nya Loe siapa sih?! heh! sahabat? kagak!
temen? kagak!
saudara? apalagi itu!." Ucap Zahra kesal dengan kehadiran gadis itu. Sedangkan gadis yang di bentakNya terlihat sangat shock dengan perkataan Zahra.
"Eh, Fira!. Gue kasih tau Loe yah, Loe itu siapa sih dikehidupan Gue? siapa?. Loe bukan siapa siapa Gue kan?!. Jadi jangan sok akrab deh Loe ama Gue! apalagi pake acara mau bantu segala!. Dasar begok. Sahabat Gue aja, gak terlalu kepo dengan urusan hidup Gue. Eh, Loe? yang bukan siapa siapa kok kepo banget. Udah deh, jauhin Gue!. Gue gak suka ama Loe! risih tau gak!." Ucap Zahra santai. Sambil berlalu dari hadapan gadis yang bernama Fira. Melihat kepergian Zahra, Fira hanya bisa bungkam. Menangis. Ini bukan yang pertama kali Fira menangis karena Zahra. Namun yang kesekian kaliNya.
"Bukan itu maksud Aku, Ra...
Bukan, maksud Aku begitu. Karena Aku tau apa yang Kamu rasakan, Ra...karena Aku tau." Ucap Fira seraya menghapus air mataNya.
***
Tetap lanjut kok, ditunggu aja yah
Comment on chapter Lembar baru, tinta hitam