Setiap orang mempunyai definisi bahagia sendiri-sendiri, termasuk Reina. Bahagia menurutnya adalah ketika bisa melihat ibunya dan Sheila kembali seperti dulu. Menghabiskan waktu bersama lagi. Seperti memasak di dapur, belanja atau mendengarkan curhatan masing-masing di atas tempat tidur sebelum terlelap.
Bahagia yang rasanya sulit untuk didapatkan, namun dia tetap menikmati apa yang Tuhan berikan padanya saat ini. Sekalipun hatinya masih berandai-andai tentang ibunya dan Sheila, tapi tak masalah jika bahagianya saat ini didapat dari keluarga Riga.
Reina berlarian kesana-kemari begitu sampai di villa milik keluarga Riga tempat mereka menginap. Layaknya seorang anak kecil yang berkunjung ke taman bermain, Reina dengan lincahnya menjelajahi villa. Mulai dari ruang tamu, dapur sampai ke halaman belakang.
Ada dua kolam renang di sana. Satu berukuran besar dengan ke dalaman empat meter. Satu lagi kolam air panas berbentuk lingkaran dengan tinggi air hanya sebatas lutut orang dewasa. Reina terlihat sangat senang apalagi villa itu berada di ketinggian. Reina mencelupkan kakinya ke dalam kolam air panas sambil menikmati pemandangan puncak yang begitu indah.
“Anget,” lirih Reina menikmati sensasi air yang menyentuh kaki jenjangnya. “Sheila pasti senang kalau ada di sini. Dia kan suka banget kolam air panas.”
“Sheila? Siapa?” tanya Riga yang sudah berdiri di sampingnya. Entah sejak kapan cowok itu berada di sana, Reina tak menyadarinya karena terlalu asyik.
“Kakak perempuan gue.”
“Lo punya kakak?”
“Iya, namanya Sheila Andara Regia. Orangnya cantik, baik hati dan penyayang. Dulu dia suka jagain gue kalau ada yang gangguin. Sheila jago karate, jadi kalau ada yang berani macem-macem bakal langsung dihajar.” tutur Reina riang menyembunyikan fakta yang sebenarnya terjadi.
“Oh, mau berenang?”
“Enggak ah, gue mau duduk aja di sini,”
Cuaca di puncak hari ini cerah membuat siapapun tergoda pada jernihnya air untuk segera dinikmati. Riga membuka kaos dan celananya di depan Reina tanpa merasa canggung, namun sebaliknya Reina justru merasa canggung.
Menutup matanya dengan kedua tangannya Reina berkata. “Riga! Pake bajunya, gak tahu malu deh.”
“Ya kali berenang pakai baju.”
“Itu nama porno aksi, tahu gak?!”
Byur
Riga langsung masuk ke dalam air mengabaikan Reina. Perlahan Reina membuka tangan yang menutupi wajahnya. Dia melihat Riga yang sudah berada di air. Cewek itu bernafas lega karena Riga menggunakan boxer hitamnya, meski sebenernya dia merasa gugup melihat tubuh bagian atas Riga yang tak tertutup sehelai benangpun.
“Gimana, kamu suka?” tanya Djorgi menghampiri Reina.
Cewek itu berdiri mengeluarkan kakinya dari kolam air hangat. “Suka om, di sini adem. Tenang. Gak kayak di Jakarta, panas.”
“Kalau kamu mau, kamu bisa datang ke sini kapan aja.”
“Seriusan om?”
“Tentu.”
Reina tersenyum kemudian berlari menghampiri Alexa yang sedang menyiapkan beberapa bahan masakan untuk makan siang dibantu oleh bi Ina. “Aku bantuin ya, bi.”
“Nih, potong-potong paprikanya aja.”
“Potong dadu?”
“Betul.”
Ketiga perempuan beda genarasi itu sibuk menyiapkan makan siang di halaman belakang villa. Sementara itu Riga masih asyik menggerakan tubuhnya di dalam air dan Djorgi duduk di bangku taman sambil berbicara lewat ponsel pintarnya.
Riga keluar dari dalam air, cowok itu mengambil handuk yang sudah di siapkan terletak di atas kursi santai. Tangannya bergerak mengeringkan rambutnya yang basah kemudian cowok itu mendekati ayahnya, duduk di samping Djorgi.
“Dari siapa, Pah?” tanyanya kemudian.
“Investor yang ingin bergabung dengan perusahaan papa,” Djorgi menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku kemejanya. “Kalau cinta itu diungkapkan, bukan dilihatin aja.” celetuk Djorgi yang menyadari putranya itu tengah memperhatikan Reina yang sedang tertawa sambil memegang tusuk sate.
