Waktu berputar dan hari berganti. Memanfaatkan waktu liburnya dengan baik, Djorgi mengajak istri dan anaknya, termasuk Reina yang sekarang sudah dianggap seperti anaknya sendiri ke sebuah taman bermain di kawasan wisata tersebut.
Taman Bunga Nusantara.
Seperti sebuah potret keluarga bahagia yang selalu diinginkan semua orang. Reina tersenyum melihat Djorgi dan Alexa yang sedang ber-selfie ria. Cewek itu terkekeh geli melihat ekspersi Riga yang tidak mengukai ide ayahnya itu untuk berkunjung ke taman bermain ini. Menurutnya kebun binatang jauh lebih baik dari tempat ini.
Riga sering kali mendesah lelah melihat tingkah orang tuanya yang bak anak baru gede. Selfie sana-sini sambil cekikikan. Atau Alexa akan berpose layaknya model profesional dan Djorgi berperan sebagai fotografer. Di tempat itu sepertinya hanya Riga yang tidak menikmatinya.
“Reina, foto sini!” aja Alexa meminta Reina untuk bergabung dengannya. Tentu saja hal itu disambut gembira oleh Reina.
“Iya tante.” Cewek itu langsung berdiri di samping Alexa dan Alexa langsung merangkul pundak Reina. Keduanya bergaya menurut arahan Djorgi.
“Kayak alay.” Riga bergumam kesal melihat tingkah mereka.
Setelah puas dengan pemotretannya Alexa dan Djorgi memilih untuk mencari makanan, sedangkan Reina yang ingin menikmati wahana bermain di tempat tersebut. Dia menarik lengan Riga untuk mengikuti langkahnya. Sebenarnya Riga sangat malas apalagi tempat wisata ini sangat ramai.
Untuk orang yang suka menyendiri seperti Riga tentu tempat tersebut sangatlah tidak baik. Cowok itu lebih suka berdiam diri di kamar melakukan kencan dengan buku-buku dan tugas dari sekolah. Itu jauh lebih baik.
Djorgi sengaja memilih tempat itu agar putranya itu bisa berbaur dengan lingkungan sekitarnya. Sebagai seorang laki-laki, Djorgi pernah meras risih dengan Riga yang suka sekali mengurung diri di kamar. Djorgi takut jika putra tunggalnya itu mengidap kelainan atau mengalami kekerasan di luar rumah.
Dengan adanya Reina, Djorgi merasa sangat terbantu. Meski dia bisa melihat Riga yang terlihat malas-malasan mengikuti kemauan Reina, tapi tak ada yang salah dengan mencoba sesuatu yang baik.
“Naik itu ya,” pinta Reina menunjuk pada Dotto Train yang siap mengantar pengunjung mengeliling tempat wisata tersebut. “Ayo.” cewek itu menarik tangan Riga.
“Banyak orang, Na.”
“Yailah banyak orang, kalau mau sepi di kuburan.”
Dotto Train berwana putih melintas setiap satu jam sekali akan menunggu penumpang di depan gerbang masuk utama. Reina dan Riga duduk di gerbong depan bersama beberapa pengunjung lainnya. Dotto Train akan membawa pengunjung menikmati Taman Bunga Nusantara tanpa harus lelah berjalan kaki. Pada tempat-tempat tertentu suara pemandu wisata dari sebuah rekaman terdengar dari pengeras suara menjelaskan tempat dimana mereka berada, juga jenis bunga apa yang ada ditempat tersebut.
Seperti di taman air yang menyajikan hamparan bunga Teratai yang sangat cantik dengan aneka warna dan jenis. Termasuk tanaman cybera papyrus tanaman yang dahulu di gunakan sebagai bahan kertas oleh kaum Mesir kuno. Daun tanaman ini berbentuk seperti rambut yang terurai dan tangkainya memanjang tiga sampai lima meter.
Reina dengan kapasitas otak yang terbatas itu mendengarkan dengan seksama penjelasan yang diberikan oleh suara yang keluar dari pengeras suara. Meski sudah mendengarkan dengan sangat baik, tapi dia masih tidak faham.
“Yang mana sih pohon si.. si, apa tadi, Ga?”