“Aneh,” ujar Riga. “Baru kenal beberapa hari, tapi rasanya aneh.”
“Tidak ada kata terlalu cepat atau terlambat dalam cinta. Kalau suka ya langsung ungkapkan, tunjukan bahwa kamu benar-benar mencintainya.”
“Papa dulu gitu?”
“Ya begitu.”
“Terus?”
“Papa baru sadar kalau papa mencintai mama mu di saat papa hampir kehilangan,” Djorgi kembali menerawang kisah cintanya dulu dengan Alexa. Bagaimana dulu dirinya hampir kehilangan Alexa karena sebuah kecelakaan. “Sekarang ya seperti yang kamu lihat, papa masih sama mama kamu.”
Kedua laki-laki itu saling diam memperhatikan wanita yang berada tak jauh dari keduanya. Djorgi memperhatikan Alexa dan Riga memperhatikan Reina. Ayah dan anak itu setipe dalam menghargai dan menyayangi wanita, meski Riga tak sehangat Djorgi dalam bersikap.
***
Matahari semakin menyingsing ke arah barat. Suhu udara di daerah puncak mulai turun membuat Reina merapatkan sweeter abu-abunya. Cewek itu tengah berjalan-jalan di temani Riga. Sedangkan Arman dan Alexa memilih untuk tetap berada di villa.
Villa tempat mereka berada tak jauh dari kebun raya Cipanas, namun mereka tak masuk ke dalam kawasan wisata itu. Keduanya hanya berjalan-jalan di sepanjang jalan, melihat-lihat penjual yang berjajar di sisi kanan dan kiri jalan. Juga ada penjual yang menjual dagangannya dengan menghampiri para pengunjung.
“Kang syalnya, buat si enengnya.” tawar si penjual seraya menyodorkan dagangannya berupa syar rajut dengan aneka warna.
“Makasih, mas. Saya gak kedinginan kok.” timpal Reina menolak secara halus penjual tersebut.
“Ya gak di usah dipakai sekarang, pakai kapan-kapan aja pas kedinginan,” penjual bertubuh kurus itu masih mencoba peruntungannya. “Murah kok, cuma tiga puluh ribu aja.”
“Mau?” tanya Riga menatap Reina. Cewek itu menggeleng tanda tak ingin. Penjual itu nampak kecewa apalagi ketika melihat Reina yang berjalan menjauh. “Saya beli satu, kang.” ucap Riga pada penjual itu dan membiarkan Reina menjauh.
Dengan senang hati penjual itu mengambil syal yang Riga pilih. Syal yang hanya tingga satu warna, yaitu abu-abu. Warna kesukaanya. Setelah mendapatkan syalnya, Riga menghampiri Reina yang berhenti di penjual bunga. Cewek itu terlihat tengah memilih bunga Lily yang paling segar.
“Aku mau yang ini.” ucap Reina pada penjual bunga yang terlihat masih belia itu. Mungkin lebih muda darinya.
“Buat siapa?” tanya Riga.
“Tante cantik.”
“Mama?”
“Hmmm,”
Riga tersenyum melihat perhatian yang Reina tunjukan pada ibunya. Reina menyerahkan uang seratus ribuan pada gadis belia itu. Dengan seratus ribu Reina bisa mendapatkan enam tangkai bung Lili segar.
“Terimakasih.” Reina keluar lebih dulu dari tempat itu. Dia menikmati aroma yang menguar dari bunga Lili dalam genggaman tangannya.
Setelah cukup puas berjalan-jalan di tempat wisata itu, Reina kembali ke villa. Namun tiba-tiba saja langkahnya terhenti ketika dia menyadari ada yang kurang. Ya.. sesuatu yang sedari tadi bersamanya kini tak terlihat. Riga, cowok itu tak nampak dalam pandangannya.
“Eh? Kemana tuh cowok?” mata Reina mencari ke sana kemari. “Ah, gak mungkin nyasar. Dia pasti udah hafal daerah sini, mendingan gue balik aja ke villa dari pada mati kedinginan di sini.”
Kembali melangkahkan kakinya menuju Villa, Reina bersenandung riang. Reina tersenyum senang sambil memandangi bunga Lili dalam genggamannya. Begitu sampai di villa Reina langsung masuk mencari keberadaan Alexa, tapi dia tak mendapati siapun di sana. Villa itu terlihat sangat sepi.