“Cybera Papyrus.”
“Yang mana pohonnya?”
“Itu,” Riga menunjuk pada pohon yang tumbuh berkelompok. “Itu namanya Cy-be-ra Pa-pi-rus.”
“Wah! Riga pinter, sekali denger langsung ngerti.” puji Reina menepuk-nepuk pundak Riga. Sedangkan cowok itu mendesah kesal menghadapi Reina.
Kereta wisata itu kembali melaju berhenti pada taman-taman berikutnya. Taman mawar, taman Perancis, Taman labirin dan taman-taman lainnya sampai kereta itu berhenti di tempat wahana permainan anak. Semua penumpang harus turun di sana.
Riga tersenyum samar melihat raut bahagia di wajah Reina. Cewek itu benar-benar begitu menikmati wisatanya. “Capek?” tanya Riga kemudian.
“Enggak, naik Bumper Car yuk!”
Seketika raut wajah Riga langsung berubah tak enak, cowok itu melengos mengabaikan ajakan Reina. Yang benar saja masa dia harus naik bumper car permainan untuk anak-anak yang di sendiri tidak pernah tertatik sejak kecil dulu.
“Iiih... Riga, ayo! Kapan lagi coba,”
“Di Dufan ada, Na.”
“Itukan di Dufan, kita nikmatin aja yang ada di sini. Ayo!”
Pasrah, Riga benar-benar pasrah mengikuti kemauan Reina. Kini cowok itu duduk di dalam mobil-mobilan kecil dengan tiang pada bagian belakangnya. Kedua kakinya ditekuk sempurna agar posisinya duduknya lebih mudah.
Sedangkan Reina tertawa puas melihat Riga yang duduk pasrah di dalam mobil kecil itu. Awalnya Riga memang keberatan dengan ajakan Reina, namun melihat cewek itu tertawa lepas akhirnya Riga ikut tertawa dan menikmati permainannya. Keduanya sesekali saling menabrak lalu tertawa.
Ada kebahagiaan tersendiri yang menyusup ke dalam relung hatinya karena melihat Reina tertawa. Tawa yang tanpa beban, tawa yang membuatnya bahagia. Hatinya memang merasakan perubahan luar biasa setiap kali melihat Reina. Bahagia.
***
Puas menjajal beberapa wahan bermain akhirnya Reina kelelahan. Riga membawa Reina menemui orang tuanya sudah berada di sebuah restoran yang masih berada dalam kawasan wisata Taman Bunga Nusantara. Perutnya sudah menagih jatah makan siangnya yang terlambat.
Mereka memilih restoran dengan konsep rooftop yang menyajikan pemandangan dari ketinggian. Udara yang sejuk, pemandangan yang indah dan makanan enak seakan menjadi daya tarik restoran tersebut. Mereka mengambil tempat duduk dekat dengan pagar pembatas agar lebih bisa melihat dengan jelas pemandangannya.
“Silahkan, mau pesan apa?” tanya seorang pramusaji ramah dan menyerahkan daftar menu satu-persatu.
“Saya mau nasi tongseng satu, Sirlon steak satu, salad buah satu, ice lemon tea dan kopi jadulnya satu.” ucap Djorgi yang langsung di catat oleh pramusaji itu.
“Kalau saya pesan Chicken creamy soup, fries bologness, dessert-nya apa ya?” Alexa melihat-lihat daftar menu yang menampilkan aneka macam dessert. “Em, Parfait island aja deh.”
“Minumnya, bu?”
“Iced mojoito mint tea aja. Reina, sayang kamu mau pesan apa?” Alexa menutup buku menunya menunggu Reina memesan.
“Nasi goreng basil, terus mixed fritter sama pink candy.”
“Kalau masnya mau pesan apa?” tanya pramusaji itu pada Riga. Sebenarnya diam-diam pramusaji itu selalu mencuri pandang ke arahnya, sambil mencatat pesanan sambil menikmati keindahan wajah Riga yang menurutnya lebih indah dari pemandangan alam yang terhampar di bawah sana.
“Tanderlion steak, manggo tanggo, sama cappucino.”
“Baik, saya ulangi ya pesananya.” pramusaji itu mengulangi kembali pesenan mereka, menyempatkan diri mencuri pandang pada Riga sebelum berlalu.
Reina sudah memperhatikan pramusaji itu sejak awal, dia bahkan menahan tawanya. Setelah pramusaji itu pergi barulah dia tertawa. “Kenapa ketawa?” tanya Riga datar.
“Lucu ya pelayan tadi, ngelihatin lo terus.”
“Letak lucunya dimana?”
“Cara dia ngelihatin lo. Kayak singa betina ngelihat daging segar yang menggiurkan, siap menerkam kapan aja.” tutur Reina jenaka, kedua tangannya terangkat menirukan cakar singa yang siap menerkam mangsanya.
Riga berdecak, melipat kedua tangannya di dada dan memalingkan pandangan dari Reina. Cowok itu menatap pada indahnya bukit-bukit yang menghijau, mengatur detak jantungnya yang tak menentu. Perubahan sikap Riga tentu tak luput dari keduang orang tuanya. Alexa dan Djorgi saling berbisik-bisik membicarakan putra mereka.
Hanya Reina yang saat ini terlihat cuek, cewek itu mengedarkan pandangannya ke segala penjuru restoran itu. Memperhatikan bartander yang sedang meracik kopi, dan beberapa pramusaji yang lalu lalang.
Tak menunggu lama pesanan mereka satu persatu datang. Senyuman mengembang dari pramusaji itu sebagai tanda senangnya karena bisa melayani mereka dengan baik atau karena ada Riga di meja itu.
“Selamat menikmati.” ucapnya semanis mungkin.
“Terimakasih.” balas Alexa ramah.
Sebelum menikmati makanannya Alexa dan Djorgi memotretnya terlebih dahulu untuk diunggah ke sosial media. Jangan salah kedua orang tua itu lebih aktif di sosial media Instagram, dibandingkan putranya yang masih muda itu. Riga bahkan tak mempunyai akun sosial media.
“Om punya Instagram?” tanya Reina penasaran.
“Punya dong, emangnya Riga.”
Reina mengeluarkan ponselnya. “Apa om nama akunnya.”
“Djorgi mahesa, disambung gak pake spasi.”
“Aku follow ya.”
“Punya tante juga dong.” Alexa tak mau kalah dengan suaminya.
Mengabaikan mereka bertiga, Riga sudah menikmati makanannya lebih dahulu. Cowok satu itu tak menyukai hal-hal yang seperti itu. Tak suka privasinya diganggu. Begitu selesai dengan sosial medianya, barulah ketiganya mulai menikmati makanan mereka. Tak banyak bicara karena mungkin memang sudah sangat lapar.
Reina ingat dulu setiap akhir pekan ayahnya selalu mengajak keluarganya untuk makan diluar. Menghabiskan hari libur hanya dengan keluarga tanpa membicarakan pekerjaan dan hal-hal yang mungkin mengganggu kebersamaan mereka. Kini semua itu tinggal kenangan.
Menatap pada Alexa dan Djorgi yang saling menyuapi, Reina tersenyum. Ingin rasanya dia melihat kehangatan dalam keluarganya lagi. Riga yang duduk di samping Reina pun ikut memperhatikan apa yang Reina lihat hanya untuk sesaat sebelum akhirnya dia lebih memilih untuk memperhatikan Reina.
Menelisik lebih jauh perubahan raut wajah kekasihnya itu. Sejak awal Riga sudah menyadari bahwa ada luka yang tersembunyi disetiap sorot mata Reina. Luka yang ditutupi lewat senyuman manisnya. Tangan Riga terangkat lalu mendarat di punggung Reina dan mengusapnya lembut membuat Reina menatapnya. Cowok itu tersenyum tulus seakan menunjukan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Ceritamu menarik dari awal, apalgi pggmbran tokohmu. manusiawi bget, (ada kelamahnnya) suka. tapi aku baca masih bnyak yg typo. bnyk hruf yng kurang juga.
Comment on chapter Pertemuan Yang Burukdan ini kan chapternya sudah ada judul, jdi di body text kya'nya gk perlu ditulis lgi judul chpternya. kalau mau di tulis enternya kurang kebawah. semangat yaaa