“Kemana orang-orang?” tanya Reina pada dirinya sendiri. Reina meletakan bunga itu di atas meja makan. Dia mengambil kertas dari atas meja kecil di samping telepon rumah. Cewek itu menuliskan sesuatu di atas kertas putih itu.
Bunga yang cantik untuk tante cantik.
Setelahnya Reina masuk ke dalam kamarnya. Awalnya dia tidak menyadari ada sesuatu di sana sampai akhirnya matanya melihat buket bunga Lili berukuran besar di atas tempat tidurnya dan juga syal rajut berwarna abu-abu. Reina mengangkat buket bunga yang nyaris menutupi wajahnya. Dia mengambil secarik kertas yang tersemat di sana.
“Untuk kekasihku, semoga suka.” ujar Reina membaca tulisan dalam kertas itu. Keningnya berkerut mengingat sesuatu. “Kekasih? Siapa?” kini terlihat bukan bagaimana daya ingat Reina. Pantas saja cewek itu selalu mendapatkan nilai rendah dihampir semua mata pelajaran.
“Oh ya, sekarang kan gue pacarnya Riga. Ahaha, bego banget gue,” Reina mendudukkan bokongnya di atas tempat tidur yang empuk, cewek itu memotret bunga itu lalu mengunggahnya ke akan Instagram miliknya. “Riga punya Ig, gak ya? Cowok itu kan rada anti sosial, kayaknya gak mungkin deh punya Ig.”
“Rein, ini bunga di meja dari kamu?” tanya Alexa dari ambang pintu.
“Iya, tadi aku lihat ada yang jual bunga jadi aku beli deh, terus aku dapet bunga ini dari Riga.” Reina menunjukan buket bunga itu pada Alexa.
“Hmmm, ternyata anak tante bisa romantis juga ya. Gak nyangka.”
“Tapi, aku bingung kapan Riga belinya, kan dari pagi dia sama aku.”
“Gimana sih kamu, sekarang itukan jamannya online. Riga pasti pesan bunga itu dari toko online terdekat.”
“Iya juga ya, hehehe.”
“Bantuin tante yuk, malam ini kita buat Barbeque.”
“Iya tante.”
Di ruang keluarga ada Riga yang tertidur di sofa. Kedua tangannya dilipat di atas dada, bantal kecil di bawah kepalanya. Sejak kapan cowok itu berada di sana? Hal yang kini Reina pikirkan. Beberapa saat yang lalu saat dia melintasi ruangan itu Riga tak ada di sana.
Mengabaikan Riga yang tengah tertidur Reina memilih untuk membantu bi Ina di dapur yang langsung terhubung dengan ruang makan dan ruang tamu, karena memang ketiga ruangan itu tak bersekat. Terlihat sangat luas dan tentu saja Reina bisa melihat Riga dari tempatnya.
Sekalipun tak tahu pasti apa yang ada di hatinya saat ini, tapi Reina cukup menikmati waktu yang dia habiskan bersama Riga. Mungkin benar kata Riga soal perasaan itu soal nanti. Biar waktu yang membuatnya mengerti tentang perasaannya pada Riga. Biarkan semuanya mengalir seperti air saja, tak perlu melawan arus.
Soal hatinya dia memang tak pernah jatuh cinta. Tak tahu bagaimana rasa menyukai lawan jenis. Tak seperti apa rasanya jantung yang berdetak di atas normal. Tak tahu bagaimana rasa gugup menyelimuti diri disetiap kali bertemu. Dia hanya mendengar semua itu dari Mia, atau dari Aresh kakanya yang dulu pernah bercerita tentang rasa ketika jatuh cinta.
Sampai sekarang Reina masih sangat penasaran siapa perempuan beruntung yang berhasil memenangkan hati Aresh. Jika dia tahu tentu akan segera mencari perempuan itu dan mengabarkan bahwa kakaknya, Aresh sangat mencintai perempuan itu. Membayangkan raut wajah Aresh yang bahagia ketika bersama perempuan yang dicintainya itu sudah berhasil membuat Reina mengembangkan senyumnya.
Dia benar-benar merindukan sosok Aresh.
Ceritamu menarik dari awal, apalgi pggmbran tokohmu. manusiawi bget, (ada kelamahnnya) suka. tapi aku baca masih bnyak yg typo. bnyk hruf yng kurang juga.
Comment on chapter Pertemuan Yang Burukdan ini kan chapternya sudah ada judul, jdi di body text kya'nya gk perlu ditulis lgi judul chpternya. kalau mau di tulis enternya kurang kebawah. semangat yaaa